Kisah Cinta Masa SMP
Author: Nasya Thalita
Romantis;Patahhati
Aku hanya seorang anak baru,
Aku berada di tempat ini akibat di DO dari sekolah lamaku, mereka bilang aku si ratu absen sehingga tak ada yang bisa menyelamatkanku selain harus di keluarkan dari sekolah atau konsekuensinya aku harus tinggal kelas.
itu adalah salah satunya penyebab mengapa sekarang aku berada di sekolah ini, karena aku memilih pergi dari sekolah dari pada harus malu menjadi murid abadi.
dari rumah aku sudah mempersiapkan diri, aku sangat optimis dan sedikit berdebar, ini hari pertama ku menjadi murid baru, kali ini aku ingin berubah dan ingin menjadi murid baik-baik, meskipun sebenarnya aku memang baik, tapi entah mengapa Guru-Guru di sekolah lamaku mengatakan aku sedikit pembangkang dan tukang bolos.
aku berdiri di depan kelas dan memperkenalkan diri kepada mereka, tapi mereka seperti tak berminat mendengarkanku mungkin mereka juga tak perduli dengan keberadaanku, selesai memperkenalkan diri aku duduk dikursi paling depan bersama seorang murid perempuan, ya, Dia cuek dan terkesan kurang bersahabat padaku, kami sempat berkenalan tapi hanya sebatas itu saja, setelah itu kami hanya diam dan sibuk dengan urusan masing-masing.
aku mengerti mengapa mereka seperti itu, ada kata pepatah tak kenal maka tak sayang,
mereka belum mengenalku begitu juga aku belum mengenal mereka.
hari pertama berjalan dengan baik, dan tak ada yang berkesan.
hari berikutnya...
pagi itu cuaca sangat cerah, udara sejuk membelai lembut pipi ku,
semua berubah saat aku menaiki angkutan umum, kemacatan merubah semuanya, udara yang tadinya sejuk tiba-tiba berubah menjadi panas, aroma yang awalnya begitu menenangkan indra penciuman seketika berubah menjadi bau keringat yang membuat kepalaku pusing, yang ada hanya kekesalan dan rasa tak sabar, kami semua gelisah melihat matahari yang muncul dengan cahaya keemasannya, kami adalah penghuni angkutan umum, seperti halnya aku yang gelisah saat melihat jam tangan sudah menunjukkan pukul delapan pagi, waktu yang sangat terlambat untuk pergi ke sekolah, terbesit dalam pikiranku untuk bolos sekolah seperti kebiasaanku saat di sekolah lama, inilah penyebab mengapa aku sering absen, aku tak suka mendapat hukuman dan itu sangat menyebalkan.
tapi entah malaikat apa yang merasukiku, aku mengurungkan niatku, aku harus pergi ketempat itu, yang terpenting aku tak mau jatuh ke lubang yang sama.
aku melanjutkan perjalanan meski dengan perasaan yang bercampur aduk, kesal, takut dan malu.
apa yang akan terjadi aku belum tau, yang terpenting aku merasa sangat percaya diri, meski tak dapat di pungkiri pastilah aku akan di hukum, sebab saat aku sudah memijakkan kaki di depan gerbang sekolah, semua terlihat sepi. bagaimana tidak jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi, dan bisa di bilang ini hampir memasuki waktu jam istirahat.
langkahku begitu berat, aku pun berusaha mengatur nafas untuk menenangkan diri dan mencoba berpikir positif.
langkah ini bergerak menuju ruangan kelas yang pintunya sudah tertutup rapat, dengan sedikit gemetar aku mengayunkan tangan untuk mengetuk pintu tersebut.
tok....tok...tok...
aku menggeser pintu itu sehingga terbukalah pintu itu, aku dapat melihat seorang Guru laki-laki menatapku dengan tatapan penasaran, kakiku berjalan meski tubuhku terasa berat, kini aku berada di tengah tepatnya di depan kelas menghadap satu kelas murid yang menatap dengan wajah keheranan.
"Maaf Pak saya terlambat"
aku sempat berpikir Dia akan mengeluarkan nada keras padaku, ternyata Dia bertanya dengan lembut padaku
"Kenapa terlambat"
ucapnya padaku
wajahku mulai memerah menahan rasa malu rasa-rasanya aku seperti sudah tenggelam di dalam lautan, terasa sesak dada ini dan aku butuh oksigen. aku mengatur nafas dan menjawab dengan hati-hati.
"Tadi macet Pak"
Suara-suara sumbang terdengar seperti menghakimiku, meski tak jelas tapi aku masih bisa mendengar sepenggal kalimat yang mereka lontarkan untuk menghakimiku,
mereka mengatakan aku berbohong, mereka menyebutku tak tau malu.
aku geram dengan ucapan mereka, dengan mata tajam aku mengisyaratkan pada mereka bahwa aku tak bersalah, tapi mereka malah semakin membenciku dan mengganggap aku terlalu mencari perhatian, salah satu dari mereka mulai bersorak mengejekku dan seperti dugaanku akhirnya satu kelas mulai bersorak dan mengejekku, bukan hanya itu beberapa dari mereka melempariku dengan kepalan kertas, sepertinya mereka sudah merencanakan semuanya, keadaan saat itu benar-benat tak kondusif, sehingga Pak Guru sampai turun tangan untuk menjadi perisaiku.
"Sudah berhenti, kalian tak boleh begitu, Dia sudah menjelaskan jadi jangan di hardik seperti itu"
hu...hu....hu...
mereka bersorak.
"Sudah silahkan kamu duduk saja"
dengan mata yang berkaca-kaca aku menuju kursiku, teman sebangku bahkan tak menyapaku, Dia cuek meski tak ikut bersorak padaku, aku bisa melihat itu sebab Dia ada di hadapanku saat itu.
Aku menatap Pak Guru, tanpa di sadari mata kami saling beradu kemudian Dia tersenyum lembut padaku, Aku ingin berterimakasih padanya karena sudah percaya dan membelaku, dan yang terpenting Dia tak menghukumku.
Aku benar-benar bingung harus melakukan apa, aku pun tak berani bertanya sehingga aku tenggelam dalam pikiranku sendiri, seperti mengetahui isi hatiku Pak Guru menghampiri dan membuka lembaran buku dan menyuruhku untuk mengerjakan soal yang tertera di buku tersebut.
Aku sangat terharu dengan kebaikkannya, sungguh Guru yang perhatian dan penyayang pikirku, dan Dia adalah Guru Al -Qur'an hadist bernama Pak Nasrul.
Mereka iri padaku...
Jam pelajaran pertama telah selesai, semua tugas sudah di kumpulkan di atas meja, Pak Nasrul pun bersiap meninggalkan kelas, Pak Nasrul memanggilku dan meminta agar aku membawakan buku-buku itu ikut bersamanya menuju ruangan Guru.
Aku sangat senang bisa membantunya, di perjalanan menuju ruang Guru Dia sempat menasehatiku agar jangan di ambil hati dengan sikap teman-teman sekelas dan menyuruhku agar selalu rajin belajar dan jangan terlambat lagi.
Aku mengangukkan kepala kemudian tersenyum padanya, sungguh Aku sangat menghormatinya, sekilas aku memperhatikan wajah manisnya, dan didalam hati terbesit pertanyaan apakah Guru ini memiliki pasangan? betapa beruntung gadis yang menjadi pendamping laki-laki lembut seperti Dia.
Aku kembali ke kelas dan mendapati tas ku sudah berada di lantai semua buku-bukuku berserakan.
Aku berjongkok dan mulai menyusun satu persatu buku-buku ke dalam tas, aku sedih sekaligus kesal dengan tindakan mereka, aku bertanya pada teman sebangkuku, siapa orang yang tega melakukan perbuatan tak terpuji ini? awalnya Dia tak ingin memberitahuku siapa pelakunya, namun aku terus mendesaknya agar jujur padaku, akhirnya Dia menunjuk satu orang yang sedang duduk di atas meja, Dia berada di antara teman-temannya.
aku memperhatikannya, seperti biasa aku menatap dengan mata tajam penuh kebencian padanya.
membuat Dia sedikit kelimpungan dan salah tingkah, kemudian temannya yang juga melihat ekspresi kebencianku mulai menghasutnya untuk mengerjaiku, aku yakin sebenarnya Dia merasah bersalah padaku tapi Dia seorang pemuda egois yang harga dirinya tak bisa di rendahkan, Dia berusaha mengintimidasiku berharap aku takut dan tunduk padanya dan menerima semua perbuatannya yang salah itu.
Dia menghampiriku, berjalan dengan penuh percaya diri, di iringi suara sorak-sorak yang menggema memekakkan telinga.
terlihat teman disampingku tak suka melihatnya, tapi Lisa hanya diam sambil menatap penuh kebencian, Ya teman sebangkuku itu bernama Lisa.
Dia menghardikku
"Hei anak baru"
Aku sengaja tak menggubrisnya, aku tau Dia akan semakin besar kepala saat aku menanggapinya.
berkali-kali Dia memanggilku dengan sebutan anak baru padahal sudah jelas aku memiliki nama yang sudah aku umumkan saat pertama kali aku datang, Ya saat aku memperkenalkan diri kemarin.
Namaku adalah NAIRA WULAN DARI.
Dia semakin kesal saat aku cuek padanya Dia merasa harga dirinya jatuh di hadapan teman-temannya, akhirny Dia mulai melancarkan aksinya untuk menjahiliku, Dia menggangguku dengan cara yang ke kanak-kanakan.
menyenggol tanganku agar tulisan ku menjadi coretan yang panjang di bukuku, aku tak habis pikir dengannya, kenapa harus menggangguku, apa sebenarnya salahku padanya?
Dia juga mencoba menarik jilbabku, dan saat itu aku beruntung jilbabku tidak sampai terlepas, aku kesal dan marah padanya,Dia keterlaluan dan tak bisa di biarkan, mereka pikir aku lemah sebab selama ini aku hanya diam, tapi kali ini aku sangat marah.
aku mengeluarkan kata-kata untuk menjatuhkan harga dirinya,
"Hanya berani sama perempuan, kau itu banci, jangan pakai celana besok beli rok saat datang kesekolah baru datang padaku, itu namanya seimbang.
ucapku padanya.
Dia tertegun mendengar ucapanku tapi tidak dengan temannya, mereka terus saja menjadi kompor yang membuatnya semakin panas.
salah satu dari mereka mencoba menghasut
" Sand anak baru menghinamu jangan kasih ampun Dia, beri Dia pelajaran yang tak terlupakan"
Dengan otaknya yang hanya setengah Dia malah mendengarkan ucapan penghasut dan mulai menyerangku kembali.
Dia mendorong bahuku, membuat ku berkali-kali hampir terjatuh, aku menghardik tangannya yang tak sopan dan menghempaskanya dengan kasar, tak sampai di situ, mengejekku dengan kata-kata kasar, namun aku membalas dengan kata yang lebih kasar,karena Dia kehabisan akal untuk mengintimidasi ku,
Dia merampas penaku kemudian kembali ketempatnya yaitu kursi paling angker dan mengerikan, tempat paling pojok yang di huni setan-setan berwujud manusia yang suka mengganggu, itu adalah bayanganku sendiri.
