Di sebuah hutan, hiduplah seekor kucing kecil yang sangat lucu dan cantik. Bulunya adalah yang paling halus di antara para kelinci di hutan itu, warna bulunya putih bersih tanpa cacat sedikit pun. Namanya adalah Kittens. Ia hidup berdua bersama ibunya. Ia sangat menyayangi ibunya, apa pun yang terjadi. Pagi itu Kittens sedang ke luar untuk berjemur di padang rumput. Ia selalu melakukan kegiatan berjemurnya setiap pagi. Ia sangat terobsesi dengan pujian teman-temannya atas kecantikan paripurnanya.
“Pergi berjemur lagi, Kits?” sapa monyet, temannya. Kittens hanya mengangguk dan tersenyum pada si monyet. “Kau itu sudah terlalu cantik, sangat cantik maksudku. Untuk apa berjemur?” puji monyet. “Ya… tentu saja. Walaupun begitu aku juga masih harus menjaga kecantikanku agar tetap paripurna.” Jawabnya, tanpa berhenti berjalan. Suaranya seperti beledu.
Begitu sampai di ujung padang rumput, Kittens tersenyum dan langsung menghirup udara segar dalam-dalam. Ia memandangi sekitarnya, lagi-lagi senyum tersungging di wajahnya. Ia langsung melenggang masuk ke hamparan semak-semak yang tinggi. Tubuhnya tidak terlihat lagi saat memasuki hamparan semak-semak tinggi itu. Ia menuju tempat favoritnya: tempat yang ditumbuhi rumput pendek dan disinari matahari. Ia langsung berbaring di tempat itu. Baru beberapa saat ia di sana, terdengar suara sepatu dihentak-hentak. Kittens bangkit dari berjemurnya dan terlihat jelas seorang pria tua memegang anak panah di tangan kirinya: pria itu seorang pemburu.
Pria itu menghadap lurus ke depan seakan-akan tidak menyadari keberadaan Kittens. Begitu Kittens sadar kalau itu pemburu, ia langsung berlari kembali ke arah hamparan semak-semak tinggi. Tapi yang dilakukan Kittens itu membuat pemburu tertarik. Pemburu itu melepaskan anak panah dari tempatnya dan mengarahkannya pada Kittens. Dua bidikan meleset, dan saat anak panah ketiga dilepaskan, pemburu itu berhasil memanah Kittens. Kittens diam tak berkutik karena lemas. Ia hanya mengeong pelan. Matanya makin lama makin menutup. Mata Kittens terbuka. Ia gelisah ketika mendapati kaki depannya diperban. Ia sadar sedang dikurung. Terdengar suara dua orang pria sedang berbicara.
“Yang ini, tuan? Ini baru saja ku tangkap pagi tadi di padang rumput sebelah hutan.” Tanya seorang pria tua, pemburu, kepada pria satunya. “Wah, hebat. Ini baru bagus. Kalau begitu, hutangmu padaku sudah lunas.” Kata pria satunya dengan nada puas. Pemburu tersenyum lega. “Aku akan membawanya ke kota besok pagi pukul 07.00. Ingat, jaga dia baik-baik. Aku tidak mau ada cacat sedikit pun!” “Baik, Tuan.” Jawab si pemburu. Kemudian terdengar langkah kaki. Pintu terbuka. Cahaya masuk ke dalam ruangan.
Begitu kedua pria itu ke luar, Kittens berusaha membuka kurungan dengan menubruk-nubrukkan tubuhnya ke kurungan yang terbuat dari jeruji besi itu. Begitu mendengar suara bising, si pemburu langsung berlari ke dalam, menghampiri kurungan Kittens. Sore berlalu terlalu lama bagi Kittens. Malam itu pemburu tidur di luar. Pintu terbuka. Tiba-tiba, muncul sosok hitam dari kegelapan malam. Berjalan ke arah Kittens. Kittens langsung bangun untuk memperhatikan sosok hitam itu.
“Kau baik-baik saja, Kita?” tanya sosok hitam itu, sepertinya Kittens mengenalnya. “Black? Apa yang kau?” “Ssstt… jangan berisik? begini, aku tadi menemukan kacamatamu di padang rumput. Aku melihat bercak-bercak darah dan aku mengikutinya sampai ke tempat ini. Jadi apa kau masih ingin di sini?” jelas Black. Kittens hanya menggeleng.
“Jadi, bagaimana cara membuka benda ini?” “Sepertinya tadi si pemburu meninggalkan kuncinya di atas meja itu,” Kittens menunjuk meja kayu di sebelah pintu. “Baik, serahkan padaku.” Black melompat-lompat ke arah meja. Kemudian kembali dengan membawa sesuatu, kunci. “Baiklah, sekarang yang mana kuncinya…” katanya berulang-ulang sambil mengotak-atik rentetan kunci dan mencobanya ke kurungan.
Akhirnya ia menemukan kunci yang benar. Pintu kurungan terbuka. Kitens langsung berhambur ke luar dan memeluk Black, tidak memedulikan kakinya yang sakit. Black terkejut karena selama ini Kittens tidak pernah menyukainya. “Terima kasih, Black. Dan maafkan aku atas semua yang telah kul–” Black menempelkan jarinya ke mulut Kittens. Kittens mendekatkan wajahnya ke wajah Black. Dan… *KISS* Black langsung mengajak Kittens ke luar. Mereka berlari-lari berdua. Kembali ke hutan. Dan, mereka pun mengucapkan sebuah janji. Janji untuk tidak akan berpisah.
“Selamanya.”
Cerpen Karangan: Rizal Boy Oktavian Facebook: Rizal Oktavian