Selamat datang di cerpen Far Choinice. Silahkan membaca, memberi like dan komentar.
//Pintu Gerbang Isekai Terbuka//
Gadis itu berlari dengan sekuat tenaga di bawah terik matahari yang mulai membuat tubuhnya gerah bercampur keringat. Ia melepas jaket kulitnya, melemparnya sembarangan dengan tanpa mengurangi kecepatan larinya. Ia sesekali menoleh ke belakang, melihat beberapa pria bertubuh tinggi dengan jaket hitam tengah mengejarnya. Satu, dua, tiga... err, tujuh orang.
“Sial. Mereka gak capek-capek, sih... .” umpatnya sambil terus berlari sambil sesekali mendorong para pejalan kaki yang menghalangi jalannya. “Minggiiiirr!” pekiknya.
Dia nyaris terguling-guling saat tidak sengaja menabrak gerobak pedagang buah. Ia meringis kecil namun tetap melanjutkan larinya. Pasar sedang penuh, ramai. Dia sengaja mengambil jalanan pasar dengan harapan para penggejarnya menyerah. Nyatanya, tekad mereka kuat juga. Yah, dia menyesalinya. Dia menyesal sudah berurusan dengan geng yang berada dalam naungan kartel narkoba terbesar di kota Loana.
Rambut pirang menyalanya berkobar seiring sinar matahari menimpanya. Tubuh mungilnya sudah basah oleh keringat. Dia terhenti sejenak saat dipersimpangan jalan. Pikirannya terlalu kalut hingga lupa arah jalan di depannya. Dia mengerang kecil dan akhirnya memilih untuk belok kanan saat mendengar langkah kaki pengejarnya kian dekat.
Setelah beberapa puluhbmeter, ia menjerit,“Aaaagghhh!”
Ia segera menghentikan langkahnya dan nyaris terpeleset jatuh ke jurang. Sial. Dia salah memilih jalan yang berujung jurang. Ia terhenti dan melihat para pengejarnya yang mulai melambat dan terhenti beberapa meter darinya. Mereka sama-sama tengah mengatur napas yang terengah dengan keringat yang menetes di sekujur tubuh mereka. Gadis itu melangkah mundur hingga benar-benar berada di tepi jurang. Ia melirik dasar jurang yang terlihat sungai deras dengan bebatuan yang menghias di beberapa sisi. Jika dia jatuh di air, dia akan tenggelam tapi kemungkinan hidup masih ada. Jika dia jatuh di bebatuan, dia sudah pindah alam.
“Arghh. Sial!”
“Jena! Sudah berhenti saja dan ikut kami. Setidaknya, mati di tangan bos besar lebih baik daripada ke jurang.” Pekik salah satu pria yang mengejarnya tadi. Ia nampak tertawa penuh kemenangan melihat Jena kian terpojok.
Gadis itu, Jena, meringis dengan seringaian jengah, “Lebih baik aku mati di jurang. Dadah.” Jena memutar tubuhnya dan memilih melompat ke jurang.
Tuhan... jika Jena masih ditakdirkan hidup, maka selamatkanlah!
Jena merasakan tubuhnya terjun bebas dengan cepat. Angin yang kuat menerpanya hingga ia mendekati dasar jurang.
BYURRRR
Jena menerjang air sungai yang deras. Rasa sakit mendera tubuhnya hingga ia tenggelam dalam riak air. Ia menahan sakit dan mencoba menggapai ke atas. Tangan dan kakinya bergerak-gerak tidak beraturan seiring kapasitas oksigennya yang mulai menipis. Ia merasakan sesak dengan air yang mulai tertelan. Semakin banyak dan semakin sesak. Ia kelelahan. Tubuhnya kram hebat dan perlahan, tenaganya habis. Ia hanya bisa terdiam pasrah bersama deras air yang membawanya dan menenggelamkannya. Ia mulai terpejam dan pasrah. Hingga tiba-tiba sebuah tangan menariknya kuat dan membawanya ke permukaan.
Jena masih terjebak dengan kegelapan. Ia tidak mendengar atau merasakan apapun. Tubuhnya kebas. Namun sebuah tekanan di dadanya terasa semakin kuat dan semakin kuat hingga tiba-tiba ia mulai tersedak. Ia terbatuk kuat dan terbangun sambil memuntahkan air dari mulutnya.
