“Akhirnya setelah seminggu berkeliling aku mendapat pekerjaan juga, tidak apalah walau hanya sebagai tukang cuci piring yang penting halal dan aku bisa memenuhi kebutuhan hidupku sejhari-hari. Selain itu aku bisa menabung untuk membayar kontrakan. Alhamdulillah, terima kasih yaa Allah.” gumam Tiara saat akan berangkat ke tempatnya bekerja, dia berbicara di depan cermin kecil yang menggatung di tembok kontrakan kecilnya.
Tiara bersyukur dengan kehidupannya saat ini, setidaknya dia masih memiliki tempat untuk berlindung dari panas dan hujan. Kehidupannya yang berubah seratus delapan puluh derajat tidak lantas membuat semangatnya luntur.Dia tetap ceria menjalani hari-harinya, hidupnya selalu dipenuhi keoptimisan. Dia yakin suatu hari nanti semua kembali akan membaik.
“Kamu gak gerah?” tanya seseorang yang sama-sama sedang mencuci piring.
Mereka berdiri berhadapan menghadap wastapel masing-masing dengan setumpuk piring kotor.
“Enggak, aku sudah biasa” Tiara menjawab seadanya sambil menyeka peluh yang mengucur di dahinya.
“Barangkali aja mau dibuka… secara lagi kerja juga biar gak ribet aja gitu” ucapnya sedikit ketus.
Dia adalah Anna seorang gadis yang sama-sama bekerja sebagai pencuci piring. Tiara hanya tersenyum menanggapinya.
Sebenarnya dia tidak terlalu mengenal Anna, mereka hanya sesekali bertemu saat berganti shift. Anna yang bekerja shift pagi dan Tiara shift siang mereka hanya bertemu saat berganti pakaian di ruang khusus para pekerja itu pun hanya dengan bertatap dan saling melempar senyum.
Hari ini adalah weekend, Tiara sengaja mengambil pekerjaan lembur di weekend ini karena dia tidak memiliki jadwal kuliah. Begitu pun dengan Anna, dia yang sudah lebih lama bekerja di hotel itu sebagai pencuci piring lebih sering lembur dan mendapat uang tambahan di hari libur seperti ini.
Pasalnya tamu yang datang ke hotel lebih banyak dari hari biasa sehingga tawaran lembur menjadi sesuatu yang menggiurkan karena mereka akan di bayar lebih dari hari biasanya.
Pukul delapan malam Tiara dan Anna sudah selesai dengan semua pekerjaan mereka. Mereka bersiap untuk pulang, senyum lebar tersungging di bibir keduanya. Hari ini adalah hari dimana mereka mendapat upah dari hasil pekerjaan mereka selama seminggu kemarin di tambah dengan upah lembur mereka hari ini.
Karena arah pulang yang berbeda akhirnya mereka berpisah. Kebersamaan seharian ini membuat Tiara dan Anna menjadi lebih Akrab.
Tiara berjalan menyusuri jalanan yang masih tampak ramai. Malam minggu memang berbeda dari malam-malam biasanya. Keramaian kota menjadi ciri khas setiap malam di penghujung pekan ini.
Membutuhkan waktu sekitar tiga puluh menit untuk Tiara sampai ke tempat kost nya, sebelum sampai Tiara sengaja mampir dulu ke warung nasi yang tampak ramai malam itu. Karena hari ini gajian Tiara sengaja ingin membeli Nasi goreng untuknya makan malamnya, rasanya sudah sangat lama dia tidak merasakan makanan favoritnya itu.
Setelah memesan Tiara mencari kursi kosong untuk menunggu. Dia mengedarkan pandangannya menatap setiap sudut warung makan itu, tampak ramai orang yang makan di sana.
Kurang dari lima belas menit pesanan atas nama Tiara pun sudah selesai, dia segera beranjak dari tempat duduknya dan bergegas menuju kasir untuk membayar pesanannya.
Saat Tiara akan membayar, kumpulan beberapa orang menghalangi jalannya. Terlihat seorang pemuda sedang berjongkok, menunduk menyembunyikan wajahnya, tangannya di silangkan di atas kepala menghalangi beberapa orang yang seperti akan memukulinya.
Dia terus memohon namun tak membuat orang-orang itu menghentikan aksinya. Karena melihat pemuda itu tak berdaya dan terus diteriaki orang-orang yang mengelilinginya Tiara pun akhirnya membuka suara.
“Hentikan…!” teriak Tiara menghentikan seseorang yang hampir saja memukul pemuda itu.