Aku tau Dia berharap aku mengejarnya dan menghampirinya agar mereka bisa mempermalukanku. aku sempat berpikir dan mengambil keputusan secara matang,
ya,aku harus melakukannya sebab itu adalah pena satu-satunya tanpa itu bagaimana aku bisa menulis?, Lisa memang bersedia meminjamkan penanya agar aku tak perlu ke tempat mereka apalagi harus melawan Sandy, tapi aku merasa tak benar jika harus membiarkan Dia terus saja menindasku, aku memilih untuk melawan meski aku tau aku akan kalah sebab harga diriku lebih penting dari segalanya, dan aku harus mendapatkan hak ku kembali meskipun hanya sebuah pena.
aku mengatur nafas, menenangkan diri dan bersiap menghampirinya, meski langkahku sedikit bergetar tapi tekad ku sangatlah kuat, hal itulah yang mengantarkanku tepat di hadapannya, meski di hujani dengan kata-kata menghina dan ejekan, aku mencoba menutup telinga dengan cara tak menghiraukan yang lain, aku hanya ingin penaku.
Dia menatapku dan dengan sabar menunggu kata-kata yang keluar dari mulutku.
"Tolong kembalikan"
ucapku.
Bukannya memberikan apa yang aku mau Dia malah tertawa dan menantangku, saat itu suasana sangat tidak kondusif aku di kelilingi beberapa anak laki-laki, mereka seakan membuat lingkaran yang di dalamnya hanya ada aku dan Dia.
jujur di dalam hati aku sangat ketakutan dan kalau bisa aku ingin menangis tersedu-sedu, tapi aku punya otak dan akalku tidak sedangkal mereka, seandainya aku memperlihatkan sisi lemahku, pastilah mereka akan semakin menindasku, aku menunjukkan keberanianku dengan tatapan tajam, senjataku saat ini hanyalah sedikit keberanian yang coba aku pancarkan melalui tatapanku.
"kalau kau bisa merebutnya dariku aku tak akan mengganggumu lagi"
ucapnya seakan Dia menantangku dan Dia yakin sekali aku akan kalah darinya.
aku mulai akan merebut pena itu dari tangannya, namun denga liciknya Dia mempermainkanku dengan menjauhkan pena itu sehingga aku harus melompat lebih tinggi untuk meraihnya, teman-temannya mengelilingi kami, mereka memberikan semangat seolah ada sebuah pertandingan saat itu.
suasana sangat kacau satu kelas seakan penasaran dan mulai menontoniku yang berusaha keras hanya untuk mendapatkan sebuah pena dari seorang laki-laki yang menurutku sangat kekanak-kanakan dan anehnya aku merasa aku lebih kekanak-kanakan dengan tingkahku saat ini.
"ayo....ayo....ayo..."
suara itu terdengar memekakkan telinga sehingga membuatku tak pokus untuk mendapatkan pena itu, yang terjadi aku semakin malu saat beberapa kali aku gagal mendapatkannya.
"ayolah, hanya segitu kemampuanmu"
Dia mulai mengintimidasiku, aku tau tubuhnya lebih tinggi dariku,
Dia terus mengarahkan tangannya ke arah berlawanan dariku sehingga membuatku tambah putus asa dan frustasi, aku merasa sangat malu, tapi aku tak kehabisan akal sebuah ide muncul di pikiranku, ya, aku menendang kakinya yang panjang, Dia pasti meringis kesakitan dan sibuk memperhatikan kakinya sehingga Dia melupaka masalah pena yang ada di tangannya, kesempatan itu tak aku sia-siakan dan langsung merebut dari tangannya.
Dia tak terima dengan kelakuanku yang menyerangnya secara tiba-tiba aku tak perduli dan ingin melarikan diri, Dia malah memerintahkan teman-temanya untuk mencegahku, meski jalannya sedikit terpincang-pincang Dia mulai mendekatiku dan tertawa di hadapanku.
"Berani juga kau anak baru"
"kenapa harus takut sama mu, orang licik sepertimu harus di tendang biar sadar"
ucapku dengan suara lantang.
Dia terlihat geram dan akan memukulku, aku melihat Dia sedang mengepalkan tangan, namun sebelum itu terjadi, aku sudah menantangnya lagi,
"kau pikir aku takut, pukul aku kalau berani"
ucapan seperti itu adalah senjata untuk membuat lawan berpikir dua kali, seperti menanamkan dalam dirinya bahwa aku tak takut dan itu akan sia-sia.
ternyata Dia masuk dalam perangkap kata-kataku, dan aku memberikan satu tamparan di pipinya, ya aku mendahuluinya agar Dia paham siapa aku sebenarnya, aku bukan gadis yang bisa seenaknya di tindas dan di permalukan olehnya.
semoga tamparan keras itu bisa menyadarkannya bahwa perbuatannya itu salah, aku bahkan bisa melihat bekas lima jariku di pipi kirinya, mungkin terasa panas dan perih, tapi itu sangat memalukan, aku menamparnya di hadapan orang banyak dan mereka adalah teman-teman yang sangat mengidolakan dan di antaranya takut padanya, sebab Dia adalah ketua Geng di kelas itu.
bagaimana perasaannya saat itu, aku tak tau, tapi aku sangat puas bisa melampiaskan kekesalanku pada orang yang tepat.
ya, aku tau Dia pasti sangat membenciku, begitu juga aku sangat membencinya.
saat itu Dia bersumpah akan terus menggangguku sampai aku akan memohon ampun padanya dan berlutut meminta maaf padanya dan aku memastikan itu tidak akan pernah terjadi.
sejak saat itu tak satu orang pun berani mendekatiku, bahkan Lisa hanya sesekali menegurku, sampai suatu hari Lisa bercerita padaku,
Dulu mereka juga menindasnya, dan aku juga baru tau kalau Lisa dari awal menyukai si ketua Geng yang bernama Sandy, dan itu membuatnya semakin terjerumus dalam rasa malu sebab Sandy menolak dan menghinanya di depan orang banyak, dan perbedaannya aku dan Lisa saat itu Lisa mengadukan Sandy pada Guru sehingga membuatnya sempat hampir di keluarkan dari sekolah, dengan tuduhan menganiaya Lisa padahal sebenarnya bukan Sandy yang melakukan itu, melainkan teman-teman Sandy yang geram melihat tingkah Lisa yang tukang mengadu.
itulah mengapa tak ada seorangpun yang mau mendekati Lisa dan kehadiranku sebagai teman sebangku Lisa membuat mereka tak suka, aku jadi semakin penasaran apa mereka membenciku karena menjadi teman sebangku Lisa atau mereka memang tak suka padaku, dengan sedikit informasi dari Lisa, aku malah merasa itu bukan sepenuhnya salah Lisa dia hanya ingin membela diri apalagi cintanya sudah di tolak di tambah Dia harus di permalukan, padahal aku sendiri bingung mengapa Lisa suka sama laki-laki kasar dan kalau di perhatikan bukan pemuda yang tergolong sangat tampan, menurutku biasa aja, apa karena saat ini aku membencinya.
aku malah Pokus dengan satu orang yang ada di kelasku, Dia yang tak pernah ikut bersorak, Dia yang selalu duduk rapi, Dia yang tak pernah ribut dan hanya sibuk dengan buku dan memperhatikan pelajarannya, aku melihat Dia tak pernah bergabung dengan Geng Sandy meski terkadang Dia berintraksi dengan mereka, sehingga Dia terkesan lebih elegan, aku memandangnya saat itu adalah pemuda baik dan dapat mejaga diri, selalu berpakaian rapi, manis tapi jarang tersenyum, sekalinya Dia senyum aku terus membayangkannya, aku juga tak tau perasaan apa ini, setiap melihatnya aku seperti mendapat gairah untuk bahagia dan bersemangat ke sekolah, meski hari-hariku terasa berat akibat selalu di intimidasi oleh Sandy.
aku memang naif, hatiku tak dapat memilih dengan siapa aku menaruh perasaan, entah sejak kapan Dia menjadi seseorang yang selalu aku tunggu dan seseorang yang ingin aku lihat, melihatnya aku bahagia, melihatnya aku berbunga-bunga, tak jarang jantungku berdebar saat Dia juga melihat ke arahku, mungkin aku tak mengatakan apa-apa, tapi alam sadarku selalu menyebut dan memanggil namanya, aku seperti terhipnotis dan tak bisa berpaling darinya. intinya aku menyukainya, bahkan kata-kata itulah yang aku tulis di buku harianku aku juga menulis namanya Ahmad.
seperti nama nabi kesayanganku nabi Muhammad saw.
aku menjalani hari-hariku seperti biasa, Sandy masih saja menggangguku, sepertinya Dia tak bisa memaafkan kesalahanku, meski prioitasku saat ini hanya ingin mengaggumi Ahmad dalam diam, melihatnya sudah membuatku bahagia, aku seperti mendapat asupan energi untuk menjalani hari-hariku, Lisa pun melihat perubahanku yang signifikan, aku sering melamun dan terkadan Dia memperhatikanku sering mencuri pandang ke arah dimana Ahmad berada, Dia sempat bertanya padaku namun aku menepis semuanya, karena jujur aku malu dengan perasaanku ada kekhawatiran dalam diriku, bagaimana mungkin aku pantas dengannya yang ternyata juara kelas dan dengar-dengar Dia menolak yang namanya dekat dengan perempuan yang bukan muhrim.
hari-hari berlalu, tapi perasaanku semakin dalam padanya, aku semakin tak bisa mengendalikan diri untuk terus menatap dan memperhatikannya, mungkin salahku sendiri yang membuat mereka semakin tak suka padaku, terutama untuk para gadis-gadis yang merasa aku seperti berharapa perhatian meski aku tak berbicara, mengapa mereka bisa tau hanya dengan melihat gesturku, mereka menggosip tentang ku, mengatakan aku cinta yang tependam dan mereka selalu tak suka dan membenciku, mereka tak suka Ahmad memperhatikanku, walau hanya sekedar mencuri pandang padaku, kenapa mereka selalu memperhatikan gerek-gerikku, mungkin karena aku duduk di bangku paling depan sehinga mereka bisa selalu mengawasiku.
Kabar burung, akhirnya terdengar sampai ke telinga Sandy, Dia jadi semakin penasaran dan mulai memperhatikan gerak-gerikku juga, saat itu Ahmad baru datang, dari pintu masuk menuju kursinya adalah kesempatannku untuk memperhatikannya, Sandy sudah duduk di kursi sebelah Ahmad menunggu kedatangan pemuda itu, seperti biasa aku memperhatikannya, menatap penuh gairah padanya, meski tak jarang Dia telihat sekilas tersenyum padaku, itu sudah cukup membuatku bahagia.
aku melihat Sandy berbicara serius kepada Ahmad, aku sedikit gusar ada kekhawatiran dalam diriku, aku merasa Sandy pasti sedang menjelek-jelekkanku pada Ahmad, kemudian Dia berbisik kepada Ahmad sambil melirik ke arahku, raut wajah Ahmad tiba-tiba berubah terlihat memerah entah sedang menahan rasa malu atau sedang marah, sebenarnya aku juga belum bisa memastikan itu rasa malu atau marah, mungkin aku hanya ingin berpikir positif saja.
aku membuka buku pelajaran saat itu Guru sudah hadir pelajaran akan segera di mulai, tapi aku merasa ada yang aneh, aku tak melihat buku harianku yang berwarna biru, biasanya aku tak membawanya, tapi sejak aku menyukai Ahmad tiba-tiba aku menjadi puitis dan selalu menumpahkan perasaanku melalui goresan-goresan pena, kisah tentang perasaanku padanya semua aku tulis di buku itu, bahkan aku menulis namanya denga menggunakan huruf besar.
Aku mulai cemas, duniaku seakan runtuh, kalau saja pagi tadi aku tak sarapan mungkin saat ini aku pingsan.
aku membongkar isi tas ku, mencari di laci meja, aku juga bertanya pada Lisa, tapi semua tak membuahkan hasil, buku itu seakan hilang di telan bumi, dan aku lebih takut buku itu jatuh ke tangan orang yang salah dan akan terjadi bencana dalam hidupku, kali ini aku tak bisa lagi berpikir positif, aku benar-benar takut.
