Langkah kaki itu kembali terdengar meski samar. Nindi berkali-kali menengok ke belakang tetapi dia tak melihat apapun. Tiba-tiba bau anyir mulai terendus oleh indera penciumannya. Nindi mulai merasa ketakutan sekarang. Bulu kuduknya berdiri meremangkan seluruh tubuhnya. INI SUDAH TIDAK WAJAR!
Akan tetapi dua rekannya yang ada di depan masih saja asyik mengeksplor keadaan rumah kosong yang telah lama terbengkalai itu. Nindi baru saja hendak memanggil nama salah satu diantaranya. Tapi tiupan angin yang berhembus menyentuh lehernya membuat Nindi tidak bisa menahan dirinya lagi.
"Aaaaaaaaaarrrrrkkkkkhhhhhhh!!!!"
**
TOK ! TOK ! TOK !
Sebuah ketukan pintu kamar yang sedari tadi terdengar membuat Nindi seketika membuka kedua matanya. Nindi menatap nyalang ke arah langit-langit kamarnya. Nindi masih berusaha mengumpulkan nyawanya setelah mengalami sebuah mimpi buruk barusan.
"Nindi! Nindi! Kamu nggak apa-apa, nak?"
Itu adalah suara sang ibu. Pasti ibunya mendengar suara teriakannya barusan dan itu membuat beliau menjadi cemas.
"Tidak bu, aku cuma mimpi,"sahut Nindi yang tidak ingin membuat sang ibu merasa cemas karena terlalu lama menunggu jawaban darinya.
"Cepat bangun, nak, ibu sudah siapkan sarapan,"ucap sang Ibu dari balik pintu kamarnya.
"Iya, Bu,"ujar Nindi kembali.
Nindi menghela napas panjang untuk menghilangkan rasa takut akan mimpi buruknya barusan. Apakah ini efek karena dia sering melakukan kegiatan yang berhubungan dengan hal goib tersebut. Padahal ini sudah zaman teknologi menguasai segalanya. Kenapa juga masih takut dengan begituan?
Nindi menepis perasaan takut itu. Karena bagaimanapun pekerjaan ini membuat dia bisa bertahan hidup bersama dengan sang ibu yang seorang janda.
HP Nindi berbunyi, sebuah pesan masuk. Dari teman kerjanya, Erick.
"Astaga! Kenapa aku lupa kalau malam ini akan ada live streaming!"pekik Nindi yang seketika langsung bangun dari tempat tidurnya. Dia belum mempersiapkan bahan yang dibutuhkan.
"Nanti malam kamu ada kerjaan, nak?"tanya Ibu Sinta kepada putri semata wayangnya tersebut.
"Iya, Bu, shooting seperti biasa,"jawab Nindi sambil mengunyah makanan kesukaannya.
"Hati-hati, ya. Ibu sih sebenarnya tidak tega kamu bekerja seperti itu,"keluh Bu Sinta dengan pekerjaan sang putri yang menurutnya begitu ekstrim.
"Tapi hanya pekerjaan itu yang aku dapatkan, Bu. Kita juga butuh biaya untuk hidup,"kata Nindi dan hal itu membuat Bu Sinta menghela napas panjang. Putri kesayangannya itu sudah bekerja sangat keras selama ini untuk kehidupan mereka berdua.
"Nindi, pamit ya Bu,"ujar Nindi berpamitan kepada sang ibu. Rekan kerjanya sudah menjemputnya di depan rumah.
"Iya, kamu hati-hati ya, nak, jangan lupa sering-sering baca doa dan jangan melamun,"pesan sang ibu.
"Iya, Bu,"sahut Nindi. Setelah mencium tangan sang ibu, Nindi bergegas menuju ke arah mobil.
"Hei, Nin,"sapa Erick dengan ramah saat melihat Nindi masuk ke dalam mobil.
"Bahan lu udah siap belum?"tanya Rio.
"Udah bang, eh...kita cuma bertiga saja neh?"tanya Nindi karena dia tidak melihat salah satu rekannya.
"Dimas tidak bisa ikut, sakit, bengek emang dia,"ujar Rio sambil menyalakan mesin mobilnya. Erick hanya terkekeh mendengar ucapan Rio barusan. Sedangkan Nindi hanya manggut-manggut saja.
