Belum sempat Laga menjawab, Ashila dan Raina sudah melesat terlebih dahulu melompati tembok dan hilang dari pandangan Laga. Laga dibuat tercengang dengan apa yang terjadi. Ashila. Orang yang ia kenal sebagai wanita bermulut cerewet dan wajahnya yang selalu riang kini berubah 180 derajat. Bahkan luka yang terbilang parah pun seakan bukan apa-apa untuknya. Tapi ia teringat akan ucapan Ashila dan langsung melakukan apa yang dikatakan wanita itu.
Sementara disisi lain dua orang gadis tangguh itu sedang berlari menuju suatu tempat untuk mencari seseorang. “Rai, kita berpencar” ucap Ashila yang diangguki Raina. Mereka pun berpencar membelah sebuah hutan yang penuh dengan pohon dan semak belukar. Wanita dengan paras cantik itu terlihat sangat waspada. Senapan besar itu masih setia berada di tangannya.
“Hei wanita jal*ng” ucap seorang wanita dibelakang Ashila. Ashila membalikan badannya dan mata tajamnya menangkap sosok wanita cantik yang ditemani oleh dua bodyguard pria bertubuh besar disisi kanan dan kirinya. “Jadi kau anak Jonathan?” ucap Ashila datar. “Ya, aku Farah, anak dari pria tua yang kau bunuh itu” jawab wanita itu. “Aku tidak ingin tau siapa namamu. Aku hanya ingin tau apa maksudmu mengincarku?” tanya Ashila to the point. “Tentu saja aku akan belas dendam! Kau pikir aku akan diam saja melihatmu membunuh ayahku hah?!” bentaknya kasar. “Dan kau pikir aku juga akan diam saja saat melihat si tua bangka itu membunuh ayahku hah?!” balas Ashila tak kalah sengit.
Farah sudah kehilangan kesabarannya. Ia memukul wajah Ashila dengan sangat keras sehingga darah segar mengalir di sudut bibir Ashila. Ashila tak mau kalah. Ia pun balas memukul wajah Farah dengan sama kerasnya. “Wajah dibayar dengan wajah. Dan nyawa dibayar dengan nyawa. Aku tak akan melakukan ini semua jika tidak ada yang mendahului” ucap Ashila dingin. “Baiklah, jika begitu, lihat apa yang akan kulakukan pada priamu itu” balas Farah dengan seringaian di bibirnya. Ashila baru menyadari jika kedua bodyguard wanita ini telah tidak ada. Ia pun segera berlari menuju tempat yang pasti didatangi oleh dua bodyguard sialan itu.
Sesampainya di sekolah ia langsung menyusuri koridor dan menuju kelasnya yaitu XII IPA 1. Betapa terkejutnya dia saat melihat Laga sedang berkelahi dengan salah satu bodyguard itu. Sementara yang satunya lagi mengawasi murid-murid yang lain agar tidak berteriak. Ashila yang tersadar dari keterkejutannya langsung membidikan arah tembakannya pada bodyguard yang sedang berkelahi dengan Laga. Dan..
DOR DOR DOR
Tembakan bertubi-tubi itu tepat mengenai kepala sasarannya. Semua orang terkejut termasuk Laga yang wajahnya sudah babak belur. Ia sangat terkejut melihat penampilan Ashila yang sudah kacau. Rambut yang acak-acakan, pipi yang lebam dan darah yang mengalir dari sudut bibirnya. “ASHILA AWAASS!!!” Teriak salah seorang murid dan
BUK Ashila jatuh tersungkur ke lantai. Senapan yang sedari tadi dipegangnya kini terlempar jauh ke luar ruangan. “Brengsek!” bentak Ashila lalu bangkit dan langsung meninju wajah bodyguard itu. Mereka terus berkelahi dan tanpa sadar Farah sudah berdiri dengan senyum miringnya. Ia mengangkat senapan Ashila yang tadi terlempar lalu mulai membidik seseorang. “LAGA MINGGIR!!!!!” teriak beberapa murid yang membuat Ashila sadar bahwa Farah akan melepaskan pelurunya kearah Laga. Ashila segera menghampiri Laga lalu..
DOR DOR ..
Ashila mematung melihat darah segar yang mengalir dari dada kirinya. Tangannya terjulur untuk memegang bagian itu. “Ashila..” gumam raga pelan. Kain seragam putih yang tadi digunakan Ashila untuk menutupi luka tusukannya sudah berubah warna menjadi merah.
DOR DOR DOR DOR.. Peluru itu tepat mengenai kepala Farah. Siapa lagi pelakunya jika bukan Raina. Raina langsung menghampiri Ashila dan melempar asal senapannya.
