Braaaakkkkk!
Terdengar suara keras hantaman yang cukup memekakkan telinga. Seorang gadis yang berada tidak jauh dari lokasi kejadian melihat sebuah mobil yang tampak ringsek. Bagian depan mobil tersebut menghantam tiang lampu di pinggir jalan.
Si gadis tanpa sadar berjalan ke arah mobil dimana pengendaranya sepertinya tidak sadarkan diri. Gadis itu mencoba membantu membuka pintu mobil.
"Kecelakaan!"
"Panggil Ambulance!"
Suara mulai riuh ramai dengan banyaknya orang yang mulai berdatangan ke lokasi kejadian.
"Cepat Nona, naiklah!"teriak seseorang dan mendorong tubuh si gadis untuk ikut masuk ke dalam Ambulance.
"Eh."
Si gadis tidak bisa menolak permintaan orang-orang. Padahal dia sendiri saat ini sedang dikejar waktu. Sang gadis tampak gelisah dan tidak bisa konsentrasi saat tiba di rumah sakit. Pikirannya terbagi antara si korban kecelakaan dengan masa depannya.
Dia ingin pergi tetapi hati kecilnya menahan karena dia tahu benar, dia ada sangkut pautnya dengan kejadian kecelakaan itu.
Tiba-tiba pintu UGD terbuka, tampak seorang perawat datang menghampirinya.
"Dengan keluarga pasien?"tanya si perawat.
"Eh, saya kebetulan ada di sana saat kejadian kecelakaan itu, suster,"jawab si gadis.
"Maaf dengan nona siapa ya?"tanya perawat itu lagi.
"Emm.. saya? Saya... Vania Clarissa."
•••••
Brukk!
Terdengar suara hempasan di meja kerja seorang gadis manis yang tampak sedang suram sekarang. Salah satu rekan kerjanya di tim menoleh dan melihat raut wajah kesal temannya.
"Kenapa lagi, sis?"tanyanya.
"Kesel aku, selalu saja begini, maunya apa sih itu si devil?"
"Desain barumu di tolak lagi?"tanya Desi.
"Iya, nggak ada benernya deh aku. Sejak si devil itu ada di sini."
"Sabar, sis, ini ujian, siapa tahu ntar setelah ini bakalan dapat doorprise khusus darinya."
"Hilih, mana ada kek begituan ya, yang ada juga..."
"Mbak Vania, dipanggil ke ruangan si Bapak CEO sekarang juga,"ujar pak Amin, salah satu OB.
"Iya, pak, makasih ya,"sahut Desi. Sedang wajah Vania seketika makin kusut mendengarnya.
"Nah kan, apa aku bilang. Itu orang nggak bisa buat aku tenang,"gerutu Vania sambil menghentakkan kakinya.
"Yuk bisa yuk, sister! Semangat dong! Kamu mah aneh ya, cewek lain kalau dipanggil pastinya udah jingkrak-jingkrak kesenengan tuh. Seorang CEO muda, berbakat dan sangat tampan. Seorang Elxander Winata. Pimpinan dan pewaris utama Winata Corp. Astaga! Siapa yang nggak mau coba melihat langsung, bertatapan langsung dengan makhluk setampan dia. Dan denger-denger dia masih single loh,"ujar Desi menggebu-gebu.
Vania berdecih lirih.
"Aku nggak tertarik dengannya,"sahut Vania. Desi justru menepuk jidatnya mendengar ucapan teman baiknya itu.
"Astaga, Vania, kayaknya kamu kurang piknik deh! Cowok sekece badai begitu kamu nggak tertarik. Ada yang salah dengan otak kamu, beneran! Bahkan akupun mau jika harus menjadi kekasih gelapnya. Hmmm... dia sungguh menawan. Apalagi tubuhnya yang atletis itu, roti sobek yang begitu sempurna. Jadi pengen gigit deh!"seru Desi kegirangan sendiri.
Vania justru takut melihat tingkah temannya itu. Dia buru-buru mengambil berkasnya dan berlalu ke ruangan CEO.