Aku ingin menangis, tapi aku tak ingin ketakutan ini menguasaiku sehingga menunjukkan sisi lemahku, aku harus tenang, setelah jam pelajaran selesai aku akan mencarinya meski harus mempertaruhkan nyawaku, aku bisa apa?
apa aku harus merengek meminta bantuan Guru, aku pasti akan semakin di permalukan, apa lagi isi buku itu sangat memalukan.
akhirnya pelajaran selesai, tapi aku masih ragu, apa aku harus bertanya kepada mereka satu persatu,apakah itu suatu tindakan yang benar, memberitahu mereka dan membuat mereka menjadi semakin penasaran tentang isi buku itu, aku benar-benar bingung tindakan apa yang tepat untuk situasiku saat ini, apakah aku pura-pura diam atau segera mencarinya agar tak semakin banyak yang mengetahui isi buku itu, tapi di mana aku mencarinya, pada siapa aku harus bertanya?
aku menenangkan diri di dalam tolet, aku melampiaskan kekesalanku pada pintu-pintu toilet yang tak bersalah, aku dapat melihat tulisan-tulisan di dinding toilet, ya...sedikit menghibur, ada kata-kata kotor tertulis di dinding itu ada juga motifasi tentang arti perjodohan di situ, seolah toilet tempat suci untuk menjodohkan aku melihat tulisan nama laki-laki dan perempuan yang di tengahnya di pisahkan dengan kata LOVE, aku melihat dengan seksama, tertera juga angka-angka yang dapat di pahami itu adalah nomor telepon rumah, bahkan ada kata hubungi aku.
tapi mataku tertuju pada sebuah tulisa di sudut dinding, meski terlihat kecil tapi tulisan itu masih bisa terbaca dengan jelas ada nama Ahmad disana di sandingkan dengan nama Lidiya.
aku bertanya pada hatiku, apakah ini Ahmad yang sama, Ahmad yang aku kenal, tapi mengapa dengan Lidiya apa mereka sebenarnya pasangan, lalu aku siapa?
bukannya merasa tenang, aku malah semakin resah dan gelisa, aku berpikir betapa malunya aku jika buku itu sampai pada Ahmad dan apa yang akan terjadi padaku, apa Lidiya akan membenciku juga, aku tau gadis itu, Dia salah satu gadis baik di kelas, Dia memang tak banyak bicara tapi Dia tak pernah ikut menggangguku, aku merasa Dia sama seperti Ahmad tak pernah mau mencampuri urusan orang lain, tapi aku tak menyangka mereka adalah pasangan sebab mereka tak pernah terlihat berasama, aku hanya berasumsi sendiri sejak aku melihat tulisan di toilet itu.
Aku kembali ke kelas dan aku masih berharap buku itu kembali,
"ya Allah tolong bantu aku, jangan sampai aku di permalukan"
benar saja Allah langsung mengabulkan doaku, aku menemukan buku itu ada di dalam laci meja, padahal dari tadi aku sudah mencari di tempat itu, tapi kenapa bisa ada? aku tak perduli dengan keanehan itu dan segera menyimpannya, bahkan aku tak berani membuka buku itu, sekarang aku merasa apa yang dulu ku anggap puitis berubah menjadi aib, bahkan aku berpikir akan membakar buku itu, aku membencinya.
Sandy menghampiriku, bahkan aku merasa semua mata seakan menghakimiku, aku sangat takut.
Sandy mulai mengatakan sesuatu yang membuatku teringat akan kata-kataku yang aku tulis di dalam buku harian.
sebuah puisi yang aku khususkan untuk Ahmad.
Kau matahari yang menyilaukan pandanganku, namun tak jarang menghangatkan hatiku yang beku
deg...
dengan sepenggal kata-kata itu, aku dapat memahami arah pembicaraan Sandy, Dia seakan ingin mengatakan
"aku mengetahui rahasiamu"
aku terdiam dan kaku, aku tak bisa berpikir jernih, ternyata perasaan yang paling menakutkan itu adalah rasa malu.
Dia terlihat bahagia saat dapat menguasaiku,
Dia kembali mengucapkan kalimat selanjutnya.
Bunga yang layu ini meridukan kehangatanmu,
bunga ini bahagia saat melihat senyumanmu.
"hmmm....apa lagi ya,"
Dia seolah sedang mengejekku dengan memasang tampang sedang berpikir,
aku menghentikannya sebelum Dia melanjutkan kata-katanya, dari tadi aku sudah meremuk kertas untuk menyumpal mulut comberannya itu.
benar aku menutup mulutnya dengan gumpalan kertas yang sedari tadi sudah kuremuk sangkin kesalnya melihat kelakuannya yang terus saja ingin mengintimidasiku.
Dia terkejut dan memuntahkan kertas itu dari mulutnya, beberapa kali Dia terlihat memuntahkan kertas itu dari mulutnya.
"Mampus"
aku senang melihatnya terlihat kesal.
Dia mecubit pipiku dan menariknya dengan kuat, awalnya Dia ingin memukulku tapi aku melotot padanya, dan akhirnya Dia memilih mencubit pipiku aku merasa kulit wajahku seperti hampir lepas,
aku merasa kesakitan, sehingga aku menangis, aku menahan diri agar tak bersuara, Dia melihat air mata yang jatuh dari sudut mataku, kami saling bertatapan, tapi kemudian Dia menundukkan pandangannya seakan tak mampu melihat betapa sadisnya tatapan kemarahanku padanya, aku memukul-mukul dadanya, aku kesal dan ingin meluapkan kemarahan padanya, tapi anehnya Dia hanya diam bahkan Dia tak menghindar dan membiarkan aku puas meski sudah menghujaninya dengan beberapa pukulan yang kuat.
satu kelas menjadi saksi saat itu, mereka tak berani bersorak seperti biasa, aku pun merasa heran, sangkin marahnya tak melihat Sandy sudah tak berdaya menerima pukulanku, aku ingat Dia tesudut di tembok namun aku masih saja memukulnya.
aku berhenti, dan melihat Dia sampai terbatuk-batuk, tak tahu mengapa aku sedikit khawatir dengan keadaannya, aku merasa sedikit keterlaluan, karena emosi aku sampai memukulnya seperti itu, mungkin ini adalah ekspresi kekesalanku ditambah rasa malu ku, semua bercampur aduk menjadi satu dan aku melampiaskannya pada Sandy karena Dialah sumber dari semua ini.
tapi kenapa Dia tak menghindar seperti biasanya, aku juga tak tahu jawabannya yang ada aku jadi merasa bersalah padanya, aku benar-benar canggung tapi aku bertanya padanya apakah aku menyakitinya, meski Dia tak menjawab dan memilih pergi meninggalkannku, tapi perasaan aneh mejulur di dalam hatiku, sikapnya yang seperti itu membuatku semakin merasa bersalah, aku lebih suka kami bertengkar seperti biasa, aku tak terbiasa melihatnya seolah mengalah padaku.
Gadis-gadis bersorak, mereka mengatakan aku perempuan bar-bar dan jahat.
mereka terlihat sangat membenciku, terutama seorang yang paling keras mengecamku, gadis itu bernama Aini, Dia bahkan berani mendorongku saat aku sudah kembali ke kursiku, sehingga membuatku hampir terjatuh, untung saja Lisa menahan tubuhku.
Dia juga mengatakan sesuatu yang membuat ku semakin tersudut, mengatakan aku cari perhatian dan sok cantik.
untuk saat ini aku lemah, tak mampu membalas, aku masih belum bisa mencerna semuanya, dalam hati kecilku aku juga bertanya apakah aku seperti itu?
seharian aku tak berani berbuat apa-apa, aku hanya merenung, mendalami perasaan dan mencoba memperbaiki perasaan yang bagaikan permen nano-nano, semua rasa bercampur dan kebetulan Lisa menyodorkan permen itu padaku, meski kami tak akrab sepertinya Dia ingin menghiburku, ya aku sedikit tenang.
Dia juga sempat menasehatiku, agar aku jangan terlalu memikirkannya, semua pasti akan berlalu.
ya memang benar, semua berlalu saat kami pulang sekolah.
tapi aku masih hanyut dalam pikiranku tentang kejadian yang baru saja ku alami, aku bertanya pada diriku. apa benar yang Aini katakan aku terlalu mencolok mencoba mencari perhatian dan merasa sok cantik, tapi aku tak merasa seperti itu.
aku meyakini diriku sama sekali tak bersalah, kenapa mereka menilaiku sedangkan mereka tak mengenalku?
hari berikutnya...
aku mencoba bersikap normal dan berusaha melupakan, Ahmad masih seperti biasa, Dia tak pernah menyapaku, hanya sesekali terlihat senyum padaku, tapi entah mengapa aku tak bersemangat lagi padanya, perasaanku menghilang begitu cepat, sejak aku berasumsi Dia menyukai gadis lain yaitu Lidiya, aku mencoba meredam rasa sukaku padanya, aku ingin melupakannya, seperi tulisan-tulisa di buku harianku yang menghilang bagikan debu, ya aku sudah membakarnya, semua sudah hilang, aku tak ingin meninggalkan jejak tapi semua tersimpan di dalam hatiku.
Dan Sandy, Dia sudah tak pernah lagi menggangguku, mungkin Dia takut padaku, atau Dia sengaja, tapi aku merasa Dia berubah, tiba-tiba Dia sedikit lebih tenang, dan sudah jarang membuat keributan, biasanya Dia dan teman-temannya adalah biang keributan di kelas, ada saja kelakuan menyebalkan yang mereka buat, tak jarang mereka bernyanyi, memukul-mukul meja atau bahkan mengganggu gadis-gadis dan menggombali mereka, aku terbiasa melihat itu, sebab itulah jati diri mereka pengganggu dan pembuat onar.
tapi beberapa hari ini mereka tak terlalu berisik, sebab Ketua mereka seperti sedang sakit Gigi, hanya diam dan,
apa kata mereka Dia mulai memperhatikannku,
penilaianku tentangnya tetap sama, Dia sangat menyebalkan dan aku tak perduli padanya.
suatu hari kami di perkenalkan kepada seorang Guru baru, Dia seorang Guru Fisika, aku sangat kagum dengan parasnya, seorang Guru yang masih muda berpenampilan menarik, tubuhnya tinggi dan terlihat atletis, kulit putih dan memakai kaca mata semakin menambah kesan Dia adalah seseorang yang pintar, entah mengapa aku menilai seperti itu, aku selalu berpikir setiap orang yang memakai kaca mata pasti rajin membaca buku sehingga Dia menggunakan kaca mata untuk membantu penglihatannya, meskipun tidak semua seperti itu, tapi setiap aku melihat orang yang memakai kaca mata aku menyimpulkan mereka adalah sosok yang pintar dan aku suka dengan orang pintar.
dalam satu minggu ada tiga kali pertemuan, dan saat aku menyukai seseorang aku juga akan menyukai apa yang Dia sampaikan, meski sekalipun pelajaran Fisika bukan pelajaran kesukaanku, tapi akhir-akhir ini aku semakin penasaran dan menjalin hubungan yang dekat dengan Guru itu, Dia adalah Guru Fisika kesukaanku namanya Pak Jerry,
memang ada benarnya perkataan Aini, aku suka mencari perhatian, tapi dengan Pak Jerry, aku tak ragu bertanya, bahkan tak jarang aku menghampirinya hanya sekedar bertanya sesuatu yang sebenarnya sudah di jelaskan, di sini aku hanya ingin memastikan, dan entah mengapa mereka yang menjadi kepanasan, mereka iri padaku?