“Kenapa kalian mau memukulinya? Bukankah dari tadi dia sudah meminta maaf?” Tiara bertanya dengan beraninya.
“Maaf Nona, pemuda ini sudah memesan makanan banyak tetapi tidak mau membayar”, jelas seseorang di antara mereka.
“Memangnya berapa yang harus dia bayar? Sampai kalian harus merundungnya dan mau memukulinya?” Tiara kembali menunjukkan aksi heroiknya.
“Ini” seorang pelayan warung yang bertugas menjadi kasir memberikan nota yang harus dibayar pemuda itu. Tiara pun mengambilnya dengan penuh percaya diri.
Tiara membulatkan matanya, betapa kagetnya dia saat melihat jumlah yang harus dibayarnya.
Dengan hati yang sedikit dongkol dia merogoh tas selempangnya pelan. Uang dua puluh ribuan yang sudah dipegangnya dia kembalikan ke dalam tas.
Dia kemudian mengambil amplof yang berisi uang merah sebanyak tujuh lembar. Upahnya mencuci piring seminggu adalah lima ratus ribu, ditambah upah lembur dua ratus ribu totalnya menjadi tujuh ratus ribu.
Nominal yang tertera di nota sebesar lima ratus lima puluh ribu rupiah ditambah duapuluh ribu pesanannya itu artinya Tiara harus mengeluarkan enam lembar uang ratusan itu dari dalam amplof dan tinggal bersisa satu lembar.
Semua rencananya yang sudah mengalokasikan uang itu pun terbang begitu saja. Dalam sekejap uang yang dia nantikan selama seminggu itu pun harus kembali berpindah dari tasnya.
Tiara memberikan uang itu pada kasir warung itu dan menerima kembalian tiga lembar uang sepuluh ribuan.
Tiara melangkah ke luar dari warung itu dengan perasaan dongkol. Dia terus melangkah menjauh dari warung itu. Tanpa dia sadari pemuda yang tadi dia selamatkan ternyata mengikutinya.
“Permisi” ucapnya menghentikan langkah Tiara.
Tiara pun menghentikan langkahnya, dia mendongak menatap wajah pemuda tampan yang berada di hadapannya.
Matanya memindai pemuda itu dari atas sampai bawah Tiara merasa tidak asing dengan pemuda yang ada di hadapannya.
“Kamu siapa?” tanya Tiara polos. Tiara sama sekali tidak mengingat siapa pemuda itu.
“Kenalkan aku Ilyas” pemuda itu mengulurkan tangan kanannya memperkenalkan diri dan mengajak Tiara bersalaman.
Tiara pun menangkupkan kedua tangannya di depan dada dan sedikit menganggukkan kepalanya ke arah pemuda itu.
Sekilas matanya menatap pemuda tampan yang tengah tersenyum manis menatapnya. Namun sedetik kemudian Tiara pun memalingkan kembali wajahnya.
“Ada yang perlu saya bantu?” tanya Tiara lagi.
Pemuda itu mengernyit, merasa heran dengan wanita di hadapannya. Dia sepertinya lupa bahwa mereka baru saja bertemu di warung nasi tadi.
“Saya hanya mau mengucapkan terima kasih” jawab pemuda itu.
Kini giliran Tiara yang menunjukkan wajah bingungnya.
“Terima kasih untuk apa?” tanyanya penasaran.
Pemuda itu pun tersenyum , dia semakin yakin kalau gadis di hadapannya ini memang benar-benar tidak mengingatnya.
“Aku mau berterima kasih karena kamu sudah menyelamatkanku tadi” ucapnya jujur.
“Tadi?” pikiran Tiara masih belum terkoneksi dengan baik .
Pikirannya sedang fokus memikirkan rencana yang sudah dia susun saat gajian namun kini tinggalah rencana.
“Iya, kamu sudah menolongku di warung nasi tadi hingga aku bisa selamat dari keroyokan massa” pemuda itu pun akhirnya menjelaskan.
Mendengar penuturan pemuda itu sontak membuat Tiara kembali mengingat hal yang menyebabkan dia kehilangan gaji pertamanya menjadi pencuci piring.
“Apa?....jadi kamu orang yang tadi tidak bisa membayar makanan di warung itu?" tunjuk Tiara ke arah warung yang masih terlihat walau pun sudah cukup jauh dia berjalan.
“Iya” jawab pemuda itu singkat.
“Ck…” Tiara berdecak, dia memalingkan wajahnya mengalihkan kekesalan yang kembali menghampirinya.
