"Tidak ingin menjelaskan apa pun padaku, Lang?" tanya Clara.
Wanita yang selalu Langit panggil dengan sebutan sayang itu tidak berhenti menuntut jawaban pada Langit. Pikirannya dipenuhi dengan kemampuan terbang yang baru saja Langit lakukan untuk membebaskan mereka semua dari jebakan lumpur hisap.
"Tidak ada yang bisa ku jelaskan, Sayang."
Sungguh Langit sendiri pun bingung dengan apa yang terjadi pada dirinya.
"Tidak ada?" raut wajah wanita pemilik hati Langit itu terlihat mulai kesal. "Kamu memiliki kekuatan, Lang. Kamu terbang membawa ku dan yang lainnya ke luar dari lumpur hisap. Kamu menyelamatkan kami seperti super hero dengan sigap dan cepat melakukannya." cecar Clara pada Langit.
Langit menghela napasnya, bingung mau memberikan jawaban apa pada Clara.
"Langit," panggil Calra karena melihat Langit yang hanya diam saja.
"Langit kamu mendengarku!!" Clara kembali memanggil dan meninggikan suaranya dengan telapak tangan yang memukul air.
Mereka semua kini berada di air terjun, berniat untuk membersihkan diri dari lumpur yang mengotori. Terutama Reta dan Sarah. Dua sahabat Clara itu bahkan hampir separuh tubuh mereka sudah masuk terhisap di dalam lumpur.
Dan suara Clara yang berteriak itu berhasil mengambil alih perhatian Langit serta semua temannya. Bahkan kini semuanya di kagetkan dengan apa yang ada di belakang Clara.
"Kamu tid...," belum selesai Clara mengatakannya. Langit sudah menarik tubuh Clara ke tepi, mendekat pada dirinya.
Clara jelas ingin protes atas sikap Langit, tapi urung ia lakukan saat melihat semua temannya yang diam dengan mulut sedikit terbuka. Tidak bisa membohongi rasa kaget atas apa yang ada di depan mata.
Air sungai yang mengalir itu. Air yang Clara pukul dengan telapak tangan tadi kini berdiri menjulang tinggi terangkat dari dasar sungai. Semuanya terpaku begitu juga airnya, hanya diam tak bergerak hingga Clara memutuskan maju.
Langit sempat menahan Clara, tapi rasa penasaran wanita itu sungguh sudah tidak bisa di tepikan. Air itu tetap diam meski Clara mendekat bahkan kembali masuk ke dalam sungai. Hingga akhirnya air itu jatuh terhempas kembali ke dasar sungai karena Clara yang menyentuhnya.
"Ya Tuhan!" Reta dan Sarah sontak memekik tertahan karena kaget.
"Apa aku memiliki kekuatan?" gumam Clara pelan. "Aku pengendali air?" tanyanya lagi entah ke pada siapa.
"Sebaiknya kita kembali ke penginapan."
Langit mulai merasa ada yang salah. Banyak hal aneh yang mereka alami, hal yang sulit diterima akal sehat namun terjadi nyata di depan mata. Mulai dari lumpur hisap, kemampuannya dan sekarang Clara.
"Kenapa kembali, ini masih pagi," tolak Clara cepat atas keinginan Langit. "Aku belum menguji kekuatanku."
"Tadi itu kekuatan element," celetuk Reta tiba-tiba.
"Ku rasa kau pengendali air, Ra," tambah Sarah, semakin menguatkan apa yang Reta katakan.
Haris dan Rio yang mendengarnya hanya saling pandang, mereka ingin berkomentar namun sepertinya rasa bingung masih kuat menyelimuti.
Sungguh mereka tidak pernah menduga akan ada banyak hal ajaib pada diri mereka akibat hisapan lumpur tadi. Karena rasa penasaran semuanya membiarkan Clara menguji kembali kekuatannya, membuktikan apakah benar ia mampu mengendalikan air.
Berulang kali wanita cantik itu menggerakkan tangan mengarahkan air ke sana ke mari. Semuanya takjub akan kemampuan Clara kecuali Langit. Entah kenapa Langit merasa ada hal yang berbeda di desa ini. Desa Sureti, desa yang letaknya sangat jauh dari kota tempat mereka melakukan tugas riset.
