Pada suatu hari, di sebuah kota kecil, hiduplah seorang gadis muda bermana Misel. Sifat berpetualang membuatnya suka menjelajahi tempat-tempat terlarang dan berharap menemukan harta karun. Suatu hari, saat dia berjalan-jalan, dia menemukan sebuah rumah kosong. Tampak sudah lama tak berpenghuni. Rumah berlantai 2 itu terlihat sangat tidak terawat. Ilalang tumbuh dengan lebat di pekarangan rumah. Pagar yang telah berubah warna pun sebagian sudah tumbang dari tempatnya berdiri. Meskipun jendela kaca masih
terpasang, namun beberapa retak dan berlubang, seperti bekas terlempar benda keras. Usut punya usut, rumah ini pernah ditempatin sepasang suami istri dan anak yang masih berusia 5 tahun. Namun selang beberapa lama, keluarga ini mengalami musibah. Anak semata wayangnya meninggal akibat kecelakaan. Karena ibunya selalu bersedih dan selalu mendengar bisikan dari sang anak, maka sang suami berinisiatif untuk pindah dari rumah. Kebetulah juga kantor yang ditempatinya mengirimkannya ke luar kota.
Misel yang penasaran pun mulai menjelajahi isi ruangan rumah. Gelap dan berdebu itu yang Misel rasakan. Tanpa rasa takut, dia melangkahkan kakinya lebih dalam lagi. Hingga dia menemukan sebuah loteng yang tentu saja berdebu. Derik kayu tangga menghiasi setiap Misel melangkah menaikinya. Akhirnya terlihat ruangan tertutup dengan pintu kayu yang terlihat using. Dibukanya pintu itu. Terlihat ruangan yang lumayan besar, masih ada beberapa dus ataupun barang yang ditinggalkan sang pemilik. Ditelusurinya setiap ruangan hingga dia menemukan sebuah boneka tua dengan kulit porselen pecah-pecah di area lengan dan kakinya dan pakaiannya juga compang camping. Tapi wajah dari boneka itu masih terlihat mulus tanpa ada goresan atau retakan sedikitpun. Misel pun tertarik, pesona aneh yang dikeluarkan boneka itu membuatnya untuk membawa pulang.
Sesampainya dirumah, Misel merapihkan rambut pirang dari boneka porselen itu. Di kepangnya menjadi dua dan diikat dengan pita warna merah, senada dengan warna bajunya. Karena Misel tidak punya baju untuk boneka, maka dia hanya membersihkan debu yang menempel di baju sang boneka.
“Kau sangat cantik. Aku akan memanggilmu dengan nama Aiko”, ucapnya sambil membelai rambut Aiko.
Misel masih membersihkan lengan dan kaki setelah dirasa wajah Aiko sudah bersih. Tanpa dia sadari, jari Misel tergores dan meninggalkan setetes darah di lengan Aiko.
“Aaak”, rintihnya.
Langsung dihisapnya darah yang mulai mengalir dari telunjuknya untuk menghentikan darah yang mengalir. Misel menatap lengan kanan Aiko yang terkena darah. Dibasuhnya dengan lap yang tadi digunakan. Disitulah kesalahan yang dibuat Misel tanpa dia sadari.
Setelah selesai membersihkan Aiko, Misel pun meletakkan Aiko di rak bersama dengan boneka-boneka lainnya. Aiko adalah satu-satunya boneka porselen di antara boneka lainnya. Misel tersenyum senang saat melihat Aiko duduk dengan tenang di tempatnya. Setelah puas melihat, Misel pun meninggalkan kamar, tak lupa mematikan lampu sebelum menutup pintu.
Menjelang malam, kejadian aneh pun mulai terjadi. Misel yang sudah terlelap mulai terusik saat ada suara gaduh dari ruangan sebelah. Dengan malas, Misel pun bangun dari tidurnya dan berjalan ke sumber suara. Dibukanya pintu dan dinyalakannya lampur ruangan, suara itu langsung hilang. Misel melihat setiap sudut ruangan, tidak ada keanehan yang terjadi, hingga
“Bruuuuk…, meong…”, suara dari luar jendela.
“Astaga”,pekiknya. Dari jendela, Misel melihat kucing yang berlari menjauhi ruangan itu.
“Kucing sialan, bikin kaget aja”, ucapnya.
Posisinya yang sedang menatap jendela luar, tanpa disadari ada sepasang mata merah sedang memandang ke arahnya. Seketika bulu kuduk Misel terbangun. Digosokkannya tengkuk dan lengannya meredakan rasa tidak nyaman itu. Sebelum meninggalkan ruangan, Misel sekali lagi melihat seluruh ruangan. Setelah dirasa sudah tidak ada yang mencurigakan, dia pun meninggalkan ruangan tanpa lupa untuk mematikan
lampu.
Sejak hari itu, setiap malam Misel selalu mendengar suara gaduh dari ruangan sebelah. Karena Misel kira asal suara dari kucing, seperti sebelumnya, maka diabaikannya suara itu. Hingga memasuki minggu ke dua.
Malam ini hujan turun lumayan lebat dan kebetulan Misel dirumah sendirian karena kedua orang tuanya pergi ke luar kota. Berbeda dengan malam sebelumnya, Misel sangat nyenyak tidur di dalam selimut tanpa ada suara gaduh seperti hari kemarin. Hingga Misel tersentak saat ada barang jatuh yang membuatnya terbangun dari tidurnya. Masih dalam kondisi setengah sadar, Misel mulai melihat kondisi sekitar, Dimana suasana sangat sunyi senyap.