aku memang tak pernah perduli dengan omongan orang-orang yang membenciku, aku selalu pokus pada apa yang aku suka, dan aku tak pernah merugikan orang lain, aku merasa tindakanku sudah benar.
aku dan Pak Jerry semaki dekat, layaknya seorang kakak laki-laki dan adik perempuan, kami sering bercanda, bahkan tak jarang kami tertawa bersama, terkadang aku menggodanya dan memuji ketampanannya, aku tau Dia menganggapku hanya seorang gadis remaja yang kekanak-kanakan, tapi aku mulai menyukainya, kalian tau aku kan?
aku tak pernah bisa mengungkapkan perasaanku pada siapapun, aku si pecinta dalam diam, aku mulai menjaga jarak padanya, takut perasaanku semakin dalam padanya meski terkadang terasa sangat menyakitkan, aku berusaha sekuat tenaga untuk meredam perasaanku agar semua berjalan seperti biasa.
tapi aku orang yang selalu terbawa perasaan, aku malah semakin dekat dengannya, aku semakin terhanyut dengan perasaanku sendiri, aku tak bisa menghindarnya lagi, aku sangat menyukainya.
suka dengan caranya mengusap kepalaku meski dalam balutan jilbab, setiap Dia melakukan itu hatiku hangat dan pipiku memerah, entah mengapa sepertinya laki-laki sangat tau cara membuat seorang gadis menyukainya, atau aku yang memang terbawa perasaan?
aku adalah orang yang merasa bahagia, meski hanya sekedar di suruh mencatat di papan tulis, padahal posisiku bukan sebagai sekertaris kelas, tapi Pak Jerry mempercayakanku sebagai sekertarisnya, Dia pernah bilang tulisanku cantik dan rapi, dan anehnya aku begitu berbunga-bunga dengan ucapannya.
akulah orang yang bahagia saat di suruh membantunya membawakan buku-buku latihan ke ruang Guru, entah mengapa aku merasa bangga bisa mendampinginya saat berjalan bersama meski bukan ke pelaminan.
otakku benar-benar tak beres, sampai seperti itu aku berpikir dalam imajinasiku, aku tersenyum sendiri dan tak jarang Pak Jerry memperhatikan ke anehanku, padahal aku berfirasat Dia tau isi hatiku, ya semoga saja.
aku heran mengapa teman sekelasku sangat perduli dengan hidupku, aku tak luput dari perhatian mereka, apa aku seorang selebriti, tiba-tiba mereka menjadi peramal yang bisa mengetahui isi hatiku, mereka mulai bergosip tentangku yang suka cari perhatian pada Pak Jerry, aku tau mereka iri melihat kedekatanku dengan Pak Jerry, bagaimana tidak Pak Jerry selalu menempel padaku, dari sejak masuk kelas sampai meninggalkan kelas selalu namaku saja yang di sebut, memperhatikanku dan selalu sabar mengajariku tentang pelajaran yang tidak ku mengerti, meski Dia harus berdiri di depan mejaku sambil memperhatikanku, padahal seandainya mereka bertanya pasti Pak Jerry juga akan mengajari mereka, memang mereka yang malas dan tak mau bertanya dan dengan seenaknya mengatakan aku kegatalan mendekati Guru.
Dia tak datang ke sekolah karena hari ini tak ada jadwalnya mengajar, saat-saat seperti inilah membuatku tak bersemangat aku merasa kesepian tanpa kehadirannya, ya aku selalu memikirkannya, mungkin Dia sedang istirahat, atau sedang mengajar di sekolah lain, aku dengar Dia tak hanya mengajar di sekolahku, aku juga mendengar beberapa gosip tentang salah seorang Guru wanita yang menyukainya
yang bernama Bu Ayu.
waktu itu sedang jam istirahat, seperti biasa setelah jajan dari kantin aku kembali ke kelas, duduk sambil menikmati jajananku, Lisa sama sepertiku jarang keluar sebab Dia juga tak memiliki teman, hanya Dia tak pernah jajan Dia selalu membawa bekal dari rumahnya, terkadang Dia menawariku, tapi aku selalu menolak, aku tak terlalu suka dengan bekal apalagi berupa nasi dan lauk pauk, lebih enak jajanan di kantin menurutku.
saat kami sedang asyik menikmati makanan kami masing-masing, tiba-tiba seseorang yang tak ku kenal menghampiri, mungkin Dia dari kelas lain.
memanggil namaku dan menginformasikan ada seseorang yang menghubungiku melalui telepon sekolah, Dia mengaku sebagai seorang paman.
aku merasa sedikit aneh, sejak kapan pamanku tahu nomor telepon sekolah, hal itu semakin membuatku penasaran dan buru-buru menuju ruang tata usaha yang di jaga oleh Bu Ayu, ya Bu Ayu adalah Guru kesenian dan juga merangkap sebagai tata usaha sekalian bendahara sekolah, biasanya kami membayar iuran uang sekolah melalui Bu Ayu.
aku permisi minta izin menggunakan telepon dan Bu Ayu mempersilahkan meski dengan tatapan yang curiga.
perasaanku saat itu sangat deg...degan, bercampur penasaran, tak pernah ada yang menghubungiku, aku mulai berbicara,
"hallo...."
aku mengenal suara di balik telepon itu,
Dia Pak Jerry,
"Jangan bicara dengarkan saja saya"
ucapnya, dan aku menurutinya dan mulai mendengarkan.
"Nanti pulang sekolah saya jemput kamu, jadi jangan kemana-mana ucapnya"
"I...iya"
dan Dia langsung menutup teleponnya dan kini hanya terdengar suara
tu...t....tu...t.
aku tertegun sejenak, Bu Ayu masih memperhatikanku dengan tatapan curiga.
dan Dia mulai bertanya padaku dengan nada datar
"siapa?"
aku gelagapan, takut salah bicara, belum aku sempat menjawab pertanyaannya, Dia sudah menebak dan sialnya tebakannya tepat.
"Pak Jerry ya?"
Dia tak menatapku secara langsung seperti sedang menghindar dari ku, Ia membuka lembaran-lembaran buku di hadapannya.
aku tak menjawab tapi aku bisa melihat Bu Ayu tersenyum padaku meski terlihat di paksakan.
aku permisi dan berterimakasih padanya.
aku meraba dadaku, aku takut jantungku berhenti berdebar sangkin senangnya saat Pak Jerry menghubungiku, aku merasa istimewa, bahkan aku menyimpulkan Pak Jerry pasti juga menyukaiku, Dia sampai menghubungiku bahkan Dia juga ingin menjemputku.
ah.....aku bahagia dan tak sabar bertemu dengannya, aku juga sempat berkhayal hal-hal romantis apa yang akan terjadi saat kami bertemu nanti, mungkin terdengar menjijikkan tapi itulah yang aku bayangkan.
kata orang saat kita bahagia kita dapat memancarkan aura kebahagian pula pada orang yang melihatnya, buktinya Lisa bisa merasakannya, aku tak salah dengan pemikiranku kan, ya aku memang sedang bahagia.
sampai saat Sandy menghampiriku, kali ini apa lagi yang di inginkannya, aku sudah melupakannya, aku tak ingin merusak kebahagianku dengan bertengkar lagi dengannya.
ternyata Dia hanya ingin meminjam catatan dariku, ada yang aneh dengan tingkahnya, Dia sangat sopan padaku dan kalau di pikir-pikir Dia sudah tak pernah lagi menggangguku dan apa ini?
Dia meminjam catatan padaku seolah kami teman baik, tapi aku tak ingin bertanya dan memberikan apa yang Dia mau agar Dia tak mengganguku lagi.
Dia dengan patuhnya kembali ke tempatnya dan membawa buku catatanku, padahal setelah ku pikir-pikir ini tidak seperti dirinya yang dulu, apa Dia kesambet setan atau memang Dia ingin berubah?
aku sedang berjalan, sampai saat seseorang mendekatiku dengan menggunakan sepeda mototnya, wajahnya tertutupi helm hitam, memakai jaket berwarna hitam, Dia terlihat keren seperti seorang pembalap di film-film.
Dia berhenti saat aku berhenti, saat Dia membuka helm, aku terkejut bercampur kagum, ternyata Dia Pak Jerry, sungguh sangat tampan pikirku, aku sampai tak sadar mulutku sedikit terbuka, aku juga penasaran tentang dirinya dari sisi lain ini.
"nggak usah terkejut, cepat naik"
ucapnya.
aku menurutinya dan duduk di sampingnya, ya aku duduk menyamping sebab saat itu aku memakai rok sekolah yang panjang.
ya, aku berdebar, aku seperti sedang di culik tapi aku merasa bahagia, aku tersenyum sambil menikmati hembusan angin yang membelai wajahku, aku tak perduli Dia akan membawaku kemana, aku sangat percaya padanya dan yang terpenting aku menyukainya.
Dia bertanya padaku di mana alamat rumahku, aku menunjukkan arah jalan kerumahku, dan saat sampai tepat di depan gerbang rumah ku, aku sedikit kecewa, ternyata Pak Jerry hanya ingin mengantarku pulang.
aku berterimakasih padanya dan menyalim tangannya.
apa ini? Dia memperlakukanku seperti ini, apa aku keponakannya, untuk apa aku merasa istimewa dalam arti yang lain, ternyata aku hanya anak kecil baginya.
ya, aku kecewa tapi ini belum berakhir, aku tahu Dia laki-laki dewasa tak semudah itu menyukaiku seorang gadis kecil di matanya, apa Dia takut mencintaiku karena setatus kami sebagai murid dan Guru.
aku memang seperti itu selalu menyimpulkan sesuatu sendiri, aku akan lebih menahan diri, aku tak pernah ingin di anggap gadis kecil, aku yakin dengan perasaanku, meski beberapa kali aku salah dalam mengartikan makna cinta yang sesungguhnya.
Pak Jerry......aku sayang kamu, aku berteriak di dalam hatiku, aku bahkan menyanyikan sebuah lagu dari grup band Dewa yang liriknya seperti ini
Aku bisa membuatmu jatuh cinta kepadaku meski kau tak cinta
beri sedikit waktu biar cinta datang dan kau pun kan setuju.
biasanya untuk menutupi ke galauan di dalam hatiku, aku selalu bernyanyi dengan suara lantang di dalam kamarku, ya, aku melakukannya saat keadaan rumah sedang sepi.
aku memang anak satu-satunya, ayah dan ibuku sering meninggalkanku sendiri, mereka sibuk dengan pekerjaan mereka, tak jarang aku hanya sendiri di rumah.
Pak Jerry tersenyum padaku, aku bersikap biasa dan terkesan tak perduli, aku tak mau melayang setinggi langit dan di waktu yang sama aku terhempas jatuh ke bumi, itu sangat menyakitkan, seperti kisah cintaku pada Ahmad yang sama sekali tak berawal dan berakhir memalukan, jujur saat itu aku sedikit kecewa tapi benar kata orang, setiap luka akan sembuh seiring dengan berlalunya waktu.
dan aku melupakannya dan aku tak ingin di permalukan untuk ke dua kalinya.
Sandy menghampiriku, Dia mengembalikan buku catatanku, aku dengan santai menerimanya,
saat Dia akan pergi, Dia sempat mengucapkan sesuatu padaku,
"Jangan terlalu murahan, di jemput di tengah jalan"
deg...
ucapannya terdengar kasar tetapi aku merasa ada benarnya, kenapa kata murahan melukai harga diriku, apa itu penilaian mereka tentangku, apa mencintai itu murahan, apa aku salah kalau aku menyukai seseorang, seperti apa cinta yang tak murahan itu?
