Cuit ... Cuit ... Cuit
Kicau burung terdengar nyaring bagaikan alarm untuk membangunkan insan manusia. Sang fajar juga tak mau kalah memancarkan sinar hangatnya untuk meluluhkan embun diatas dedaunan.
"Juita, kamu mau kemana nak?" Tanya seorang wanita paruh baya.
"Ah, aku belum bilang ke mama ya? Hari ini Juita mau liburan bareng temen-temen ma. Gak lama kok, cuman 3 hari." Jawab Juita sembari mengemasi barang-barangnya ke dalam tas ranselnya.
"Temen-temen? Cowok?" Tanya mama curiga.
"Ya ada. Andre juga ikut kok. Dia pasti bakal jagain Juita."
"Tapi ..."
Kring ... Kring ... Kring
"Halo sayang. Kamu uda di depan? Baiklah aku kesana sekarang ... Ma, aku berangkat dulu. Andre uda di depan rumah. Sampai ketemu 3 hari lagi ma. Daahhh.." Ucap Juita sembari membawa ranselnya dan segera berlalu keluar meninggalkan sang mama sendirian.
"Pagi sayang. Uda gak ada yang ketinggalan?" Tanya Andre kekasih Juita.
"Gak ada. Aku uda cek semuanya."
"Juita! Kamu mau liburan kemana? Apa tempatnya aman? Sama siapa aja? Nanti kalian nginep di mana?" Tanya mama yang ternyata mengikuti Juita keluar.
"Duh mama. Uda deh percaya sama Juita. Juita uda gedhe. Juita bisa jaga diri ... Sayang, yuk kita berangkat aja." Ajak Juita pada Andre. Andre menurut dan mulai menghidupkan mobilnya.
"Juita?!"
"Uda ma. Juita bakal gak apa-apa. Aku pergi dulu yaa. Daah.." Ucap Juita sebelum mobil mulai melaju meninggalkan area perumahan Juita.
"Sayang, kamu masih gak dekat dengan mama kamu?" Tanya Andre sesekali melirik sang kekasih.
"Biarkan saja. Baru sekarang aja mama sok perhatian. Selama ini saat aku butuh, dia malah menghilang! Sudahlah jangan rusak moodku pagi-pagi. Lebih baik kita jemput yang lain lalu berangkat. Perjalanan kita kan butuh waktu lama." Seru Juita dengan nada kesal.
"Baiklah." Jawab Andre setuju.
Kemudian, Juita dan Andre segera berangkat menjemput teman-teman mereka yang lain. Ada Shindy dan pacarnya Ghani. Juga teman kembar mereka Riki dan Raka.
Hari itu mereka semua berencana melakukan liburan di salah satu hutan di puncak. Mereka ingin menikmati sunrise di sana. Banyak orang yang mengatakan kalau matahari terbit disana sangat indah. Maka dari itu, mereka ingin sekali membuktikannya.
***
Beberapa jam kemudian..
"Ndre, kita gak salah jalan kan? Perasaan kok gak sampe-sampe sih?" Tanya Ghani sambil mengamati sekeliling jalan yang kini hanya pohon-pohon saja.
"G-mapsnya bener kok. Tempat penginapan yang kita pesen uda gak jauh lagi kok. Mungkin, tempatnya emang terpencil supaya matahari terbitnya makin keren." Jawab Andre santai.
"Tapi, lo beneran gak salah jalan kan Ndre? Soalnya dari tadi gue gak liat ada orang nih." Seru Raka.
"Bener. Apalagi, kalo tempat terkenal kan pasti banyak yang lalu lalang. Jalannya aja kayaknya gak pernah dilalui mobil deh." Timpal Riki yang mulai merasa ada yang aneh.
"Sayang?" Ucap Shindy yang terlihat mulai takut. Dia memegang lengan Ghani dengan erat.
"Nah, itu di depan ada rumah. Kita tanya aja dulu. Mungkin itu penginapan kita?" Seru Andre yang lega saat melihat sebuah rumah kayu di ujung jalan.
"Sayang, bener itu penginapan kita? Kenapa terlihat seperti rumah kosong?" Tanya Juita memastikan.