“Apa aku mimpi”, gumamnya sambil mencoba menutup kembali mata indahnya. Namun belum 2 menit dia memejamkan mata, Misel dibuat bergidik ngeri saat mendengar suara cekikikan dari luar kamarnya.
“Suara apa itu”, gumamnya sambil menajamkan pendengarannya, mencari sumber suara.
BRUAAAAK
Misel tersadar penuh saat mendengar suara nyaring seperti barang jatuh disertai suara tawa itu lagi. Mencoba menghilangkan rasa takutnya, Misel berjalan keluar kamar, mencari sumber suara. Misel mulai cek pintu di lantai bawah, hingga memastikan kondisi disana aman sebelum dia menelusuri lantai 2. Saat dia menaiki tangga, suara tawa itu terdengar kembail. Misel segera mengikuti sumber suara itu hingga dia tiba di ruangan yang selalu terdengar kegaduhan dimalam sebelumnya.
“…”, dengan hati yang mulai tidak nyaman karena takut, Misel pun membuka pintu dengan cepat dan menyalakan lampu. Ruangan yang sebelumnya rapih, sekarang tampak sedikit berantakan. Rumah mini berlantai 2 mulai terbalik, boneka-boneka yang sebelumnya di dalam rak mulai bertebaran ke segala arah, dan Aiko yang duduk manis di tengah ruangan sambil menatap arah pintu, tepatnya menatap Misel berdiri sekarang.
Tanpa pikir panjang, Misel pun mulai merapihkan ruangan itu hingga seperti sedia kala, dan selama bebersih, suara-suara itu tidak muncul lagi. Setelah rapih, Misel pun Kembali ke kamar. Tubuhnya mulai lelah dan dia pun langsung tertidur meskipun suara tawa itu muncul lagi.
Keesokan paginya, Misel yang masih penasaran pun memasang CCTV dan diletakkannya di ruangan boneka, ruang tamu yang mengarahkan ke pintu utama, ruang keluarga dan ruang makan yang bergabung dengan dapur bersih. Saat malam tiba dan karena seharian Misel disibukkan dengan kegiatan diluar rumah, dia pun langsung terlelap.
Pagi harinya, Misel memeriksa CCTV, dan betapa terkejutnya dia saat melihat sumber suara itu ada di dalam ruangan itu. Misel juga melihat jika Aiko memancarkan warna merah di kedua matanya dan sesekali tertawa dengan menggoyang-goyangkan kepala dan kedua tangannya.
Sejak mengetahui kejadian itu, kehidupan Misel berubah menjadi mimpi buruk. Aiko akan berpindah dari rak satu ke rak lainnya. Benda-benda disekitar secara misterius, terbang melintasi ruangan. Bahkan saat Misel bangun tidur, dia selalu memiliki luka cakaran dan lebam yang tidak diketahui penyebabnya, seolah-olah ada
seseorang atau sesuatu yang menyerangnya di malam itu.
Putus asa untuk mencari jawaban, Misel pun mencari bantuan dari medium spiritual lokal yang biasa dikenal sebagai “dukun”. Sang dukun mengetahui bahwa boneka Aiko lah sumber masalah yang Misel alami selama ini. Aiko adalah boneka yang menyimpan roh jahat didalamnya. Segelnya terbuka saat darah Misel terkena lengan Aiko, apalagi sebelumnya Misel juga membasuhkan seluruh bagian tubuh Aiko dengan lap yang sama, lap yang terkena darah Misel. Roh itu bernama Mala, dia meninggal secara tragis dalam kecelakaan beberapa tahun lalu. Mala yang sudah bersemayam di dalam boneka itu tidak terima saat ibu kandungnya sedang mengandung dan takut akan melupakannya, hingga seorang dukun harus menyegel Mala dalam boneka itu karena dia ingin menyakiti ibunya.
Dukun itu memberitahukan Misel bahwa dia harus mengusir roh itu sebelum roh itu benar-benar menghabisi hidupnya. Bersama-sama, mereka melakukan ritual untuk membersihkan boneka Aiko dan mengembalikan roh Mala ke alam baka. Prosesnya sangat intens, terlihat energi gelap berputar-putar di sekitar mereka dan boneka Aiko pun bereaksi dengan memancarkan warna merah di kedua matanya.
Akhirnya, ritual itu pun berakhir. Mata boneka Aiko pun berhenti bersinar, kedamaian kembali pulih. Misel merasa aura di ruangan itu sudah nyaman kembali, dia berharap Mala telah terbebas dan kembali ke alamnya.
“Nak, untuk kedepannya jangan asal ambil barang yang tidak diketahui asal mulanya ya”, pinta sang dukun.
“Siap Pak, saya janji gak akan berbuat seperti itu lagi”.
Untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, sang dukun pun membawa boneka Aiko bersamanya dan dengan senang hati Misel melepaskan boneka itu.
Setelah berpamitan, sang dukun pun pergi meninggalkan pekarangan rumah Misel. Boneka Aiko digendongnya mengarah ke belakang. Saat menunggu sang dukun menuju kendaraannya, di saat itu lah, mata Misel terbelalak tanpa bisa mengeluarkan sepatah kata pun. Keringat dingin mulai membanjiri dahinya. Sekujur tubuhnya kaku seketika saat Misel sadar bahwa kedua mata Aiko mulai berubah berwarna merah sambil menyeringai.