Malam selalu membuat udara tenang dan dingin, namun malam membuatnya sadar bahwa ada terang dan ada gelap dimana ia hidup dalam kegelapan tanpa secercah cahaya. Mencintai malam, karena malam ada dirinya yang berada dalam kegelapan. Namun, apakah malam dapat menjamin akan selalu malam.
Nyatanya, tidak. Malam akan berganti siang, dimana matahari terbit dengan terang hingga menyinari seluruh dunia dengan cahayanya, membuatnya sekarang percaya bahwa gelap PU ia akan bisa menjadi terang. Syaratnya hanyalah waktu, semua butuh waktu.
Vanya, gadis cantik yang selalu mengalami hal-hal buruk dalam kehidupannya, semenjak kedua orang tuanya mulai bertengkar yang harus melibatkan dirinya. Vanya, gadis kecil itu tertekan lalu memutuskan untuk selalu sendiri.
"Vanya, kenapa kamu selalu sendiri?" tanya Guru, di sekolahnya.
Vanya tersenyum kecut, "Saya tidak mau berteman, karena siapapun yang berteman dengan saya akan terkena ... sial."
Papa bahkan Mamanya menganggap dirinya hanyalah anak pembawa sial. Ternyata, Vanya hanya anak yang lahir sebelum menikah, tepatnya anak haram. Membuat kedua orang tuanya harus terpaksa menikah dan berhenti sekolah. Namun, mereka sama-sama ego dimana Papanya selalu minum-minum sedangkan Mamanya adalah wanita royal yang selalu ingin dimanja dan di belikan barang. Adanya Vanya, membuat keduanya terkekang dan tidak bebas bahkan harus menguras uang untuk menjaganya.
"Dasar pembawa sial!" teriak Erina, Mama Vanya.
"Kamu udah nyusahin, sekarang berani melawan. Dasar pembawa sial!" bentak Reino, Papanya.
Setiap hari hanya ada cacian dan makian untuk dirinya. Namun, Vanya mencoba menahan semuanya, menahan rasa sakitnya, rasa kecewanya dan amarahnya. Karena, percaya akan ada cahaya besar yang akan menyinari seluruh dunianya, membuatnya bahagia dan keluar dari masalah lalu yang buruk.
Bertahun-tahun lamanya, Vanya masih setia menunggu. Tapi, hati kecilnya sudah tak lagi mengharapkan itu semua. Banyak orang yang mencoba mendekati Vanya, untuk sekedar berteman dan mengobrol. Vanya hanya diam, ia tidak tahu harus merespon bagaimana, Vanya takut menyakiti perasaan temanya. Karena, setiap ucapan yang selalu ia dengar dari Mama dan Papanya, semua membuatnya sakit hati.
"Vanya, Aku Marisa. Mulai sekarang kita sahabat." Vanya menatap Marisa dengan tenang, keinginan untuk hidup tak ada di mata Vanya, ia hanya menatap datar ke depan.
Itulah membuat Marisa merasa tertantang, Marisa membiarkan sahabat yang benar-benar akan ada untuknya. Bukan hanya sekedar lewat dan numpang pansos padanya. Entah kenapa, melihat Vanya membuatnya menjadi percaya.
Vanya dan Marisa masih mencoba mengakrabkan diri, walau Vanya masih banyak diam.
Tibalah dimana Vanya bertemu dengan seorang cowok, yang ternyata adalah adik kelasnya di sekolah. Vanya tanpa sengaja menabraknya lalu tanpa basa-basi Vanya meninggalkannya begitu saja. Cowok itu menatap aneh pada Vanya, tapi sebuah senyum terbit di bibir pemuda itu.
Sejak hari itu, Arslan merupakan adik kelas paling cakep yang di sukai banyak perempuan cerewet, gampang bergaul, manja, dan tidak suka cewek yang centil padanya, Arslan mendekati Anya, yang notabene adalah cewek pendiam dan tak pandai bergaul.
"Kenapa Lo selalu dekatin gue? apa untungnya, Lo cuma di hina!" Vanya bertanya dengan menatap Arslan, cowok itu menatap Vanya balik menangkup wajah Vanya dengan tangannya.
"Kak Vanya, ingin pertemuan pertama kita. Aku sangat terkesan, karena hal yang paling Aku inginkan adalah perempuan yang tidak memperdulikan Aku. Aku suka kamu, karena kamu berbeda dari yang lainnya. Aku sudah tau kamu bagaimana. Aku tidak mengerti kamu, tapi aku akan berusaha untuk mengerti kamu agar kamu juga bisa mengerti Aku," ujarnya panjang lebar.
Vanya terkekeh, "Ternyata benar, kau sangat cerewet," ujar Vanya. Arslan terdiam, bahkan orang sekitar mereka menatap kaget Vanya.
Vanya bingung, tapi akhirnya mencerna apa masalahnya.
"Ka-Kamu ketawa? beneran, ini beneran kan?" tanya Arslan, membolak-balik wajah Vanya.
Sejak hari itu, Arslan menjadi semakin manja dan cerewet pada Vanya. Membuat Vanya sering kali berbicara dan tertawa akibat ulah Arslan yang selalu memancingnya.
Sejak hari itu, sedikit demi sedikit cahaya sudah memasuki dunia Vanya. Vanya yang selalu sendiri sekarang memiliki seorang sahabat dan pacar yang akan ada untuk dirinya, disaat ia sedih dan bahagia. Mereka menghadapi kedua orang tua Vanya bersama-sama, setelah Vanya menceritakan semua kehidupannya selama ini. Mereka mendapati kesepakatan dimana mereka akan bersama-sama berjuang demi Vanya juga demi hubungan mereka. Hingga, kedua orang tua menyerah dengan ucapan yang terlontar dari Arslan.
"Itu kesalahan Om dan Tante, karena tidak menjaga diri kalian. Kalian sendiri yang membuat kalian dalam masalah, bukan Vanya. Vanyalah korban disini, bahkan Tante sama Om tidak pernah menyayangi Vanya sejak kecil, membiarkan Vanya sedih berkepanjangan. Aku mohon, sayangilah Vanya kami sangat menginginkan itu," jelas Arslan. Vanya tersenyum, menatap ke langit-langit rumahnya. Iya, dia sedang menahan tangisnya agar tidak tumpah. Namun, seketika itu runtuk saat Mama dan Papa yang ia sayangi, terduduk di lantai meminta maaf atas kesalahan mereka.
Kebahagian Vanya lengkap sudah, kegelapan yang selalu menutupinya kini sudah tak ada, hanya ada cahaya yang menerangi dunianya. Kesendirian, kesepian dan kehampaan telah lenyap darinya, sejak hadirnya Arslan dalam hidupnya.