"Yah, mungkin saja kan? Ini di tengah hutan. Gak mungkin ada bangunan besar disini. Sudah, kamu gak perlu takut. Kan ada aku." Ucap Andre menenangka sang kekasih.
Akhirnya, mereka semuapun turun dari mobil dan menuju ke rumah kayu di hadapan mereka. Waktu mereka sampai di sana, matahari sudah mulai tenggelam di ufuk barat. Suasana dingin dan suara-suara ranting yang digerakkan oleh angin menambah suasana yang membuat siapa saja merasa tak nyaman.
Tok ... Tok ... Tok
"Permisi? Apa ada orang?" Tanya Andre sambil mengetuk pintu rumah kayu itu.
Tak ada sahutan, hanya keheningan yang menjawab, walaupun sudah beberapa kali mereka panggil.
"Sepertinya kita memang salah jalan. Lebih baik kita pergi dari sini sebelum hari semakin gelap." Seru Shindy yang sudah merasa tak nyaman berada di sana.
Mereka semuapun bergegas kembali ke mobil untuk segera meninggalkan tempat itu. Namun, tanpa di duga mobil yang mereka naiki tiba-tiba mogok.
"Ada apa sayang?" Tanya Juita bingung.
"Mobilnya gak mau nyala!" Seru Andre bingung.
"Apa?! Kok bisa?!" Seru Ghani terkejut.
"Ya mana gue tau! Tadi lo sendiri juga tau kan kalo mobil gue baik-baik aja?!" Jawab Andre dengan kesal.
Akhirnya, mereka turun untuk memeriksa keadaan mobil. Tapi, nihil. Mereka tak menemukan kesalahan dari mobil mereka.
"Bagaimana sekarang?! Hari sudah semakin gelap. Kita gak mungkin jalan kaki buat cari jalan keluar malam-malam gini." Tanya Raka bingung.
"Kita juga gak bisa minta tolong. Gak ada sinyal disini." Imbuh Riki sambil menunjukkan ponselnya pada yang lain.
"Kalau begitu, gak ada pilihan lain. Kita harus tinggal disini untuk malam ini." Jawab Andre sambil menatap rumah kayu di belakangnya.
"Tapi sayang, aku takut." Rengek Juita sambil memeluk lengan Andre dengan kuat.
"Uda gak apa-apa. Kita rame-rame kan? Kita harus bertahan untuk malam ini. Besok pagi, baru kita cari jalan keluarnya." Ucap Andre sambil mengelus puncak kepala Juita dengan sayang.
Kemudian, mereka kembali mendekati rumah kayu itu. Andre memimpin dan memberanikan diri untuk membuka pintu rumah kayu itu.
Kriettt...
"Permisi? Apa ada orang?!" Seru Andre saat pintu rumah kayu itu terbuka. Tapi, tak ada siapapun di sana.
"Sepertinya, ini memang rumah kosong. Sudahlah, kita menginap semalam disini. Semua berkumpul di ruang tamu saja." Ucap Andre menyarankan. Dan akhirnya semua menyetujui.
Mereka semua memasuki rumah kayu itu dan ...
Brakk!!
"Ahhhh!!"
"Woy, Raka! Bisa gak sih nutup pintunya biasa aja?! Buat orang jantungan aja lo!" Teriak Ghani marah.
"Bukan gue. Pintunya nutup sendiri." Jawab Raka sambil menggerakkan tangan dan kepalanya yang menunjukkan bukan dia.
"Sudah-sudah. Mungkin angin. Kita istirahat dan makan aja dulu. Yuk, duduk." Ajak Andre pada yang lain.
Akhirnya, mereka mencoba berpikir positif seperti Andre. Mereka menyalan lampu charger dan mulai mengeluarkan bekal yang mereka bawa untuk disantap. Mereka saling bercengkrama dan bercanda untuk menghabiskan waktu.
Tanpa mereka tahu, di luar rumah kayu. Sedari tadi mereka sudah diawasi oleh sepasang mata merah.
"Hihihi. Makanan!"
***
Tengah malam..
Malam yang biasa terasa cepat berlalu saat mereka di kota. Kini terasa sangat lama berlalu. Hutan di malam itu terasa sangat mencekam. Hawa dingin, gelap dengan suara-suara binatang malam.
