"Tidak bisa Sabrina. Kamu tidak bisa menolak perjodohan ini."
"Pa, ma. Aku ini belum mau nikah sekarang. Aku masih ingin kuliah dan mengejar cita-cita yang aku miliki."
"Kamu tetap bisa kuliah Sabrina. Tidak ada yang melarang kamu kuliah setelah kamu nikah. Toh, calon suamimu juga sedang kuliah saat ini."
"Tapi akan beda rasanya pa. Akan lain ceritanya kalau aku kuliah setelah menikah dengan kuliah sebelum nikah. Lagian ... aku gak mau nikah dengan cowok yang tidak aku cintai. Jangankan cintai, kenal dekat aja nggak."
"Sabrina. Tolong jangan banyak tingkah nak. Kami juga tidak akan menjodohkan kamu dengan Satya jika tidak terdesak seperti ini." Kini giliran mama yang angkat bicara saat mendapatkan penolakan dari Sabrina.
"Ma, apa kalian tidak punya cara lain selain menjodohkan aku dengan cowok lemah itu?"
"Sabrina, Satya dan kamu adalah pewaris tunggal kedua perusahan besar. Jika tidak menyatukan dua pewaris tunggal, maka perusahaan kita atau perusahaan Satya yang akan tumbang. Papa tidak berpikir menjodohkan kamu dengan Satya jika perusahaan mereka yang sedang terancam. Tapi pada kenyataannya, perusahaan kitalah yang sedang terancam hancur. Dan om Wisnu dengan berbaik hati mengajukan untuk menyatukan dua perusahaan ini agar tidak hancur. Tentunya dengan menikahkan kalian berdua."
"Dan satu lagi, Satya bukan cowok lemah yang seperti kamu katakan itu Sabrina. Dia hanya punya kelebihan di bidang ilmu bela diri. Tidak seperti kamu, gadis tapi sukanya ilmu bela diri," kata papa lagi.
"Apa gunanya cowok tapi gak bisa melindungi ceweknya pa. Ilmu bela diri dan kekuatan itu sangat penting untuk jaga diri. Apalagi bagi seorang cowok."
"Sabrina, mama rasa itu bukan alasan untuk menolak Satya. Dia anak yang baik kalau mama lihat. Hanya tidak punya ilmu bela diri dan kekuatan saja. Bukankah kalau kalian menikah, kalian bisa saling melengkapi satu sama lain?"
"Ma, pa. Mana ada cewek jagain cowok. Itu namanya kebalik. Aku itu mau nikah sama orang yang lebih mantap ilmu bela dirinya dari pada aku. Bukan gak punya ilmu bela diri sama sekali. Kalau perlu ni ya, persyaratan untuk menikah denganku nanti harus laki-laki yang mantap bela diri. Harus bisa ngalahin aku. Baru aku mau nikah sama cowok itu."
"Sudah ngomongnya?"
Sabrina diam dapat pertanyaan itu dari sang mama. Ia tahu kalau mamanya sudah tidak sabar lagi untuk menghadapinya. Ia juga tahu kalau sang mama sedang marah saat ini. Bagi Sabrina, biar papa yang marah jangan mama yang marah.
Kalau mamanya yang marah, maka urusannya akan sangat ribet. Tapi, kalau papa yang marah, urusannya masih mendingan dibandingkan marahnya mama. Marahnya mama akan bikin semua urusan runyam dan sulit di tangani.
Tapi kalau bisa, jangan sampai kedua orang tuanya marah padanya. Kalau keduanya marah, maka dunia Sabrina akan sangat kacau.
Sabrina menundukkan kepalanya saat mama menatap tajam pada wajahnya. Ia tidak berani melihat sang mama saat ini. Tatapan mama seperti belati yang menusuk hati bagi Sabrina.
Walau ia keras kepala, tapi ia tidak akan pernah melawan mamanya. Mama yang telah melahirkan dan merawat Sabrina selama dua puluh tahun ini. Mama yang telah melewatkan pahit manis hidupnya dalam membesarkan Sabrina.
Sabrina tahu bagaimana perjuangan mama untuk melahirkannya. Papa selalu mengingatkan Sabrina bagaimana sulitnya mama dari mengandung hingga bertaruh nyawa hanya untuk melahirkan Sabrina. Papa juga selalu cerita bagaimana sulitnya hidup mama ketika itu. Apalagi mama punya penyakit yang semakin menyulitkan mama dalam berjuang melahirkan Sabrina ke dunia ini.
Mengingat hal itu, Sabrina tidak mungkin mengecewakan mamanya. Lebih baik hatinya yang kecewa dan terluka dari pada mama yang merasa kecewa.
Dengan berat hati, Sabrina terpaksa menerima perjodohan yang kedua orang tuanya buat. Demi mama yang ia sayangi, ia korbankan semua mimpi yang ia miliki. Demi kebahagiaan mama dan papanya, ia rela kecewa dengan mengambil keputusan yang sangat bertolak belakang dengan hati dan keinginannya.
