Ada banyak cara, cinta datang menyapa dan hadir dalam hidup dengan begitu indahnya.
Saat ini, itulah yang kurasakan. Akan tetapi cintaku telah dimiliki oleh seorang wanita. Ya, wanita itu adalah Lita, sedangkan dia hadir pada waktu yang tidak tepat, dengan segenap rasa yang ada kutatap dengan penuh suka cita.
Dia adalah sahabatku sejak dari kecil, kami selalu bersama hampir setiap hari karena rumah kami berdekatan, tepatnya dia adalah tetanggaku.
Pagi itu, liburan sekolah–hari minggu dia ke rumahku, kami bermain catur bersama.
Beberapa kali aku menang darinya, usai dari itu ... entah kenapa dia mengatakan cintanya kepadaku. "See–sebenarnya ... aku telah lama mencintaimu!" ucapnya terbata-bata dan menatap dengan tatapan nya yang mempesona ke arahku.
Benar saja, aku terdiam mendengarnya, seketika jantungku berdebar ... berdetak dengan cepat. "Apa ini? Perasaanku ... Ah, tidak. Aku harus sadar! Aku mempunyai seorang wanita yang begitu kucintai," batinku bergejolak dengan begitu ambyar.
Entah kenapa? Mulutku seolah berucap dengan sendirinya. "Maaf! Tapi ... aku sudah mempunyai orang yang kucintai!"
Setelah itu matanya terlihat sedikit sembab tetapi dia tetap kuasa menatap ke arahku. "Benarkah? Ma–maafkan ... aku tidak tahu! aku izin pamit untuk pulang ...." dia berlari pergi ke luar.
Apa dayaku, lagi-lagi aku terdiam. Cuma itu ... tidak bisa mengejarnya dan menjelaskannya, bibir ini terasa kelu dan hati terasa beku, pikiran melalang buana kemana-mana.
Keesokan harinya, seperti kebiasaan dia selalu ada, menunggu dan mengajak untuk pergi bersama ... tetapi sekarang dia tampak berbeda dari sebelumnya, seolah menghindar dan tak lagi ada di sampingku.
Bahkan di sekolah aku kesulitan untuk berbicara dengannya. Aku menyesalinya ... dia telah berubah sekarang, ini semua salahku.
Pagi selanjutnya, Aku berusaha mengajak dia untuk pergi ke sekolah bersama, bahkan setelah itu aku menunggunya setiap hari, tetapi dia tidak muncul sama sekali hanya seorang pembantu keluar menemuiku. "Maaf, si Non katanya tidak mau bertemu denganmu!"
"Bisakah bibi mengirimkan surat ini untuknya!" Pintaku kepada bibi itu.
Aku menulisnya. Menulis sebuah surat ... surat permintaan maaf dan juga kuharap dia baik-baik saja, bibi itu mengiakan dan masuk ke dalam rumah. Entah bagaimana setelah itu, aku tidak mengetahuinya.
Tepat beberapa hari kemudian, aku tak pernah melihat dia ke sekolah lagi, bahkan pintu rumahnya selalu tertutup, ku bertanya-tanya pada teman-temannya.
Akan tetapi semua temannya seperti mengetahui permasalahanku bersamanya, mereka membungkam seribu bahasa.
Namun, akhirnya salah satu dari mereka mengatakan bahwa dia pindah sekolah.
Beginikah? Akhirnya ... Aku dan dia berpisah. Apakah ini takdir?
Aku tidak tahu lagi harus bagaimana? Dan mengapa dulu aku menolak dia dengan mudahnya ... jujur aku menyesalinya.
Beberapa hari kemudian, aku tahu ternyata bukan sekolah saja yang pindah, tetapi dia juga pindah provinsi, tempat tinggalnya dijual. Kini ... rumah itu kosong tidak ada orang sama sekali.
Aku hanya ingin memilih setia, tetap bersama wanita yang ku cinta, tak menyangka memang. Persahabatan ini berakhir hanya sebatas penolakan berkisar waktu lima menit.
Namun, kini ada banyak doa yang kusertakan dalam setiap rasa yang mewakilinya dan hamparan sajadah yang berwarna biru ini, menjadi saksi akan doa yang kupanjatkan untuknya. Semoga dia baik-baik saja di sana.
Semoga Kebahagian yang akan selalu menyertainya. Maafkan aku ... ini semua salahku!
Beberapa hari kemudian, kabar tentang itu sampai ke telinga orang yang kucinta, dia pun memarahiku dan pergi meninggalkan dengan begitu mudahnya.
