Di suatu sekolah yang paling bergengsi, diketahui seorang anak laki-laki tampan yang sedang membaca buku di sebuah perpustakaan, suasana di dalamnya terasa begitu tenang dan nyaman.
Dengan lampu remang-remang yang menyinari ruangan, angin sepoi-sepoi hangat yang berembus masuk melalui jendela, dan cahaya senja masuk yang memapar sisi sebelah wajah siswa itu dengan lembut, menciptakan perpaduan indah antara kehangatan dan ketenangan, seolah-olah waktu berhenti untuk memberinya momen yang sempurna untuk tenggelam dalam dunia buku.
Siswa itu bernama Arya.
Matanya terasa berat dan letih, namun dia tahu bahwa harus tetap fokus. Dia melawan kantuknya dan terus membaca dengan tekun, meskipun dia menyadari bahwa seharusnya dia sudah harus lama pulang.
Tiba-tiba sebuah suara memanggilnya tepat di samping telinganya dengan sangat pelan dan begitu rendah, “Arya....”
Suara itu terdengar sangat jelas di perpustakaan yang hening ini, seperti bisikan hantu.....
Arya membeku dan sekujur bulu kuduk merinding untuk seketika, dia dengan cepat menoleh ke sampingnya, untuk menemukan gadis yang entah sejak kapan berdiri di sampingnya.
Awalnya Arya sangat terkejut. Namun, setelah beberapa detik, dia dengan cepat kembali tenang saat menyadari bahwa itu adalah orang yang dia kenal.
“Haah... Aku hampir aja kena tadi,” Arya berkata dengan campuran rasa terkejut dan lega dalam suaranya sembari mengelap keringat dingin di dahinya.
Gadis itu tertawa lepas, dia seperti sangat senang karena berhasil membuat Arya kaget.”Hehe, aku berhasil! Reaksimu sangat lucu!” ujarnya.
Arya menggeleng-gelengkan kepalanya tak berdaya dan kemudian bertanya kepada gadis yang sedang bergerak mengambil tempat duduk tepat di depan mejanya itu, “Kamu ngapain di sini, Rina? Bukannya kamu seharusnya sekarang sudah lama pulang ya?”
Gadis itu bernama Rina, dia bukan hanya saingan terbesar Arya, tetapi juga merupakan teman masa kecilnya dan juga orang yang sudah lama disukai Arya sejak kecil.
“Tentu saja untuk belajar lah! Apa kamu kira aku datang ke perpustakaan hanya untuk bermain-main?” Rina tersenyum sembari mengangkat dan menunjukkan buku di tangannya kepada Arya.
Arya tersenyum kecil, meski di dalam hatinya dia merasa senang karena dapat belajar bersama dengan Rina, dia bertanya lagi karena merasa khawatir, “Apa orang tuamu tidak mencarimu?”
Rina mengedipkan satu matanya jahil dan menyeringai kecil, “Aku sudah memberitahu mereka kalau aku akan pulang bersama kamu nanti, jadi jangan tinggalkan aku sendiri ya! Atau aku harus jalan kaki pulang sendirian!”
Separuh dari kekhawatiran di hati Arya terangkat mendengar itu, tetapi dia kemudian menjadi bingung, “Kamu tidak biasanya belajar di sini, mengapa tiba-tiba hari ini?” tanya Arya dengan rasa ingin tahu.
“Itu karena aku tidak ingin kalah lagi kali ini! Aku harus belajar lebih keras!” Sahut Rina kuat dengan semangat yang membara bagaikan api yang tidak akan pernah padam, matanya berbinar penuh dengan tekad dan keinginan kuat, senyumannya memicu semangat persaingan Arya.
Rina melihat tumpukan buku dan catatan yang ada di depan meja Arya, merasa tidak mau kalah, dia pun berkata, “Aku masih ingat dengan pertaruhan yang kita sepakati beberapa hari yang lalu, Arya. Kali ini, aku takkan menahan diri, tak lama lagi posisimu sebagai juara akan segera ku lengserkan!”
Pertaruhan yang dibicarakan Rina adalah sebuah pertaruhan konyol yang mereka sepakati beberapa hari yang lalu, yaitu yang mendapatkan juara satu saat ujian akhir semester boleh meminta satu permintaan apapun kepada yang kalah.
Dan senyuman kemenangan menghiasi wajah Rina, seakan-akan dia sudah pasti akan menjadi pemenangnya.
Arya sedikit menyipitkan matanya dan menyeringai kecil, “Oh? Kamu begitu percaya diri?"