Keenam remaja itu sudah tertidur. Tidur dengan hati yang masih dalam kegelisahan. Terlebih Juita. Di saat seperti itu dia mengingat pertanyaan sang mama di pagi tadi. Setitik penyesalan menyusup ke dalam hati kecilnya.
"Kamu gak bisa tidur?" Tanya Andre sambil membelai rambut panjang Juita yang bersandar di bahunya.
"Iyaa. Entah, kenapa aku terus merasa kalau kita sedang diawasi." Jawab Juita sambil mendongak menatap sang kekasih.
"Gak ada apa-apa. Tidurlah. Aku akan selalu bersamamu." Ucap Andre sambil mencium puncak kepala Juita.
Di lain sisi, Riki merasa ingin buang air kecil di saat seperti itu. Dia pun membangunkan Raka yang berada di sampingnya.
"Ka! Ka bangun!" Seru Riki sambil menggoyangka tubuh saudara kembarnya itu.
"Ada apa sih?! Bukannya ini belum pagi?!" Tanya Raka yang masih mengantuk.
"Gue kebelet nih. Temenin gue yuk!" Pinta Riki memelas.
"Haahh!! Kenapa lo harus kebelet di saat kayak gini sih?!"
"Ya mana gue tau!" Seru Riki kesal.
Akhirnya, si kembar itupun keluar dari rumah kayu dan menuju ke semak-semak tak jauh dari sana.
"Jangan jauh-jauh dari gue! Jangan tinggalin gue!" Seru Riki sebelum menjalankan panggilan alamnya.
"Ya!"
Saat Riki sedang buang air, tiba-tiba kabut gelap seakan datang dan menelannya. Riki menjadi bingung. Dia segera mempercepat urusannya dan hendak kembali ke Raka.
"Perasaan jarak Raka tadi gak sejuah itu?!" Gumam Riki saat melihat sosok yang membelakanginya di balik kabut.
"Gue uda selesai. Yuk balik!" Seru Riki sambil mendekati sosok itu. Tapi, Raka tak kunjung meresponnya.
"Raka?!" Panggil Riki lagi, sampai membuat sosok itu membalikkan badannya.
"Makan!!"
"Arrggghhh!!!!!!!!!!!"
.
.
.
"Dasar Riki, kebiasan! Di tempat kayak gini boker juga lama banget! ... Woy, uda selesai belom?!" Seru Raka yang sudah lelah menunggu.
Tapi, tak ada jawaban dari Riki. Rakapun merasa aneh, akhirnya dia berbalik dan mendekati semak-semak di mana Riki melakukan urusannya. Raka sangat terkejut saat tak melihat saudara kembarnya sudah tak ada disana.
"Rik?! Kemana lo?!" Panggil Raka khawatir. Tapi, Raka tak mendengar jawaban.
Akhirnya, dia memutuskan untuk mencari Riki agak ke dalam hutan. Langkahnya terhenti dan tubuhnya membeku saat melihat hal mengerikan di depannya saat itu.
Ia melihat tubuh saudara kembarnya sudah terkoyak. Darah dimana-mana. Organ-organ dalam dan kepala sang adik sudah tak ada.
"Riki?!" Gumam Raka yang masih terkejut. Dia mendekati jasad Riki dengan langkah berat dan tubuh gemetar.
"Ap-Apa yang terjadi?!" Gumamnya lagi.
Krauk ... Kraukk ...
Raka mendengar suara berisik dari balik pohon besar tak jauh dari sana. Entah keberanian apa yang membuatnya memilih untuk mendekati suara itu.
Matanya membalalak kaget saat ia melihat sosok hitam dengan bulu lebat memenuhi tubuhnya sedang membelakanginya. Saat sosok itu menoleh terlihat, ia sedang memakan kepala dari Riki. Hingga darahnya kemana-mana.
"Hoeekkk!!!" Tanpa sadar, Raka menjadi mual melihat itu.
Hal itu membuat sosok hitam itu menoleh. Mata merah menyala langsung menatapnya tajam. Dia meyeringai menunjukkan deretan gigi runcing yang sudah berlumuran darah.
"Makan!! Hihihihi" Seru sosok itu menatap Raka dengan tawanya yang mengerikan.
.
.
.
Bersambung ke part 2
SEGERA!!