"Tinaaaaa ...," teriak Ana sambil berhambur ke pelukan teman sekaligus sahabatnya masa SMA dulu.
"Diiihhh unyuuu lama kita tidak ketemu," sahut Tina sambil membalas pelukan Ana.
"Kangen tahu ...," ucap Ana sambil mengerucutkan bibirnya.
"Hai Non kita ini sudah beranak Pinak ya jangan sok imut deh jadi gemes aku sangking gemesnya ingin ku masukkan kamu ke dalam karung," ujar Tina cengengesan.
"Sialan kamu Tin! Oh ya gimana kabar anak anak kok tidak ada yang ikut?" tanya Ana pada sahabatnya.
"Anak anak sedang ada di rumah neneknya, la anak kamu juga mana kok tidak ada yang ikut," tanya Tina.
"Si sulung sudah besar dia tidak mau ikut acara beginian, kalau si kecil sedang pergi sama bapaknya," jawab Ana sambil meminum minumannya.
"Ana coba lihat itu bukannya si Arya ya?" tanya Tina sambil memperhatikan seseorang yang tidak jauh dari mereka.
"Iya itu sih Arya," jawab Ana sambil memandang Arya sekilas.
"Bagaimana dengan hati itu? Apa dia masih bergetar kalau bertemu dengan si Arya?" goda Tina.
Ana hanya tersenyum menanggapi ucapan Tina, Ana sering menceritakan semuanya pada Tina, walau mereka sudah lama tidak bertemu tapi mereka selalu bertukar kabar melalui ponsel mereka.
"Aku sarankan jangan kamu terlalu merasakan rasa yang ada di hatimu saat ini Ana, ingat ada keluarga yang kini telah menjadi tanggung jawabmu," ucap Tina menasehati Ana.
Ana yang mendengar itu pun tersenyum tipis entahlah entah dia bisa menahan godaan sehat kali ini atau tidak, yang jelas dia akan selalu berusaha untuk mengingat kalau saat ini dia memiliki hati yang harus dia jaga setiap saat.
"Tenang saja Tina aku akan berusaha untuk menjaga sikap tapi aku tidak bisa mengatur hatiku karena apapun yang terjadi hati tidak bisa di ajak kompromi," jawab Ana.
"Aku yakin kamu bisa menjaga hatimu Ana," ucap Tina.
"Tentu tapi entahlah kalau sudah khilaf nanti," ujar Ana cengengesan.
"Ah dasar kamu An, tapi iya juga sih Arya semakin ganteng dan aahhh itu loh seorang tentara lagi," ujar Tina menggoda Ana.
Ana hanya tersenyum menanggapi ucapan Tina.
Sebenarnya hati Ana masih menyimpan rasa cintanya untuk Arya selama 10th ini walau dia tidak tahu kalau Arya sekarang seorang tentara.
Acara reuni itu pun telah berakhir satu persatu para tamu undangan pun berpamitan dan meninggalkan gedung tempat acara itu berlangsung tidak terkecuali Ana.
Ana pun menyalakan mesin motor matic yang biasa dia gunakan kemana pun dan bersiap untuk kembali ke rumah tetapi suara seseorang membuatnya menghentikan keinginannya.
"Ana sampai jumpa lagi hati hati di jalan," ucap seseorang di belakang Ana.
Tanpa menoleh pun Ana tahu kalau itu adalah Arya.
Ana menolehkan kepalanya dan tersenyum ke arah Arya.
"Terima kasih Arya, semoga kita bisa berjumpa lagi," ucap Ana sambil tersenyum manis.
Arya pun mengangguk dan meninggalkan Ana yang masih setia memandangi punggung Arya yang terlihat sangat tegap dan berwibawa.
"Tuhan mengapa baru Engkau pertemukan kembali aku dengannya setelah sekian lama? Dan rasa ini masih sama untuknya tolong Engkau jaga hati ini agar tidak melewati batasannya," doa Ana dalam hati.
Ini sudah hampir satu bulan dari acara reuni yang di adakan setiap hari Ana dan teman temannya terus bercanda liwat chatting di grup yang mereka buat. Hari hari Ana selalu di isi dengan bayangan serta lamunannya tentang Arya. Seakan-akan Arya tidak bisa hilang dari otaknya walau sedetik pun.
Kala bercanda di grup Arya dan Ana selalu memakai panggilan beb satu sama lain, Ana sadar kalau itu hanya candaan tapi entahlah hatinya merasa sangat senang dengan panggilan itu.
Hingga suatu hari ada salah satu teman Ana yang menghubungi Ana dan mengajaknya untuk berkumpul di sebuah rumah makan yang tidak jauh dari rumah Ana.
Dering ponsel Ana membuatnya kaget kini di lihatnya ada sebuah pesan masuk di ponselnya.
"Ana hari ini bisa ikut kumpul-kumpul sama teman teman atau tidak?"
Bunyi pesan dari Bowo salah satu teman yang lumayan akrab dengan Ana.
Ana pun membalas pesan itu.
"Di mana? Dengan siapa saja?"
tidak beberapa lama pun Ana mendapatkan balasan dari Bowo.
"Ada Arya Dwi Mila uzi dan aku." Balas Bowo.
Ana sebenarnya ingin sekali pergi ke sana dan dia pun mengirimkan pesan pada suaminya untuk meminta izin.
"Pak aku ada undangan kumpul-kumpul sama teman teman boleh?"
