Alira meringankan langkahnya menuju masjid yang tidak terlalu jauh dari rumahnya. Waktu Ashar sudah tiba. Saatnyalah untuk mengerjakan sholat bagi setiap umat islam.
Gadis cantik dengan kerudung yang tergerai kebawah, dengan baju panjang menutupi seluruh tubuhnya berjalan dengan senyuman yang begitu indah menuju tempatnya menyembah Rabb-nya. Gadis berumur 16 tahun itu bernama Alira Aspila. Anak seorang janda yang tinggal di ujung kampung.
Alira anak yang sangat berbakti kepada orang tuanya. Walaupun ibunya mantan seorang wanita malam, namun tidak membuat Alira menghilangkan rasa hormatnya kepada sang ibu yang bernama Maura.
Gadis ceria itu tidak pernah bosan untuk pergi ke masjid untuk membantu segala kebutuhan yang ada di masjid. Baginya Masjid adalah tempat ternyaman yang harus ia jaga kemuliaannya.
Besok adalah dimana bulan ramadan akan tiba. Semua umat muslim berlomba-lomba dalam melakukan kebaikkan serta mengerjakan kewajiban dalam beribadah untuk meraih cinta dari Rabb-nya, sebagaimana seorang muslim yang berusaha untuk memperbaiki diri dari kesalahan untuk meraih Cintanya sang pencipta.
Pada suatu ketika, Bu Maura berjalan menyusuri jalanan setapak. Pergi ke kebun adalah tujuan utamanya.
“Mau kemana buk?” Tanya salah satu warga laki-laki.
Buk Maura tersenyum sembari berkata, “Mau ke kebun” Jawabnya.
“Oh iya hati-hati ya”
Tidak berapa lama, terlihat Alira menyusul dan berjalan dengan riang sembari menyenandungkan lagu kebanggaannya yaitu Sholawat nabi Muhammad SAW.
“Hai manis!” seru seorang pria dengan menatap mesum ke arah Alira.
Alira seketika tersentak, langkah kakinya terhenti dengan wajah yang cemas sekaligus takut. Pasalnya lelaki itu begitu menakutkan bagi Alira. Gadis itu terlihat melihat disekeliling, tidak ada siapapun disana untuknya meminta tolong. Jalan satu-satunya yang terlintas di pikirannya yaitu adalah lari. Namun semua itu sudah terlambat, belum sempat dirinya kabur dari sana. Lelaki itu sudah lebih dulu memegang tangannya dengan kuat. Sesuatu yang tidak ia inginkan pun terjadi disana.
Sore harinya.
Terlihat Alira sedang terisak di sudut dinding kamarnya. Rambut serta bajunya berantakan tanpa terlihat keanggunannya lagi. Dengan tubuh yang gemetar ketakutan, gadis itu terus membenamkan wajahnya di balik bantal yang ia pegang.
Krekkkkk. Suara pintu terbuka.
“Jangan sakiti aku!” teriak Alira ketakutan.
Bu Maura terlihat terkejut ketika melihat kondisi anaknya yang terlihat berantakan. Segera ia mendekati anaknya dengan setengah berlari.
“Ada apa anakku? Kenapa kondisimu seperti ini?” Tanya Bu Maura khawatir. Diusapnya pipi Alira yang sudah sembab, lalu ia memeluk tubuh Alira dengan sangat erat. Tangis Alira pun pecah disana tanpa mampu ia tahan lagi.
“Maafkan Alira Buk. Alira mau mati saja. Alira sudah tidak suci lagi” Lirih Alira dengan masih menangis di pelukan ibunya.
Bu Maura terkejut mendengar penuturan anaknya, segera dilepasnya pelukkan itu, kedua tangannya tergerak memegang kedua bahu anaknya dengan menatap Alira penuh selidik.
“Apa yang terjadi sayang?” Tanya Bu Maura.
Alira menatap ibunya dengan sangat dalam, ada kesedihan yang begitu menyakiti jiwanya, dengan hati yang berat Alira harus menceritakan semuanya kepada ibunya.
“Alira diperkosa Bu”
Bak di sambar petir di siang hari, hati Maura merasakan getaran masalalu terulang kembali. Dimana dirinya dulu juga mengalami hal yang sama sehingga membawanya ke dalam dunia hitam penuh ke maksiatan. Di tatapnya sang anak dengan sangat dalam, Maura sangat mengerti bagaimana perasaan anaknya saat ini. Pastinya hancur tiada sisa. Tidak ingin membuat anaknya semakin takut, Maura segera merangkul tubuh anak gadisnya itu, air matanya pun juga ikut meluruh melihat nasib anaknya saat ini.
Beberapa hari pun berlalu. Gadis manis berumur 16 tahun itu terlihat selalu mengurung dirinya di dalam kamar, tidak berniat untuk keluar atau pergi ke masjid seperti biasanya.
