Apakah hidup akan selalu indah? Semua yang indah akan cepet pergi....
Jika harus memilih lebih baik jika kita memilih yang buruk. Buruk belum tentu buruk.
Apakah jika melihat dari luar saja kita bisa menilai dalam? Semua tak sesimple dan seindah bayangan. Jika cinta adalah ilusi apa ketulusan masih bisa kita rasakan? Semua hanya omong kosong semata yang hanya dibualkan seseorang.
***
Pagi yang cerah bukan secerah wajah yang tengah tertunduk lesu. Wajah yang indah namun tak bisa kita rasakan. Jika bisa kita melihat jika dirinya hanya api di dalam panas. Hanya dapat dilihat namun enggan untuk digunakan.
Sosok yang selalu sendiri dan terkesan angkuh. Bukan dirinya yang angkuh ingin sekali ia menjerit.
"Kalian tidak tahu aku karena aku saja tidak tahu siapa aku yang sebenarnya."
Dalam diam dan dalam sepi dia hanya merunduk seakan wajahnya penuh dengan luka yang tidak pantas untuk dilihat. Hanya dirinya untuk dirinya.
Harta, tahta, kuasa terasa hampa jika sendirian. Ingin dia menghilang dari kehidupan, namuan dia berpikir apa bedanya dia dengan pengecut yang hanya mengatasnamakan rasa sakit untuk terlihat baik dan kasihan.
Hanya hembusan napas namun dirinya juga tak tau dia masih hidup atau tidak, seakan hanya raganya yang tersisa dan jiwanya telah menghilang.
Terlebih rasa sakit yang dia derita dia rasakan sendiri. Apalah gunanya harta jika dirinya sendiri dan tanpa kasih sayang.
Pelita itulah namanya, dia penerang diterang tak ada harganya. Dia masih melamunkan tentang kehidupannya, seakan dia dihantam seluruh memori masa lalunya. Dia hanya ingin bebas seperti yang lain.
Senyuman dan kasih sayang itu adalah yang dia butuhkan sekarang. Waktu hidupnya hanya tersisa 1 bulan namun hidupnya hanya berjalan ditempat.
"Andai aku bisa kaya mereka. Aku ingin tahu bagaimana rasanya dipeluk. Harta tidak bisa memeluk aku, aku ingin kedua orang tuaku bukan uang atau barang barang merah."
"Aduh hidung aku berdarah lagi..."
Hanya sendirian didalam kehidupannya. Kehadirannya hanya pajangan kesuksesan kedua orang tuanya.
"Ayah ibu jika kalian menjadi aku apakah kalian akan serapuh aku?"
Dia hanya bisa berbicara dengan dirinya. Ingin sekali dia bisa hidup bebas tanpa ada larangan jangan seperti itu kamu anak saya jadi kamu harus ini harus itu.
Kalau bisa memilih dia ingin hidup miskin agar mendapatkan kasih sayang di ujung hidupnya.
***
sekoalah
Pelita duduk sendiri dimeja pojok. Dia akan selalu menyendiri bukan karena sombong namun karena dia dilarang main bersama dengan teman yang lainnya.
Hanya memandang tanpa merasakan yang dia biasa. Hidupnya hanya diabdikan kepada orang tuanya hanya belajar, belajar, dan belajar.
"Aku mimisan lagi.."
Pelita mengambil tisu. Darah itu mengotori buku yang sedang dia baca. Ingin menangis bukan tak mau namun air matanya sudah mengering. Hisupnya sekarang hanya bertahan sampai 2 minggu saja belum ada perubahan.
"Yah pelita mimisan lagi makannya jangan sombong jadi orang!"
Pelita hanya bisa mendengarkan tanoa melawan ingin dia bilang 'aku juga ingin seperti kalian apa daya aku, aku hanya ilusi'.
Pelita hanya tersenyum untuk menanggapi mereka entah mengapa kini dia ingin cepat cepat meninggalkan kehidupan ini yang selalu menyakitinya.
***
Kini hidup Pelita hanya tinggal 3 hari. Dia hanya tersenyum getir, orang tuanya masih diluar negeri untuk bisnis mereka. Pelita masih sama hanya bisa menatap semua orang yang mendapatkan kasih sayang. Ingin dia menelpon kedua orang tuanya. Setidaknya sebelum dia pergi dia bisa mendengarkan suara kedua orang tuanya.
Tut tut tut
"Halo ibu?"
"Halo pel ada apa ibu sama ayah sibuk. Kamu nantia aja telponnya."
"Tapi ibu pel.."
Pelita hanya tersenyum getir ini yang dia rasakan sepanjang dia hidup. Tak ada harganya dimata orang lain.
***
Besok adalah hari terakhirnya. Dia tersenyum segala rasa sakitnya akan menghilang.
"Pelita penyakitan.."
"Dih, dasar sombong.."
"Pelita nggak disayang orang tuanya tuh. Dasar anak sombong!"
Pelita tersenyum kepada mereka semua. Hanya senyum penuh luka yang dia tunjukan.
"Iya kalian bener aku penyakitan hidup aku nggak lama lagi. Hehe aku nggak seberuntung kalian, kalian bisa merasakan kasih sayang orang tua kalian lah sedangkan aku hanya bisa melihat tanta bisa menyentuh. Aku berada disangkar emas yang indah dipandang apa kalian tau jika aku ingin bebas tersenyum? Kalian beruntung aku ingin seperti kalian."
***
Bagai disambar petir orang tua Pelita menyesal sebab mereka menyia nyiakan anak seperti Pelita. Mereka baru sadar jika Pelita tidak hanya membutuhkan uang tapi juga butuh kasih sayang.
Mereka hanya bisa menangisi kebodohan mereka. Raga sudah terbujur kaku dihadapan mereka.
Hanya ada secarik kertas yang sempat Pelita tulis sebelum ajal menjemput dirinya pergi jauh untuk selamanya.
*Dear Ayah dan Ibu...
Ayah ibu apakah kalian pernah memikirkan Pelita? Pelita selalu sendirian disini. Pelita tau kalian banting tulang untuk Pelita. Tapi Pelita nggak butuh uang, Pelita butuh ayah sama ibu. Pelita ingin dipeluk sama ayah dan ibu...
Disini pelita seperti dalam sangkar emas indah tapi menyiksa...
Sekarang Pelita sudah bahagia nggak ngerasai sakit lagi...
Kalian yang bahagia Pelita sudah tidak ada jadi beban kalian berkurang...
I Love you❤
Tertanda
Pelita
"Ibu sama ayah salah pel..Bangun ayah sama ibu sudah peluk kamu. Kamu bangun sayang! Kenapa kamu tinggalin ibu?"
"Maaf bu non pelita selama ini mengidap kenker setadium 4 dan kemarin dia baru tahu jika umurnya tinggal 1 bulan. Non pel nggak mau orang tuanya tau dia bilang selama ini dia itu pajangan dalam sangkar emas."
***
Penyesalan datang terakhir. Hanya rasa sakit yang akan menghantam kalian. Hargailah orang yang mencintai kalian dengan tulus. Cinta dan kasih sayang adalah impian bagi seluruh makhluk hidup.