“Hoaaaaaakkhhh,” Jena terengah sambil terlentang, ia menarik napas sebanyak-banyaknya untuk mengurangi rasa sesaknya.
Ia mengernyit dan melihat seorang pemuda dengan pakaian penuh darah dan sebuah senapan laras panjang tertenteng di punggungnya, menatapnya lekat. Jena terduduk dan mencoba menatap laki-laki itu dan melihat sekelilingnya. Dia berada di sebuah kolam usang dan di antara gedung tidak terawat di sekitarnya. Ini seperti bukan jurang. Terlebih, dia juga sudah memakai jaket kulit warna hitam pekat dan sebuah senapan juga tertenteng di punggungnya. Ia menatap dirinya, laki-laki di depannya dan sekelilingnya yang asing.
“Mara!” pekik laki-laki itu
“Ha?”
“Cepat bangun sebelum para dead walker itu semakin banyak.”
Jena mengernyit kecil. Dia mencoba mencerna situasinya. Dia terjun ke jurang dan berakhir di tempat asing. Dia sudah mati? Tapi, rasanya nyata sekali. Bahkan ia menyentuh tubuhnya yang terasa sangat nyata kalau ia masih hidup. Terlebih, bau bangkai menyeruak dan membuatnya kian berpikir panjang. Apa di akhirat, baunya seperti ini? Tidak tidak. Ini aneh. Jadi, dimana dia?Oke. Otaknya terlalu bodoh.
“Maaf. Anda memanggil siapa? Dan, kita dimana? Siapa anda? Ah, terimakasih sudah menyelamatkanku tadi.”
“Mara... kepadamu terbentur dasar kolam kah? Ah, salahkan sudah menyarankan ide terjun dari lantai sebelas hingga jatuh ke kolam. Tapi, tolong... dead walker sudah mulai datang!” pekik laki-laki itu.
“Dead... apa?”
“Zombie, Mara! Zombie!” teriaknya sambil menunjuk ke satu arah.
Jena atau Mara, terserahlah... ia menatap ke arah yang ditunjuk laki-laki itu. Ada banyak orang yang berjalan aneh dengan wajah aneh penuh darah. Mereka mengerang dan melangkah cukup cepat ke arah mereka. Mereka benar terlihat seperti Zombie dalam film-film. Ah, apa ini syuting film? Belum sempat berpikir jernih, laki-laki tadi sudah menyeretnya dengan segera. Mereka berlari meninggalkan tempat aneh tersebut.
“Apa itu Zombie asli? Mereka terlihat hanya akting dan memakai riasan seperti Zombie.” Ujar Jena sambil mengurangi kecepatan, menatap para ‘zombie’ yang mengejarnya.
“Jangan gila kau, Mara! Kamu mau dimakan mereka, huh?” laki-laki itu menyeret Jena kembali.
Sekilas, Jena melihat seekor kucing tengah bersembunyi di balik mobil rongsokan yang tersebar di jalanan. Tapi, salah satu Zombie menemukan kucing itu dan langsung memakannya hidup-hidup. Jena mendelik dan segera ikut lari mengekori laki-laki tadi. Jadi, ini nyata? Sial! Dia dimana? Kenapa dia tersasar di sana? Dan, dia harus lari lagi? Sampai kapan?
“Aaaaaggghh... ini dimana?!” pekik Jena.
“Dimana lagi, kita ada di kota Nalaka! Kau yang memberi ide untuk kesini karena kau bilang, di sini masih ada orang selamat dan banyak stok makanan. Nyatanya, begitu tiba di sini... kota ini adalah kota mati seperi kota-kota lainnya!” teriak laki-laki itu dengan masih berlarian.
“Kota Nalaka? Kota apa lagi itu?”
Jena terjebak di dunia lain yang penuh Zombie? Ini lebih gila. Lebih baik dia mati di tangan bos besar! Tak lama, laki-laki tadi menyeretnya menuju ke sebuah gudang. Mereka masuk ke dalam dan menutupi perlahan sambil mulai menyeret beberapa benda sebagai tameng agar pintu tidak bisa terbuka. Mereka ternegah sambil terduduk, bersembunyi dari Zombie yang berlarian di sana, mencari mereka.
“Siapa namamu?” tanya Jena.
Laki-laki itu menyuruh Jena untuk diam sambil mendengarkan suara yang ada di luar. “Mereka bereaksi terhadap suara dan gerakan,” lirih laki-laki itu sepelan mungkin, “Serius... kau benar hilang ingatan, huh? Bahkan, kau lupa namaku? Aku Alex!” lirih laki-laki bernama Alex itu dengan suara yang masih sangat pelan.
