“Udah petik aja,” bujuk iblis di pundak kiri. “Jangan dipetik!” peringatkan peri di pundak kanan. “Esmeralda, jangan kau bingungkan anak ini,” kata Leviathan si iblis. “Biarkan dia memetik buah itu.” “Diam kau Leviathan! Jangan kau buat anak ini tersesat,” peringatkan Esmeralda. “Tapi itu sudah tugasku sebagai iblis.”
Akhirnya anak itu berlalu pergi meninggalkan pohon mangga yang berbuah lebat. Ia kembali bermain dengan anak-anak lainnya yang bergerombol di lapangan. Perutnya memang lapar, tapi ia tahu mencuri bukan hal yang dibenarkan. “Bagus, nak,” gumam Esmeralda.
Leviathan yang kesal karena gagal menghasut anak itu menghilang. Lebih tepatnya kembali ke neraka untuk menerima hukuman. Sedangkan Esmeralda kembali ke nirwana untuk mendapat pujian atas tugasnya yang terlaksana dengan baik.
Di nirwana, Esmeralda disambut peri lain dengan tepuk tangan dan ucapan selamat. Ketika peri yang berukuran lebih besar datang, mereka menunduk hormat. Itu Aurora, sang ratu peri. “Awal yang bagus, Esmeralda.” “Terima kasih ratu.”
“Kau gagal?” tanya Azazel, raja iblis. Leviathan gemetar ketakutan ketika suara kepakan sayap Azazel mendekat ke arahnya. Raja iblis itu terkenal karena kebengisannya untuk menghasut manusia. Ukurannya pun sepuluh kali lipat dari iblis lainnya.
Slash! Tebasan pedang Azazel membelah vertikal tubuh Leviathan. Tapi sesaat kemudian tubuhnya utuh kembali. Leviathan jatuh berlutut dengan keadaan sangat lemas. Pedang itu benar-benar memiliki kekuatan yang luar biasa. “Jangan gagal lagi!” bentak Azazel. Leviathan mengangguk patuh kemudian menghilang. Ia belum mendapat tugas untuk menghasut manusia lagi, tapi ia turun ke bumi. Leviathan akan menyanyikan pujian untuk Azazel di pantai bersama iblis lainnya sebelum matahari tenggelam. Setelahnya, ia hanya akan berkeliling memperhatikan manusia yang berhasil dihasut iblis. Manusia-manusia itu melakukan apa yang biasa dibisikkan iblis, seperti merampok dan memeras orang lain.
Seorang manusia yang mengendarai mobil ugal-ugalan menjadi fokus Leviathan. Sebuah karung berat dihanyutkan laki-laki itu ke aliran sungai. Leviathan menerawang karung yang ternyata berisi mayat perempuan. Sebagai iblis, Leviathan tersenyum melihat hal itu. Ia terus mengikuti laki-laki itu sampai ke rumahnya yang jauh dari aliran sungai.
Di loteng rumah, sesosok iblis berdiri di belakang laki-laki itu. “Aku Asmodeus,” ucap iblis itu. “Apa tugasmu, Asmodeus?” “Tunggu dan perhatikan!”
Laki-laki itu naik ke kursi kecil di loteng. Sebuah tali simpul ia regangkan untuk memberi ruang. Kepala laki-laki itu masuk ke lubang tali kemudian melompat dari kursi. Untuk beberapa saat laki-laki itu tercekik sampai akhirnya ia tewas. “Hahaha,” kekeh Asmodeus. “Aku berhasil,” ucapnya bangga. Leviathan ikut tertawa mendengar kekehan Asmodeus. “Ajari aku!” “Begini nak, kau harus mencari seseorang yang mengalami hari berat. Seseorang yang putus cinta, kekalahan akademik, atau kau bisa mulai dari perempuan di rumah kayu itu,” tunjuk Asmodeus. “Dia kenapa?” “Orangtuanya bercerai semalam, sekarang dia putus asa. Cobalah!”
Leviathan duduk di pundak kiri perempuan itu. Ia menangis di kamarnya yang berhiaskan dekorasi natal. Sekarang ia tahu kenapa Asmodeus memintanya untuk menghasut perempuan itu. “Sudahlah, tidak ada gunanya kau hidup,” bisik Leviathan mulai menghasut. “Orangtuamu bercerai. Bahkan tidak seorang pun yang mengucapkan selamat natal untukmu.”