"tunggu, apa maksud ucapanmu itu?"
"aku cuma memperingatkan, gadis lugu sering jatuh di hadapan laki-laki dewasa, mungkin terlihat menyenangkan, tapi berhati-hatilah, kau tak tau apa yang laki-laki pikirkan, terkadang cinta di liputi dengan hasrat dan nafsu"
"kau membicarakan siapa, kau ingin menjelaskan tentang dirimu, aku bisa melihatnya nggak perlu kau jelaskan"
aku benci sikapnya yang sok bijak.
bukannnya marah mendengar ucapanku Dia malah tersenyum dan meninggalkanku.
ada apa dengannya, kenapa Dia mengatakan aku murahan?
hari-hari berlalu, aku masih sama, masih menyukai Pak Jerry meski hanya dalam diam.
ya, kami masih berbicara layaknya Guru dan murid, tapi aku sedikit menjaga jarak, aku tak ingin seseorang mengatakan aku gadis murahan, aneh ya, aku ini.
aku mulai beradaptasi dengan mereka, aku juga sedikit aneh, kenapa tiba-tiba mereka sok ramah padaku, apa karena Sandy?
aku bukannya tuli tak bisa mendengar tentang diriku yang selalu mereka jadikan bahan gosipan saat jam istirahat,
sekilas aku mendengar Sandy melarang mereka menggangguku lagi, aku berterimakasih, akhirnya mereka sadar dengan perbuatan mereka yang suka mengintimidasi anak baru sepertiku.
akhirnya usahaku agar tak terlihat lemah di hadapan mereka membuahkan hasil, terbukti teman yang dulu membenciku mulai mendekatiku, terutama Aini.
dulu Dia salah satu orang yang aku benci, ternyata setelah mengenalnya, Dia orangnya asyik juga.
kami mulai menjalin persahabatan dan banyak mendengar cerita darinya tentang dirinya dan hubungannya dengan Sandy.
Dia bercerita awalnya Sandy mengejarkanya namun Dia menyukai orang lain dan ternyata orang yang Dia sukai adalah Fauzi Dia juga masih merupakan teman satu kelas kami, aku tak terlalu memperhatikan pemuda ini, Dia sama seperti Ahmad tak banyak berintraksi dan bisa di bilang sedikit pemalu, berbeda dengan Aini, Dia sangat aktif dan terkesan arogan namun Dia setia kawan.
Aini juga bercerita sebenarnya Sandy anak yang baik, hanya Dia sedikit keras kepala dan arogan, ternyata mereka sudah berteman lama dan mereka teman dari kecil.
Aini membicarakan Sandy seolah Dia sedang mempromosikan sebuah produk kepadaku, apa hubungannya denganku, aku tak perduli padanya.
hari demi hari aku semaki dekat dengan Aini, setiap saat kami selalu bersama, ke kantin kami bersama, ke toilet kami bersama bahkan pulang sekolah pun kami bersama, mesiki hanya sampai di tempat pengambilan angkutan umun, sebab rumah kami memang berlainan arah.
tapi setiap kami bersama Dia selalu menceritakan tentang Sandy tentang keluarganya, tentang mamanya yang baik dan cantik, aku sampai bosan mendengar nama itu.
aku sampai bertanya padanya mengapa menolaknya, sedangkan Dia sebaik itu?
alasannya karena menggangap hanya sebatas teman dan sudah memiliki orang yang di sukai.
hari itu kami pulang lebih awal....
Aini dan teman-teman yang lain tiba-tiba memiliki ide untuk main ke rumah Aini saja, aku sedikit antusias, aku memang jarang main ke rumah orang lain, seperti apa sih kalau mereka sedang kumpul-kumpul.
ada sekitar sepuluh orang yang ikut ke rumah Aini, di antaranya ada aku, Lidiya, Sandy, Fauzi, Dini, dan beberapa yang tak aku sebut namanya.
ternyata seru ya, main ke rumah teman, apalagi keluarga Aini ini orangnya asyik juga, kami nonton film, yang cewek-cewek masak mie, kemudian makan barang, cerita-cerita pengalaman lucu, kami juga sempat karokean, menyanyikan lagu-lagu yang terkenal pada zamamnya.
sampai semua lelah dan mulai beristirahat di ruang tamu, ada beberapa dari mereka yang keluar sekedar berjalan-jalan bersama pasangan masing-masing, aku baru sadar ternyata di antara mereka mereka adalah pasangan, Fauzi sudah terlihat tidur di pangkuan Aini yang lain ada di luar rumah sedang ngobrol di ayunan milik Aini, aku juga penasaran apa mereka tak di marahi orang tua mereka, atau memang orang tua mereka tak keberatan asal jangan berlebihan.
aku bingung harus berada di mana, jadilah aku sok sibuk membaca-baca buku pelajaran.
aku terlihat bodoh saat itu meski sedang menggunakan buku untuk terlihat pintar.
di ruangan itu hanya ada aku Aini dan Fauzi, Fauzi yang terlihat nyaman tidur di pangkuan Aini, sedangkan Aini membelai rambut pemuda itu, sesekali aku melirik pada mereka, namun Aini mengisyaratkan agar kami tak terlalu berisik, sebab Fauzi sangat mengantuk akibat bergadang menonton pertandingan bola.
sungguh pengalaman yang baru bagiku, menurutku terlihat lebay, tapi aku tak berani menyimpulkan.
Sandy tiba-tiba masuk, Dia membawa sesuatu di tangannya sebuah benda berjaring dan bola berbulu ayam, ya, itu reket alat untuk bermain badmington.
awalnya Dia ingin mengajak Fauzi bermain tapi melihat Fuzi yang terlelap seperti bayi di pangkuan Aini, Dia seperti ingin mengurungkan niatnya bermain badmington, Aini langsung menyarankan agar Sandy mengajakku saja, sebab Aini merasa aku juga sedang bosan dan tak tau harus mengerjakan apa,
kami sempat saling melirik, hati kecilku melarang, aku tak ingin terlalu dekat dengannya begitu juga Dia sepertinya ragu untuk mengajakku bermain, meski akhirnya kami bermain juga.
awalnya aku selalu kalah bola yang di tujukan padaku selalu gagal aku eksekusi, permainan yang sangat melelahkan, mungkin aku yang kurang berminat saat itu, tapi terlihat Sandy sangat sabar menghadapiku yang sama sekali tak ahli dalam bermain.
salah satu dari mereka geregetan melihat permainan kami, kemudian Putra mengambil alih permainan, aku yang tadinya tak bersemangat tiba-tiba memanas saat bola-bola itu melayang bergantian dari dua sisi yang berbeda, mereka yang tadinya sibuk pacaran kini berkumpul sambil bersorak-sorak menyebut nama Sandy dan Putra.
aku juga melakukan hal yang sama, serasa melihat pertandingan internasional.
aku seperti melihat sisi lain dari Sandy, Dia terlihat keren saat membalas serangan dari Putra dan Putra juga Dia tak kalah kerennya dari Sandy.
tapi aku pendukung Sandy, kami benar-benar heboh sampai pertandingan selesai dan benar saja Sandylah pemenangnya.
ya, aku besemangat dan bahagia pengalaman yang baru aku alami sangat seru.
aku ingin melakukannya lagi dan aku senang berada di tengah-tengah mereka, untuk sejenak aku melupakan rasa sukaku pada Pak Jerry.
hari berikutnya kami bermain ke rumah Putra di sana tak kalah seru dari rumah Aini, Putra yang memiliki halaman rumah yang luas, mereka yang sibuk berpacaran mencari tempat untuk berduaan, sedangkan yang lain seperti aku, Sandy dan Putra bermain tenis meja, walau aku hanya sebagai penonton tapi aku suka melihat mereka bertanding, entah mengapa terlihat seru saat bola kecil berwarna orange itu memantul di atas meja dan lawan dapat membalas serangan hingga akhirnya ada yang mengalah.
mereka juga mengajariku bermain, ya meski aku belum mahir tapi aku bisalah, aku mencoba melawan Putra, ternyata aku kalah kemudian bertanding melawan Sandy dan aku menang, sungguh sesuatu yang aneh bukan, aku tahu Sandy pasti sengaja mengalah, Putra aja kalah bertanding dengannya apa lagi aku yang masih amatiran, alasannya sih Dia lelah sehingga Dia kalah, apa pun itu aku senang bisa menang darinya.
Putra memang tuan rumah yang baik, Dia sudah menyiapkan hidangan dan minuman untuk menjamu kami, berbagai macam kue, ada juga nasi dan lauk pauk, minuman dingin, kami semua memang makhluk-makhluk kelaparan, hanya butuh beberapa menit kami mampu menghabiskan semuanya.
aku juga heran dengan diriku biasanya aku tak mau berebut makanan seperti ini, mungkin aku terbawa suasana.
aku istirahat sejenak di sebuah taman mini masih di area tempat bermain tenis meja, aku duduk di sebuah batu besar menikmati pemandangan bunga yang ada di tempat itu.
kemudian Sandy menghampiriku.
"sedang apa"
ucapnya.
tak seperti biasa menjawab dengan tenang
"lagi lihat-lihat bunga"
"oh, nggak panas?"
ya, saat itu matahari sedang terik, anehnya aku malah tertarik melihat bunga.
"masuk aja"
ucapnya.
aku setuju dengan ucapannya, sebab matahari membuatku sedikit terbakar.
"lihat wajahmu jadi belang"
aku hanya diam, kenapa dia memperhatikan wajahku?
Dia memberikanku secangkir minuman dingin yang sengaja dia ambil di meja prasmanan.
aku meraihnya tanpa mengucapkan terimakasih, meski terkesan tak sopan tapi sikapku saat itu adalah ke egoisan ku yang tak ingin mengakui kalau sebenarnya Sandy orang yang lumayan.
Putra merasa ada sesuatu di antara kami, terbukti dengan kata-kata yang Dia lontarkan saat kami duduk bersama.
"kenapa nggak jadian aja sih"
ucapnya
kami berdua tampak canggung.
meski disertai dengan canda tawa itu berhasil membuatku sedikit merona.
aku mengalihkan pembicaraan tak ingin berkelanjutan perjodohan yang semena-mena ini terlontar lagi dari mulut Putra.
"aku maunya jadian sama Putra aja"
ucapanku membuat kedua pemuda itu terdiam, dan aku merasa tambah terlihat bodoh, apa sebenarnya yang aku lakukan, aku nembak Putra di hadapan Sandy, apa Dia akan menganggap aku gadis murahan seperti waktu itu, gadis yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan orang yang di sukainya?
untung saja Putra memecahkan keheningan, Dia tertawa sambil menepuk pundakku.
"candaanmu lucu"
ucapnya
"ha...ha...ha...
aku tertawa untuk menutupi kebodohanku, Iya aku cuma bercanda kita kan sudah seperti kakak beradik ucapku dengan konyolnya.
suasana aneh itu semakin membuat kami bertiga semakin canggung, akhirnya Putra mengalah dan meninggalkan kami berdua.
