Nyanyian jangkrik menemani seorang anak yang duduk di meja belajar dengan cahaya redup dari sebuah lampu. Di tengah malam, saat semuanya sudah terlelap dia masih saja berkutik dengan buku bukunya. Dia adalah Meira Dwi Larasati, seorang anak kedua yang dilahirkan di keluarga yang sederhana. Dia mempunyai kelebihan yang mungkin saja bisa membuat orang iri. Dia selalu mendapat ranking 1 di kelasnya sehingga bukan tidak mungkin ada orang yang iri kepadanya.
Di kesunyian malam dia terus berfikir, membaca, menulis, menghitung, dan mengerjakan soal-soal yang ada. Dia pantang menutup bukunya sebelum soal yang sedang dikerjakannya itu ditemukan jawabannya. Saat sedang fokus dengan bukunya ada seseorang yang mengintip dibalik pintu kamarnya dan membuka pintu tersebut perlahan.
“Nak ini sudah malam, kenapa belum tidur?” Tanya seseorang tersebut. Meira terkejut, “Eh Ibu bikin kaget saja. Ini aku sedang belajar Bu.” Kemudian Ibu tersenyum Tapi ini sudah sangat larut, lanjutkan besok saja nak.” Meira mengangguk sebagai jawabannya.
Keesokan harinya Meira terbangun karena mendengar suara adzan subuh. Dia bergegas mengambil air wudhu kemudian melaksanakan solat. Setelah itu, dia pergi ke dapur dan melihat Ibunya sedang berkutat dengan alat masaknya. “Ada yang bisa aku bantu Bu?” Tanya meira. “Eh meira, tidak usah. kamu mandi saja terus sarapan.” Jawab ibunya. “Baik Bu” Kata Meira.
Burung bernyanyi dengan sangat merdu dan mentari pun tersenyum dengan cerah. Seorang gadis pergi ke sekolah dengan riangnya sambil menghirup udara pagi yang masih segar. Karena jarak rumah dan sekolahnya tidak begitu jauh, jadi dia berangkat dengan berjalan kaki. Hanya butuh waktu 5 menit, dia sudah sampai di sekolah.
Sesampainya di kelas, Meira langsung duduk di tempatnya. Tiba tiba Bintang duduk disamping Meira. Bintang adalah satu satunya teman dekat Meira. “Hai ra, pagi sekali kamu datang ke sekolah, semangat banget kayaknya.” Meira menoleh “Eh bintang, iya nih harus semangat dong.”
Waktu berjalan begitu cepat, baru sebentar berbincang-bincang bel tanda dimulainya jam pelajaran pertama dimulai. Mata pelajaran pertama adalah matematika. Meira sangat suka pelajaran tersebut. Baginya menghitung adalah hal yang menyenangkan. Bu Ema sebagai guru matematika masuk ke kelas Meira dan memulai pelajaran.
“Baik anak-anak, kita cukupkan pertemuan hari ini. Silahkan bersiap untuk pelajaran selanjutnya, terima kasih.”
“Oh iya, Meira selamat ya kamu terpilih menjadi perwakilan sekolah untuk mengikuti lomba olimpiade matematika. Belajar yang rajin ya, waktunya tinggal 1 bulan lagi. Jangan sia-siakan kesempatan ini.” Meira mengangguk “Baik Bu.” Di bangku sebelah ada Indah yang sedang menatap Meira sengit. Lalu Indah bangkit dan menghampiri bangku Meira kemudian menggebrak meja. “Heh kok kamu si yang jadi perwakilan sekolah. Harusnya kan aku.” Meira terkejut “Aku ngga tau Indah, kan bukan aku yang menentukan.” Jawab Meira pelan. “Ngga tau ngga tau, pokoknya aku ngga mau tau kamu harus mundur dari lomba ini.” Kemudian Bintang datang “Eh apa apaan si kamu ndah, kamu ngga berhak ya ngatur Meira buat mundur dari lomba itu.” Kemudian Indah pergi sambil menghentakkan kakinya.
Hembusan angin menerpa wajah cantik seorang gadis yang sedang memandang padatnya jalanan di bawah sana. Ya siapa lagi kalau bukan Meira, dia memutuskan pergi ke rooftop sekolah setelah kejadian itu. Dia merasa harus menenangkan pikiran dan hatinya. Di satu sisi dia tidak ingin menambah musuh tapi di sisi lain dia sangat ingin mengikuti lomba itu karna dia ingin membanggakan orangtuanya.
Tepukan di pundaknya mengejutkan dia yang sedang melamun. “Eh Bintang, kamu ngagetin aja si.” Kemudian Bintang berdiri tepat di samping Meira “udahlah ra, ngga usah kamu pikirin si Indah, kamu harus tetep ikut lomba itu.” Meira menatap Bintang “Terus Indah gimana? Aku ngga mau ada musuh.” “Biarin aja dia, kamu harus ikut lomba itu. Lomba itu kan yang kamu pengin ikuti?” Indah menghela nafas “Iya si, ya udah aku ngga bakal mundur dari lomba itu.” Bintang tersenyum “Nah gitu dong, harus pantang menyerah.”
Waktu perlombaan semakin dekat, Meira semakin giat belajar. Saat sedang belajar di bangkunya tiba tiba Indah datang “Heh ternyata kamu ngga mau nyerah ya. Ya udah aku doain semoga kamu kalah di perlombaan nanti.” Kata Indah sambil tersenyum mengejek dan berlalu pergi. Meira hanya diam dan menatap kepergian Indah. Ternyata Bintang mendengar ucapan Indah tadi. “Udah ngga usah dipikirin omongan si Indah itu, kamu pasti bisa dan menang. Percaya sama aku.” Meira hanya mengangguk.
Akhirnya hari dilaksanakannya olimpiade tiba, Meira sudah bersiap sejak pagi. Dia meminta restu kepada Ibunya. “Bu, doakan Meira hari ini mengikuti lomba olimpiade matematika. Semoga semuanya lancar dan Meira bisa jadi juara.” Ibu memeluk Meira sambil berkata. “Ibu selalu mendoakanmu nak. Kamu pasti bisa, semangat ya.” Meira tersenyum dan pamit pergi ke tempat perlombaan.
Sesampainya di tempat perlombaan dia bertemu dengan Bintang. Bukan Meira yang minta ditemani namun Bintang yang ingin menemani dan mendukung Meira. Akhirnya lomba pun dimulai, Meira melewati beberapa babak hingga sampai ke babak final. “Semangat ra, kamu pasti menang.” Ucap Bintang.
Akhirnya babak final berakhir dan tiba saatnya pengumuman pemenang. Tangan Meira berkeringat dingin, dia sangat gugup. “Dan pemenang lomba olimpiade matematika tahun ini jatuh kepada Meira Dwi Larasati. Selamat untuk pemenang dan di mohon untuk menuju ke atas panggung.” Ucap sang pembawa acara. Meira terdiam, dia tidak menyangka akan menjadi juara. Meira bergegas ke atas panggung untuk menerima piala dan hadiah lainnya. Di bawah panggung Bintang sudah menunggu.
“Kan bener apa aku bilang, kamu pasti menang ra. Selamat ya.” Ucap Bintang. Meira tersenyum, sekarang dia percaya dengan doa dan usaha semuanya akan berjalan dengan lancar.
Cerpen Karangan: Mivi Dwi Lestari Blog / Facebook: Mivii Dwii Lestarii
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 13 Januari 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com