"Dasar kutu novel! Kebanyakan ngehalu, jadinya dia kurang waras. Dunia real disamain dengan dunia halunya,"gerutu Vania.
Tok
Tok
Tok
"Masuk."
Sahutan suara dari dalam ruangan sejenak membuat Vania menghela napas dulu sebelum dia masuk ke dalam.
"Permisi, Bapak memanggil saya?"ujar Vania dengan sopan.
"Duduklah,"sahutnya masih fokus dengan layar laptopnya.
Vania duduk di sofa yang ada di ruangan tersebut. Dia melihat ruangan yang begitu rapi dan terkesan maskulin. Pantas saja, ruangannya begitu nyaman, batin Vania.
Diam-diam dari balik laptopnya, sang CEO tampak tersenyum tipis melihat gelagat si gadis yang sedang sibuk memindai ruangannya.
Setengah jam berlalu.
Namun, tidak ada pembicaraan apapun diantara dua manusia yang ada di ruangan tersebut. Hal itu membuat Vania merasa jenuh. Dia mau bertanya tetapi dia melihat sang CEO masih sibuk dengan laptop di hadapannya. Tetapi, jika masih harus menunggu lebih lama lagi. Dia sudah merasa kesemutan dari tadi.
'Maunya apa sih sebenarnya si devil ini? Apa dia sengaja mendiamkannya?' batin Vania.
Lama-lama juga Vania tidak betah didiamkan terus menerus seperti ini. Akhirnya dia pun buka suara.
"Maaf, Pak, sebenarnya ada ap..."
"Saya sudah selesai,"ucap Elxander sambil melirik jam tangan mahalnya.
"Temani aku makan siang,"ucapnya kemudian bangkit dari tempat duduknya dan melangkah ke arah pintu.
"Eh,"Vania tampak terbengong mendengar ucapan sang CEO.
'Apa-apaan? Aku menunggu lama sedari tadi terus ditinggal begitu saja?'batin Vania.
"Kamu tidak mendengar? Apa perlu kupanggilkan security untuk menarikmu berdiri?"tanya Elxander dengan wajah datarnya.
Seketika mendengar hal itu Vania berdiri dari duduknya. Dia bukan hewan ternak yang harus ditarik-tarik segala bukan? Dasar bos devil.
"Cepat jalannya,"ucap Elxander yang kini sedang berjalan di depan Vania yang tampak menggerutu karena langkah kaki jenjang sang CEO begitu cepat. Dia yang mengikutinya menjadi tampak terburu-buru dibuatnya.
Bagitu sampai di pintu lift keduanya dikawal oleh sang asisten pribadi sang CEO. Mereka bertiga kini berada di dalam lift yang sama. Lift khusus untuk petinggi perusahaan. Vania hanya diam dan pasrah saja mengikuti langkah si CEO devil ini. Katanya mau membahas masalah desain, kenapa jadi makan siang begini.
Apalagi sedari berjalan tadi banyak karyawan lain yang memperlihatkan mereka. Tentu hal ini akan menjadi desas-desus yang hangat dibicarakan.
'Astaga? bisa-bisa aku dimusuhin sama barisan para fans nya dia kalau aku jalan begini sama dia, hufffff,' gerutu Vania dalam hati.
Sungguh dia sedang tidak tertarik untuk menjadi viral dan menjadi bahan bulan-bulanan para fans fanatik. Dia ingin hidup tenang dan nyaman saja. Aaahhhh....
Sebuah mobil mewah sudah menanti di depan lobby perusahaan. Vania berinisiatif ingin membuka pintu di sebelah pengemudi setelah melihat Elxander masuk ke dalam. Akan tetapi, asisten pribadi sang CEO, Gio, menahannya dan justru membuka pintu di belakangnya.
"Silakan masuk, Nona,"ujarnya.
'Astaga, kenapa aku harus duduk dengan si devil?' rutuk Vania kesal.