Perempuan itu beranjak ke meja belajar. Tangannya mencari-cari sesuatu di laci. Tidak lama, sebuah pisau kecil lengket di tangannya. Dengan napas berantakan, perlahan pisau itu ia dekatkan ke urat nadi tangannya.
“Jangan lakukan itu!” Baru saja Leviathan akan menyorakkan kemenangan, peri itu datang lagi. Esmeralda mendapat tugas untuk mencegah seorang perempuan yang mencoba bunuh diri. Tapi ia tidak tahu kalau itu karena bisikan Leviathan.
“Ternyata kau lagi, Leviathan,” ucap Esmeralda malas. “Terserah apa katamu, tapi kali ini aku tidak akan gagal,” ucap Leviathan yakin. “Tetap lakukan itu, nak!” Berhasil. Perempuan itu mengiris urat nadinya. Darah mengucur deras begitu cepat, membasahi lantai di sekitarnya. Beberapa saat kemudian perempuan itu jatuh tersungkur kehabisan darah dan tewas. “Tidak!” teriak Esmeralda tidak percaya.
Leviathan tertawa keras merayakan kemenangannya. Di neraka, ia mendapat hormat dari iblis lain yang tahu kejadiannya. Begitu juga pujian dari Azazel, raja iblis. “Aku tidak menugaskanmu, tapi tadi itu membuatku kagum.” “Terima kasih, Azazel.”
Sementara di bumi, Esmeralda menangisi kematian perempuan itu. Ia melihat arwah perempuan itu pergi ke neraka. Sekilas perempuan itu menangis menyesali keputusan terakhirnya di dunia. “Tak apa, nak,” ucap Aurora menenangkan. “Memang seperti itu sifat iblis. Jadi biasakan dirimu jika mengalami kegagalan.”
Esmeralda kembali ke bumi untuk menikmati matahari terbenam. Semburat oranye kemerahan dan deburan ombak menjadi ketenangan untuknya. Sedikit membantunya melupakan kegagalan tadi. Peri berbeda dengan iblis. Peri masih memiliki perasaan, artinya mereka ikut merasakan apa yang manusia rasakan. Sedangkan iblis benar-benar mati rasa. Tawa Leviathan tadi benar-benar lepas.
“Hai Esmeralda.” Esmeralda mengusap air matanya. Ia mendapati Leviathan berdiri di sebelahnya. Iblis yang semakin besar setelah kemenangan tadi menghampirinya. “Mau pamer kemenangan?” ucap Esmeralda datar. “Menjauhlah, aku benci iblis!” Leviathan duduk menggoyangkan kakinya di pemecah ombak. Dua sosok beda alam itu menatap ke arah matahari yang tenggelam setengahnya. Hari ini ia mendapat kebebasan karena berhasil membuat Azazel kagum.
“Tidakkah kau merasa sedih melihat kekacauan yang disebabkan oleh kaummu?” “Ya, sedikit, tapi aku tidak mau merasakan tajamnya pedang Azazel,” ucap Leviathan menunduk. Ia sadar tidak bisa membantah perintah Azazel, lagi pula sudah tugasnya menjadi iblis untuk menghasut manusia. “Azazel?” ulang Esmeralda. “Dia raja iblis, siapa pun yang membantahnya akan mendapat hukuman.” “Kejam,” gumam Esmeralda. “Kau bosan menjadi iblis?” “Tentu, mungkin aku iblis yang berbeda dari lainnya. Menjalani keseharianku menghasut manusia, melihat mereka mati itu meyakitkan.” “Kalau begitu, ikutlah aku ke nirwana. Mungkin kau akan merasa senang,” ajaknya “Tidak Esmeralda. Dulu kami berasal dari sana, tapi karena kesalahan pendahulu kami, kami diusir dari nirwana. Kami tidak akan bisa kembali ke sana,” sedih Leviathan. “M-maaf.” Leviathan menghilang tepat ketika matahari tenggelam sepenuhnya. Esmeralda yang tidak tahu kemana perginya iblis itu memilih untuk kembali ke nirwana.