“Lain kali kalau tidak punya uang jangan pesan banyak-banyak, lihat dulu situasi dan kondisi dompet baru pesan” Tiara mengingatkan pemuda itu.
“Iya maaf, tadi aku….” ucapan pemuda itu terpotong karena Tiara menyelanya.
“Sudahlah, aku pamit. Lain kali jangan seperti itu lagi. Assalamu’alaikum” Tiara mengakhiri obrolannya dengan pemuda itu.
Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, dia dengan cepat berjalan menuju tempat kostnya tanpa menunggu jawaban dari pemuda itu.
Pemuda itu pun terus memanggilnya, namun tidak dihiraukan oleh Tiara. Kemudian dia cepat berbalik arah menuju tempat dimana mobilnya di parkirkan.
Tiara masih berjalan menyusuri jalanan yang sudah mulai sepi. Terdengar suara klakson mobil seperti mengikutinya, Tiara pun semakin mempercepat jalannya agar segera sampai.
Tanpa diduga mobil yang sejak tadi membunyikan klakson itu benar-benar mengikutinya.
Sebuah mobil sedan BMW hitam keluaran terbaru menghadang langkah Tiara. Sontak Tiara pun menghentikan langkahnya karena kaget.
Pemuda yang tadi ditolongnya keluar dari mobil mewah itu, dia kembali melemparkan senyumnya saat melihat Tiara yang terbengong melihat kedatangannya.
“Aku hanya mau menanyakan namamu, dan meminta nomor rekeningmu agar aku bisa mengembalikan uang yang sudah kamu keluarkan untuk membantuku” pemuda itu menjelaskan tujuannya menghadang Tiara.
“Hah? Apa?” tanya Tiara yang masih terlihan bengong.
“Aku mau menanyakan namamu, dan meminta nomor rekeningmu agar aku bisa mengembalikan uangmu” ulang pemuda itu.
Tiara kembali memindai penampilan pemuda itu dari ujung kepala hingga ujung kaki. Walau pun lampu jalanan taram-taram tapi Tiara masih bisa melihat dengan jelas jika pakaian yang digunakan pemuda itu bukanlah barang biasa.
Kemeja, jas, dasi hingga sepatu semuanya adalah barang-barang branded. Tiara kemudian melirik ke samping dimana sebuah mobil mewah terparkir dengan gagahnya.
‘Sepertinya dia bukan orang biasa, penampilannya menunjukkan kalau dia orang kaya. Tapi …mengapa dia tadi tidak mampu membayar pesanannya. Harusnya kalau dia benar orang kaya uang segitu bukan masalah untuknya. Atau mungkin dia hanya sopir orang kaya, iya..sepertinya dia hanya seorang sopir orang kaya.’ gumam Tiara dalam hatinya.
“Hay..Mbak…Hay…” Pemuda yang mengaku bernama Ilyas itu mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Tiara.
“Ya?” Tiara pun tersadar dari lamunannya.
“Sudahlah Mas, Mas gak perlu ganti. Do’akan saja saya biar sehat dan bisa terus kerja. Sudah yah saya pamit” Tiara pun berlalu begitu saja, dia setengah berlari agar bisa cepat sampai di kostannya.
Hari-hari pun berlalu. Tiara kembali menjalani rutinitasnya. Pagi-pagi dia sudah menyusuri jalanan menuju kampusnya. Siangnya masih dengan berjalan kaki dia pun segera menuju hotel tempatnya bekerja.
“Ra, besok malam jadi kan ikutan lembur?” tanya Anna pada Tiara, kini hubungan mereka semakin erat.
Hari ini Anna sengaja mengganti shiftnya bekerja, dia bertukar dengan temannya yang lain karena tadi pagi dia harus menemani ibunya berobat.
“Iya, Insyaa Allah. Lumayan nambah-nambah buat beli rumah, hehe…” canda Tiara.
“Aamiin” Ana pun turut mengaminkan.
Waktu yang dinantikan pun telah tiba.
Tiara dan Anna sudah bersiap dengan kostum pelayannya. Malam ini mereka menerima tawaran sang menejer untuk bekerja sebagai pelayan pada pesta besar yang diadakan sang pemilik hotel.
Hari ini adalah perayaan ulang tahun hotel sekaligus peralihan kepemimpinan hotel tersebut kepada putra tunggalnya. CEO sebelumnya sudah memberi tahu kepada semua pegawai bahwa estafet kepemimpinan perusahaannya akan segera beralih ke tangan putra tunggalnya yang baru saja menyelesaikan pendidikannya di luar negeri.
