Suasana siang hari ini matahari bersinar sangat terik, membuat kebanyakan orang memilih untuk berteduh. Namun, berbeda dengan seorang pemuda berwajah tampan yang menjadi idola kaum hawa, dan memiliki postur tubuh tinggi tegap. Pemuda yang berseragam putih abu itu sedang mencari gadis pujaan hatinya. Dia berlari di bawah panasnya terik matahari, dan debu yang berterbangan terbawa oleh angin. Luas lapangan basket yang merangkap dengan bola voli, dia sebrangi.
"Ameer!"
Pemuda tadi menghentikan langkah kakinya yang jenjang. Dia melihat seorang gadis berwajah cantik dan bertubuh mungil, yang selalu menghiasi hari-harinya, sedang berdiri di dekat ruang perpustakaan.
"Ameer, sini!" Gadis berseragam putih abu itu tersenyum dan meminta dia untuk menghampirinya.
"Allura, kamu kemana saja! Aku cari dari tadi," ucap Ameer begitu sampai di sana.
"Dari tadi aku di ruang perpustakaan. Mencari buku karya Buya Hamka, untuk tugas pelajaran Bahasa Indonesia." Allura tersenyum sambil menyerahkan dua buku yang berjudul, 'Di Bawah Lindungan Ka'bah' dan 'Tenggelamnya Kapal Van der Wijck'.
"Oh, terima kasih. Aku pilih yang ini saja," kata Ameer sambil menunjukan buku pilihannya dan menyerahkan kembali buku satunya lagi ke Allura.
Ameer memilih buku yang berjudul 'Di Bawah Lindungan Ka'bah.' Kemudian memasukkannya ke dalam tas ransel berwarna hitam, kesayangannya.
"Kita pulang, yuk!" ajak Ameer sambil mengulurkan tangannya.
"Oke." Allura pun menyambut uluran tangan Ameer.
Kedua remaja berseragam putih abu itu berjalan sambil bergandengan tangan. Keduanya asik ngobrol dan sesekali tertawa, ketika membicarakan sesuatu yang lucu.
Jarak sekolah ke rumah Allura, sekitar satu kilometer. Dia lebih suka berjalan kaki, untuk pulang dan pergi ke sekolah. Meski banyak kendaraan yang akan lewat di depan rumahnya.
Ameer, paling suka saat pulang sekolah dan mengantarkan Allura, pulang sampai ke depan rumahnya. Meski dia harus berputar arah karena jalan menuju rumahnya akan lebih jauh bila melewati jalur rumah Allura.
"Allura, sebenarnya ada yang mau aku bicarakan," ucap Ameer dengan suaranya yang terdengar gugup.
"Apa, itu?" tanya Allura penasaran.
"Sebenarnya …, aku suka sama kamu! Apa kamu mau menjadi pacarku?"
Ameer yang memiliki kulit wajah yang berwarna putih. Kini berubah menjadi merah merona karena sedang mengungkapkan isi hatinya.
Allura yang sudah tahu akan perasaan, Ameer sejak dulu. Memilih diam untuk beberapa saat. Dia tidak mau persahabatannya dengan Ameer yang sudah terjalin hampir enam tahun, harus kandas karena rasa suka dari Ameer.
"Maaf, Ameer. Aku tidak mau pacaran. Takut terjerumus dalam dosa. Lebih baik kita tetap bersahabat saja seperti sekarang."
Allura menatap Ameer dengan mata yang berkaca-kaca. Hatinya ikut sakit, saat melihat tatapan penuh luka dan kecewa dari sahabat baiknya itu.
"Tidak apa-apa. Jangan menangis!" Ameer mengusap air mata yang jatuh di pipi mulus milik Allura.
"Maaf …."
"Tidak apa-apa. Aku harap kamu jangan berubah kepadaku, ya!" pinta Ameer dan dibalas anggukan kepala Allura.
Ameer baru merasakan yang namanya patah hati. Meski dia bilang ini hanya cinta monyet, tetap saja sakit terasa di dada.
"Iya." Allura pun tersenyum senang karena masih bisa berteman dengan Ameer.
Kedua orang itu memutuskan untuk menjadi sahabat sejati. Ameer membiarkan cinta pertama menjadi kenangan terindah untuknya.
TAMAT