“Apa yang ada di pikiranmu?” bentak Azazel. “Kau jatuh cinta dengan peri itu?” Slash Tebasan pedang Azazel kembali membelah tubuh Leviathan. Sesaat kemudian tubuhnya kembali utuh. Leviathan tidak selemah waktu itu, tubuhnya yang lebih besar cukup memberinya kekuatan menahan sakitnya tebasan pedang. “Berhentilah mencintai dan jalani takdirmu sebagai iblis!”
Sementara di nirwana, Esmeralda duduk di tepi kolam. Tangannya sibuk memberi makan angsa-angsa di sana. Nama Leviathan terus terngiang di kepalanya, iblis itu berhasil membuatnya kehilangan fokus. “Kau kenapa, nak? Sepertinya sedang sedih,” tanya Aurora memastikan. Esmeralda menggeleng pelan menghapus air matanya. Ia tidak tahu pasti apa yang dirasakannya sekarang.
“Kau jatuh cinta dengan Leviathan?” “Bagaimana ratu bisa tau?” “Mari ikut aku!” ajak Aurora. Mereka berjalan menyusuri rumpun rumput di nirwana. Burung-burung putih beterbangan, hewan-hewan hidup damai di sana. Cukup lama sampai mereka sampai di sebuah aliran sungai yang di atasnya berdiri jembatan dari batu mulia.
“Dulu kami bertemu di setiap ujung jembatan ini.” “Kami?” “Aku dan Azazel,” jelasnya. “Kami pernah bertemu ketika melaksanakan tugas, sama sepertimu. Tapi saat kami memilih untuk bersama, harus ada yang berkorban.”
Esmeralda mendengarkan dengan seksama cerita ratu Aurora. “Bukankah lebih baik salah satu dari kalian berkorban?” “Tidak nak, siapa pun yang menyeberangi jembatan ini akan berubah menjadi sosok lain,” ucap Aurora. “Dunia manusia harus seimbang antara kejahatan dan kebaikan. Jadi kami memilih untuk mengikuti takdir. Lagi pula kita abadi, jadi kau bisa terus bertemu Leviathan bukan?” Esmeralda mengangguk. Ratu Aurora kemudian pergi meninggalkan Esmeralda di ujung jembatan. Peri itu perlu memikirkan keputusan yang akan ia ambil.
“Esmeralda!” teriak Leviathan berlari menyeberangi jembatan. “Leviathan! Jangan!” Mereka berlari ke tengah-tengah jembatan tepat sebelum menembus portal. Leviathan yang bersikeras untuk bisa bersama dengan Esmeralda terus memaksa untuk menyeberang. “Jangan berani menyeberang jembatan, dunia harus seimbang, Leviathan.”
Leviathan terlalu keras kepala untuk menuruti ucapan Esmeralda. Iblis itu tetap menyebrang hingga sampai di nirwana. Esmeralda yang kehabisan akal terpaksa mengorbankan dirinya. Ia menyeberang ke neraka.
Dua sosok itu berubah sepenuhnya. Leviathan menjadi pangeran tampan di nirwana, sedangkan Esmeralda berubah menjadi iblis buruk rupa. Sialnya, ketika mereka mencoba untuk menyeberang lagi seakan ada tembok tembus pandang yang menghalangi.
“Kenapa kau melakukan ini, Leviathan?” “Karena aku mencintaimu! Tidakkah kau mengerti?” Esmeralda terus menangis menerima takdir barunya sebagai iblis. Begitu juga Leviathan yang tidak senang menjadi pangeran nirwana.
Di suatu sore, dua sosok itu kembali duduk di pemecah ombak di pantai. Menatap matahari di ujung sana. Terus mencoba menerima kenyataan yang mereka alami. Hari ini tugas terakhir mereka sebagai dua sosok yang bertolak belakang.
“Setelah ini semuanya selesai. Aku menjadi ratu neraka dan kau adalah raja nirwana.” “Bisakah kita berpelukan sebelum aku tidak bisa melihatmu lagi?”
Tepat ketika pelukan itu terasa hangat, mereka terbangun di rumah sakit penuh dengan luka. Mereka merasakan sakit di sekujur tubuh seakan mereka adalah manusia. Leviathan mencubit tangannya sendiri kemudian mengaduh. Tapi tersenyum lebar setelahnya karena mendapati Esmeralda terbaring di ranjang sebelahnya dengan keadaan sadar.
Cerpen Karangan: Muh Faddlan Blog / Facebook: Muhammad Faddlan Restu Setiawan