Puas menguji kekuatan Clara, akhirnya mereka semua kembali ke penginapan. Rumah sederhana yang memang sudah dosen pembimbing siapkan untuk Langit dan yang lainnya melakukan riset di desa Sureti.
Malam hari, saat semua penghuni sudah terlelap tapi tidak dengan Haris dan Rio. Mereka saat ini berada di dapur berniat ingin menyeduh kopi tapi gagal karena listrik yang padam.
"Kamu membawa ponsel?" tanya Haris yang duduk di meja makan. "Nyalakan flashnya."
Rio tidak menjawab, ia tetap menyeduh kopi meski kegelapan menyelimuti. Ia kemudian membawa dua cangkir kopi dan meletakkannya di depan Haris.
"Minumlah," kata Rio seraya mengambil duduk tepat bersebrangan dengan Haris. "Kopinya ada di depan mu."
"Kopi apa? Kau jangan bercanda Rio."
"Aku tidak bercanda," Rio tersenyum melihat wajah Haris yang terlihat cemas dan panik. "Aku sudah menyeduh kopinya. Aku letakkan di hadapanmu."
Haris mengangkat tangannya dan mulai meraba ke atas meja. Ia tidak bisa melihat apa pun karena listrik yang padam. Dan betapa kagetnya Haris saat tangannya menyentuh cangkir kopi yang msih panas ada di atas meja.
"Ini benar kopi?" tanya Haris tidak percaya. "Kau membuatnya dalam gelap?"
"Sepertinya aku mendapat kemampuan melihat dalam gelap."
"Jangan bercanda," tekan Haris pada Rio. " Berhenti bermain-main Rio. Cepat nyalakan flash ponselmu."
Rio tersenyum melihat Haris yang sepertinya ketakutan. "Baiklah... baiklah. Jangan marah-marah, takutnya kekuatan mu tiba-tiba ke luar dan tidak terkendali."
Belum sempat Rio menyalakan flash ponselnya, cahaya kecil sudah lebih dulu datang dari arah luar menuju dapur.
"Sedang apa kalian di sini?" ternyata Langit. Ia mengarahkan cahaya ponselnya ke pada Rio dan Haris.
"Kemarilah, ada yang ingin aku katakan."
Langit mendekat dan bergabung dengan Rio dan Haris. Ia mendengarkan dengan baik semua yang Rio katakan tentang kemampuan yang baru saja temannya itu dapatkan.
"Sepertinya kita semua yang terjebak di dalam lumpur hisap mendapatkan kekuatan," kata Rio lagi setelah membuktikan kemampuannya pada Langit. "Kamu, Clara dan sekarang aku. Kita tiba-tiba memiliki kemampuan yang tidak bisa dijelaskan."
Langit dan Haris hanya diam, namun mereka mulai merasa setuju akan hal yang dikatakan Rio.
"Apa besok kita akan tetap kembali ke kota?" tanya Haris pada Langit atas rencana awal mereka yang ingin kembali ke kota, mereka sudah selesai melakukan riset di desa Sureti.
"Tidak," kata Langit cepat saat menjawab pertanyaan Haris. "Sebaiknya besok kita tidak kembali ke kota. Kita masih perlu berada di sini untuk mencari jawaban yang sebenarnya."
Kembali ke kota dengan segudang misteri membuat jiwa muda dengan rasa ingin tahu yang tinggi itu seketika bergejolak. Hingga memutuskan untuk tetap tinggal di desa Sureti dengan tujuan besar, rasa penasaran mereka harus dituntaskan dan wajib menemukan jawaban.
*
*
*
Cerita lengkapnya ada di karya saya Draw In A Megical Fantasy.
Berkisah tentang petualangan enam anak manusia yang berasal dari kota yang melakukan riset di desa Sureti. Selama perjalanannya menghadirkan kisah persahabatan dan cinta yang tak terduga 🤭
Cuzzz boleh melipir langsung ke TKP. 🤭