HANYA KARENA CINTA
Aku heran dengan sikap teman-temanku. Sebegitu sakralkah mereka menyebut kata itu. seolah kata itu berkah yang berharga dari yang kuasa. Sehingga mereka rela melakukan apapun untuk mempertahankannya. Berkorban harta, harga diri, hati, waktu, dan banyak pengorbanan lain yang sebetulnya tak perlu. Mereka hanya membuang-buang waktu.
“Li, mau apa ke mall?” tanyaku suatu hari.
Temanku itu mengerling manja, memperlihatkan serangkaian giginya yang berpagar kawat.
“Beli kado,” ucapnya berbunga-bunga. “Buat my darling,”
“Apaan?”
“Ehmm, kayaknya sih beli kaos ama sepatu. Biar sepasang ama gue,”
“Gak kemahalan tuh?”
“Gak lah, gue kan cinta mati ma dia.” Ungkapnya bangga.
Oh. Cinta. Tak adakah alasan lain yang lebih bagus?
Kutinggalkan Lily yang masih asyik berkaca, menambah polesan-polesan ke wajahnya yang chubby.
Besok siangnya sepulang sekolah saat aku datang ke rumah Lily, kutemukan Lily sedang menangis di kamarnya. Kupeluk dia, ada apakah gerangan hingga dia begini? Begitu tangisnya mulai reda, aku berusaha bertanya. Sambil mengusap air matanya, dia pun bercerita.
“Rian...dia....” isaknya.
“Kenapa Rian? Kecelakaan ato kenapa?”
“Rian udah...udah....” Tangisnya kembali pecah. Kuelus rambutnya. “Kemarin aku ke rumah Rian, dia.... Aku lihat dia sama cewek lain La....”
Kamu yakin dia selingkuh?” Tegasku. Lily mengangguk ragu. “Sebaiknya kamu tanyakan langsung sama Rian,”
“Tapi gue terlalu sakit La....”
“Sabar ya,”
“Gue cinta ama dia La! Andai lo tahu gimana rasanya,” rintih Lily.
Kata-kata itu terlontar lagi dari bibirnya. Cinta. Begitu tenang tanpa ada rasa bersalah.
Beberapa hari kemudian kulihat Lily kembali ceria. Dia tersenyum manis seperti dulu. Wajahnya merona merah begitu melihatku.
“Melaaaaa!” panggilnya manja. “Ternyata lo bener. Gue udah tanya ke Rian. Dia jelasin semua. Gue juga udah ketemu ma tu cewek!” terangnya.
“Baguslah kalau begitu. Jadi gak usah nangis lagi, oke?!” Pintaku.
Dia mengangguk.
“Rian emang cowok baik. Gue makin cinta ma dia!” ucap Lily bangga.
Semudah itukah dia berubah karena cinta? Cinta yang dulu melukainya. Atau memang begini sikap orang pacaran? Senang. Sedih. Senang. Sedih. Tak ada ekspresi lain.
Kupandang langit biru, sepasang merpati terbang bebas disana.
“Mela,” senggol Lily.
“Ya?”
“Rian ngundang gue makan malam dirumahnya,” ujar Lily.
“Berdua? Kapan?”
“Sama keluarganya dong, besok malam.”
“Oh,”
Ada sesuatu yang menari dikepalaku. Entah kenapa aku mengkhawatirkan Lily. Benarkah hanya makan malam atau.... Ah, mungkin hanya perasaanku saja. Aku yang terlalu negatif thingking. Semua pasti baik-baik saja. Ya Tuhan, lindungilah dia.
Sejak pembicaraan itu aku tak melihat Lily. Dia tak berangkat ke sekolah dan ponselnya selalu tak aktif. Rumahnya juga kosong.
Beberapa hari aku mencari keberadaannya. Dan kutemukan sebuah alamat di daerah pinggiran kotabaru. Tempat itu amat terpencil, jauh dari keramaian. Disanalah kutemukan Lily. Dia tinggal dengan neneknya.
Wajah Lily tak secantik kemarin. Pakaiannya lusuh dan tampak kedodoran. Lily langsung memelukku erat. Kami mengobrol panjang lebar. Dari pembicaraan itu aku tahu bahwa Rian sudah menjebak Lily. Tak ada makan malam dengan keluarganya. Yang ada hanya nafsu buruk Rian, hingga Lily tak virgin lagi. Setan apakah yang merasuki Rian hingga berani berbuat sebejat itu?!
“Sabar ya Li, Rian pasti segera tertangkap.” Tenangku.
“Gue malu La! Malu sama ortu, malu sama tetangga. Malu sama diri gue sendiri, malu sama lo....”
“Kenapa harus malu sama gue. Tak usah menyalahkan diri sendiri, gak baik....”
Kupeluk Lily. Kuelus punggungnya. Membiarkan tangisnya pecah di pundakku.
“Lo tenang aja, jangan terlalu dipikirkan.”
Tapi bagiku semua percuma. Tak ada gunanya mencari Rian lagi. Nasi sudah menjadi bubur. Mencarinya hanya membuang waktu.
Beberapa hari setelah itu, kudengar kabar bahwa Rian berhasil ditangkap. Ternyata di pernah melakukan hal yang sama pada gadis-gadis lain. Lily adalah yang ke-11. Mendengar kabar itu, langsung saja aku menemui Lily. Kedatanganku disambut tarian kain putih dan lagu tangis dari keluarga Lily.
Oh betapa hatiku teriris oleh kejadian ini. Lily....
Senekat itukah dirimu? Mana Lily yang kukenal, yang tetap tersenyum manis dan bersikap manja. Mengapa kau melakukan hal ini? Apa karena cinta?
Miris hatiku mendengarnya. Semua hanya karena cinta. Cinta yang membunuhnya. Cinta yang melukainya.
Ya. Hanya karena cinta.
# # #
Tamat.
@IndahRashie