“Alira!” Seru Bu Maura lembut. Lalu duduk di samping anaknya di tepi ranjang tidurnya. Mata keduanya saling bertemu.
Maura menatap wajah sang anak, terlihat sendu tanpa semangat sedikitpun.
“Kita akan pindah dari sini, kamu mau kan?” Tanya Bu Maura dengan lembut. Alira masih diam, entah apa yang membuatnya ragu, namun meninggalkan kampung halaman membuatnya sedih. Tetapi lelaki itu selalu berkeliaran dengan bebas di sini, tidak ada yang ingin membela Alira, pasalnya lelaki itu adalah seorang juragan kaya yang mempunyai segalanya.
Alira pun mengangguk menyetujui setelah sejenak berpikir, Maura tersenyum senang, lalu mengecup lembut kening anaknya.
Setelah berberes-beres, mereka berduapun pergi meninggalkan rumahnya dengan menaiki sebuah becak. Sesampainya di tempat tujuan, Alira terlihat mengedarkan pandangannya di seluruh tempat. Dimana banyak sekali anak seumuranya bermain bersama dengan penuh kebahagiaan. Wajahnya lansung tersenyum ketika melihat seorang gadis berkerudung panjang itu yang juga tersenyum kepadanya.
“Kamu suka tempat ini?” Tanya Bu Muara. Pandangan Alia pun segera beralih kepada ibunya.
“Ini adalah tempat di mana ibu dulu tinggal. Disini juga ibu mulai berubah dari dunia hitam yang dulu pernah menjerat ibu” Lanjut Maura. Sementara Alira masih setia mendengarkan cerita dari ibunya.
Setelah sesaat berbincang, seorang pria seumuran Bu Maura pun terlihat menghampiri. Tidak lupa lelaki itu menyapa Maura dengan sangat ramah. Pandangannya seketika beralih kepada Alira, wajahnya menangkap ketakutan yang terlihat di wajah Alira kepadanya. Maura yang memang mengerti keheranan teman seperjuangannya itu segera berkata, “Abah ada? Saya ingin berbicara hal penting. Ini semua menyankut anakku Alira” Jelas Maura. Lelaki bernama Abraham itu pun segera mengangguk, lalu membawa Maura dan Alira menemui pria yang mereka panggil Abah. Abah merupakan seorang Kiai dan juga pemilik pesantren Darul Islam yang sudah berdiri 40 tahun lamanya. Sosok Abah juga dikenal sebagai lelaki yang penyayang dan sangat sopan tutur bahasanya.
Sesampainya di sebuah ruangan, Maura menyapa sang Abah dengan mencium punggung tangan Abah, lalu di susul oleh Alira yang juga mencium punggung tangan lelaki itu.
Tidak berpanjang-panjang, Maura pun segera menyampaikan keresahannya menegenai masalah yang menimpa anaknya. Terlebih lagi, melihat anaknnya Alira terlihat lebih murung dan tidak ingin beraktivitas lagi seperti biasanya.
Abah paham bagaimana perasaan anak itu, dengan lembut lelaki tua itu pun berkata, “Nabi Shollallohu Alaihi wasallam bersabda: Jika Allah mencintai seseorang hamba, maka dia akan mencobanya dengan cobaan yang tidak ada obatnya. Jika dia sabar, maka Allah akan memilihnya, dan apabila dia rhido, maka Allah menjadikannya pilihan”
“Jadikanlah sabar dan Shalat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang yang khusyu” Surah Al-Baqarah Ayat 45
“Nabi Shollallohu alaihi wasallam juga bersabda: jika terjadi suatu musibah kepada hambanya. Baik kepada badannya, hartanya atau anaknya kemudian dia menghadapinya dengan kesabaran yang baik, maka pada hari kiamat Allah malu untuk memasang timbangan baginya dan malu untuk membentangkan buku catatan amalannya”
“Allah telah menjanjikan ganjaran kebaikkan bagi hambanya yang sabar. Maka apapun itu, sebesar apapun masalah yang kita hadapi di dunia ini, sabar dan ikhlas adalah jalan yang terbaik untuk meraih rhidonya dari Allah. Rencana Allah jauh lebih baik dari rencana hambanya, maka janganlah berburuk sangka kepadanya”
Mendengar penjelasan Abah mengenai cobaan hidup, membuat Alira kembali meneteskan air mata penyesalan. Keyakinannya tentang Allah yang tadinya sempat tergoyah, kini membawa penyesalan di hatinya karena telah berburuk sangka atas cobaan yang menimpanya saat ini.
Alira pun bertekad untuk kembali kejalan Allah dimana ia sangat mencintai rumah Allah yaitu Masjid.
Mulai hari itu pun, Alira mulai menerima keadaanya dan menempuh pelajaran di pesantren Darul Islam bersama sang ibu Maura.
.
.
.
.
.
TAMAT 🌺