Melihat lirikan tajam Elxander kepadanya, membuat Vania buru-buru masuk dan duduk di sebelahnya. Dengan menjaga jarak tentunya.
Mobil pun meluncur ke sebuah restoran ternama di kota tersebut. Mereka bertiga berjalan masuk ke restoran dan duduk di meja yang sudah dipesan sebelumnya oleh Gio.
"Amati orang-orang yang datang, perhatikan. Rekam dengan baik, trend apa yang sedang mereka sukai saat ini,"ucap Elxander sambil mencondongkan tubuhnya untuk berkata kepada Vania.
Bahkan Vania sampai diam tegang. Karena gerakan tubuh sang CEO yang tiba-tiba membuatnya kaget. Vania hanya mengangguk sebagai jawaban dari sang CEO.
"Mulai hari ini kamu harus menemaniku makan siang. Tidak ada penolakan!"ujar Elxander setelah dia selesai dengan makam siangnya. Seketika mendengar itu membuat Vania tersedak makanannya.
Elxander yang berada di sebelah kirinya langsung menyodorkan air mineral kepadanya.
"Terimakasih, Pak."
'Gila! Apa maksudnya dia memintaku menemaninya setiap makan siang?'batin Vania geram.
"Kamu jangan Ge-eR dulu. Tugas kamu adalah melihat, merekam apa yang saat ini sedang menjadi trend. Setiap dua Minggu sekali kamu wajib lapor hasil desainmu. Kalau sampai gagal lagi seperti kemarin, gajimu akan dipotong,"ujar Elxander dengan seringaian di sudut bibirnya.
Lagi-lagi Vania tersedak mendengarnya. Apalagi ancaman potongan gaji. OMG! sungguh CEO devil keterlaluan!
•••••
Sudah seminggu ini Vania selalu menemani sang CEO makan siang. Dan hal itu menjadi gosip santer yang beredar. Mereka membicarakan kedekatan Vania dan CEO muda yang sangat mereka puja dan kebetulan sedang jomblo tersebut. Ada yang mengasihani Vania, karena mereka tahu sang pimpinan suka memarahi Vania, tetapi ada juga yang mencibir Vania yang dikatai keganjenan karena sudah berani menggoda seorang pimpinan perusahaan.
Namun, Vania tidak ambil pusing omongan yang dia dengar. Karena mereka tidak tahu betapa dia sedang bekerja keras mendapatkan desain yang nantinya akan menjadi trend. Ancaman potongan gaji sungguh menjadi momok tersendiri buatnya.
"Vania! Vania!"teriak heboh Desi yang langsung mendatangi meja kerja sang teman.
"Ada apa?"tanya Vania yang sedang mengistirahatkan otaknya dengan menyeruput teh hijau kesukaannya.
"Kamu sudah tahu berita belum?"tanya Desi.
"Berita apa?"tanya Vania penasaran dengan kehebohan Desi.
Buru-buru Desi mengambil handphonenya kemudian menyerahkannya kepada Vania.
"Ini, bacalah,"ucap Desi dengan raut wajah yang sulit diartikan. Vania yang melihatnya jadi bingung sendiri. Diambilnya handphone Desi kemudian dia melihat sebuah artikel seorang pengusaha muda menikah dengan seorang model, anak pemilik perusahaan ternama dikota ini.
Vania menyerahkan handphone Desi dengan tanpa ekspresi.
Sedangkan Desi menatap balik Vania bertanya-tanya.
"Kamu nggak apa-apa?"tanya Desi menatap dalam pada Vania.
"Tidak, memang kenapa?"jawab Vania tenang dan datar.
"Bukankah kamu dan Davin belum ada kata putus selama ini?"tanya Desi. Ya, Desi adalah teman keduanya sejak mereka duduk di bangku sekolah dulu. Jadi dia tahu apa yang sebenarnya terjadi diantara mereka.
Vania hanya mengendikkan bahunya.