Tidak beberapa lama balasan dari sang suami pun datang.
"Ya ... ." hanya kata singkat itu yang dia terima.
Ana pun tersenyum bahagia dia berfikir sudah mendapatkan izin dari sang suami.
Dia bersiap siap untuk pergi ke acara itu.
Ana memandang kembali cermin yang ada di kamarnya dia tertegun beberapa saat, dia berdandan sangat cantik saat ini bahkan dia tidak pernah berdandan seperti itu saat bersama suaminya.
Seketika hati Ana terasa tercubit, dia sadar kalau apa yang dia lakukan saat ini salah.
Tanpa Ana sadari selama ini Ana telah melakukan zina hati, Ana pun terduduk di kursi di depan meja riasnya.
Ana beristiqfar beberapa kali sambil mengusap kasar wajahnya.
"Astaghfirullah haladzim ... ini salah aku tidak boleh melakukan ini karena aku sudah berumah tangga, dan suamiku sangat baik padaku dan juga keluargaku," ucap Ana dalam hatinya.
Tetapi salah satu dari jiwanya ada yang berbisik bahwa ini tidak salah karena dia hanya ingin bertemu dan berkumpul dengan teman-temannya toh mereka tidak hanya berdua.
Dalam diri Ana terjadi perang batin, untuk beberapa saat Ana bingung harus memilih yang mana.
Akhirnya Ana memejamkan mata sejenak untuk berfikir dan merenungkan apa yang seharusnya dia lakukan.
Ketika Ana memejamkan matanya terbayang semua kebaikan sang suami juga senyum anak anaknya.
Ana pun membuka matanya dan tersenyum penuh arti.
"Aku tidak boleh seperti ini ada hati yang harus aku jaga seandainya suamiku melakukan hal seperti ini padaku tentu hatiku sakit," batin Ana.
Tapi ujian Ana tidak hanya sampai di situ sebuah pesan singkat menyapa ponselnya, Ana pun membaca pesan itu.
"Ana aku ingin bertemu denganmu sungguh hati ini merindukanmu."
Ana shock membaca pesan itu dia pun kembali terduduk lemas di kursi riasnya.
Pesan dari Arya membuatnya kembali bimbang apakah dia harus pergi menemui Arya atau tetap dirumah.
Satu sisi hatinya menginginkan dia tetap di rumah tapi di sisi lain mendesak agar Ana pergi menemui cinta pertamanya karena mereka tidak hanya sendiri melainkan bersama teman temannya yang lain.
Ana kembali memejamkan matanya, dia berfikir beberapa saat apa yang mesti dia lakukan.
Ana pun menghela nafasnya dan tiba tiba mengingat satu perkataan sahabat Nabi yaitu Abu Tholib yang pernah dia baca di buku kisah Nabi dan para sahabatnya.
"Tiada jihad paling mulia kecuali jihad memerangi hawa nafsunya sendiri."
Ana pun menghela nafas dan mengambil ponselnya untuk mengetikkan sesuatu di ponsel itu.
Ana mengabarkan pada Bowo bahwa dia tidak bisa hadir dalam acara itu Ana pun menitip salam untuk Arya Ana minta maaf karena tidak bisa hadir di acara yang telah di siapkan.
Ana pun mengganti pakaiannya dan bergegas menyiapkan makan malam untuk keluarganya.
Akhirnya Ana pun menyelesaikan pekerjaannya dan tidak beberapa lama pintu terbuka dan masuklah suaminya yang baru pulang dari bekerja.
"Loh Bunda kok di rumah? Bukannya tadi minta izin mau kumpul-kumpul sama teman teman," tanya Nuri suami Ana ketika Ana menghampirinya menyambut kedatangan sambil mencium tangan Nuri.
"Gak jadi Pak, mending kita makan malam romantis saja mumpung anak anak sedang berada di rumah neneknya," ucap Ana sambil tersenyum manis.
Nuri pun tersenyum dan mengecup kening sang istri
"Baiklah aku mandi dulu ya Bunda," ucap Nuri.
Ana pun mengangguk dan tersenyum.
Setelah kepergian sang suami Ana menghela nafas panjang dan mengucapkan syukur berkali kali karena setidaknya dia bisa menahan hawa nafsu yang bisa berakibat buruk untuk keluarganya juga keluarga Arya bila nanti terjadi sesuatu yang lebih dari sekedar teman karena setan akan selalu membuat percikan demi percikan api nafsu di dalam hati manusia.
Ana tidak mengerti entah rasa cinta dalam hati Ana untuk Arya ini benar benar cinta atau hanya sebuah obsesi tapi sebisa mungkin dia menahan dan menjaganya agar tidak merusak rumah tangga yang telah terbina entah itu rumah tangga Ana sendiri atau rumah tangga Arya.
Biarlah rasa yang di miliki Ana di terpendam dalam hatinya, tidak dapat di pungkiri di hati Ana masih ada sebuah rasa untuk Arya tapi biarlah hanya berada di sana tanpa harus dinyatakan ataupun dikatakan, biarlah ini tetap menjadi rahasia hati Ana, Ana tahu kalau ini salah mencintai orang lain ketika dia telah memiliki suami tapi apa daya Ana telah berusaha melupakannya tapi tidak bisa.
Yang Ana tahu dia harus menjaga batasannya agar tidak melukai orang orang yang menyayanginya.
TAMAT.