Di sebuah desa kecil yang dikelilingi bukit hijau dan sawah yang tenang, hiduplah seorang anak laki-laki bernama Lano. Setiap malam sebelum tidur, Lano punya kebiasaan naik ke bukit kecil di belakang rumahnya untuk melihat bintang.
Pada suatu malam, langit tampak lebih cerah dari biasanya. Bintang-bintang berkelip seperti tahu Lano sedang menatap mereka dengan penuh harap. Ia berbaring di atas rerumputan, menatap ke langit, lalu berkata pelan, “Andai aku bisa menyentuh salah satu dari kalian.”
Tiba-tiba, angin bertiup lembut, dan dari langit turun seberkas cahaya kecil yang mendarat di dekat kakinya. Itu bukan bintang sungguhan, tapi makhluk mungil bercahaya seperti kunang-kunang, dengan sayap transparan dan wajah berseri-seri. “Namaku Tira,” kata makhluk itu. “Aku datang karena kau memanggil kami.”
Lano duduk tercengang. “Kalian bisa mendengarku?”
Tira mengangguk. “Bintang-bintang selalu mendengar harapan yang tulus.” Ia lalu mengajak Lano terbang, dan sebelum Lano sempat bertanya, tubuhnya terasa ringan, melayang, lalu naik tinggi bersama Tira.
Mereka menari di antara cahaya bintang, bermain di ekor komet, dan berseluncur di pelangi malam. Lano tak pernah merasa sebahagia ini.
Ketika waktu hampir subuh, Tira berkata, “Sekarang saatnya kau kembali. Tapi ingat, bintang akan selalu mendengar jika kau percaya.”
Lano terbangun di tempat tidurnya, selimut masih membalut tubuhnya. Ia tersenyum. Mungkin itu mimpi, pikirnya. Tapi saat melihat ke jendela, ada seberkas cahaya kecil yang melayang perlahan, sebelum akhirnya menghilang di balik langit.
Sejak malam itu, Lano tak pernah lupa untuk berbisik pada bintang sebelum tidur.