Gerimis turun mulai membasahi pepohonan dan tanah. Malam ini terasa berbeda tidak seperti biasanya, tak ada manusia yang lalu lalang melewati rumah tua di ujung jalan buntu.
Kang Bakso dan Kang Sate pun tak kunjung lewat, mungkin mereka juga malas atau sedang libur. Percuma saja sih lewat, karena rumah kosong dan siapa yang mau beli. Hantu pun tak memiliki uang untuk membayarnya.
Rumah Tua terbengkalai sudah tak bertuan selama hampir 15 tahun. Banyak sekali para penghuni tak kasat mata yang berdatangan menjadi tuan rumah dadakan dan menempati setiap sudut ruang yang ada.
Salah satunya adalah Joko, hantu yang masih lajang dan meninggal saat sedang bekerja menjadi driver ojek online. Dia merasa sendirian, tidak ada yang di kenalnya disana meski banyak sosok yang serupa dengannya.
Karena bosan dan bingung, Joko memilih untuk terbang dan duduk di atas pohon besar yang berada di halaman rumah kosong tersebut. Ia bersenandung kecil, dan begitu menghayati.
"Semilirnya, angin malam ini ... Membuatku larut dalam lamunan. Rasa resah dan gelisah, semakin menghantui karena dirimu yang tak pasti. Hoooo uuuooo ... ."
"Stop! Suaramu membuat kupingku sakit. Dan jangan nyanyi lagu itu. Aku jadi teringat dengan seseorang. Hiks!" Mulai menangis.
"Heh! Maaf Maemunah, aku tidak tau ada kamu disitu."
"Namaku Andini, bukan Maemunah. Bambang!!" Teriaknya kesal.
"Namaku bukan Bambang, tapi Joko ... ." timpalnya tidak mau kalah.
"Bodoamat! Ku tak perduli," sahutnya ketus.
"Hais! Dasar betina! Baiklah aku akan menyanyikan lagu yang lain lagi untukmu sebagai permintaan maafku," mengubah posisi duduknya.
"Hening malam ku sendiri ... Bintang Bulan ku pandangi ... Hari-hari ku lewati ... Hiks!" Mulai menangis teringat dengan kekasihnya semasa hidupnya.
"Kenapa kau menangis? Sabar ya Bang!" Ujarnya dengan cuek.
"Aku jadi teringat dengan kekasihku yang sudah pergi lebih dulu, aku sangat mencintainya. Ngomong-ngomong kenapa kamu bisa disini?"
"Aku sedang mencari orang yang sudah membuatku tiada, tapi sampai sekarang aku belum menemukannya. Aku lupa dengan wajahnya. Kau sendiri kenapa bisa seperti ini?"
"Sore itu aku hendak datang untuk melamarnya, tapi bukan dia yang ku temui melainkan keluarganya menyambut kedatanganku dengan wajah sedihnya," ujarnya terhenti.
"Lalu apa yang terjadi?" Mulai kepo.
"Mereka bilang dia sudah tiada, sehari sebelum aku datang,"
"Apa yang membuatnya meninggal?"
"Katanya dia meninggal karena kecelakaan setelah pergi bersama teman prianya. Aku merasa kecewa dan yang pasti aku sangat terpukul karena kehilangannya," ujarnya dengan raut wajah penuh kesedihan.
"Haih! Sudah jelas-jelas kau di selingkuhi. Masih saja bersikap bo*oh!" ejeknya.
"Cinta itu buta, walaupun dia selingkuh. Tapi cintaku tulus untuknya,"
"Makan itu CINTA Joko! Lalu apa yang kamu lakukan sampai kamu ada disini?" tanyanya dengan ketus.
"Aku nekat mengakhiri hidupku dengan sengaja menabrakkan diri ke truk. Setelah itu aku tidak ingat lagi apa yang terjadi padaku setelahnya," ujarnya.
"Dasar bo*oh! Sudah di selingkuhi, mati pula! Gara-gara kau aku juga ikut tiada. Harusnya kau mengantarkan aku pulang dulu. Atau menurunkan aku di pinggir jalan. Ini malah mengajakku mati dengan konyol, Plakk!" Sebuah pukulan mendarat tepat di kepalanya.
Joko hanya tercengang, mau kaburpun sudah tidak bisa. Dia menyadari apa yang sudah ia lakukan salah, membuat orang lain yang tidak tau apa-apa ikut mati dengan cara yang tragis.
"Ya Tuhan! Apakah aku akan mati untuk yang kedua kalinya?" Ujarnya dengan pasrah.