"Oya, Nin, kita latihan dulu di sini ya, ntar di sana biar tidak menghabiskan waktu,"ajak Erick.
"Boleh bang, yuk,"ujar Nindi kemudian mengambil naskah yang sudah dia buat sebelumnya.
Rio adalah seorang YouTubers yang begitu menyukai konten yang berhubungan dengan sesuatu yang mistis. Bersama dengan dua temannya, Erick dan Dimas. Mereka selalu bisa membuat konten yang menegangkan itu. Jumlah followers nya juga begitu banyak. Dan peran Nindi di sini adalah sebagai pembawa acara dalam konten tersebut. Karena selain wajah Nindi yang menjual banget di dalam konten. Nindi juga termasuk cewek yang pemberani menelusuri tempat-tempat yang dianggap horor dan angker tersebut. Strategi marketing itulah yang digunakan oleh Rio dengan menggaet seorang Nindi Hastari. Untuk mendongkrak jumlah subscriber tentunya.
Mobil itu berhenti tepat di sebuah jalan setapak. Nindi melihat ke sekeliling dimana langit sudah mulai temaram. Hanya ada pohon-pohon besar. Apakah lokasinya kali ini benar-benar di tengah hutan?
"Rumah itu ada di dalam hutan sana. Jaraknya sekitar satu kilometer dari sini. Kita tidak bisa bawa mobil ke sana,"ujar Rio menjelaskan.
Astaga! Makin gila saja bosnya ini, batin Nindi. Apakah segitunya dia ingin mendapatkan followers?
"Nin, ayo turun,"ajak Erick yang melihat belum ada pergerakan dari Nindi.
"Eh, iya bang,"ujar Nindi tergagap. Dia sebenarnya cukup ngeri sih karena mereka akan melakukan live streaming di malam hari di tengah hutan.
Nindi berjalan di tengah. Di depan ada Rio dan dibelakangnya ada Erick. Mereka bertiga berjalan beriringan. Nindi merapatkan jaket jeans yang dia kenakan. Dia tidak hanya merasakan dingin saat ini tetapi juga agak ngeri juga dengan suasana malam di hutan tersebut. Apalagi ditambah dengan bunyi hewan-hewan malam yang semakin membuat suasana menjadi menyeramkan.
"Kita sudah sampai,"kata Rio.
Nindi melihat bangunan tua yang ada di depannya. Ini sih gila, bang Rio beneran mau ngadain live streaming di sini? gumam Nindi.
"Kita eksplor dulu ya, kita tentuin tempat-tempat yang bagus buat live,"ujar Rio kembali.
"Maaf bang, emang sebelumnya belum di cek dulu?"celetuk Nindi.
"Gegara si Dimas bengek tuh, nggak jadi dah gue cek tempat ini. Karena kita terbatas waktu ya udah sekalian aja dengan live-nya. Lagian lusa video baru musti tayang. Kita dikejar deadline,"gerutu Rio panjang lebar.
Nindi kembali terdiam karena melihat wajah Rio yang tampak kesal.
"Udah, kita segera masuk aja, ntar semakin malam,"ujar Erick menengahi.
"Iya, lu benar, ayo Nin,"ajak Rio.
Nindi mengikuti langkah dua lelaki di depannya itu. Keduanya tampak serius menentukan bagian-bagian ruangan di rumah itu yang pas untuk pengambilan gambar nantinya.
Nindi berdiri menatap bangunan yang sebenarnya cukup mewah hanya saja itu sudah terbengkalai sangat lama. Sehingga bangunan semewah itu menjadi cukup menyeramkan apalagi lokasinya yang ada di tengah hutan. Apakah pemiliknya dulu suka tinggal di tengah sepinya manusia seperti ini? Nindi tidak habis pikir dengan pemikiran orang-orang kaya itu.
Rio dan Erick berjalan ke arah tangga menuju ke lantai dua. Sedangkan Nindi masih melihat-lihat ruangan di lantai satu. Tiba-tiba perasaan aneh menelusup di benak Nindi. Kenapa dia merasa dejavu kali ini.
