SEMBURAT PILU CINTA MIKAYLA
Wajahnya terlihat pucat pasi namun senyuman di bibir tipis itu masih saja mengembang, Angin mengalun begitu sejuk membuat wawangian bungah-bungah menyeruak harum, namun tiba-tiba senyum gadis itu memudar dan tertunduk meneteskan butiran-butiran air mata yang mengalir pada kedua buah pipinya, dalam angannya ia teringat kejadian yang membuatnya kini tidak tersenyum dan meneteskan air mata.
" Satu tahun ya? Ternyata waktu ku hanya tinggal satu tahun." Gumam seorang gadis yang sedari tadi berdiri di depan pintu ruang Dokter Natalie dan mendengar pembicaraan dokter Natalie dengan orang tuanya, langkahnya lunglai ia berjalan menuju kamar rawatnya dan kembali merebahkan tubuhnya yang ia rasa cukup letih.
Selang 20 menit, masuklah dokter Natalie dan seorang wanita tadi yang tak lain adalah ibu dari gadis itu.
" Mikayla, dokter periksa kondisi Mikayla ya." Tutur dokter Natalie dengan lembut, Mikayla hanya mengangguk pelan.
Lama dokter Natalie terdiam dan tanpa ia sadari keluarlah butiran-butiran bening dari kedua matanya. Mikayla menyadari hal itu dengan lembut ia mengusap air mata itu dan tersenyum pada Natalie.
" Kenapa dokter menangis?" Tanya Mikayla tersenyum.
" Gak papa, dokter hanya ingat adik dokter yang juga sakit sepertimu." Balas Natalie yang kemudian melepaskan
" Dok, Mikayla tahu kenapa dokter menangis melihat kondisi penyakitku yang hanya memiliki waktu kurang lebih dari satu tahun sampai dokter ingat adik dokter, bukan begitu dok?" Dewi dan Natalie terdiam terkejut, seketika Dewi tak dapat lagi membendung air matanya dan mendekati Mikayla untuk memeluknya.
" Sayang, itu hanya diagnosa kamu harus yakin pasti bisa sembuh." Mikayla tersenyum menepuk bahu Dewi mengisyaratkan dia baik-baik saja.
" Dok apa ada kemungkinan bisa sembuh?" Tanya Mikayla berusaha tetap tegar.
" Ada kemungkinan hanya 20% asalkan terus menjalani kemoterapi." Tutur Natalie.
Mikayla tersenyum dan berkata," Nah sekarang dokter jangan sedih lagi ya, dokter bilang masih ada kemungkinan untuk sembuh jadi adik dokter pasti bisa sembuh juga." Dengan lugasnya Mikayla berkata seolah dirinya bukan seorang yang mengidap penyakit ganas, dengan penuh rasa kagum Natalie tersenyum pada Mikayla pasiennya itu yang sudah ia tangani hampir 3 bulan itu.
" Gadis cantik jangan duduk sendiri termenung di taman nanti bisa kesamber jin loh." Tegur seorang pria yang entah datang dari mana dan langsung duduk disamping Mikayla, membuat Mikayla bergeser menjauh darinya, namun dicegah oleh pria itu.
" Jangan takut aku bukan orang jahat kok, kenalin namaku Devano Altarik Desta." Devano mengulurkan tangannya, lama Mikayla tidak mengulurkan tangan, sampai pada akhirnya ia pun bersalaman karena Devano yang menarik tangan kanan Mikayla untuk bersalaman dengannya.
" Kamu sakit apa sampai nangis?" Tanya Devano.
" Kanker otak stadium 2."
Devano terdiam beberapa saat, kemudian tersenyum dan berkata." Jangan sedih ya, aku tau kamu gadis yang kuat dan aku yakin kamu pasti bisa sembuh." Devano mencoba memberi semangat untuk Mikayla, dan membuat Mikayla tersenyum lebar mengangguk.
" Aku pergi dulu mau menemui kakak." Tunjuk Devano ke arah rumah sakit.
" Kakak kamu sakit?" Tanya Mikayla.
" Gak sih, kakak aku dokter di rumah sakit ini, sudah ya aku takut kakak khawatir." Tanpa diduga Devano mengusap kasar rambut Mikayla yang membuat Mikayla tersipu malu dan berjalan meninggalkan Mikayla
Mikayla yang merupakan pasien khusus dimana sudah hampir 3 minggu dia harus tinggal di rumah sakit yang sebelumnya diperbolehkan rawat jalan kini harus tetap di rumah sakit karena kondisi kesehatannya yang butuh perawatan penuh. Dan selama kurang dari 3 minggu itu pula ia sering bertemu dan mengobrol dengan Devano yang mengatakan alasannya sering berada di rumah sakit karena kakaknya yang merupakan seorang dokter disana,seperti saat ini keduanya tengah berada di taman yang tak jauh dari RS.