“Tentu saja, aku selama ini hanya selalu menahan diri,” ucap Rina dengan wajah yang percaya diri, tetapi dia diam-diam menggertakkan giginya dengan begitu kuat. Hanya Rina sendiri yang tahu betapa kesalnya dia selama ini karena selalu saja kalah dari Arya meskipun dia selalu belajar dengan begitu keras. Apalagi ketika poin juara Rina tidak beda jauh dengan Arya, yang hanya berbeda satu atau dua poin lagi untuk mendapatkan posisi pertama!
Arya tertawa lepas, “Oke, aku akan menunggu hari itu datang dengan senang hati,” ucap Arya dengan senyuman angkuh di wajah tampannya.
Mereka berdua saling menatap dengan ketegangan dalam suasana perpustakaan yang sunyi.
Mereka saling menyadari bahwa, meskipun mereka selalu bersaing dan tidak memberi tahu siapa pun tentang alasan mereka selalu berkompetisi, tapi yang pasti saat ini mereka memiliki tujuan yang sama: yaitu menjadi yang terbaik!
Arya dan Rina pun kemudian kembali fokus pada bacaan mereka, suasana perpustakaan dipenuhi dengan keheningan yang penuh tekad. Setelah sekian lama mereka bersaing secara diam-diam, ini adalah momen pertama kalinya mereka saling bersaing secara terang-terangan dan menantang satu sama lain.
Persaingan mereka yang begitu intens dan komitmen mereka untuk terus belajar mati-matian demi menggapai keinginan masing-masing denagan memicu adrenalin dan semangat yang kuat untuk menang.
——————
Beberapa bulan pun berlalu sejak mereka mulai belajar dengan giat. Ujian akhir tahun pun akhirnya tiba. Arya dan Rina tahu jika persaingan mereka telah mencapai puncaknya.
Arya merasa sangat tertekan beberapa bulan terakhir ini. Dia selalu mencoba belajar di waktu luangnya, saat lagi bekerja dia tidak lupa belajar, saat makan juga sambil belajar... mandi sambil belajar.... bahkan saat lagi tidur, di mimpinya dia pun juga lagi belajar!
Sampai-sampai orang tuanya mengira bahwa Arya sudah gila, bahkan ibunya tidak segan untuk mengajak Arya pergi ke rumah sakit jiwa untuk diperiksa mentalnya. Oleh karena tidak ingin diseret oleh orang tuanya ke rumah sakit jiwa, Arya pun akhirnya berkompromi dan berjanji pada ibunya untuk meluangkan waktu dan mengistirahatkan dirinya lebih dari 3 jam sehari setelah belajar.
Dan tidak hanya Arya, Rina pun juga tidak kalah stres. Di rumahnya, dia juga selalu belajar ketika ada waktu luang, dia menghafal kata, mengingat rumus penting dengan susah payah, dia bahkan mengerjakan latihan soal berkali-kali hingga terbawa mimpi. Contohnya seperti ini, “haha.. x dan y... akhirnya ketemu.. hm.. kalau pisah... setidaknya... jangan... nambah masalahku....” gumam Rina dalam tidurnya. Keesokkan paginya, adik perempuan yang biasanya tidur di sebelah Rina menatap kakaknya itu dengan tatapan aneh...
Di depan pintu ruang ujian, Arya tersenyum sambil sedikit memprovokasi Rina, “Rina, kamu siap untuk melihatku juara lagi, kan?” ucapnya dengan ramah.
“Heh, jangan terlalu yakin, Arya,” jawab Rina dengan senyuman santai.
Meski mereka merasa sedikit lelah, tetapi keduanya saling bertatapan dengan pandangan penuh semangat yang membara. “Jangan khawatir, kita masih sahabat meski siapapun yang menang,” ucap mereka berdua bersamaan dalam hati.
Mereka selalu bersaing dan menghadapi banyak kompetisi dan tantangan bersama, yang memperkuat ikatan persahabatan mereka, walau diam-diam ada perasaan yang tidak seharusnya ada perlahan tumbuh seiring berjalan waktunya.
Walaupun mereka selalu bersaing, mereka belajar lebih banyak tentang cara berpikir dan bekerja masing-masing. Mereka juga belajar bagaimana merespons tekanan dan menghadapi kegagalan. Meskipun merupakan saingan, mereka juga memiliki rasa hormat yang mendalam satu sama lain.