Bukankah ini mirip dengan mimpinya semalam?
Nindi mulai menepis perasaan takut itu dari benaknya. Dia mencoba untuk fokus lagipula bukan sekali ini saja dia mendapati harus syuting di lokasi yang cukup menyeramkan. Nindi hendak berjalan menuju ke tangga. Dia bermaksud menyusul dua rekannya. Tetapi...
Nindi seketika menoleh ke belakang karena dia merasa ada sekelebat bayangan melintas. Nindi menyorotkan lampu senter yang dia bawa. Akan tetapi tidak dia temukan siapapun di sana. Apakah itu hanya halusinasi nya saja?
Sekelebat bayangan itu kembali melintas di samping kanannya.
"Astaga!"Nindi terpekik pelan dan kembali menyorotkan lampu senternya. Apaan itu barusan yang lewat?
Belum selesai sampai di situ, bayangan itu kembali melintas kali ini di samping kirinya. Nindi mulai mengeratkan pegangannya pada senter.
INI BUKANLAH HALUSINASI!
Nindi mulai berjalan perlahan-lahan mundur dan bersiap-siap untuk kabur ke tempat kedua rekannya.
"Nin!"
"Astaga!"Nindi terlonjak kaget saat Erick menegurnya tiba-tiba dari arah belakang. Erick sendiri juga kaget melihat ekspresi ketakutan dari Nindi.
"Lu kenapa sih? Gitu aja sudah kaget. Lagian kita ke atas ngapain lu masih di bawah aja, tuh si Rio udah nungguin, kita mulai live nya dari atas,"ujar Erick.
"Ada yang nggak beres deh, bang,"sahut Nindi masih sambil mengatur napasnya.
"Emang lu abis liat apaan?"tanya Erick yang penasaran dengan wajah Nindi yang tampak sedikit pucat.
"Aku merasa ada mengintai kita, bang,"kata Nindi.
"Cuma perasaan lu aja kali, di sini jauh dari pemukiman warga. Lagian siapa juga yang mau tinggal di sini,"kata Erick mencoba membuat Nindi merasa tenang.
"Tapi bang, aku udah beberapa kali melihat bayangan orang melintas. Dan itu sepertinya bukan halusinasi ku deh,"ujar Nindi kembali meyakinkan Erick.
"Bayangan hewan lewat aja kali. Udah deh, Bin, daripada kita kelamaan berdebat di sini. Mending kita segera selesaiin tugas ini terus pulang dah,"ajak Erick sambil menarik tangan Nindi.
"Tapi bang... aku takut,"rengek Nindi kali ini yang udah merasa tidak enak dengan suasana di rumah tersebut.
"Lu mau buat si Rio makin kesel aja ni hari. Dia udah sebel karena Dimas lagi bengek, ini video musti kelar hari ini. Lusa udah ada job baru lagi. Lu mau ntar gak gajian?"cecar Erick yang seketika membuat Nindi terdiam.
"Udahlah, kelamaan lu,"kata Erick dan menarik tangan Nindi naik ke lantai dua rumah tersebut.
"Kalian ini lama bener dah, ditungguin dari tadi, kencan kalian di bawah!"amuk Rio saat melihat kedua anak buahnya yang baru sampai.
"Yaelah, sapa juga yang kencan, si nindi neh tadi...itu nyasar,"alasan Erick.
"Bilang aja kalian mojok dah! Cepetan Sono Nin, lu berdiri di depan pintu kamar itu. Dan setelah kamera on kamu mulai ya,"ujar Rio memberikan arahannya.
"Eh, iya bang,"sahut Nindi yang seketika mengambil tempat sesuai dengan arahan dari Rio.
"Lu dah siap kan, Rick?"tanya Rio kepada Erick.
"Oke."
"Baik, siap ya Nin, dalam hitungan mundur stand by lima, empat, tiga, dua, satu, kamera on, mulai!"
