Ada begitu banyak definisi cinta. Setiap orang memberikan definisi cinta yang berbeda sesuai dengan apa yang dia pahami atau sesuai dengan keadaan yang dia alami. Maka biarkan aku memberikan definisi cinta versiku, tentunya setelah kalian mendengarkan ceritaku.
Aku sudah menyukainya saat kami masih di pesantren. Namun aku hanya menyimpan perasaan itu, tidak ada yang tahu kecuali aku dan Tuhanku. Memendam perasaan itu ternyata tidak mudah, apalagi saat aku tahu bahwa ternyata dia menyukai sahabatku. Ironisnya aku harus mendengar cerita sahabatku tentang percintaan mereka berdua. Wajahku tersenyum, tapi tidak dengan hatiku. Aku memberinya selamat, tapi aku mengutuk diriku. Pada akhirnya, aku terpaksa mengubur perasaanku dan berusaha melupaknnya. Namun setelah tiga tahun berlalu aku tetap tidak bisa melupakannya.
Dua bulan sejak kelulusanku dari pesantren, aku menyibukkan diri dengan membantu orang tuaku di rumah. Semua normal dan baik-baik saja sampai suatu ketika dia mengirimiku pesan. Itu bukan pesan yang spesial, hanya berisi ucapan salam. Namun itu cukup untuk membuatku tidak baik-baik saja. Karena itu adalah kali pertama kami bicara, meski hanya lewat pesan tanpa suara. Pertahananku runtuh, dinding yang sudah aku bangun roboh, perasaan yang sudah terkubur mencuat keluar, dia berhasil membuatku ingat bahwa aku masih mencintainya.
Kami berdua melanjutkan kuliah di kampus yang sama. Kampus yang juga berbasis pesantren sama seperti pesantren kami dulu. Wajib berasrama, tidak boleh pegang hp, keluar kampus harus izin, dan peraturan-peraturan pesantren lainnya. Sebelum hp kami resmi ditahan, kami masih sering berkomunikasi lewat chat bahkan telepon. Namun aku tetap memendam perasaanku. Alasannya sederhana, karena aku ingin menjadi laki-laki sejati yang berani mengungkapkan perasaan di depan kedua orang tuanya. Tidak perlu pacaran, langsung menikah saja. Itu yang ada di pikiranku ketika itu.
Komunikasi kami terputus selama enam bulan. Tidak ada chattingan, teleponan, apalagi ketemuan. Liburan semester satu saat hp dibagikan, dia adalah orang kedua yang ku hubungi setelah orang tuaku. Namun yang aku dapat kala itu adalah mimpi terburuk dalam hidupku. Disaat cinta kian membesar, rindu tak terbendung, harapan yang terlampau tinggi, semua itu hancur karena satu pesan singkat darinya, “Mulai sekarang kalau tidak ada hal penting yang ingin dibicarakan, tolong jangan chat aku lagi. Aku mau menjaga kehormatanku dengan tidak berkomunikasi dengan laki-laki manapun yang belum halal untukku.” Aku marah dan sakit hati, dia seakan memberiku harapan padahal aku sedang dia permainkan. Tapi anehnya, aku justru semakin mengaguminya, apalagi saat aku tahu bahwa dia benar-benar tidak berkomunikasi dengan laki-laki manapun. Ternyata dia serius tentang menjaga kehormatannya. Sejak saat itu aku melanjutkan tugasku mencintainya dalam diamku. Tidak ada komunikasi sama sekali, hanya doa-doa yang melambung tinggi berharap dia akan aku miliki. Adapun rindu yang menghantuiku berubah menjadi mimpi indah dalam tidurku. Bertemu dengannya di dalam mimpi cukup memberiku kekuatan untuk mencintainya selama ini.
Empat tahun berlalu lagi. Tentu saja aku masih menyukainya dan masih berharap bisa memilikinya. Aku ingin menemuinya setelah wisuda. Namun tiba-tiba aku mendengar bahwa ada orang lain yang ingin segera melamarnya. Aku yang takut keduluan, memutuskan untuk segera mengutarakan perasaanku dan mengajaknya menikah. Aku mengiriminya pesan. Aku mengatakan bahwa aku menyukainya, mencintainya, dan serius ingin menikahinya. Aku menunggu balasannya selama satu menit. Dan itu adalah satu menit terlama dalam hidupku. “Terimakasih sudah mencintaiku selama ini, tapi maaf aku tidak tertarik denganmu.” Balasan singkat itu membuat mataku perih, dadaku seperti tertusuk duri, aku jatuh terduduk menikmati jarih payahku tujuh tahun terakhir.
Lantas, apakah kisah ini sudah berkahir? Sayangnya belum. Setahun setelah kejadian menyakitkan itu, saat aku masih berusaha menata kembali hatiku, saat aku menyibukkan diri agar bisa melupakannya, tiba-tiba saja aku kembali memimpikannya dalam tidurku. Seharusnya itu adalah mimpi indah namun entah mengapa hatiku justru sakit karenanya. Aku pikir aku berhasil melupakannya dan tidak mengaharapkannya lagi, tapi ternyata hatiku masih tetap mencintainya dan masih menginginkannya. Aku tidak berdaya dan aku tidak tahu harus berbuat apa. Hanya berdoa yang bisa aku lakukan sambil membiarkan sang waktu memberikan jawaban. Pada akhirnya, aku dan dia seperti ‘Fajar ketika senja’. Kalian pasti merasa bahwa ungkapan itu sangat aneh. Tentu saja itu aneh, karena fajar memang tidak akan pernah bertemu dengan senja. Sama seperti aku yang tidak akan pernah bisa memilikinya.
Itulah kisahku. Dari kisah itulah aku menemukan definisi cinta versiku. Bagiku cinta adalah tentang memberi dan menerima. Seseorang bisa saja memberi tanpa adanya cinta, tapi tidak akan ada cinta tanpa memberi. Adalah bohong jika seseorang menyatakan cinta sementara dia tidak pernah memberi orang yang dia cintai. Memberi itu tidak selalu tentang materi, karena perhatian dan kasih sayang adalah yang paling utama. Namun jangan lupa bahwa cinta juga tentang menerima. Menerima segalanya, termasuk menerima kenyataan jika cinta itu tidak terbalaskan.