Masa putih abu-abu adalah masa yang menyenangkan bagiku—karena saat itulah aku bertemu denganmu. Jatuh cinta padamu adalah keputusan hatiku waktu itu, dan hingga kini, perasaan itu masih ada.
Tahukah kamu? Kamu pernah menjadi salah satu topik hangat ketika aku bersama sahabat-sahabatku. Aku menceritakan segala hal yang aku tahu tentangmu, menyelipkan namamu dalam doaku, hingga akhirnya aku memberanikan diri mengakui perasaan ini padamu.
Sebelum aku tahu siapa kamu sebenarnya, aku sangat ingin menjaga diri dan menjadikanmu support system dalam perjalanan belajarku. Tapi ternyata, Tuhan lebih menyayangiku dengan cara yang berbeda.
Kenyataannya, kau memilih berpacaran dengan teman seangkatanku. Dengan bangga, kau pamerkan status harammu itu, bahkan di acara Maulid Nabi Muhammad SAW. Foto kalian terpajang bersama, tanpa rasa bersalah.
Saat itulah aku sadar, mungkin aku terlalu mencintai ciptaan-Nya… melebihi Sang Pencipta itu sendiri.
Namun kini aku telah ikhlas. Aku tidak lagi menyesali rasa yang pernah ada, karena dari perasaan itu aku belajar—tentang keikhlasan, tentang pengharapan, dan tentang mencintai dalam diam. Terima kasih sudah menjadi bagian dari proses pendewasaanku. Aku baik-baik saja sekarang, dan aku percaya, Tuhan sedang menyiapkan kisah yang jauh lebih indah untukku.