"Kami sudah tidak memiliki hubungan apapun sejak dia pergi begitu saja untuk studinya di luar negeri. Dia bahkan tidak mau mendengarkan penjelasan ku kenapa saat itu aku tidak bisa datang ke bandara mengantarkan keberangkatannya. Dan sekarang buat apa aku harus menyesalinya. Hubungan kami sudah kandas sejak saat itu. Aku sudah tidak peduli lagi,"ucap Vania tetap dengan raut datarnya.
Desi hanya menghela napas panjangnya.
•••••
Sedangkan di tempat yang berbeda dengan permasalahan yang sama.
"Jadi dia kekasih yang ingin Vania temui saat kejadian kecelakaan itu terjadi?"
"Benar, dia adalah Davin Anggoro. Dan karena nona Vania lebih memilih menolong anda di rumah sakit, Davin menganggap Vania tidak lagi mencintainya,"jelas Gio.
"Payah. Kalau dia memang mencintai Vania seharusnya dia berjuang untuk mendapatkan gadis itu. Bukannya justru sok-sok an kecewa padahal dia sendiri hanya takut namanya dicoret dari daftar pewaris keluarga Anggoro,"ujar Elxander dengan senyum sinisnya.
"Apa yang ingin kamu lakukan pada Davin?"tanya Gio. Sepupu yang juga merangkap menjadi asisten pribadi sekaligus orang kepercayaannya tersebut.
"Biarkan saja, justru bagus dia lepas dari kehidupan Vania. Lelaki plin plan seperti dia tidak cocok dengan Vania,"ujar Elxander.
"Terus, apakah lelaki seperti mu ini yang pantas buatnya?"tanya Gio dengan nada meledek.
"Bisa juga kalau Vania mau denganku,"jawab Elxander yakin.
Seketika Gio menyemburkan kopi yang dia minum. Dia terlalu kaget dengan pernyataan sepupunya itu. Lelaki kulkas itu bisa juga tertarik dengan seorang cewek. Ini sungguh langka!
"Jadi, selama ini kamu suka sama Vania?"tanya Gio tidak percaya.
"Kalau iya memang kenapa?"tanya balik Elxander.
"Ya...ya...tidak apa-apa sih,"sahut Gio sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Dia gadis yang unik. Lagipula kita juga sudah dipersatukan oleh takdir,"ucap Elxander sambil menyeringai kecil.
"Hah? Maksudmu apa, El?"tanya Gio tidak mengerti ucapan sepupunya tersebut.
"Kalian sudah pernah itu...."ucapan Gio terputus dan dia hanya mengkode dengan gerakan tangan saja. Seketika Elxander memukul sepupunya itu yang otaknya sudah berkelana kemana-mana.
"Kamu pikir aku lelaki serendah itu!"pekik Elxander kesal.
"Maaf,"ringis Gio menatap Elxander sambil mengacungkan dua jarinya membentuk tanda V.
"Lalu maksud kamu, kalau kalian sudah dipersatukan oleh takdir itu apa?"
"Kamu lupa, kalau Vania lah yang sudah menyelamatkan aku di rumah sakit saat itu. Kalau Vania tidak memberikan darahnya kepadaku waktu itu mungkin aku tidak akan selamat. Kecelakaan itu bukan murni tetapi karena adanya sabotase, bukan. Dan takdir telah mempertemukan aku dengan Vania."
"Lalu kenapa selama ini kamu selalu membuat Vania kesal dengan kecerewetan mu?"tanya Gio yang tidak habis pikir sikap sepupunya, si kulkas itu bisa sebegitu nya dengan Vania.
"Aku hanya suka melihat dia kesal denganku. Itu sungguh menggemaskan sekali. Ingin sekali ku masukkan karung dan ku bawa pulang ke apartemen. Saat aku melihat dia melotot kesal, cemberut, ataupun menggerutu tidak jelas,"ucap Elxander sambil terkikik membayangkan ekspresi Vania selama ini.
Gio menepuk jidatnya sambil geleng-geleng kepalanya. Rupanya sepupunya ini sedang bucin dengan seorang gadis bernama Vania Clarissa.
•••••
Dua Minggu berlalu.