Teman-teman sekelas yang melihat ketegangan di antara mereka berdua hanya tersenyum dan berbisik-bisik pelan, situasi ini selalu terjadi di antara mereka berdua. Mereka secara serentak berpikir dengan penasaran, ‘Siapa yang akan keluar sebagai juara kali ini?’ Suasana persaingan yang tak pernah mereda antara Arya dan Rina selalu menantang, dan hasilnya selalu menjadi misteri yang menghibur bagi semua orang di sekitar mereka.
Waktu pun berlalu dengan cepat dan hasil ujian akhir pun diumumkan. Arya yang melihat dirinya yang masih berada di posisi pertama menghela napas dengan lega dan tersenyum puas, sedangkan untuk Rina yang juga tetap berada di posisi kedua, merasa bangga dengan pencapaiannya meski dia sedikit kesal karena kalah dari Arya lagi.
Setelah pulang sekolah, keduanya melangkah menuju ke taman sekolah bersama, ke tempat yang jarang dilalui orang lain. Cuaca hari ini indah, rerumputan hijau yang seakan menari-nari di bawah belaian angin, cahaya matahari yang tidak terlalu terik cukup terang memberikan suasana yang hangat dan nyaman.
“Jadi apa permintaanmu, Arya?” tanya Rina dengan muka masam.
Arya tidak langsung menjawabnya dan hanya tersenyum tipis. Sebenarnya ada hal yang selalu disembunyikan oleh Arya dari Rina, bahwa dia akan pindah ke luar kota, ke tempat yang sangat jauh tepat sehari setelah kelulusannya karena masalah pekerjaan orang tuanya.
Dengan kata lain, mereka mungkin akan berpisah dalam waktu yang sangat lama atau mungkin tidak akan pernah ketemu lagi. Arya selalu mencoba mengukuhkan hatinya untuk memberitahukan hal itu kepada Rina namun saat dia melihat mata dan senyuman cerah Rina, ribuan kalimat yang telah dia persiapkan tidak dapat dikatakannya. Dia tidak mau melihat wajah sedih Rina.
Arya menatap gadis yang berhasil mencuri hatinya, dengan tatapan penuh dengan kesedihan yang mendalam namun juga tekad, ‘selama ini aku selalu saja menahan diri tetapi tidak untuk kali ini,' ucapnya dalam hati.
Arya kemudian perlahan berjalan mendekati dan berhenti di hadapan Rina, dia mengulurkan tangannya untuk menyelipkan rambut berantakan Rina ke belakang telinganya, “... Rina, permintaanku cukup sederhana, aku ingin kamu menungguku, maukah kau melakukannya?” Bisiknya.
Arya sudap siap jika Rina saja menolak melakukan permintaannya itu, Arya tidak akan memaksanya, dia sudah menyiapkan hatinya untuk kemungkinan terburuk. Tapi dia masih saja berkata dengan penuh harapan kecil.
Dan di luar dugaannya, Rina tidak banyak bertanya seperti sudah lama mengetahui hal yang selalu di sembunyikan Arya itu, “Baiklah, Aku harus menunggu sampai kapan?”
Arya sedikit melebarkan matanya saat mendengar nada acuh tak acuh Rina, tapi dia kemudian menghela napas tak berdaya dan bergerak untuk memeluk Rina, “Lima, tidak… tiga setengah tahun, aku ingin kamu menungguku selama 3 setengah tahun... Aku berjanji tidak akan lama...” bisik Arya pelan di samping telinganya.
“Jadi janganlah menangis....” Bujuk Arya dengan suara lembut bercampur sedikit kepanikan sembari menepuk-nepuk punggung Rina perlahan.
“Siapa yang menangis.? Aku tidak menangis sama sekali!” Ketus Rina dengan suara serak. Ujung matanya yang memerah menunjukkan bahwa dia sekarang sangat menahan diri untuk tidak menangis.
Sebenarnya tepat sebelum mereka membuat pertaruhan itu, Rina sudah lama tahu jika Arya akan pindah ke kota lain sehari setelah lulus, Rina tentunya merasa sedih dan selalu berpura-pura tidak mengetahui hal yang ingin Arya coba katakan kepadanya karena takut tidak bisa menahan diri untuk tidak menangis di depannya. Ya, Rina juga menyukai Arya sejak lama.
Rina juga memiliki sebuah keinginan egois, ‘Untung saja bukan aku yang menang...’ pikir Rina sedih. Jika saja yang menang di pertaruhan itu adalah Rina, dia mungkin tidak akan bisa menahan diri untuk meminta Arya untuk tidak meninggalkannya. Meski dia tidak rela namun dia juga tidak ingin menghancurkan masa depan orang yang dicintainya hanya karena keegoisannya sendiri.
