Selamat pagi. Do’aku, semoga kehendak-Nya tak merubah perasaan itu menjadi benci. Dan di sini, biarkan aku sendiri, menyaksikan kisah-kisah lain yang biasa aku lalui bersamamu, wahai pujaan hati.
Persilahkan diriku untuk (selalu) pergi, memberikanmu segenggam waktu untuk sekedar membahagiakan hati, tentunya bersama orang yang selalu bersamamu di sisi, jika memang hadirku hanya membawa luka pedih diantara kalian sendiri. Kalaupun kau berniat ‘tuk menyakitiku. Tenang saja. Aku tahu diri. Sebab memang aku tak punya hati, untuk dilukai.
Desir semilir angin membelaiku mesra. Hembusnya pun meliuk-liukkan rambutku hingga aku merasa risih karenanya. Sedangkan kau masih sibuk mencari sesuatu. Sesuatu yang kau tahu tidak bisa kau temukan di bawah pohon kala senja ini. Tentu saja. Dirimu pun merasa sebal sebab tak kunjung temu. Aku termenung. Ah, kau amatlah teramat lucu. Aku suka senyummu. Aku suka saat kau sebal. Aku suka semua tentang dirimu. Kala itu.
Kala itu, di sini. Dirimu yang selalu tersenyum. Sendu. Lantas aku pun tersenyum, memandangi sisa-sisa kisah kita yang ternyata masih berbekas di penghujung senja dulu. Saat itu kau sedikit malu. Saat itu kau membujukku. Saat itu kau hampir buatku kelu. Saat itu kau cemburu padaku. Kau mengadu kepada angin lalu. Katamu aku menyebalkan selalu. Katamu kau percaya padaku. Katamu, kau rindu. Lalu angin membawa pesanmu padaku. Bahwa kau inginkan perhatianku, lebih dari lamunanku.
Aku yang tak berdaya, masih menikmati sisa luka. Entah sesal atau apa. Yang jelas bukan pinta, apalagi sekedar kata-kata. Aku bertanya, “Sudikah bulan bersama surya?” Senyap. Seketika. Lalu rerumputan berdansa. Angin berhembus mesra. Kicau burung melantunkan nada gembira. Senja tak menyangka.
Tak lama, senja tiba. Dirimu masih terdiam seribu bahasa. Ah, apa susahnya? Aku kan hanya bertanya, mengapa kau memikirkannya bukan malah menjawabnya?
Baiklah. Aku menyerah. “Senja, sudikah?” Kucoba untuk tak gelisah. Sekali ini saja. “Bersediakah cinta kita terekah dalam suatu ikatan yang tak akan patah. Ikatan yang membuat kita selalu betah. Ikatan yang menandai awalnya sebuah kisah. Ikatan yang hanya kepada-Nya kita bersama berserah. Ikatan yang terjalin sebab kata ‘Sah’.” “Senja, sudikah?” malam hampir tiba.
Kini, saatnya surya mengalah. Tepat setelah malam hampir tiba. Senja mulai merasa betah. Mungkin rembulan lebih mencintai senja yang selalu ia nanti kehadirannya di sisi. Di sini. Di ujung harapan surya yang telah terlukai.
Terima kasih sepi, karenamu aku tak sendiri malam ini. Mungkin kau ajak saja kelam. Mungkin ia mampu menambah kecewa ini semakin mencekam. Atau kau jemput saja sunyi. Barangkali ia mau melengkapi kenyataan ini. Tapi tunggu. Sebelum kau menjemputnya, biarkan aku sembunyi.
Sial. Mengapa justru rembulan yang menemaniku. Ia hanya membuat semua semakin sendu. Ia datang membawa seonggok kenangan lalu bersama ‘senja’ku dulu. Suasana menjadi syahdu. Bukan! Pilu. Salah! Ah, kau teramat lucu. Aku rindu.
Dingin mendekap erat tubuhku seakan tak mau meninggalkanku yang hanyut dalam lamunan pilu. Puing-puing sesal masih berhamburan, membayangi harapan dalam angan. Apa daya, hanya sebuah kekecewaan, yang terlanjur menjadi kenangan. Dan untuk kali yang kesekian, hancur datang berbekal luka-luka perasaan dan pedihnya pengorbanan yang tak terbalaskan oleh penantian. Panjang. Aku tak berdaya. Aku lelah. Aku rindu. Rindu yang tak kau restu.
Tampak jelas di matamu, hadirnya disisimu bawakan nyaman untukmu. Gelak tawa pecah saat dirinya di sampingmu. Tentu saja, senyum manismu merupakan pertanda bahwa diriku memang sudah tak perlu.
Kini, gelap malam hanyutkanku hingga terlelap. Semoga esok hari, lelap buatku terlena hingga terlupa akan kejamnya cinta. Meskipun aku tahu, tetap ada sepotong hati yang ikut kau bawa pergi.
Tenang saja, aku tahu diri. Jika memang hadirku membawa pedih, maka persilahkan diriku untuk (selalu) pergi, memberikanmu segenggam waktu untuk sekedar membahagiakan hati. Tentunya bersama orang yang selalu ada di sisi. Biarkan diriku sendiri, menyaksikan kisah-kisah lain yang biasa aku lalui bersamamu, di sini. Do’aku, semoga kehendak-Nya tak merubah perasaan itu menjadi benci.
Selamat Pagi
Cerpen Karangan: iMozzard