Terlihat seorang wanita muda tengah mengendap-ngendap dengan sangat berhati-hati menyusuri satu persatu pohon dan semak belukar yang ia gunakan sebagai tempat persembunyian. Tangannya sibuk memegangi sebuah senapan yang kecepatan tembakannya tak diragukan lagi disertai dengan mata yang terbuka sebelah yang tengah fokus mengatur arah tembakannya agar tepat mengenai mangsa yang ia incar. Dan..
DOR DOR DOR Tepat sasaran! Ia menjauhkan senapan itu dari depan wajahnya dan segera keluar dari persembunyiannya menuju tempat korbannya meregang nyawa. Seringaian itu tercetak dengan jelas di bibir tipisnya. Tubuh langsing dengan kulit putih bersihnya yang hanya terbalut tanktop hitam dilapisi jaket dan celana jeans robek-robek disertai dengan keringat yang mengalir dari leher menuju dadanya terlihat sangat mempesona. Rambut hitam panjangnya yang diikat asal-asalan terlihat sudah sangat lepek karena tercampur dengan keringatnya sendiri.
“Sudah kubilang jangan pernah bermain-main denganku” ucapnya seraya menatap tajam pada korbannya yang terbaring lemah tak berdaya. Tanpa ia sadari, ada seseorang yang sedari tadi mengintipnya dengan tangan yang terkepal. Wajahnya merah padam menandakan kemarahannya yang sudah sangat memuncak. “Aku akan membalas ini semua” geramnya pelan.
—
“Hei..” panggil wanita itu kepada seorang pria yang kini sedang berjalan didepannya. “Hei Laga” ucapnya lagi karena pria itu tak kunjung menjawab panggilannya. “Apa kau tak punya telinga Laga Rexa Matheo?!” teriaknya kesal. Tiba-tiba pria itu menghentikan langkahnya dan otomatis membuat wanita yang mengikutinya menubruk punggung kekarnya tanpa sengaja. “Aww..” ringisnya. Laki-laki itu membalikan badannya lalu hanya diam dan menatap wanita itu tanpa ekspresi. “Emm Laga.. Apa kau akan pergi ke perpustakaan? Boleh aku menemanimu?” ucapnya dengan wajah memohon yang dibuat-buat. “Ya, tidak” jawabnya lalu kembali melanjutkan langkahnya yang tertunda. “Apa katanya? Ya? Tidak? Sebenarnya dia ini kenapa hah?” tanyanya kesal pada dirinya sendiri. “Ashila..” panggil seseorang dari belakang tubuhnya. Wanita cantik dengan rambut panjang yang digerai itu membalikan badannya. “Oh hai Raina” jawabnya dengan senyum yang merekah. “Sedang apa kau disini sendirian?” tanyanya. “Kau tau mengapa aku ada disini” jawab Ashila dengan wajah ditekuk. “Oh, jadi sekarang mana pria pujaanmu yang sudah kau sukai sejak kecil itu?” tanyanya lagi sambil menoleh kanan kiri. “Dia sudah pergi. Lupakanlah, ayo kita kembali ke kelas” ajak Ashila sambil menarik lengan sahabatnya itu.
Bel pulang sekolah sudah berbunyi. Tetapi Ashila dan Raina masih setia menempelkan bokongnya di kursi kelas. “Jadi bagaimana kemarin?” tanya Raina pada saat semua orang sudah meninggalkan kelas kecuali mereka berdua. “Seperti yang sudah kita perhitungkan” ucap Ashila dengan raut wajah yang datar. Berbeda sekali dengan tingkahnya yang selalu ramah dan mudah tersenyum dihadapan semua orang. “Sudah kuduga. Si tua bangka itu terlalu cerewet untuk ukuran seorang lansia” ucap Raina seraya menyandarkan badannya pada sandaran kursi. “Tetapi ada masalah baru. Anak dari orang itu kini sedang mengincar kita” lanjut Raina dengan wajah yang mendadak serius. “Itu sudah pasti. Sekarang kita hanya perlu menunggu apa yang akan dilakukannya” balas Ashila dengan seringaian di bibirnya.
Keesokan harinya seperti biasa Ashila akan menguntit Laga kemana-kemana. Sekalipun Laga pergi ke toilet maka ia pun akan mengikutinya meski hanya menunggu di pintu masuk. Laga hanya bisa menghembuskan nafasnya pelan karena kesal dengan tingkah Ashila yang seperti ini.
“Laga? Apa kau tidak lapar?” tanya Ashila dibelakang punggung Laga. “Tidak” jawabnya datar. “Tapi aku sangat lapar. Ayo kita pergi ke kantin. Ayolahh..” ucapnya seraya menarik-narik lengan Laga. Laga hanya bisa pasrah dan mengikuti wanita itu dari belakang.
