Cerita ini terjadi di tahun delapan puluhan. Cerita nyata yang dialami oleh seorang gadis cilik yang pemberani dan juga rajin. Panggil saja namanya Diana.
Diana tinggal di sebuah desa di kaki bukit. Dia hanya tinggal bersama neneknya. Ayahnya sudah menikah lagi dan ibunya merantau ke kota.
Nenek Dania tinggal di desa yang terletak di kaki bukit. Ada juga tebing yang menjulang tinggi. Orang- orang biasa menyebut tebing itu dengan sebutan gunung kendeng.
Di sana masih banyak hewan yang berkeliaran. Seperti anjing, monyet, rusa , harimau kumbang, trenggiling, babi hutan dan masih banyak lagi.
Tempat tinggal Diana belum ada listrik , jadi untuk penerangan biasanya warga desa menggunakan cempluk. Dan jika ingin keluar di malam hari warga harus menggunakan obor
Saat itu usia Diana masih menginjak sepuluh tahun. Tapi dia sudah membantu nenek dan juga kakeknya untuk menghasilkan uang. Setiap pulang sekolah Dania menyusul kakek dan neneknya yang bekerja sebagai petani.
Di ladang Dania mencari daun yang dapat ia jual ke pasar. Biasanya Diana mencari daun pisang dan juga daun jati.
" Sudah cukup cah ayu... sekarang sudah sore. Lebih baik segera pulang," kata nenek Dania .
Dania masih mengambil daun jati yang tumbuh di ladang neneknya.
" Baik Mbah," jawab Dania dengan sopan.
" Ya sudah kita pulang sekarang. Pak de mu juga sudah pulang."
Nenek Dania membawa seikat rumput untuk pakan kambing yang ia pelihara. Sedangkan Dania membawa daun yang sudah ia peroleh. Keduanya berjalan dengan hati-hati. Karena ladang mereka terletak di pinggir tebing
" Besok Mbah tidak bisa menemani ke pasar. Mbah harus pergi ke rumah bulek mu."
" Tidak papa, besok saya bisa pergi bersama dengan Laila dan Saskia."
Hampir setiap hari Dania mengikuti neneknya ke pasar. Ada saja barang yang mereka jual. Jika bukan daun, kelapa, ubi, singkong,dan apapun yang bisa mereka jual .
Sehabis sholat subuh Dania sudah menyiapkan barang-barangnya. Setelah selesai dia berpamitan dengan neneknya.
" Nek ... Nia berangkat dulu."
" Iya hati-hati di jalan. Jangan lupa bawa obornya ."
" Baik nek."
" Kalau nanti ketemu sama penunggu hutan Jaten jangan lupa yang sudah saya ajarkan."
" Baik nek, assalamualaikum!"
" Wa alaikum salam warahmatulloh."
Nia membawa daun di atas kepalanya, lalu membawa obor di tangan kanannya.
" Bismillahirrahmanirrahim... semoga tidak hujan," gumam Dania saat melangkah keluar rumah.
Rumah nenek Dania berada paling atas, dan rumah
nya paling dekat dengan tebing . Dania berjalan dengan hati-hati. Apalagi jalannya menurun. Ditengah perjalanan dia bertemu dengan kedua temannya yaitu Laila dan Saskia.
" Kok lama banget, tumben?"
" Nggak papa sih. Yuk langsung berangkat saja."
" oke!"
Mereka bertiga berjalan bersama. Dalam perjalanan tak henti mereka bercakap-cakap. Agar suasananya tidak terlalu sepi. Apalagi masih gelap.
" Kok nenek nggak ikut?"
" Nenek masih ada urusan di rumah bude."
" Gimana nih... apa nggak takut?"
'" Takut sih takut, kalau nurutin takut ya nggak bisa jajan aku."
" Sama kalau gitu."
Untuk sampai ke pesar mereka harus melewati tanah kuburan , melewati jembatan gantung dan terakhir hutan Jaten.
Sudah bukan rahasia lagi jika hutan Jaten ada penunggunya. Tidak hanya satu dua orang yang pernah mereka ganggu. Dania dan neneknya pun sering di ganggu. Tetapi nenek Dania sangat pemberani.
Tiba-tiba ada suara benda jatuh yang beruntun dari sisi mereka. Setelah mereka lihat ternyata ada setumpuk kelapa yang jatuh. Melihat setumpuk kelapa itu membuat mereka merinding.