"suka ya sama Putra?"
pertanyaan itu menusuk hatiku
"nggak ah, kan cuma bercanda"
"Putra sudah punya pacar, pacarnya bukan di sekolah kita, tapi di sekolah lain"
ya, aku tau itu, kenapa harus diingatkan sih, apa manusia tak boleh salah, kesannya aku seperti sedang merebut pacar orang, padahal aku hanya berniat mengalihkan pembicaraan agar Putra tak menjodohkanku dengan Sandy.
tiba-tiba Sandy pergi meninggalkanku, aku melihat Dia kesal padaku.
apa lagi kesalahanku padanya, sepertinya aku selalu salah di matanya.
kehidupanku terus berlanjut,
semester satu sudah berlalu, kami akan libur untuk beberapa waktu.
berada di rumah untuk waktu yang lama membuatku bosan, aku berniat mengunjungi Aini dan mengajaknya jalan-jalan.
kami senang-senang dan menghabiskan waktu bersama, sampai saat kami akan pulang kerumah masing-masing di tengah jalan tiba-tiba bertemu Pak Jerry, Dia sengaja mendekati dan menyapa kami, Dia juga bertanya dari mana murid-muridnya yang cantik ini sehingga terdampar di pintu keluar cafe.
aku menjawab kalau kami sedang main aja, soalnya suntuk di rumah terus,
bukannya puas dengan jawaban kami Pak Jerry malah meledek kami sedang menunggu pacar ya?
kami menjawab dengan santai, dan memang kami tak melakukan apa yang di tuduhkan Pak Jerry.
"kalau gitu biar saya antar kalian pulang, takutnya gadis cantik seperti kalian di culik, bisa repot orang tua mencari kalian dan saya nggak mau jadi saksi saat di kantor polisi"
kami setuju, aku yang berada di posisi tengah sedangkan Aini duduk di belakangku, aku tak tau entah sengaja atau tidak Pak Jerry sering sekali mendadak mengerem motornya, padahal kalau di perhatikan jalanan saat itu sangat lengah.
Aini berbisik di telingaku,
"Dia sengaja"
ucapnya
maksudnya apa?
aku memang tak berpengalaman dengan masalah-masalah seperti ini berbeda dengan Aini.
akhirnya Aini nyeletuk pada Pak Jerry,
"kebiasaan ya Pak, modus biar bisa di peluk"
"oh, ini yang di maksud Aini"
tampak Pak Jerry senyum-senyum sendiri
"Aini bepengalaman ya"
aku seperi orang bodoh, mereka malah mengata-ngatai ku masih lugu.
seperti apa sih yang berpengalaman itu?
Aini sepertinya lebih nyambung bicara dengan Pak Jerry, ya, aku sedikit cemburu.
"yang di tengah kenapa diam aja?"
tanya Pak Jerry
"Dia cemburu Pak"
ucap Aini.
Hari ini aku sebal dengan Aini Dia membuatku malu, aku sampai tak berani bersuara.
"cup...cup...cup jangan ngambek dong"
kenapa Pak Jerry memperlakukanku seperti bayi?
"ajari Dia Pak biar cepat besar"
"ya...ya...nanti saya ajari Dia jadi dewasa"
mereka tertawa, sungguh keterlaluan mereka menetertawakanku bahkan saat aku masih ada di antara mereka.
Pak Jerry memilih mengantar Aini terlebih dahulu kemudian mengantarku, saat di perjalanan aku hanya diam, benar saja aku masih kesal pada mereka.
Dia malah bertanya kenapa aku hanya diam?
ya aku tetap diam.
"marah ya?"
aku tetap diam
"cantiknya hilang loh, kalau cemberut terus"
aku dengan bodohnya malah bertanya pada Pak Jerry
"cantik siapa aku atau Aini?"
sontak Pak Jerry tertawa terbahak-bahak.
apa yang lucu dari pertanyaan ku, padahal aku sedang menunggu jawaban Dia malah tertawa.
"kamu cemburu ya?"
"OH MY GOD"
untuk kesekian kalinya aku mempermalukan diriku sendiri, apa ucapanku mengandung unsur kecemburuan?
kenapa aku harus cemburu, apa Dia pacarku?
aku selalu seperti ini baper tidak pada tempatnya.
tiba-tiba Dia menarik tanganku yang berada di atas pahaku sendiri, aku terkejut kenapa Dia memegang tanganku, Dia meremasnya dengan erat seakan Dia gemas dengan tingkahku dan aku hanya diam, aku mendadak menjadi patung.
"Gadis kecilku sudah bisa cemburu ya?"
aku benci kata-kata itu, menarik kembali tanganku.
"asyik juga ya kalau pacaran sama kamu, bikin awat muda"
"siapa maksudnya?"
aku pacarnya? siapa yang setuju dengan itu Dia seenaknya mengklaim aku sebagai pacar, memangnya aku cewek murahan, kok aku tiba-tiba teringat ucapan Sandy.
"mau nggak saya ajak ketemuan berdua aja?"
"nggak mau"
"katanya mau belajar jadi dewasa, saya kasih les geratis loh buat kamu, sepesial seperti indomie pake telur"
Dia bercanda atau benaran? tapi kenapa Dia begitu girang, tertawa tak henti-hentinya.
"hari minggu saya jemput kamu di depan rumah, jangan bilang siapa-siapa, ini rahasia"
"maksudnya apa sih?"
aku tak menganggap serius ucapannya, pasti Dia hanya sedang meledekku.
aku tak terlau memikirkan ucapanya, tapi saat tiba hari minggu aku, malah sibuk mempersiapkan diri, berdandan dan mempercantik diri, meski aku tak yakin dengan ucapannya tapi aku tetap berharap, jujur aku penasaran seperti apa si jadi dewasa itu.
ya, aku beralasan ingin tinggal di rumah saat orang tuaku mengajakku menghadiri acara-acara keluarga, menurutku itu membosankan, mereka selalu mencubit pipiku ada juga yang menarik hidungku, mereka pikir aku anak kecil, begitulah setiap aku berkunjung kerumah saudara, baik dari pihak ayah maupun ibu.
diam -diam aku mengintai dari balik tirai jendela, apakah benar Dia akan datang?
benar saja aku melihatnya menghentikan sepeda motor di depan pagar rumahku, aku membiarkannya menunggu beberapa saat agar tak terlihat seperti aku sedang menunggunya.
beberapa menit aku keluar dari rumah dan menghampirinya, aku yakin Dia terpesona dengan penampilanku, Jangan panggil aku anak kecil Paman?
Dia mengangguk-angguk sepertinya Dia suka dengan penampilanku saat itu.
ya, aku memang memilih outfit yang sederhana, celana gantung dan baju kaos berwarna putih, aku memang melepas jilbabku, ini bukan pertama kali Dia melihatku tanpa jilbab saat kemarin kami bertemu, aku dan Aini memang memakai pakaian santai.
Dia memperhatikanku dari ujung kepala sampai kaki.
terkesan ya, melihat gadis cantik yang kini tumbuh menjadi dewasa?
kami bejalan-jalan dan Dia mengajakku makan siang, aku juga tak tau apa hubungan kami, apa ini bisa di sebut dengan berkencan?
entahlah aku juga belum pernah melakukannya dengan laki-laki lain, bisa di bilang ini pertama kali.
kemudian Dia mengajakku ke suatu tempat yang katanya rumah abang iparnya, jalan yang kami lalui sangat sepi, rumah itu terasa sangat jauh, aku sendiri sampai lelah berada di boncengan.
berkali-kali aku bertanya di mana tempat sebenarnya dan jawabannya selalu sama
sebentar lagi sampai.
akhirnya kami tiba di tempat tujuan, aku berpikir tempat itu memiliki penghuni, sebab Dia bilang itu rumah abang iparnya, ternyata rumah itu sepi tak berpenghuni, aku sedikit ragu, tapi Dia meyakinkan tak akan terjadi apa-apa, hanya akan ngobrol secara dewasa.
perasaanku sebenarnya tak mengizinkan itu, tapi aku tak menghiraukannya, ya awalnya kami memang cerita-cerita tentang kehidupan masing-masing, tapi Dia mulai mendekatiku, saat itu kami duduk di satu sofa yang cukup besar, awalnya kami duduk berjarak kemudian kami semakin dekat, tertawa dan bercanda, ya aku berdebar apa lagi saat Dia menatap wajahku, aku malu sekali, tak jarang aku membuang pandangan agar Dia tak terus-terusan menatapku dengan mata indahnya, Dia semakin mendekatiku, bahkan Dia mulai memuji rambutku yang panjang tebal dan hitam, sesekali Dia membelai rambutku, aku merasakan ada getaran yang aneh dalam diriku, kemudian Dia menarik tanganku untuk berdiri, Dia memperlihatkan bayangan kami di cermin besar yang ada di ruangan itu,
"masih sebahu, saya"
aku juga melihat itu, apa Dia ingin mengatakan aku pendek?
"kapan kita berenang?"
apa Dia mengajakku berenang, aku tak bisa berenang, aku takut tenggelam.
Dia tiba-tiba memelukku, aku merasakan hangat menjulur ke seluruh tubuhku,
"kamu cantik sekali hari ini, tadi kamu cuci rambut ya?"
Dia bisa mencium itu sebab kini aku berada di pelukannya.
apa ini pelajaran untuk menjadi dewasa, merasakan getaran-getaran aneh.
Dia mencium rambutku, aku membiarkannya, ada rasa takut bercampur penasaran di benakku, apa ini tidak apa-apa?
aku masih berada dalam pelukannya, dan Dia mulai mencium keningku, aku merasa ada getaran yang aneh dari dalam diriku, tapi aku tak bisa menolaknya.
kemudian Dia mencium kelopak mataku, sehingga aku tak bisa melihat bagai mana ekspresinya padaku, aku mulai gugup, tubuhku mematung dan keringat dingin mengucur dari pelipisku, ya aku takut dan sangat gerogi.
Dia yang melihatku ketakutan seperti tak tega dan kemudian mengajakku kembali duduk di sofa, sungguh sangat canggung.
aku tak bisa menatapnya lagi, aku kehilangan nyali, tapi suasana menjadi cair kembali, saat Dia menceritakan hal-hal lucu padaku.
tiba-tiba Dia bertanya
"kamu mau jadi pacar saya, pacar diam-diam"
aku berpikir sejenak, kenapa aku hanya pacar diam-diam, Dia malu karena aku terlihat masih seperti anak-anak, aku kesal dan cemberut padanya.
"nggak mau ya?"
"kenapa pacar diam-diam?"
"saya nggak mau di tuduh eksploitasi anak di bawah umur, tapi saya suka sama kamu, nggak mungkin kan orang tua kamu setuju kalau saya ngapel kerumah kamu malam minggu?"
aku setuju dengan ucapannya,
Dia memelukku kembali, dan mulai mencium pipi ku,
"imutnya pacar kecilku"
ucapnya
jujur aku tak suka mendengar ucapannya.
Dia tidur di pangkuanku, ini seperti saat Fauzi yang tidur di pangkuan Aini, jadi ini rasanya punya seseorang yang di sayangi, aku sangat bahagia.
Aku membelai rambutnya sehingga membuatnya semakin terlelap, aku terus menatap wajahnya, aku merasakan jatuh cinta padanya, aku ingin bersamanya selamanya, itu adalah keinginanku saat itu, sampai saat Dia terbangun dan mengajakku pindah ke dalam kamar, alasannya agar aku juga bisa beristirahat bersamanya, jangan seperti ini, aku akan lelah menjadi bantal untuk kepalanya, padahal aku sangat suka seperti ini.
tapi aku menuruti permintaannya, kami kini berada di ruangan tertutup itu, aku duduk di sampingnya, Dia terlihat sedang tidur, tiba-tiba Dia menarikku sehingga aku berada di dalam pelukannya, aku takut dan jantungku berdebar kencang, Dia berbisik di telingaku.
"boleh saya melakukannya?"
deg...
apa maksud pertanyaannya?
aku melepaskan diri darinya, aku ingin bertanya tentang pertanyaannya, apa arti dari melakukan itu?
"sesuatu yang hanya di lakukan orang dewasa"
"contohnya?"
