Di sebuah kota kecil yang terletak di tepi laut, terdapat seorang pemuda bernama Dika. Sejak kecil, Dika selalu merasa penasaran dengan satu hal yang tak pernah ia pahami sepenuhnya, cinta. Ia sering mendengar orang dewasa berbicara tentang cinta, baik itu dalam kisah-kisah romantis, lagu-lagu, atau bahkan nasihat-nasihat yang diberikan oleh orang tuanya. Namun, meskipun banyak orang berbicara tentangnya, Dika merasa seolah cinta adalah sesuatu yang misterius, sesuatu yang sulit dipahami.
Suatu hari, saat Dika berjalan di sepanjang pantai, ia bertemu dengan seorang gadis bernama Maya. Maya adalah seorang pelukis muda yang baru saja pindah ke kota itu. Dengan rambut panjang yang terurai seperti ombak laut, dan senyuman yang mampu membuat siapa pun merasa nyaman, Maya menarik perhatian Dika sejak pertama kali mereka bertemu.
Dika, yang selalu merasa kesepian dan cemas tentang perasaan-perasaan yang belum pernah ia alami, merasa ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya setiap kali ia berbicara dengan Maya. Ada kehangatan yang tidak dapat dijelaskan, ada getaran yang menyentuh jiwanya. Maya sering mengajaknya berbicara tentang hidup, tentang impian, dan tentang karya seni. Namun, ada satu hal yang tak pernah ia berani tanyakan.
"Apa itu cinta?" pikir Dika, setiap kali ia melihat Maya tersenyum, atau mendengar suaranya yang lembut saat bercerita tentang hidupnya.
Suatu sore, setelah banyak waktu mereka habiskan bersama, Dika akhirnya memutuskan untuk bertanya. Ia tak tahu apakah pertanyaan itu akan merubah segalanya, tapi rasa ingin tahu yang mendalam mendorongnya untuk mengungkapkan keraguannya.
Mereka duduk di sebuah bangku tua di pinggir pantai, dengan matahari terbenam di cakrawala. Angin laut berhembus perlahan, dan suara ombak menyapu pantai dengan tenang. Dika menatap Maya yang sedang melukis, dan setelah beberapa saat hening, ia membuka suara.
“Maya, aku… aku selalu mendengar orang-orang berbicara tentang cinta. Tapi aku tidak benar-benar mengerti. Apa itu cinta, menurutmu?”
Maya menatap Dika dengan senyum lembut, seolah sudah lama tahu bahwa pertanyaan ini akan datang. Ia menurunkan kuasnya dan memandang langit yang perlahan berubah warna, dari oranye ke ungu gelap.
“Cinta,” jawab Maya, “Cinta itu bukan hanya tentang perasaan yang mendalam, atau keinginan untuk memiliki seseorang. Cinta itu adalah tentang memberi. Tentang menjadi lebih baik untuk orang lain, tanpa berharap apa-apa sebagai balasannya. Cinta adalah kebahagiaan yang muncul bukan dari apa yang kita dapatkan, tetapi dari apa yang kita berikan.”
Dika terdiam, mencoba mencerna kata-kata itu. Maya melanjutkan, “Cinta itu bisa datang dalam banyak bentuk. Itu bisa berarti merawat orang yang kita sayangi, itu bisa berarti memahami dan menerima kelemahan mereka. Cinta itu bukan tentang kesempurnaan, tapi tentang bagaimana kita menerima ketidaksempurnaan dan tetap ada untuk orang tersebut. Cinta itu adalah perjalanan, bukan tujuan.”
Dika merenung. Ia mulai merasa bahwa kata-kata Maya memberikan gambaran yang lebih jelas tentang apa itu cinta. Cinta bukan sekadar sesuatu yang bisa dijelaskan dengan kata-kata atau dipahami dengan logika. Cinta adalah sesuatu yang bisa dirasakan dengan hati, sesuatu yang tumbuh seiring waktu, penuh dengan kebersamaan, pengertian, dan pengorbanan.
Pada malam itu, saat mereka berjalan kembali menuju kota, Dika merasa lebih ringan. Semua kebingungannya tentang cinta tidak langsung hilang, tetapi ia merasa bahwa ia telah menemukan bagian kecil dari jawaban yang selama ini ia cari.
Beberapa minggu kemudian, Dika dan Maya semakin dekat. Mereka mulai berbagi lebih banyak momen bersama berjalan di sepanjang pantai, berbicara tentang mimpi-mimpi, dan merayakan kebahagiaan dalam kebersamaan. Dika menyadari bahwa ia mulai merasakan sesuatu yang lebih dari sekadar rasa suka. Ada perasaan saling memahami, saling memberi ruang untuk tumbuh, dan saling mendukung tanpa syarat.
Pada suatu malam, ketika mereka duduk di bawah langit penuh bintang, Dika merasakan hati yang penuh dengan sesuatu yang sulit ia ungkapkan.
“Maya, aku mulai mengerti,” kata Dika perlahan. “Cinta itu bukan tentang memiliki, tapi tentang memberi. Tentang berbagi momen kecil yang berarti.”
Maya tersenyum dan menatap Dika dengan lembut. “Kau sudah menemukan jawabannya, Dika. Cinta bukan sesuatu yang bisa kita pahami dengan akal, tapi sesuatu yang kita rasakan dengan hati.”
Dika menyadari bahwa cinta itu memang bukanlah sesuatu yang mudah dijelaskan. Ia tak datang dalam bentuk yang jelas atau sederhana. Cinta itu datang dalam tindakan, dalam kesetiaan, dalam pengertian tanpa kata-kata. Dan kini, Dika tahu, ia telah menemukan jawabannya.
Apa itu cinta?
Cinta adalah memberi tanpa mengharapkan balasan. Cinta adalah perjalanan bersama seseorang, menghadapi kehidupan dengan tangan yang saling menggenggam, dan saling membantu untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Cinta bukanlah akhir dari pencarian, tetapi awal dari sebuah kisah yang tak terduga.
Cinta adalah sesuatu yang dirasakan, bukan dicari.