Meskipun merinding tetapi mereka tetap melanjutkan perjalanan. Mereka saling berdzikir, tidak lagi bercakap-cakap.
Ternyata yang mereka khawatirkan terbukti. Kelapa-kelapa itu menggelinding ke arah mereka. Seketika kelapa itu berubah menjadi kepala yang menggelinding. Bukan itu yang membuat ngeri tapi
suara mereka.
Hi hi hi hi hi hi hi hi hi hi hi hi hi hi hi hi hi hi hi hi
🥴🤪🥴😏😔😉😭😂🤭😧😦😯😮😒
Banyak ekspresi yang muncul dari kepala itu. Tapi tak membuat mereka menghentikan dzikir yang telah mereka ucapkan.
" Subhanallah.... Alhamdulillah.. Alloh hu Akbar!" teriak mereka secara berulang-ulang.
Satu persatu kepala itu menghilang dari pandangan mereka. Mereka sudah bisa bernafas dengan lega. Tetapi tidak membuat mereka berhenti mengucapkan dzikir.
Saat perkampungan sudah mulai nampak ada sesosok wanita berambut panjang yang melayang di depan mereka. Pakaian yang ia pakai berwarna putih. Suaranya membuat bulu kuduk merinding.
" Tolong jangan ganggu kami. Kami akan kirimkan doa buat kamu, tapi jangan ganggu kami," kata Dania.
Meskipun takut dia tetap memberanikan diri untuk menatap sosok itu. Ternyata wanita itu langsung pergi dengan meninggalkan suara yang khas.
" Hi hi hi hi hi hi hi hi hi"
" Alhamdulillah...!
Setelah makhluk itu pergi mereka bernafas lega. Apalagi mereka sudah masuk perkampungan.
Mereka melanjutkan perjalanan yang tinggal sedikit lagi. Tetapi mereka dipanggil oleh seorang ibu-ibu.
" Tunggu nak!"
" Ada yang bisa saya bantu Bu?"
" Kalian jualan apa saja?"
" Saya berjualan daun pisang dan daun jati," jawab Dania.
" Sedangkan saya membawa ubi jalar," kata Laila.
" Saya bawa sayur bayam, sayur singkong dan daun pepaya."
" Bagaimana kalau jualan kalian ibu borong?"
" Beneran Bu?"
" Iya ... ibu nggak bohong kok. Di rumah ibu akan ada acara, jadi membutuhkan barang-barang yang kalian bawa .'
" Terimakasih Bu!"
Setelah tawar-menawar soal harga, ibu itu membawa barang-barang yang ia beli pulang ke rumahnya. Sedangkan Dania dan kawan-kawan tersenyum senang. Akhirnya habis juga jualan mereka tanpa harus bersusah-susah lagi .
Mereka tidak langsung pulang , tetapi mencari pos buat mereka istirahat sambil menunggu matahari terang. Belum juga mereka mendapat tempat sudah ada orang yang berteriak minta tolong.
" Tolong tolong tolong," teriak orang itu sambil terus berlari.
Ternyata Dania dan kawan-kawannya mengenal orang itu. Dia adalah pak Ujang yang berjualan bubur.
" Kenapa pak?"
" Lari... ada sundel bolong!"
" Tenang pak ... istighfar."
" Astaghfirullah...."
" Kalian ngapain disini?"
" Mau cari tempat duduk."
" Kok Nenek kamu nggak ikut Nia?" tanya pak Ujang begitu beliau sudah mulai tenang.
" Ada perlu sama bude. Pak Ujang tadi kenapa, terus gerobak pak Ujang mana?"
" Gerobak bapak ketinggalan."
" Ketinggalan dimana?"
" Ditengah jalan."
" Kenapa ditinggal?"
" Ada seorang wanita yang mau beli bubur bapak. Terus bapak layani . Berkali-kali wanita itu minta tambah, sampai bapak curiga. Ternyata..."
" Ternyata apa?"
" Dia sundel bolong, ya bapak lari lah."
" Sama kalau gitu pak. Makanya kami mau tunggu siang dulu baru pulang."
" Jadi begitu?"
" Ya pak."
" Kalau begitu bapak ikut kalian saja."
" oke!"
Mereka pun menemukan tempat untuk istirahat. Lalu mereka kembali setelah agak siang.
Cerita itu hanya salah satu yang dialami oleh Dania. Tapi tidak membuat Dania dan juga teman-temannya berhenti berjualan. Mereka tetap gigih mencari sedikit uang untuk membantu beban orang di rumah.