"berhubungan suami istri"
apa aku istrinya, kenapa harus melakukan sesuatu yang terlarang, meskipun aku sedang di mabuk cinta, tapi aku masih memiliki sedikit otak.
"nggak mau"
"kenapa, katanya mau belajar jadi dewasa?"
dengan sedikit pengetahuan aku menceramahinya tentang arti cinta menurut versi ku,
kalau sayang itu seharusnya melindungi, menjaga bukannya merusak.
"kamu takut hamil"
ih...itu terdengar menjijikkan, aku seperti wanita murahan di hadapannya dalam sekejap penilaianku berubah tentangnya, aku tahu maksud laki-laki ini, Dia ingin mengintimidasiku dengan kata-katanya yang terdengar benar tatapi sebenarnya salah,
"kamu sayang nggak sama saya"
ucapnya.
seketika aku ragu, jika arti cinta yang Dia maksud seperti ini aku memilih untuk pergi darinya, kenapa aku harus berkorban padanya, sedangkan Dia belum tentu mau berkorban demi aku.
"maaf, aku nggak mau, lebih baik berakhir sekarang, jangan paksa aku, tolong bersikap dewasalah"
ucapku padanya.
"tapi saya benar-benar menyukai kamu, kamu ingin kita berakhir?"
"iya, ini bukan cinta yang aku harapkan, aku lebih memilih seperti aku apa adanya dari pada menjadi dewasa menurut versi kalian"
ya, aku menangis seperti anak kecil, aku memohon agar Dia membiarkan aku pergi darinya, awalnya Dia masih memaksa tapi aku tak mau lagi mendengar kata-kata manis yang ternyata menjerumuskan.
aku bersyukur akhirnya Dia mengalah dan untuk terakhir kalinya Dia bersedia mengantarkanku pulang.
meski aku sangat kecewa padanya, tapi aku masih menganggapnya sebagai pengalaman dalam hidup, terutama dalam hal mengenal arti cinta.
dalam kegelisahan aku juga sempat menuliskan sebuah puisi sebagai pengobati rasa sakit ini, ya memang terdengar berlebihan tapi itulah aku.
judulnya
selamat tingal cinta:
aku pernah merasakan bahagia saat bersamanya,
perasaan yang sulit di jelaskan
ada sedikit rasa penasaran, ada sedikit rasa malu dan ada sedikit rasa bangga,
ya, Dia pernah menjadi orang yang penting,
sampai semua berubah, hancur berkeping-keping,
hatiku berantakan, aku tak bisa berpikir
tentang arti salah dan benar,
kata orang cinta tak pernah salah,
aku juga tak salah jatuh cinta
mungkin waktu dan keadaan yang memaksaku
untuk menjadi lebih dewasa dalam arti mengenal dan memahami arti cinta itu sendiri.
aku berterimakasih, aku juga akan menyimpanmu, di suatu tempat sebagai sebuah pengalaman yang tak terlupakan.
selamat tinggal.
ya, aku memang begitu cepat melupakan sesuatu dalam arti tak berlarut-larut dalam kesedihan.
aku masih mengingatnya tapi bukan sesuatu yang membuatku selalu bersedih.
aku bahagia, akhirnya masa liburan sekolah telah berakhir, jujur sejak aku mengenal mereka, aku selalu meridukan saat-saat bersama mereka, ya mereka teman-temanku, terutama Aini.
aku ingin menceritakan pengalamanku pada Aini, tapi aku mengurungkan niatku.
kenapa aku harus mengungkitnya lagi, sedangkan aku ingin melupakan, aku juga harus berpikir bagaimana sikap yang harus ku tunjukkan saat behadapan dengan Pak Jerry, apa aku harus menghindarinya, atau aku bersikap seperti biasa seperti tak terjadi apa-apa.
aku bingung sekali, tapi ternyata berjalan baik-baik saja, Pak Jerry sepertinya sedikit mendapat pengalaman tentang arti kata dewasa menurut versiku, Dia bahkan terlihat menjaga sikapa saat berhadapan denganku, kami kembali ke posisi awal yaitu sebagai murid dan Guru, meski saat melihatnya ada sedih rasa getir di hatiku, aku tak tau bagaimana perasaannya, tapi Dia pernah berbisik padaku.
"selamat kamu berhasil membuat hatiku merasa sakit"
apa Dia sungguh-sungguh menyukaiku?
tapi kenapa cinta kami seakan sulit untuk bersatu?
semua akhirnya terungkap saat Aini bercerita padaku tentang apa yang Dia lihat beberapa hari yang lalu,
saat Dia sedang jalan bersama Fauzi ke sebuah cafe, Dia melihat Pak Jerry bersama seorang wanita, mereka terdengar sedang bertengkar.
Aini sempat bertanya pada ku tentang kira-kira siapa perempuan yang membuatnya berubah?
aku tau arah pembicaraan Aini, Dia sedikit curiga padaku, tapi aku menepis semua kecurigaan Aini.
dan yang mengejutkan lagi wanita itu ternyata adalah perempuan yang sudah di jodohkan untuknya, mereka sudah satu tahun terakhir ini bertunangan.
wanita itu tampak menangis saat Pak Jerry mengatakan akan memutuskan pertunangan mereka.
Aini masih curiga padaku sepertinya Dia ingin mengetahui sejauh apa hubunganku dengan Pak Jerry, aku tau Dia berpikir aku adalah wanita yang merusak hubungan Pak Jerry bersama tunangannya, namun aku kembali menepis semua itu, aku tak sudi di sebut sebagai perusak hubungan orang.
aku sakit sekali, saat mendapat kenyataan bahwa aku hanya seorang gadis selingan saat kesepian, jahat sekali, memperdaya gadis lugu dan imut sepertiku, kalau aku tau akan sesakit ini, pasti dari awal aku menjauhinya.
aku ingin menyendiri,kehidupanku terasa hampa, aku ingin melupakan tapi saat melihatnya hati merasa sakit, apa Dia juga sepertiku?
untuk melupakan kenangan itu, aku mencoba untuk bersenang-senang, aku jalan bersama teman-teman, tapi meski bersama mereka jiwaku tak tahu berada di mana.
seperti saat ini, aku berada di rumah Putra, kami memang sering berkumpul di rumahnya, kali ini Putra membawa pacarnya, Putra kamu ingin memberi tahu aku kamu punya pacar dan jangan tembak aku lagi seperti waktu itu?
ya, aku yang sensitif.
mereka terlihat bahagia, bersenang-senang di atas penderitaanku.
ya, ini bukan salah mereka aku aja yang baper.
Sandy menghampiriku, seperti biasa aku malas harus berhadapan dengannya.
entah mengapa setiap kata-kta yang di ucapkannya padaku selalu membuat ku kesal.
"aku udah pernah bilang jangan jadi perempuan murahan"
Dia menyebutku murahan lagi, aku semakin kesal padanya.
"apa seperti ini murahan?"
hari itu kewarasanku hilang, entah dengan dasar apa aku melakukannya, tapi sungguh memalukan.
ya, aku menciumnya.
aku berharap mulutnya berhenti mengucapkan aku murahan.
tapi yang kulakukan memang murahan, harga diriku hancur dalam sekejap, untung hanya ada kami berdua saat itu.
Dia memang terdiam, tapi aku merasa muak, aku benci dengan diriku sendiri.
biar Dia senang, aku ingin Dia senang karena sudah membuktikan aku murahan.
bukannya marah, Dia malah tersipu malu, sangat menjijikkan, kalian para lelaki senang mengatakan kami murahan, tapi kalian senangkan dengan tidakan murahan kami.
"dasar munafik"
"maksudnya?"
"kenapa hanya wanita yang di katakan murahan saat mengekspresikan rasa cintannya, kenapa laki-laki tidak di katakan murahan saat mengekspresikan hasratnya"
aku melihat Sandy tertegun, aku semakin yakin mereka hanya menjadikan wanita sebagai tameng untuk menutupi perbuatan kotornya, contohnya saja jika seorang gadis hamil, kenapa hanya wanita yang di katakan kotor?
apa laki-laki tak terlibat dalam perbuatan kotor itu?
Sandy memberi pendapatnya padaku dan aku sedikit tertegun dengan jawabannya.
"cinta tidak berdasarkan pelukan, ciuman atau pun sentuhan, itu berdasarkan kasih sayang, tindakkan itu hanyalah ekspresi sebagai bentuk dari rasa cinta itu sendiri, tapi jika di lakukan tanpa dasar cinta itu hanyalah hasrat semata dan yang terpenting hasrat itu akan menjerumuskan apabila dilakukan tanpa ikatan yang sah"
"apa aku berdosa, aku sudah menciummu?"
"hmmm...sepertinya, tapi aku maafkan jadi sudah nggak berdosa lagi"
"cih, itu akal-akalanmu aja"
tiba-tiba suasana mencair dan kami bisa tertawa bersama.
ya, kami mulai dekat tapi kami belum berteman.
saat di kelas kami jarang bicara, Dia seperti menjaga jarak dariku, aku memang bukan temannya, tapi dengan Aini Dia terlihat sangat dekat bahkan dengan gadis lain Dia bisa bercanda, kenapa denganku hanya sebatas tersenyum.
ya, aku tau kami bukan teman dekat.
tiba-tiba Aini dan Lidiya menghampiriku saat jam istirahat, mereka ingin bertanya serius padaku, entah kenapa aku berdebar, firasatku mereka akan bertanya tentang Sandy padaku,
cukup, aku tak mau baper dan terlalu percaya diri.
ternyata benar mereka bertanya tentang Sandy.
mereka meminta pendapaku tentang Sandy, tapi untuk apa?
apa itu perlu, apa jawabanku penting?
ya, menjawab standar aja, bilang Dia lumayan baik.
mereka bertanya lagi,
apa aku mau jadi pacarnya?
maksudnya apa?
aku menjawab "tidak"
mereka berusaha meyakinkanku kalau Sandy sangat menyukaiku, mereka juga mejelaskan beberapa perubahannya semenjak mengenalku,
dulu Dia jahil, Dia pengacau dan juga malas belajar, tapi sejak saat itu Dia berubah.
"apa maksudnya saat itu?"
mereka menceritakan tentang sesuatu yang membuatku sedikit terkejut,
cerita saat Sandy mencuri buku harianku yang berwarna biru, kami semua tahu isi buku itu, bahkan Ahmad juga sempat membacanya.
Ada kata-kata dari tulisanmu yang membuatnya mengaggumimu.
kata-kata apa, aku sudah lupa bahkan aku sudah membakar buku itu, tulisan itu sangat konyol, terkadang aku malu mengakui itu adalah isi hatiku.
aku jadi penasaran dengan kata-kata itu, tapi mereka tak memberi tahu sebab Sandy hanya mengatakan kata-kata saja tak menjelaskan apa kata-kata itu dan mereka menyuruhku bertanya lansung pada Sandy.
aku tak terlalu memikirkan itu, bisa saja itu hanya akal-akalan mereka agar aku mau di jodohkan dengan Sandy, lagi pula kalau benar Sandy menyukaiku, kenapa tak mengatakannya secara langsung, aku tak mau terjebak dalam cinta palsu lagi.
beberapa hari telah berlalu, cerita tentang Sandy sudah hampir terlupakan, Dia terlihat biasa aja, aku pun tak berharap lebih, seperti ini sudah sangat nyaman.
sampai pada suatu hari saat kami pulang sekolah Aini dan Lidiya mengajakku ke suatu tempat, tempat yang merupakan sebuah pos ronda yang sering kami lewati saat pulang sekolah, pos itu berada di lorong sempit dan sepi, kami memang sering nongkrong di tempat itu saat ingin berlama-lama pulang ke rumah, biasanya kami menghabiskan jajan sambil ngobrol-ngobrol ringan.
tapi Sandy and the gank juga ada, tak seperti biasanya, mereka mau gabung dengan kami saat pulang sekolah, beberapa menit kemudian satu persatu dari mereka pergi, Aini dan Lidiya bahkan berpamitan juga meninggalkan aku dan Sandy, padahal aku ingin ikut bersama mereka, tapi mereka beralasan agar aku tetap berada di sana bersama Sandy, aku sudah berfirasat ada sesuatu yang mereka rencanakan sehingga membiarkanku hanya berduaan dengan Sandy.