Dan malam ini, selain merayakan ulang tahun hotel yang sudah berdiri selama tiga puluh tahun, sang pemilik juga akan memperkenalkan putra kebanggaannya sekaligus menyerahkan jabatan CEO secara resmi kepadanya.
Tiara yang bertugas di bagian minuman dengan cekatan mengerjakan tugasnya. Dia mengabaikan hal lain di sekitarnya, fokusnya hanya menyiapkan minuman dan melayani para tamu dengan baik.
Saat Tiara melintas di depan podium, dia mendengar suara seseorang yang tak asing di telinganya.
Sejenak Tiara menghentikan langkahnya, namun lambaian tangan seorang tamu yang membutuhkan minuman segera menyadarkannya.
Tiara pun berlalu dengan cepat menuju tamu yang membutuhkan pelayanannya.
Di saat yang bersamaan tanpa Tiara sadari dua pasang mata tengah menatapnya dari kejauhan.
Nampan yang dibawa Tiara sudah kosong, dia berniat akan mengambil lagi aneka minuman dari stand untuk ditawarkan kembali pada para tamu. Ketika Tiara sedang berjalan tiba-tiba dua orang wanita menghadangnya, kaki salah satu wanita itu sengaja diulurkan ke depan membuat Tiara yang sedang berjalan lurus tersandung dibuatnya.
Brughhh….prank…..
Tiara terjatuh ke lantai karena tersandung kaki wanita itu, nampan yang terbuat dari steinles yang Tiara bawa otomatis terjatuh dan menimbulkan suara gaduh yang menyita perhatian banyak orang.
Tiara mengaduh karena lututnya sakit. Dia tampak berusaha untuk berdiri, namun ternyata dia kesulitan karena lututnya terbentur cukup keras.
Tiara terus mencoba berdiri, sementara dua wanita yang tadi menghadangnya hanya berdiri dan tersenyum mengejek Tiara yang sedang kesulitan.
Tanpa di duga saat Tiara sudah hampir berhasil berdiri, sebuah tangan kekar terulur di hadapan wajahnya.
Tiara pun mendongak, dia menghentikan gerakannya. Tiara melihat dengan jelas, laki-laki tampan sedang tersenyum manis padanya, dia mengulurkan tangannya untuk membantu Tiara berdiri.
Tiara mengingat kembali dimana dia bertemu lelaki itu tanpa menghiraukan uluran tangannya.
“Kak Ilyas?” suara wanita yang tadi menghadang Tiara mengembalikan lagi kesadaran Tiara yang sejenak melamun karena mengingat wajah laki-laki itu.
“Kakak ngapain nolongin dia? Dia cuman pelayan di sini, Kakak gak perlu menolongnya. Lagian tadi dia jatuh sendiri siapa suruh tidak hati-hati. Makanya kerja yang bener dong” gadis itu terus mengoceh.
Dia adalah Yona teman kuliah Tiara.
“Ayo, bangun!”seru lelaki itu tanpa menghiraukan ocehan Yona.
“Kakak!” sentak Yona.
Tiara dengan segera berdiri sendiri mengabaikan uluran tangan yang hendak menolongnya.
Ilyas pun geram karena mendengar Yona terus mengoceh membuat dia kehilangan kesempatan membantu Tiara.
“Kamu tidak apa-apa?” Ilyas bertanya dengan lembut pada Tiara yang dibalas Tiara hanya dengan gelengan Kepala.
“Kakak, ngapain sih ngurusin pelayan itu? mendingan kita pergi dari sini” Yona kembali berulah, dia merangkul lengan kanan Ilyas yang tadi terulur hendak membantu Tiara.
“Dan kamu ya, cepet kembali ke pekerjaan kamu. Yang bener kerjanya, jangan coba-coba sok cari perhatian sama boss. Ingat ya kamu cuma pelayan di sini.” tunjuk Yona pada Tiara, dia tidak juga menghentikan ocehannya yang merendahkan Tiara.
“Hah?” Tiara terkejut mendengar jika orang yang pernah dia tolong adalah Boss di tempatnya bekerja.
Selama ini dia memang belum pernah bertemu dengan boss tempatnya bekerja. Tiara juga mengira kalau laki-laki yang malam itu dia selamatkan hanya sopir orang kaya.
Nyatanya dia benar-benar kaya dan parahnya dia adalah bossnya sendiri, pemilik hotel tempat dimana tiara mengais rezeki.
‘Jadi….dia itu boss di sini? Artinya dia bosku? Orang yang aku selamatkan rupanya bossku sendiri?’ Tiara terus bergumam dalam hatinya.