Setelah menenangkan emosinya, Rina pun menarik napas dalam-dalam dan kemudian sedikit mendorong Arya, “Jangan membuatku menunggu terlalu lama,” ucap Rina kesal dengan wajah yang sedikit memerah karena malu.
Melihat Rina yang sudah menenangkan dirinya, Arya pun tersenyum dan berkata, “Kamu benar-benar hebat, Rina. Tapi aku tidak bisa membiarkan gelar ini lepas begitu saja.”
Rina yang sudah dapat mengontrol emosinya dengan baik, menatap mata Arya dan berkata, “Aku tahu, Arya. Aku bangga bisa bersaing denganmu. Tapi sekarang, mari kita tinggalkan persaingan ini, kita fokus pada masa depan,” ucapnya pelan dengan senyuman yang merekah di wajahnya.
Satu perempuan dan satu laki-laki berdiri di bawah pohon rindang, angin sepoi-sepoi hangat menghembuskan rambut keduanya dengan lembut, gemerisikan dedauna yang menenangkan dan juga senyum tulus menghiasi wajah mereka berdua, Menciptakan momen indah yang tak terlupakan, Bagaikan bunga yang selalu mekar dalam setiap musim, kenangan itu akan selalu mekar dengan indah di dalam hati mereka.
Di bawah langit yang cerah, mereka berdua mengungkapkan keinginan tersembunyi masing-masing, meski mereka mungkin tidak akan dapat bersaing lagi karena mereka akan fokus ke masa depan untuk mengejar impian, tetapi mereka diam-diam membuat janji dan akan selalu mendukung satu sama lain.
.........
Tiga tahun pun telah berlalu begitu saja, Arya dan Rina yang sudah berhasil mengejar impian dan sukses dalam karier, akhirnya bertemu kembali lagi di sebuah kafe kesukaan mereka, yang selalu dikunjungi bersama semasa SMA.
Mereka duduk berhadapan, segalanya seakan kembali seperti sedia kala. Mereka yang dulu masih bocah SMA yang selalu suka bermain-main dan bersaing setiap harinya, berubah menjadi orang dewasa yang berkarakter unggul.
Kebahagiaan mereka setelah berjumpa kembali setelah sekian lama tidak bertemu, Tidak bisa mereka sembunyikan di wajah mereka.
Mereka menyapa dan berbincang mengenai masa lalu untuk beberapa saat sebelum akhirnya Arya berkata, “Rina, selama ini ada suatu hal yang selalu ingin ku sampaikan padamu.”
Arya, yang telah tumbuh menjadi seorang pria tampan, maskulin, yang sukses dengan bisnis yang berhasil dia kembangkan, memandang Rina dengan tatapan penuh nostalgia bercampur harapan dan juga cinta, bagaikan api yang tidak pernah padam. Dia membuka mulutnya dan berkata, “Maukah kamu menunaikan permintaanku ini?”
Rina, yang sekarang juga sudah tumbuh dan menjadi seorang wanita yang sukses, tersenyum elegan dan mengangguk, “Tentu saja, apa permintaanmu?”
Arya perlahan berdiri dan mengambil buket bunga yang dititipkannya sebelum datang ke kafe, kemudian berlutut di hadapan Rina, “Aku mencintaimu, Rina. Aku ingin menghabiskan seluruh masa hidupku bersama denganmu.”
Awalnya Rina terkejut, namun dia segera merasa sangat bahagia. Rina menatap pria tampan dihadapannya dengan cinta yang mendalam, seakan ingin menenggelamkannya di dalam lautan cintanya, Rina pun membalas, "Aku juga ingin menjadi orang yang akan menemanimu hingga akhir kehidupan..." ucapnya pelan.
Seumur hidup mereka, persaingan dan kompetisi selalu menjadi bagian dari perjalanan mereka. Tetapi, seiring berjalannya waktu, mereka menyadari bahwa kepuasan sejati tidak hanya berasal dari kemenangan dalam persaingan itu. Ini bukan karena mereka telah berhenti bersaing, melainkan karena mereka telah tumbuh dan memperoleh begitu banyak pengalaman berharga dalam prosesnya.
Tapi, di tengah-tengah semua itu, kadang cinta juga bisa datang tanpa peringatan. Mungkin itu bukan karena mereka berhenti bersaing, melainkan karena mereka telah tumbuh dan mengumpulkan begitu banyak pengalaman yang juga menghadirkan momen romantis yang tak terduga dalam hidup mereka.
———The end