"Selamat malam, selamat datang di Penelusuran Misteri, masih bersama dengan aku, Nindi Hastari yang tentunya akan menemani malam kalian ini dengan penelusuran-penelusuran yang lain daripada yang lain. Sekarang aku dan Tim berada di sebuah rumah terbengkalai yang letaknya berada di tengah-tengah hutan. Ini benar-benar di tengah hutan, guys. Dan kalian tahu ini sudah jam berapa? Hampir jam sepuluh malam. Kalian tentu tahu kan ini acara live. Jadi acara ini tentunya real dan no settingan ya guys. Nah, tentu teman-teman Penelusuran Misteri sudah tidak sabar dengan hasil penelusuran aku dan Tim malam ini dengan kondisi rumah yang lama sudah tidak berpenghuni ini. Kalian tentu juga penasaran kan, apa saja yang akan kita temukan di sini. Tapi sebelumnya jangan lupa untuk like, coment dan subscribe channel kita ini agar aku dan Tim lebih bersemangat untuk membuat penelusuran yang lebih wow lagi tentunya ya. Kalian sudah siap, guys! Yuk kita mulai penelusuran kita malam hari dan astaga! Bang Rio Awwwwwaaaaasss!!!!"pekik Nindi tiba-tiba.
"Aaaaaaaaaarrrrrkkkkkhhhhhhh!!!! Nindi tidak kuasa menahan diri untuk tidak menjerit melihat sang bos telah tertelungkup dengan punggung sobek penuh darah. Rio tampak merintih kesakitan.
"Hei! Siapa kamu?"ujar Erick yang kaget dengan kehadiran seseorang bertopeng dan dia juga membawa senjata parang.
Erick berlari melindungi Nindi tentunya. Keduanya berjalan mundur dari tempat Rio yang terluka parah tersebut. Tidak mungkin mereka menyelamatkan Rio karena si pelakj itu berada di dekatnya.
"Aku ingin kalian semua mati! Mati!"ujarnya dengan suaranya yang parau. Erick dan Nindi benar-benar tidak kuasa melihat apa yang dilakukan orang bertopeng itu kepada Rio.
"Lari, Nin!"ajak Erick sambil menarik tangan Nindi yang sudah menangis melihat teriakan kesakitan terakhir dari Rio yang tubuhnya dipotong-potong oleh penjahat tersebut.
Erick dan Nindi nekad melompat dari lantai dua dan jatuh ke semak-semak yang tinggi di samping rumah tersebut.
Erick menarik kembali tangan Nindi dan mengajaknya untuk lari karena penjahat itu tentu masih mengincar nyawa mereka berdua.
"Aaarrrrrrkkkhhhh!!!"Nindi kembali berteriak karena penjahat itu tiba-tiba sudah muncul menghadang langkah mereka.
"Mau kabur kemana kalian, heh!"ujar si pria bertopeng itu dengan suara paraunya. Erick menatap Nindi lalu dia menyerahkan kunci mobil mereka kepada Nindi.
"Pergi dari sini, Nin,"ujar Erick. Nindi awalnya tidak mau tetapi tidak ada waktu lagi untuk berdebat. Nindi pun segera berlari saat penjahat itu sedang berkelahi dengan Erick.
Nindi harus segera sampai di mobil yang mereka bawa. Nindi berlari sekuat tenaga sambil menghapus air matanya berkali-kali. Sebuah teriakan keras dari Erick membuat Nindi sempat berhenti sejenak dan menoleh.
"Erick.....! Maaf...."ujar Nindi sambil mendekap mulutnya sendiri dan menangis tertahan.
Tidak, dia tidak boleh menyia-nyiakan pengorbanan Erick. Dia harus bisa keluar dari hutan ini. Harus!
Nindi kembali berlari sekuat tenaga untuk sampai ke kendaraan roda empat mereka. Nindi hampir saja sampai di kendaraan itu. Namun....
"Aaarrrrrrkkkhhhh!"Nindi merasakan kesakitan yang luar biasa di lengan kanannya. Rupanya sebuah benda tajam telah menusuk lengannya tersebut.
"Mau kemana kamu!!!"suara itu membuat Nindi mempercepat langkahnya untuk masuk ke dalam mobil. Nindi segera mengunci mobil tersebut.
BRAAAAAKKK!!!
Penjahat itu tidak tinggal diam. Dia merusak kaca mobil itu dengan memukulkan sebuah batu yang dia bawa.