Sesampainya di kantin Ashila langsung memesan makanan. “Laga kau ingin makan apa?” tanya Ashila. “Terserah kau saja” ucap Laga pasrah. Laga melangkahkan kakinya menuju salah satu bangku kantin yang masih kosong. Ia pun segera duduk dan menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi. Tiba-tiba matanya menangkap seorang wanita yang sedikit mencurigakan. Wanita itu terlihat sedang memperhatikan sesuatu dengan sorot mata yang tajam. Laga masih bisa melihat jika wanita itu mulai mengalihkan pandangannya pada dirinya. Saat Laga akan mendekatinya Ashila datang dengan nampan yang berisi 3 mangkuk mie ayam dan 2 gelas es jeruk.
“Kenapa kau memesan 3 mangkuk? Memang yang satunya lagi untuk siapa?” tanya Laga heran. “Untukku” ucap Ashila dengan senyum yang sangat manis. “Kau tidak takut gemuk?” tanyanya lagi. “Justru aku menginginkannya. Apa kau tidak lihat badanku sangat kurus?” jawab Ashila dengan kekehan pelan. Laga hanya bisa mengangguk-nganggukan kepalanya dan langsung menyantap makanannya.
Jam pelajaran olahraga telah tiba tetapi murid kelas XII IPA 1 tidak berolahraga karena gurunya berhalangan masuk. Hal itu mereka manfaatkan untuk hanya sekedar bersenda gurau diluar kelas.
Saat ini seperti biasa Ashila sedang menemani Laga yang sedang duduk di bangku taman sekolah. Tak jauh dari mereka, Raina sedang asyik berfoto bersama teman sekelasnya yang lain. “Laga, emm apa kau tidak merasa bosan?” tanya Ashila. “Tidak” jawab Laga sambil membaca novel misterinya. “Benarkah? Tapi aku bosan” rengek Ashila sambil menarik-narik lengan Laga. “Lalu kau ingin apa?” tanya Laga tanpa mengalihkan pandangannya dari buku itu. Ashila tidak menjawab. Tapi didetik berikutnya tangan Ashila mulai jahil menggelitiki perut rata Laga. Laga yang sedang fokus membaca menjadi tertawa terpingkal-pingkal akibat ulah Ashila. Ashila sangat senang karena telah berhasil membuat manusia es dihadapannya tertawa. Tiba-tiba..
Set.. Sleb..
“Akkhh..” ringis Ashila sambil memegangi pundak kirinya. Laga yang mendengar Ashila meringis langsung menghentikan tawanya dan seketika matanya membulat melihat pisau yang tertancap di pundak kiri Ashila. “Ashila..” gumam Laga dengan masih sangat terkejut. “Ayo kita ke rumah sakit” lanjutnya lagi sambil memegang kedua lengan atas Ashila. Ashila hanya diam. Tiba-tiba tangan kanannya memegang gagang pisau itu dan mencabutnya sendiri. Laga meringis dengan apa yang dilihatnya. Dan tak lama kemudian Raina datang menghampiri mereka. “Ashila, kau tidak apa-apa?” tanya Raina sedikit khawatir. Ashila masih tidak menjawab. Matanya turun melihat tangannya yang sudah dilumuri darah dan secarik kertas yang dililitkan pada gagang pisau itu. Ia membukanya dan membaca isinya. “Raina, lakukan sekarang” ucap Ashila pelan. Raina hanya mengangguk dan langsung pergi dari hadapan mereka.
Laga tidak mengerti dengan apa yang sedang terjadi. Ia hanya menatap Ashila dengan pandangan bingung, terkejut dan merasa khawatir. Wajah Ashila yang tadinya begitu hangat kini menjadi sangat dingin. “Ashila.. Lukamu harus diobati” ucap Laga khawatir. Ashila hanya menatap Laga sekilas dan langsung membuka baju seragamnya, menampilkan badan putih mulusnya yang hanya terbalut kaos tanpa lengan berwarna hitam. Ia merobek bagian bawah baju itu dan menyodorkannya pada Laga. “Tolong ikatkan ini di lukaku” ucap Ashila dingin dan langsung membalikan badannya. Laga hanya meringis melihat luka itu terus menerus mengeluarkan darah. “Terima kasih” ucap Ashila dan kembali membalikan badannya.
Tak lama kemudian tibalah Raina dengan rambut yang diikat dan kostum yang sama dengan Ashila, hanya saja ia mengenakan celana jeans panjang. Ashila pun membuka rok selututnya dan ternyata ia pun memakai jeans yang sama, hanya saja jeans itu dilipat sehingga tak terlihat saat ia memakai rok. Ashila lalu mengikat rambutnya asal agar tidak merepotkannya. Tetapi bukan itu yang membuat Laga terkejut. Ia terkejut karena Raina membawa dua buah senapan besar. Raina memberikan salah satunya pada Ashila. Ashila bangkit dari duduknya dan langsung mengalihkan pandangannya pada Laga “Laga, dengarkan aku baik-baik” ucap Ashila datar. “Sekarang juga kau pergi ke sumber suara dan umumkan kepada semua murid ataupun guru agar tidak meninggalkan ruangannya. Jangan ada yang berkeliaran diluar sampai nanti aku datang. Kau mengerti?” lanjutnya lagi.
Cerpen Karangan: Nabila Utami Irawan Blog / Facebook: Nabilla Utami Irawan