Cerita ini dimulai ketika aku berumur 11 th,
saat itu memulai kebiasaanku menggantungkan surat-surat bersama cimol.
cimol adalah kucing kesayanganku, bukan seperti hewan peliharaan lebih tepatnya dia adalah temanku.
namaku Bella, Aku adalah anak tunggal di keluarga ini.
ayah dan ibu sangat sibuk dengan urusan kantor.
aku menjadi sangat kesepian karena itulah aku selalu berbicara kepada cimol.
"Cimol bagaimana ini kenapa ayah dan ibu selalu memarahiku? semua terdengar begitu mengerikan saat mereka menghukumku" keluhku pada cimol.
cimol hanya memandangiku seakan-akan ia mengerti apa yang aku katakan.
aku memang anak yang ceroboh, tiap hari ada-ada saja kelakuan ku yang memberikan ayah dan ibuku kesempatan untuk menghukumku.
selain berkeluh kesah pada cimol kadang-kadang aku juga menggantungkan surat di pohon pinus di belakang rumahku.
surat itu berisi tentang harapan dan keluh kesahku setiap hari.
Hari ini aku menulis surat kepada peri lagi, ini surat ke 7 ku:"Dear peri, kenapa ya nilai penjaskes Ku selalu jelek? padahal kan aku sudah bersusah payah mengikuti olahraga, tapi entah kenapa pak guru selalu mengomel, bikin kesel saja" tulis ku di surat itu aku hanya berharap surat itu sampai ke pangkuan peri atau mungkin ke surga.
keesokan harinya cimol menjadi sangat berisik.
"meong meong..." suara cimol mengeong tampak resah, sepertinya ada yang ingin ia beritahukan kepadaku.
kemudian cimol berlari menuju halaman belakang rumahku dan aku mengikutinya. namun, betapa terkejutnya aku ketika menemukan sepucuk surat merah muda yang tergantung di pohon pinus tempat biasa aku menggantungkan surat. Bukan, itu bukan suratku, karena penasaran aku mengambil surat itu, suratnya begitu cantik dihiasi dengan pita berwarna-warni, tulisan nya ditulis dengan tinta berwarna emas. begini kira-kira isinya: "Dear Bella... setiap orang punya kekurangan dan kelebihan, hanya tinggal bagaimana cara orang itu menyiapinya, mau menyerah atau terus berusaha. dan kamu juga harus ingat, kalau setiap kejadian pasti ada tujuannya. semangat yaa manis, dari peri hutan kesayangan".
Aku sungguh kaget."ini surat balasan untukku?!" tanyaku dalam hati. aku juga mengucak mataku barangkali aku hanya berhalusinasi. tapi ini memang nyata, ini nyata! peri hutan membalas suratku. sejak saat itu aku semakin tertarik untuk menulis surat.
Sebulan telah berlalu, sekarang aku sudah terbiasa berkirim surat dengan peri hutan itu. peri sering menasehatiku lewat suratnya.
sekarang aku sedang dalam misi mencari peri yang telah membalas suratku.
Pada hari pertama, Aku mencari di semak-semak, aku juga memperhatikan jejak kaki barangkali pembalas surat itu meninggalkan jejak.
Berhari-hari aku menjerit dan memperhatikan pohon pinus itu, tapi aku tak kunjung mendapat petunjuk.
"Ah sudahlah.. tidak ada gunanya Aku mencari, peri memang tidak meninggalkan jejak kan"gerutuku, aku sangat kesal karena pencarianku tak membuahkan hasil. sekarang ku putuskan untuk berhenti mencari peri itu.
"Astaga sudah hampir jam 6" batinku, aku terlalu sibuk memikirkan peri itu sampai aku lupa waktu. Hari ini aku harus berangkat ke sekolah lebih awal karena kelasku mendapat giliran menjadi petugas upacara. aku hampir siap, tapi aku tak menemukan di mana dasiku.
"Bu dimana dasiku" tanyaku
"Dikamar ibu nak"
Aku bergegas ke kamar ibu, ternyata dasiku tergantung di samping meja rias, aku segera mengambilnya.namun, perhatianku teralihkan oleh tumpukan kertas yang ada di samping kasur ibu. aku mengambil salah satu kertas itu kemudian membacanya.
"loh.. ini kan suratku"
sepertinya aku telah ditipu, peri hutan itu tidak ada, ayah dan ibuku lah yang telah membalas suratku.
"Bella.. ketemu tidak dasinya? cepat berangkat nak sudah hampir setengah 7 loh" ucap Ibu sambil setengah berteriak.
"Iya bu".
Aku meninggalkan surat itu dan bergegas ke sekolah.
sepulang sekolah aku menemukan sepucuk surat yang tergantung di kamarku. Aku membaca surat itu.
"Untuk peri kecil kami Bella.. kamu tidak perlu peri untuk mendengar keluh mu, memang menyenangkan untuk menggantung suratmu di pohon pinus cantik itu, tapi jangan lupa kalau kamu masih punya tempat lain untuk berkeluh kesah. memang tidak sehebat peri tapi mereka akan selalu menjaga serta melindungimu.. penuh cinta ayah dan ibu".
Bacaku, aku terperangah ketika membaca surat itu. benar juga, kenapa aku perlu peri hutan di saat aku memiliki malaikat luar biasa yang selalu menyayangi dan menghawatirkan ku dialah ayah dan ibuku.