Nindi berusaha menyalakan mesin mobil tersebut. Dan disaat kaca mobil yang retak itu semakin parah. Nindi sudah bisa membuat mobil tersebut berjalan. Nindi menabrak penjahat yang menghadangnya itu dengan keras.
Nindi meringis menahan rasa sakit akibat sebilah pisau kecil menancap di lengannya. Dia mengambil handphone milik Rio yang ada di mobil tersebut. Nindi mencoba menghubungi Dimas. Namun, ternyata sinyal handphone tidak ada saat itu. Nindi semakin frustasi dibuatnya.
BRAAAAAKKK!
BRAAAAAKKK!
BRAAAAAKKK!
Rupanya penjahat itu masih mengejar Nindi dengan mengendarai sebuah sepeda motor. Penjahat itu menabrak mobil yang dikendarai oleh Nindi berkali-kali.
Nindi berusaha untuk bisa menghubungi Dimas.
BRAAAAAKKK!
BRAAAAAKKK!
Kali ini dia menghantam kaca sambil mobil Nindi. Sesuatu yang aneh tiba-tiba dirasakan oleh Nindi. Dia merasa kepalanya sangat sakit dan dia juga merasa sangat mual.
Sial!
Apakah yang terjadi dengan dirinya. Tatapan matanya pun mulai kabur sekarang. Nindi bahkan merasa tidak kuat menahan kantuk di matanya.
Bunyi dering telepon sahutan dari Dimas membuat Nindi kembali terjaga.
"Halo, Rio, ada apa?"
"Bang....tolong....tolong bang...."rintih Nindi sambil menguatkan dirinya.
"Nindi! Ada apa Nin?"tanya Dimas dari seberang sana.
"Tolong...bang..."Nindi tidak kuasa lagi untuk berkata-kata. Terasa sangat berat sekarang bahkan untuk dia berucap. Apa yang terjadi sebenarnya? Dia merasakan rasa sakit yang teramat sangat di jantungnya. Apakah dia diracuni? Apakah pisau yang menancap itu mengandung racun?
Suara Dimas yang bertanya-tanya tidak mampu Nindi jawab lagi. Nindi menekan gas kuat-kuat. Apapun yang terjadi, terjadilah. Nindi sudah tidak tahan lagi menahan kesakitan ini.
Nindi melihat sosok penjahat itu yang rupanya masih mengikuti dirinya. Nindi menatap nyalang ke depan. Wajah sang ibu tampak nyata di hadapannya sekarang. Nindi kembali berlinang air mata.
"Ibu maafkan aku, aku belum bisa membahagiakan mu,"ujar Nindi dalam hati sebelum dia benar-benar menutup matanya.
***
"Lapor, di dalam ditemukan mayat yang sudah tidak utuh lagi, Pak. Dan ini ada rekaman yang menunjukkan waktu kejadian. Sepertinya para korban sedang membuat konten semalam ketika kejadian,"lapor salah seorang polisi kepada komandannya.
"Baiklah, bawa semua barang bukti dan para jenazah untuk kita lakukan penelitian lebih lanjut."
"Siap laksanakan komandan."
Dimas melihat jasad teman-temannya dan tak kuasa menahan dirinya lagi.
"Mas Dimas, jadi benar hanya tiga orang yang ada di tempat ini semalam?"tanya komandan itu kepada Dimas.
"Benar, pak. Dua laki-laki dan satu perempuan."
"Mas Dimas, tampaknya ini adalah kasus pembunuhan. Sepertinya pelaku adalah seorang psikopat yang selama ini dia masuk dalam DPO kami. Memang kita harus berhati-hati berada dimanapun. Apalagi tempat sunyi dan jauh dari masyarakat seperti ini,"kata sang komandan.
"Iya, pak. Saya tidak menyangka akan seperti ini jadinya,"ujar Dimas sambil menghapus air matanya yang mengalir.
"Selebihnya akan kita bahas bersama di kantor kepolisian. Yang tabah ya, mas,"ujar sang komandan sambil menepuk perlahan lengan Dimas yang tampak sangat bersedih dengan kejadian yang menimpa teman-temannya tersebut.
TAMAT