Sandy mendekatiku, tapi kali ini Dia terlihat malu-malu, aku biasa aja, bukannya kami pernah bicara berdua saja, bukan sesuatu yang baru juga.
"kenapa?"
aku langsung bertanya padanya.
"bukan sesuatu yang penting, cuma ingin tanya alamat rumah"
aku sedikit terkejut.
untuk apa Dia bertanya dimana letak rumahku?
aku menjelaskan alamat rumahku padanya, Dia seperti mengerti, tapi setelah itu raut wajahnya tampak gelisah, kami memang duduk bersebelahan di dalam naungan pondok bambu, kaki kami berayun di bawah sebab kami duduk di tepian pondok, posisi itu bisa dapat melihat ujung jalan yang di lalui beberapa angkutan umum.
"kenapa lagi?"
aku berusaha memecahkan keheningan
"nggak ada, nggak pulang?"
tanyanya,
"lagi nungguin angkutan lewat"
tiba-tiba aku teringat dengan kata-kata itu, ya yang pernah Aini ceritakan padaku, tentang kata-kata yang merubah pandangan Sandy terhadapku.
aku ingin bertanya langsung, tapi aku sedikit takut, bagaimana kalau itu hanya akal-akalan Aini dan Lidiya saja.
"hmmm...boleh nanyak?"
"tanya aja, geratis kok, nggak bayar"
"kalau bayar nggak jadi tanya deh"
"kan udah di kasih tahu geratis"
"hmmm...soal itu?"
"soal apa, jangan buat penasaran dong?"
"itu, katanya kamu yang ambil buku harianku ya, aku malu tau, ternyata satu kelas tau isi buku itu, bahkan orang yang dimaksud juga tau"
"maaf ya, apa kamu benaran suka sama Ahmad?"
"Bukan gitu, aku cuma iseng-iseng aja, kamu ngertikan"
"maksudnya cinta monyet?"
"Iya, benar itu cuma cinta monyet"
"jadi kalau sama Pak Jerry gimana?"
"kenapa tiba-tiba tanya Dia?"
aku sedikit kesal jika ada yang mengingatkan ku tentangnya.
"aku pernah loh, lihat kamu jalan sama Pak Jerry"
deg...
aku berdebar
apa Sandy tahu hubungan terlarangku dengan Pak Jarry, ya, sekarang aku menyebutnya hubungan terlarang.
"salah lihat itu, nggak mungkin aku jalan sama Pak Jerry"
ha....ha...aku tertawa renyah, menutupi kebohonganku.
"baguslah, aku juga nggak percaya, tapi gadis itu mirip samamu, tapi Dia tak memakai jilbab, sangat cantik apa itu pacar Pak Jerry ya"
"itu tunangannya, pasti yang kau lihat itu tunangannya, aku meyakinkan Sandy"
"oh, jadi Pak Jerry sudah punya tunangan ya, tapi kamu tau banyak ya masalah pribadi Pak Jerry"
"Ya, cuma dengar-dengar gosip aja"
aku jadi lupa bertanya masalah kata-kata itu.
kenapa kami malah membicarakan Pak Jerry sih.
"aku mau tanya tentang kata-kata yang kamu sukai di buku harianku"
aku berbicara dengan cepat
Sandy malah bertanya
"kamu ngomong apa, aku nggak dengar"
"itu loh masalah kata-kata yang kamu sukai di buku harianku"
"oh itu, bukannya aku udah pernah bilang ya"
"kapan?"
saat di rumah Putra, waktu kamu cium aku di sini, Dia malah menunjuk bibirnya dengan jari telunjuknya.
Dia ingin mengintimidasiku lagi ya.
"aku tak pernah menulis tentang ciuman"
"bukan itu, tapi sesudahnya, tentang arti ciuman dan sentuhan"
"aku tak ingat pernah menulis kata-kata itu"
"kata-kata yang bunyinya seperti ini,"
Dia mengucapkan dengan lantang
"Cinta sejati tidak berdasarkan ciuman atau pun sentuhan, melainkan dengan kasih sayang dan perhatian"
aku jadi ingat, itu adalah kata-kata yang ada di sebuah novel, aku sengaja mengutipnya agar terlihat seperti meyakinkan, pantas saja aku tak ingat, bukan sesuatu yang aku tulis dari dalam hatiku.
aku tertawa mendengarnya,
"berarti orang yang kamu kagumi bukan aku, tapi sang penulis novel, kamu mau aku pinjamkan novel itu?"
Dia terdiam sejenak, kemudian Dia ikut tertawa.
dan kami benar-benar tertawa bersama, terlihat bodoh memang, tapi sebuah kesalah pahaman yang lucu.
"tapi meski tulisan itu palsu, perasaanku padamu jujur"
deg....
kata-kata itu menghentikan tawaku sejenak, kemudia aku tertawa lagi
ha...ha...ha...
"kamu ternyata puitis juga, kamu suka baca novel ya?"
"aku nggak suka baca novel, kata-kata itu memang benar sesuatu yang keluar dari dalam hati, tentang perasaan pada seorang gadis yang ada di hadapanku"
aku berhenti tertawa, kali ini Dia terlihat serius, tak ada ekspresi bercanda di wajahnya.
"apa yang kamu suka dari aku?"
aku perlu bertanya, jangan hanya sekedar cinta satu hari saja.
"aku suka sikapmu yang pemberani, aku suka dengan pemikiranmu yang cerdas, kamu pintar, imut dan baik hati, dalam sekejap bisa membuatku menyukaimu, karena kamu unik"
"banyak juga yang kamu suka dariku, apa benar aku seperti itu?"
"aku juga suka dengan senyum manis itu"
Dia menunjuk bibirku, membuat aku salah tingkah.
ya, aku pernah menciumnya, tapi bukan dengan maksud apa-apa, aku hanya ingin memberitahu tentang perempuan murahan seperti apa yang Dia maksud.
"jujur aku sulit melupakannya"
aku bertambah deg...degan.
apa benar Dia tak bisa melupakannya padahal aku malah menganggapnya tak penting.
"aku suka kamu?"
aku terdiam sejenak, tapi Dia menunggu jawabanku.
"aku nggak bisa jawab sekarang, gimana kalau besok di tempat yang sama"
"aku tunggu jawaban kamu"
jujur sebenarnya aku ingin menjawab Iya saat ini juga, tapi aku ingin lihat seberapa besar Dia menyukaiku, mungkin besok Dia akan melupakanku atau bahkan meninggalkanku.
kami pun pulang bersama, menaiki angkutan umum yang sama kami duduk berdekatan, sungguh pengalaman yang mengesankan dengannya membuatku lebih tenang, jarak sedekat ini membuatku dapat mencium aroma harum tubuhnya, sungguh sebuah pengalaman yang sangat indah pikirku.
Dia bahkan memperhatikan rokku yang kotor membersihkan ujung rok yang kotor akibat terkena debu saat berjalan tadi, ya, aku sangat terharu melihat perhatiannya padaku.
Dia orang yang menurutku paling jahat di dunia berubah menjadi orang yang paling baik.
Dia yang dulu menyebalkan ternyata sangat baik hati dan dewasa,
Dia yang dulu ku benci menjadi orang yang berarti dalam hidupku, rasanya aku tak ingin berpisah dengannya walau hanya sampai esok hari, kenapa aku tak menjawabnya sekarang saja, hatiku tak sabar mengungkapkan perasaanku padanya, aku ingin berteriak dan mengatakan aku sayang Dia.
tiba-tiba Dia bertanya
"kamu ngomong sesuatu?"
apa sekarang Dia juga bisa mendengar isi hatiku?
mungkin Dialah cinta sejatiku.
ya, seperti biasa aku suka menyimpulkan sesuatu.
kami harus berpisah dan aku sangat sedih, masih ingin bersamanya.
Dia pulang kerumahnya begitu juga aku, tapi aku terus memikirkannya, bertanya pada diriku, apakah ini mimpi?
jalan hidupku memang seperti mimpi saat aku terbangun semua menghilang dari genggamanku.
Dia yang aku tunggu di tempat yang sama, tempat yang pernah kami janjikan kini hanya tinggal kenangan.
pagi itu aku menunggunya, namun dalam penantianku Dia tak pernah hadir. sampai saat aku mendengar sebuah pengumuman tentang kepergiannya, ya, Dia pergi meninggalkanku untuk selama-lamanya, aku bahkan tak sempat mengunggkapkan perasaanku yang sesungguhnya padanya, sebuah penyesalan yang tak berujung.
aku mendengar cerita itu dari Aini, saat Dia menghembuskan nafas terakhirnya di sebuah rumah sakit.
kejadian itu terjadi saat malam hari, saat Dia pulang mengunjungi rumah Aini, Dia menceritakan semua pada Aini tentang perasaannya padaku, bahkan Dia sudah menyiapkan sebuah kejutan untukku sebuah hadiah yang sangat imut sama sepertiku, boneka beruang yang lucu itu kini telah berlumuran darahnya, boneka itu ada di dekatnya saat kecelakaan naas itu terjadi, Dia terjatuh saat sepeda motornya bertabrakan dengan sebuah mobil pribadi yang melaju sangat kencang.
aku harus bagaimana?
aku sedih sekali, hidupku benar-benar hancur hatiku kosong hampa tanpanya, aku merindukannya, bagaimana caranya agar aku bisa bertemu dengannya lagi?
aku ingin mengatakan satu kata yaitu jawaban dari pertanyaannya
"IYA"
Aku bertambah sedih saat Aini memberikan sepucuk surat dari Sandy, sebenarnya itu bukanlah surat terakhirnya, ternyata sejak lama Dia ingin mengungkapkan perasaannya padaku, sampai suatu hari Dia ingin mengungkapkannya melalui surat dan Aini yang menemukan surat itu sebelum sampai padaku, Aini sengaja menyimpan surat itu, Dia ingin Sandy menyatakan perasaannya secara langsung padaku, tapi sekarang Aini memberikannya padaku, aku tak bisa membendung air mataku saat membaca pesan terindah darinya tentang sebuah ungkapan cinta yang mendalam.
Aini juga bercerita Sandylah orang yang melarang kami untuk menggangumu, Dia menyuruh kami untuk berteman denganmu, meski awalnya kami tak suka, tapi ternyata Dia benar tentang dirimu yaitu seorang gadis yang baik hati dan menyenangkan.
"kami beruntung memiliki sahabat sepertimu"
ucap Aini sambil memelukku,
dan kalian kehilangan seorang teman yang begitu berharga.
ya, aku menangis, bahkan sampai berhari-hari
ya, aku bersedih, mungkin untuk selamanya
AKU MENGINGATMU BAHKAN AKU SELALU MERINDUKANMU, SAAT ITU TERJADI AKU PASTI AKAN MENDOAKAN MU,
KAMU MUSUH TERBAIKKU
KAMU TEMAN TERBAIKKU
KAMU CINTA TERBAIKKU
KAMU KENANGAN TERINDAH SEKALIGUS KENANGAN TERBURUKKU,
SELAMAT TINGGAL CINTA MASA SMP KU......