Aku mangut-mangut menatap ponselku. Tidak ada sesuatu yang berubah. Jangankan telepon bahkan pesan singkat saja tidak hadir.
Aku hempaskan tubuhku di atas kasur setelah pulang bekerja. Rasanya sangat lelah tidak seperti biasanya. Ya rasa lelah hatiku menjalar dan menjangkiti tubuhku. Aku memejamkan mata. Membayangkan seseorang. “Sedang apa dia?” Pikirku
Seketika hadir bayang seseorang yang kurindui. Seorang pria tersenyum tipis padaku. Ia tampak membenarkan kacamatanya yang silau-silau kehijauan itu. Mengerutkan dahinya. Ia mematung membisu. Ingin sekali aku merangkulnya namun kuurungkan niat tersebut. Aku hanya bukam menatapnya. Iapun balas menatapku tajam. Seketika menghilang.
“Yah…. cuma khayalan” seketika juga aku membuka mata. Dan kembali ke alam sadarku.
Aku kembali meraih ponselku. Kutatap layarnya lekat-lekat. Terasa ada yang bergaung-gaung dalam telingaku mengatakan agar aku segera menghubunginya. Tapi ada yang bergejolak dari arah yang lain menahanku untuk menekan tombol hijau. Yah… aku terlalu gengsi untuk menghubunginya. Tapi jika aku terus bertahan atas gengsiku tentu aku akan semakin khawatir dan rindu. Ada rasa berkecamuk dalam dadaku. Sesak. Kutangkis segala rasa dan mulai memencet-mencet tombol ponselku.
Lagi apa? -Send
Kemudian sejam kemudiam datang balasan dari nomor tadi.
-Lagi di Cafe-
Kemudian tampak nomor tersebutpun menghubungiku. Aku sontak kaget apakah harus mengangkatnya ataupun tidak. Jika kuangkat harus berkata apa aku? Dan jika tidak kuangkat apa yang nanti dipikirkan cowok itu. Eittss… tunggu! Dia lagi dinner? Dengan siapa? Entahlah, bahkan rasanya kepalaku mau pecah membayangkan hal yang benar-benar tidak kuketahui. Mungkin saja dia telah bersama yang lain. Tak kupedulikan lagi si dia yang sedang menghubungiku sampai panggilanpun terhenti.
Apa arti sebuah hubungan ini menurutnya, aku pun tidak tahu. Jelas sekali Ia yang memulai untuk hubungan ini. Hubungan yang katanya pacaran namun tidak ada tanda-tanda pacaran yang kuperhatikan. Hanya awal-awalnya saja selalu mengirim kabar dan bertemu, mengobrol dan menghabiskan waktu bersama. Ya hanya awalnya saja. Bahkan setelah itu sekedar memberi kabar saja jarang.
Akupun begitu sama sepertinya. Aku tak berusaha memperbaiki hubungan ini. Hingga hubungan ini kian hari kian hambar dan membosankan. Akupun enggan bertanya serta menutut lebih. Aku hanya mengikuti alurnya saja. Aku percaya jika memang dia mencintaiku tentulah Ia akan berjuang keras untuk itu. Tapi dia tetap bersikap hambar, aku tidak akan mencegahkannya karena ku yakin mungkin benar dia tidak serius mencintaiku. Aku juga tidak akan mau menjadi pengemis cinta hanya untuk mengutip keping-keping perhatiannya. Aku lebih memilih menyibukkan diriku dengan berbagai hal hanya sekedar mengusir sepi. Yah sepi.
Disini aku setia menunggunya ya sekedar menunggu. Namun yang ditunggu terkadang tidak sadar akan hal itu. Aku hanyalah manusia biasa. Menungguku bisa saja memahat sedikit demi sedikit rasa sayangku. Hingga pahatan itupun semakin tak karuan dan bisa saja digantikan oleh yang lain.
Cerpen Karangan: Miera yohana Blog / Facebook: mieralatte.blogspot.co.id / Miera latte