Oke. Jena mulai bisa menerima informasi ini perlahan. Dan, dugaannya adalah dia terjebak di dunia lain setelah masuk jurang. Apa Tuhan mendengar doanya agar diselamatkan tadi? Jadi, dia terseret ke dunia ini? Tapi, tolong, tidak terseret ke dunia Zombie juga... .
Mereka mulai terkulai lemas setelah mendengar situasi di luar yang mulai sepi. Para Zombie yang mengejarnya sudah menjauh. Jadi, benar jika Zombie itu bodoh, ya?
Jena menyentuh tubuhnya yang penuh kotoran dan darah. Baunya yang menyengat kini kembali tercium. Dia juga melepas senapan larat panjang yang tertenteng di punggungnya. “Kenapa kita tidak menembaki mereka saja?”
“Peluru kita hanya beberapa. Mereka sangat banyak. Suara tembakan akan menarik lebih banyak Zombie. Dan, kupikir sekarang kau benar-benar sudah gila!” omel Alex sambil memilih duduk menjauh di pojokan.
Jena hanya mendesah sambil mulai menikmati suasana tenang. Sudah cukup larinya, dia sudah seperi atlet lari saja. Dikejar anak buah bos besar dan sekarang dikejar Zombie. Bisa gila dia. Suasana hening dan hanya menyisakan suara napas Jena. Ia bangkit dan mencoba melirik dari balik kaca jendela yang kotor. Suasana kota tampak amburadul dan kosong. Benar-benar persis gambaran kota Zombie dalam film.
“Omong-omong, ini tahun berapa?” tanya Jena.
Hening.
Jena menoleh ke arah Alex yang tertunduk diam. Tidur.
“Alex? Huh... bisa-bisanya dia tidur.”
Jena menghampiri Alex dan hendak membangunkannya. Tapi, tiba-tiba Alex mendongak sambil mengerang kecil. Bola matanya memutih dan otot-otot wajahnya menegang. Jena membekap mulutnya terkejut. “Alex? Kau baik-baik saja?”
Hanya suara erangan dari Alex yang kian nyaring. Alex bangkit dengan perlahan. Dia melangkah mendekati Jena dengan erangan yang mengerikan. Jena melirik leher Alex yang terluka seperti bekas gigitan. Sial. Jika di film, ini artinya Alex sudah terinfeksi dan menjadi Zombie! Jena menyentuh punggungnya, mencari senjatanya. Kosong. Jena menatap ke arah senapannya yang tergeletak di lantai, jauh darinya. Sial triple kill!
Jena berlari menuju senjatanya dan bersiap menembak. Tapi, dia juga tidak tahu caranya. Begitu ia menoleh, Alex sudah menerjangnya. Jena berusaha menahan Alex. Namun, kekuatan Alex Zombie, jelas lebih kuat. Dan, krausss. Jena tergigit dan mulai diserang habis-habisan.
“Aaaggghhhhhhhhhhhhh!”
-oOo-
Jena membuka matanya sambil merasakan napasnya tersengal. Ia melihat sekelilingnya. Dia ada di sebuah gudang. Tapi, sudah tidak ada Alex Zombie. Dan, dia terikat di kursi. Tubuhnya masih setengah kuyup bekas tercelup air. Ia menatap sekelilingnya dengan wajah takut dan panik. Teringat gigitan Alex Zombie yang terasa menyakitkan. Tapi, ia segera tersadar jika ia sedang berhadapan dengan... bos besar. Hah?
“Jadi, Jena... nyalimu besar juga berurusan denganku dan anak buatku... nona kecil yang lemah.” lirih bos besar sambil menyeringai remeh. Ia mengarahkan pistol ke kepala Jena, “Adios, Jena... .”
DOR. DOR. DOR.
Jadi, baik ia bernama Jena atau Mara, nyatanya gadis itu tetap harus mati hari itu juga.
-Fin-
//Pintu Gerbang Isekai Tertutup//
Oke. Beginilah akhir cerita pendek ini. Maaf jika gak jelas dan ada typo. Salam kenal... jangan lupa like dan komentarnya.
Baca juga karyaku yang lain ya... .
Regards Me
Far Choinice
#Memasuki Isekai
#Karya baru kemarin