Kini saatnya bagi Vania untuk menyerahkan hasil desainnya. Dia sudah ketar-ketir sebelum masuk ke ruangan sang CEO yang sudah menagih janjinya.
Tok
Tok
Tok
"Masuk." Suara sang CEO terdengar seperti malaikat maut saja yang akan mengeksekusi nya hari ini. Vania menarik napas panjang sebelum masuk dan menyiapkan mentalnya dengan baik.
"Permisi, Pak,"ucap Vania masuk ke dalam ruangan sang CEO.
"Duduklah!"
Vania duduk di sofa dimana sang atasan sudah duduk di sana sedari dia membuka pintu. Vania duduk tepat di seberang sofa yang di duduki sang CEO.
"Ini desain yang telah saya buat,"ucap Vania sambil menyodorkan buku desain miliknya.
Elxander mengambilnya kemudian membuka satu persatu desain yang dibuat oleh Vania. Sambil sesekali dia melirik ke arah Vania yang tampak menunduk. Gadis itu tidak berani mendongakkan wajahnya ke arah sang CEO. Dia sudah berusaha keras akhir-akhir ini. Bahkan sampai begadang setiap malam.
Bruk!
Elxander melempar buku desain itu ke atas meja yang ada di depan mereka.
Vania tampak menghela napas karena merasa hasil desainnya kali ini ditolak lagi. Sepertinya dia harus merelakan gajinya dipotong kali ini.
Prok!
Prok!
Prok!
Terdengar suara tepuk tangan dan itu membuat Vania mendongak seketika. Dia menatap Elxander dengan tatapan bingung akan sikap sang atasan.
"Bagus, aku senang semuanya,"ucap Elxander dengan senyum yang semakin membuatnya tampan.
'Hah? Apa? Dia suka? si devil ini suka? Beneran?'batin Vania tidak percaya mendengar ucapan sang CEO barusan.
"Ada sedikit saja yang musti diperbaiki, tapi aku suka semuanya. Persiapkan dirimu untuk presentasi dalam minggu ini,"ucap Elxander sambil mengacungkan tangan kanannya mengajak Vania untuk berjabat tangan.
Vania sungguh bahagia dan benar-benar merasa lega mendengarnya. Usahanya kali ini tidak sia-sia. Diapun dengan cepat menjabat tangan Elxander dan menggenggamnya erat.
"Terimakasih, Pak. Terimakasih,"ucapnya dengan senyum bahagia yang selama ini belum pernah dia tunjukkan di hadapan Elxander. Dan hal itu sukses membuat seorang Elxander Winata terkesima melihatnya.
Bahkan saat Vania sudah keluar dari ruangannya pun. Dia masih diam membeku di tempatnya.
"Astaga, kenapa dia memberikan senyuman semanis itu. Rasanya nanti malam aku tidak akan bisa tidur gegara senyuman manisnya itu,"gumam Elxander sambil mengusap dadanya dimana detak jantung nya berdetak mulai tidak normal karena ulah Vania barusan.
•••••
Malam itu beberapa karyaman dari bagian desain sedang mengadakan pesta atas kesuksesan mereka meluncurkan karya terbarunya. Dan itu sukses di pasaran. Karya mereka kali ini benar-benar laris manis. Untuk merayakan kebahagiaan itu mereka pun sepakat untuk mengadakan pesta di sebuah cafe yang ada juga tempat karaokenya.
Tetapi pesta mereka agak sedikit terganggu dengan kedatangan mendadak pimpinan perusahaan. Sang CEO, Elxander Winata datang dan ikut bergabung dalam pesta tersebut bersama sang asisten Gio.
Dan tanpa canggung sang CEO duduk langsung di sebelah Vania. Hal itu membuat banyak perhatian tertuju ke arah keduanya. Namun sang asisten pribadi mengalihkan perhatian sejenak mereka itu kepada pesta yang sebelumnya begitu meriah.
