Tak...tak...tak..
Suara langkah sepatu hak tinggi bergema di lantai kayu ruangan itu. Cahaya lampu temaram menyorot lekuk tubuh Kirana yang dibalut gaun merah menyala, begitu ketat hingga seakan menantang siapa pun yang melihat. Bibirnya mengilat, matanya tajam—tapi tak ada yang bisa menandingi pesona tubuhnya, terutama payudaranya yang penuh dan menggoda, serta bokong montok yang melenggok setiap ia melangkah.
Kirana sengaja datang dengan pakaian seksi yang sangat menggoda, ia jalan dengan seksi sambil melenggokkan pinggangnya dan mempertontonkan geolan pantatnya yang sangat penuh dan seksi itu.
Di sudut ruangan, berdiri Revan—tinggi, gagah, dan memancarkan aura dominan yang memabukkan. Matanya tak lepas dari setiap gerakan Kirana, seperti seekor serigala yang siap menerkam mangsanya.
"Apa kamu sengaja datang dengan pakaian seperti itu hanya untuk memancingku, Kirana?" suaranya berat, dalam, membuat bulu kuduk meremang.
Kirana tersenyum nakal, lalu berjalan pelan ke arahnya. "Mungkin. Atau mungkin aku hanya ingin kamu mengikatku malam ini, Revan." Kirana menunduk sedikit kearah Revan yang sedang duduk dengan memperhatikan belahan dadanya ke arah Revan.
Tanpa banyak kata, Revan menariknya ke dalam pelukannya. Tangannya dingin namun mantap saat memasang borgol di pergelangan tangan Kirana, membawanya ke batas gairah dan penantian.
"Apakah kau sudah tidak sabar ingin memakanku, sayang?" Tanya Kirana dengan nada sensual dan menggodanya.
Revan tersenyum smirk dan langsung mengarahkan bibirnya ke arah bibir Kirana, ia melakukan penyatuan ke bibir yang seksi itu. Rasanya bibir Kirana itu memang meronta-ronta untuk segera dicicip dan lumati sampai bengkak.
Kirana menggigit bibirnya, menanti—dan merasakan gigi Revan perlahan menggigit lembut bibirnya, Kirana yang merasakan bibirnya digigit langsung membuka mulutnya, dan loloslah lidah Revan masuk ke dalam mulut Kirana.
Revan menyapu isi mulut Kirana secara pelan dan lembut, permainan bibir itu sangat dinikmati oleh Revan. Kirana yang awalnya melotot karena terkejut memejamkan matanya secara perlahan setelah ia merasakan nikmatnya.
"Ini malammu, Sayang," bisik Revan. "Dan aku akan buat kamu menjerit hanya untukku."
Borgol dingin mengikat erat pergelangan tangan Kirana, membuatnya tak bisa bergerak kecuali mengikuti permainan yang Revan pimpin. Ia berdiri menghadap dinding, gaunnya sudah meluncur jatuh ke lantai, gayung yang tak perlu dibuka melalui lengan tangan, namun hanya
perlu meloloskan ikatan tali yang mengikat nya untuk tetap berada di bahu Kirana, menyisakan lingerie hitam tipis yang nyaris tak menyembunyikan apapun.
Revan mendekat dari belakang, napasnya panas di leher Kirana, tangannya menjelajahi tubuh molek itu perlahan—sengaja menggoda, membuat Kirana menggeliat kecil meski tubuhnya terikat.
“Kamu tahu, kamu minta diikat... tapi kamu juga minta lebih dari itu,” gumam Revan dengan suara serak.
Ia membuka kancing bajunya, tubuh atletisnya menyentuh punggung Kirana yang hangat. Kirana mendesah pelan, merasakan sentuhan kulit ke kulit, dan jari Revan yang mulai menelusuri garis pinggulnya, lalu menyelinap ke balik celana dalamnya yang nyaris transparan. Jemarinya bermain-main dengan kenikmatan tersembunyi, membuat Kirana gemetar tak sabar.
“Revan…” desahnya. “Jangan bikin aku gila. Ahh.. Revan”
Dengan satu tarikan, Revan merobek sisa pakaian tipis itu dan mengangkat Kirana, membawanya ke ranjang. Ia membuka borgol, hanya untuk menggantinya dengan kedua tangannya yang mencengkeram pinggang Kirana saat tubuh mereka mulai menyatu perlahan—dalam, penuh gairah, dan tak memberi ruang bagi logika.
"Kau milikku malam ini Sayang" suara yang berat dan seksi itu seolah memabukkan Kirana dengan setiap sentuhan lembutnya.
Setiap gerakan adalah penaklukan. Revan memasuki Kirana dengan kekuatan yang terukur tapi dalam, membuatnya melenguh keras, punggungnya melengkung saat sensasi menjalar cepat ke seluruh tubuhnya. Ia membalas dengan gerakan menggoda, menantang dominasi Revan dengan ritme liar.
Tubuh mereka bergerak beriringan dalam simfoni yang penuh gejolak, napas memburu, desah dan erangan menjadi nyanyian malam itu. Revan menggigit lembut bokong Kirana, menandainya, sementara tangannya meremas payudaranya yang membal. Kirana mengerang keras, menggenggam seprai, seluruh tubuhnya mengejang saat klimaks menghantamnya seperti badai.
Revan mengikuti tak lama kemudian, tubuhnya menegang, matanya menatap Kirana dengan hasrat yang belum padam.
Setelah itu, ia memeluk Kirana erat, tubuh mereka masih saling menempel, hangat, dan penuh sisa-sisa gairah yang belum sepenuhnya reda.
“Malam ini baru permulaan,” bisik Revan di telinga Kirana. “Kamu belum tahu seberapa jauh aku bisa menjeratmu.”