" Jangan buka dulu ya, hitungan ketiga kamu boleh buka mata, satu...dua...ti..tiga."
" Wah apa ini Dev?" Tanya Mikayla saat melihat sajian makanan yang tertata di sebuah tikar.
" Maaf, cuma ini yang bisa aku lakukan, sebenarnya aku ingin sekali pergi makan diluar sama kamu, tapi aku gak bisa." Ucap Devano mempersilahkan Mikayla duduk di tikar itu.
" Gak papa Dev, ini aja aku udah senang banget." Tutur Mikayla dengan tatapan yang berbinar-binar.
" Oh ya aku masih punya sesuatu buat kamu, tunggu ya." Devano melangkah meninggalkan Mikayla disana, dan beberapa saat kemudian.
" Jeng..jeng!, Kenalin namaku Loli bisa kita berteman?" Sebuah boneka beruang putih yang sangat imut melayang persis di depan Mikayla dengan bagian belakangnya yang dipegang oleh Devano, dengan penuh keharuan Mikayla mengambil boneka beruang itu dan berkata.
" Bagaimana kamu tahu aku suka boneka beruang?" Mikayla mengelus bulu-bulu wajah boneka itu dengan lembut.
Devano tersenyum dan berkata." Senang rasanya melihat kamu bahagia seperti ini."
" Dev, kamu kenapa kok mimisan?" Tanya Mikayla khawatir dengan kondisi Devano, sebenarnya Mikayla melihat beberapa hari ini Devano bertambah pucat dan terlihat sangat lemah, dia juga teringat dirinya sering sekali mimisan saat kondisi penyakitnya tidak baik. Devano mengambil sehelai tisu disana dan mengusap darah yang keluar dari lubang hidungnya.
" Gak papa kok, aku paling cuma kecapean,hehehe." Devano tersenyum tipis dan meminta Mikayla untuk melanjutkan kegiatan yang ia rencanakan di taman ini untuk Mikayla, walau Mikayla masih khawatir namun ia tak ingin Devano kecewa, dengan cepat ia mencoba menghilangkan segala pikiran buruknya.
Mikayla melihat sebuah pesan masuk di ponselnya.
Devano : Mikayla, kamu harus kuat ya dan yakin kalo kamu pasti sembuh, dan juga mungkin aku akan jarang kesana mulai sekarang.
Me. : Kamu mau kemana Dev?
Devano: Aku cuma mau perjalanan lumayan jauh, nanti kalo kamu kangen aku peluk aja Loli boneka yang aku kasih.
Me. : Aku pasti bakal kangen banget sama kamu, kamu baik-baik disana ya, aku tunggu kamu kembali.
Itulah pesan terakhir dari Devano untuk Mikayla, sampai hari itu tiba, hari yang tak terduga dan tak pernah diharapkan Mikayla.
Saat itu Mikayla berjalan di koridor rumah sakit, sampai ia berada persis di depan ruangan dokter Natalie yang terlihat sunyi, membuatnya penasaran keberadaannya sehingga ia bertanya pada seorang perawat
" Sus, dokter Natalie gak masuk hari ini?"
" Dokter Natalie izin cuti nona, dikarenakan adiknya yang meninggal semalam karena penyakit kanker yang ia derita. Jelas perawat itu.
" Innalillahi wa inna ilaihi rojiun, turut berduka cita ya." Perawat itu berjalan meninggalkan Mikayla, entah kenapa rasanya Mikayla enggan meninggalkan pintu ruangan itu sampai saat ia mendongakkan kepala dan melihat papan nama yang tertempel pada pintu itu yang tertulis yang membuatnya tertegun dan berkaca-kaca.
" Dr. Natalie Altarik Desta, jangan-jangan kakak yang dimaksud Devano adalah Dr.Natalie dan dia adalah adiknya yang diceritakan dokter Natalie, jadi waktu itu kamu pamit mau pergi jauh itu..hiks..hiks." Mikayla mulai terisak," Kamu mau pergi selamanya dan gak akan pernah kembali lagi..hiks...hiks..Dev.. Devano kenapa kamu pergi secepat ini." Mikayla mulai histeris dan membuat beberapa perawat mencoba menenangkannya dan membujuknya untuk kembali ke kamar.
" Pergi kalian, aku mau ketemu Devano ..hiks..hiks, jangan hentikan aku, aku ma..!" Suara Mikayla berhenti dan kini ia ambruk di lantai tak sadarkan diri.
****
* Gimana? kasih komen ya, biar tahu apa sih krisan dan pendapat kalian semua?*