Semua menikmati makanan yang tersaji. Apalagi malam itu sang CEO lah yang mentraktir semua karyawannya. Semua bersorak gembira dan makan dengan lahap. Kapan lagi makan makanan enak bukan.
Dan acara puncaknya adalah saat sang CEO bersedia maju menyanyikan sebuah lagu. Seketika kaum hawa yang ada di sana berteriak histeris kecuali Vania tentunya. Saat melihat pujaan hati mereka menyanyi. Sebuah lagu cinta yang sungguh romantis. Bahkan ada yang mengabadikan moment saat sang CEO menyanyi tersebut.
Semua bertepuk tangan kagum melihat sosok sang CEO yang ternyata berbakat dalam bermusik dan bernyanyi.
"Wah, lagunya sangat romantis sekali, Pak. Apakah itu adalah ungkapan dari hati?"tanya ketua tim desain, lelaki berusia 45 tahunan itu begitu terpukau dengan penampilan sang CEO.
"Iya, itu untuk seorang gadis yang dulu pernah menyelamatkan hidupku,"jawab sang CEO. Semua orang jadi penasaran setelah mendengar jawaban tersebut.
"Emm... seseorang yang menyelamatkan? Apakah dia kekasih Bapak?"
"Belum, dia belum tahu siapa aku. Tapi aku akan segera memberitahunya,"ujar sang CEO dengan percaya diri.
Terdengar helaan dari para wanita yang merasa patah hati mendengar jika sang CEO sudah memiliki tambatan hati. Bahkan Vania pun mengelus lengan Desi yang tampak juga patah hati mendengarnya.
"Maaf kalau boleh tahu? Dia pernah menyelamatkan bapak dari kejadian apa?"tanya ketua tim desain masih dengan mode kepo nya.
Semua orang jadi ikutan penasaran kembali. Elxander tersenyum kemudian mulai menjelaskan.
"Tiga tahun yang lalu, aku mengalami kecelakaan di jalan Pasopati. Rem mobilku blong dan aku hampir saja menabrak seseorang di jalan. Tapi aku banting stir dan mobil ku menabrak sebuah tiang lampu di tepi jalan. Aku tidak sadarkan diri. Dan ketika aku sadar aku baru tahu kalau ada seorang gadis yang telah menyelamatkan nyawaku dengan mendonorkan darahnya kepadaku saat itu. Tapi dia pergi terburu-buru setelah mendonorkan darahnya sehingga aku belum bisa berterimakasih secara langsung saat kepadanya saat itu,"jelas Elxander.
Deg!
Vania seketika teringat dengan kejadian yang pernah dia alami beberapa tahun yang lalu. Dia juga pernah menyelamatkan nyawa seseorang meski dia tidak melihat dengan jelas wajah lelaki tersebut.
"Apakah bapak sudah pernah bertemu dengannya?"
"Sudah. Aku bahkan sering melihatnya. Meskipun sepertinya dia melupakanku, atau mungkin saat itu tidak melihatnya secara jelas. Jadi aku dilupakan begitu saja,"ucap Elxander sambil menyeruput kopi nya.
"Wah, dia pasti cantik ya, Pak."
Elxander melirik ke arah Vania sambil tersenyum tipis.
"Dia cantik, menggemaskan dan sangat lucu."
"Dulu Bapak pernah dirawat di rumah sakit mana?"tanya Vania yang tampak penasaran dengan cerita sang CEO.
Elxander tersenyum sambil menatap wajah penasaran Vania yang ada di sebelahnya itu.
"Rumah sakit Permata Harapan,"jawaban yang sukses membuat Vania membelalakkan matanya karena dia baru mengetahui bahwa sang bos adalah orang yang pernah dia selamatkan waktu itu.
'Jadi, lelaki itu adalah dia?'batin Vania.
'Ya, Vania, dia adalah aku. Bukankah ini semua adalah takdir?' sahut Elxander dalam hati.
Keduanya saling bertatapan dalam penuh makna.
END
Terimakasih banyak sudah mampir baca ya, ditunggu like dan komentar nya juga☺️💕