Ashila tak sanggup lagi berdiri dan badannya nyaris saja jatuh membentur lantai jika saja Laga tidak menahannya. Luka di dada kirinya terus saja mengeluarkan darah. Ashila yang masih sedikit tersadar menjulurkan tangannya untuk mengusap pipi Laga yang lebam. Ashila tersenyum tipis sebelum kegelapan itu menjemputnya.
2 bulan sudah berlalu. Tapi Ashila tak kunjung bangun dari tidur panjangnya di rumah sakit. “Ini sudah 2 bulan, tapi Ashila belum juga sadar. Biasanya tidak selama ini” ucap Raina pada Laga yang kini sedang duduk disamping tempat tidur Ashila. Sedangkan Raina sedang duduk di sofa ruang rawat Ashila.
“Jadi ini bukan pertama kalinya?” tanya Laga terkejut. Raina hanya menganggukan kepalanya. “Ini sudah kelima.. Ah tidak, ini ketujuh kalinya dia koma. Hanya saja biasanya tidak lebih dari 2 minggu” jawab Raina polos. Laga hanya bisa menelan salivanya susah payah. Bagaimana bisa gadis yang sering terlihat baik-baik saja ini sudah berkali-kali koma.
“Aku ingin makan. Kau ingin apa? Biar aku belikan” ucap Raina seraya beranjak dari duduknya. “Tidak, aku sudah makan tadi” jawab Laga. Raina hanya menganggukan kepalanya dan langsung pergi keluar meninggalkan ruang rawat Ashila.
“Ashila, bangunlah.. Apa kau tidak rindu padaku?” ucap Laga sambil memegang tangan Ashila. “Biasanya kau mengikutiku kemana-kemana” lanjutnya lagi. “Aku merindukanmu” bisiknya didepan telinga Ashila. “Aku juga” jawab seseorang dengan suara yang pelan bahkan nyaris tak terdengar. Laga mengangkat kepalanya dan melihat Ashila yang tersenyum tipis ke arahnya. “Ashila..” gumamnya pelan. Ia langsung memeluk tubuh lemah Ashila. “Hei, kau menyakitiku” ucap Ashila sambil menunjuk dada kirinya. “Ah maafkan aku” balas Laga dengan khawatir. Ashila hanya mengangguk lemah.
“Ashila..” panggil Laga. “Hm?” jawab Ashila sambil memejamkan matanya. “Aku.. Aku..” ucap Laga terbata. “Ya, aku?” “Aku.. Mencintaimu” sambung Laga. Ashila terkejut dan spontan membuka matanya. Dia menatap heran ke arah Laga. “Kau..” “Ya. Aku mencintaimu. Amat sangat mencintaimu, Ashila Michael” ucapnya lagi. Tanpa Ashila sadari butiran hangat itu mulai mengalir dari sudut matanya. Laga tersenyum dan segera menghapus air mata bahagia itu. “Aku juga mencintaimu, Laga” ucap Ashila dengan senyum yang merekah.
10 tahun kemudian.. “Sayang, apa kau ingin teh?” tanya Ashila kepada suaminya. “Ya, asal kau yang membuatkannya” jawab Laga sambil mengecup kening Ashila.
Bugh Ashila menonjok pelan perut rata Laga. “Kau merayuku. Tunggu sebentar” ujar Ashila sambil tersenyum dan melangkahkan kakinya ke dapur. Laga mendengar suara teriakan anak kecil. Ia pun segera berlari menghampiri anak kecil itu berada. Dan betapa terkejutnya ia setelah sampai di halaman belakang rumahnya.
“Astaga Ashleen, apa yang sedang kau lakukan?” tanya Laga sedikit berteriak saat menyaksikan anak perempuannya memegang pisau. Sedangkan anak laki-lakinya sedang berdiri agak jauh sambil ketakutan dengan buah apel yang berada diatas kepalanya. “Pa, tolong aku pa, aku tidak mau mati! Aku baru berumur 7 tahun!” teriak Raga kepada papanya. “Jangan dengarkan dia pa, aku tidak akan membunuhnya. Dasar saudara kembar menyebalkan!” ucap Ashleen lalu melempar pisau itu. Untung saja pisaunya tepat pada buah apel diatas kepala Raga. Raga menjatuhkan tubuhnya diatas rumput, kaki dan tangannya gemetaran. Sedangkan Laga hanya bisa menghembuskan napasnya kasar. Ia memijat pelan pelipisnya. “Bagus sekali. Sekarang ada dua wanita berbahaya di sekitarku” gumam Laga pelan.
Tamat.
Cerpen Karangan: Nabila Utami Irawan Blog / Facebook: Nabilla Utami Irawan