Tak sanggup aku mengertinya, apakah semua perasaan wanita itu sama? Atau ini hanya lah sebuah kebetulan saja.
Sudahlah, buat apa itu? Aku harus menerimanya karena ini adalah akibat kesalahanku sendiri.
***
Sepuluh tahun kemudian, kini aku bekerja di salah satu restoran sebagai orang yang duduk menunggu bayaran, tepatnya seorang kasir. Ya, kamu tahu itu.
Pada suatu hari
Entah takdir atau apa? aku dan dia bertemu kembali, tempatnya di depan pintu masuk, kejadiaan itu terjadi karena ketidaksengajaan, membuat kami berdua saling bertabrakan satu sama lain.
Pertemuanku dengannya membawa kenangan itu kembali hadir dalam ingatan, tak bisa kubantah memang. Dia adalah sahabat yang telah lama bersama.
"Kamu ..." ucapku tercengang seolah tak percaya.
Sayangnya ... dia berlari dengan begitu cepat, kini ku mengejarnya berusaha menjelaskan tentang semuanya, tak akan kubiarkan perasaan kecewa itu datang dan terjadi lagi seperti dulu, benar-benar tak bisa ... tak bisa ... tak bisa aku memaafkan diriku sendiri.
Kesalahan waktu itu, benar-benar kesalahan terbesar yang pernah aku lakukan.
Aku harus memperbaikinya! Semua ini adalah kesempatan yang tak bisa ku sia-siakan. Sudah lama waktu berlalu, aku dan dirinya telah berpisah begitu lama.
Betapa perasaan rindu ingin bertemu itu menggebu-gebu dengan tiada hentinya, gejolak perasaan yang berkobar seperti kobaran api yang menghanguskan.
Akan tetapi dia telah menghilang dengan jejak yang tak bisa kutemukan. Lagi-lagi dungkrakan hati menghampiri, benar saja. Rasanya sakit ....
Aku tak begitu mengerti tentang dirinya, tentang semua perasaan nya, bagaimana cara menjelaskan nya? Aku tak tahu.
"Apakah kamu melihat seseorang berlari ke arah sini, ciri-ciri nya ... dia memakai baju berwarna merah dengan jilbab putih yang panjang, serta memakai tas berwarna biru," tanyaku pada salah satu orang yang lewat.
"Maaf, aku tidak melihatnya," jawab orang itu menatap ke arahku.
"Terima kasih," ucapku beranjak pergi mencari dia dengan berlari. Jujur berlari itu lelah, sekarang napasku terengah-engah.
Kutatap arah sekitar, tak ada. Memang tak ada, aku sudah pasrah, mencoba menghela napas, berjuta kata maaf kukatakan dalam hatiku untuk dirinya.
Segurat tanda tanya berhamburan dalam benak pikiranku, mengapa dan kenapa? Kuterdiam, tertunduk memejamkan mata dalam dekapan penuh pertanyaan.
Tiba-tiba desiran suara angin terdengar, ada sebuah tangan yang mulus mengelus bahuku.
"Narak ..." ucapnya kepadaku.
Aku membuka mataku, sosok wanita berdiri di depanku, betapa terkejutnya perasaan, wanita itu adalah sahabatku.
"Wapta ..." ucapku dengan perasaan penuh kebahagian.
Ada banyak penjelasan yang kuutarakan melalui ucapan. "Maafkan aku, Wapta. Dulu aku tak begitu mengerti perasaanmu!"
Kemudian aku menjelaskan alasan yang cukup panjang kepadanya, dia benar-benar mengherankan. Saat menjelaskannya dia malah tertawa dengan nyaringnya.
"Kenapa kamu tertawa?" tanyaku
"Tidak ada apa-apa. Aku sudah memaafkanmu sejak lama dan kuharapkan dirimu bahagia bersamanya," kata dia dengan tersenyum menatap ke arahku.
Dia bagaikan bunga yang mekar, keindahan senyuman yang terpancar, hampir-hampir membuat nadiku bergetar.
Saat itu, di sebuah tempat parkir dan suasananya tampak sepi, kuutarakan beberapa patah kata, mengucapkan nya dengan penuh rasa.
Sebuah perasaan itu terucap berupa kata maaf berkali-kali tanpa bosan sama sekali.
Berkali-kali juga dia memaafkannya, dan aku begitu senang mendengarnya.
Tamat
____________________________
Cerpen pertama, cerita di atas adalah fiksi ... mohon yang pandai bikin cerpen untuk memberi kritik yang pedas soal cerpen di atas, dan tentunya soal tanda baca juga, atau ketikan yang typo. Terima kasih!