Malam ini, kedua keluarga mengadakan pertemuan untuk membahas pernikahan kedua pewaris tunggal perusahaan. Sejujurnya, Sabrina tidak ingin ikut dalam pertemuan ini. Tapi mau bagaimana lagi, pertemuan ini mengharuskan dirinya hadir dan ikut serta.
Pertemuan ini diadakan di sebuah restoran berkelas. Restoran besar yang dibooking oleh kedua keluarga hanya untuk pertemuan ini. Jadinya, suasana restoran megah mendadak sunyi. Hanya ada kedua keluarga saja yang berkunjung.
Sabrina dan Satya mereka sediakan meja yang terpisah. Meja yang bernuansa romantis dengan lampu remang-remang. Dan letaknya agak dipojokan. Sedangkan kedua orang tua, memilih meja yang lebih terang dan berada tak jauh dari ruang utama restoran.
Suasana sepi dan canggung terlihat jelas di meja yang Sabrina dan Satya duduki. Setelah pelayan meninggalkan mereka berdua, hanya keheningan yang menemani keduanya. Mereka sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.
Satya sebenarnya cowok yang ganteng. Dengan tubuh tinggi dan kulit putih, ditambah gigi ginsul yang ia miliki. Ia terlihat tampan dan sempurna untuk jadi incaran para kaum hawa.
Siapa yang tidak kenal Satya di kampus? Kayaknya, semua sudah kenal dengan Satya ini. Dia adalah tiga dari laki-laki idaman para gadis. Selain ganteng, dia juga kaya raya. Anak pemilik perusahaan terbesar yang pastinya banyak gadis mendambakan dirinya untuk jadi pacar.
Kekurangan yang Satya miliki hanyalah, ia tidak punya ilmu bela diri untuk melindungi orang yang ia sayang. Jangankan orang yang ia sayang, dirinya saja tidak bisa ia lindungi. Karena ia adalah anak manja yang hanya tahu mengandalkan kekayaan papanya saja.
Itu adalah hal yang sangat menjadi perhitungan bagi Sabrina. Ia tidak suka cowok manja yang hanya mampu berdiam diri di bawah kekuasaan orang tua. Sabrina sangat benci cowok manja seperti Satya ini. Sabrina menganggap, cowok seperti ini tidak punya apa-apa untuk dibanggakan.
Pemikiran Sabrina ini sangat jauh berbeda dengan pemikiran gadis pada umumnya. Kalau gadis pada umunya memilik laki-laki dari harta, ketampanan yang laki-laki itu punya. Tapi Sabrina tidak. Ia memilih laki-laki sebagai dengan melihat kemampuan apa yang laki-laki itu punya.
Tapi pada kenyataannya, ia malah harus terjerat dengan perjodohan konyol ini. Perjodohan dengan laki-laki yang sangat ia benci sifatnya. Tidak ada yang bisa ia banggakan. Laki-laki yang tidak punya kemampuan sama sekali di mata Sabrina.
Suasana hening masih saja berlanjut di antara keduanya. Tidak ada yang berniat untuk angkat bicara sedikitpun. Mereka menikmati makan malam tanya suara sama sekali.
"Kalian kok diam aja sih?" kata mama yang tiba-tiba datang entah sejak kapan. Membuat Sabrina dan Satya sama-sama kaget dengan kehadiran mama yang tiba-tiba.
"Eh tante," kata Satya sambil melihat mama Sabrina.
"Kapan mama datang sih ma?"
"Baru aja. Mama mau ke kamar mandi. Mama lihat kalian gak ngomong sepatah katapun. Ya mama hampiri lah."
"Ya kita lagi makan ma. Gimana mau ngomong kalo lagi makan," kata Sabrina.
"Lagi makan apa sengaja mode hening?" tanya mama sambil melirik Satya dan Sabrina bergantian.
"Udah selesai ma pembicaraannya?" tanya Sabrina balik pada mama. Ia tidak ingin mama terus membahas apa yang sedang terjadi antara dia dan Satya.
"Belum sih."
"Masih lama?"
"Masih lumayan. Apa kalian bosan disini?"
"Nggak kok tante. Kita gak bosan kok."
"Bosan ma," kata Sabrina bertolak belakang dengan Satya.
"Kalo bosan, kalian bisa jalan-jalan berdua dulu. Sambil menunggu kami para orang tua bicara."
"Gak usah deh. Disini aja kayaknya," kata Sabrina menolak dengan cepat.
"Ya sudah. Kalo kalian gak mau bosan, ngobrol kalian berdua. Hitung-hitung untuk saling mengenal lebih dekat."
"Iya tante (ma)," ucap Satya dan Sabrina bersamaan.
Mereka saling tatap untuk beberapa saat. Ada rasa tidak suka dalam tatapan Sabrina pada Satya. Sedangkan mama, ia malah tersenyum melihat kekompakan anak dan calon menantunya ini.
"Duuuh ... kompak banget."
Sabrina semakin kesal dengan apa yang mama katakan. Ingin rasanya ia tonjok wajah tampan Satya karena telah membuat hatinya kesal. Tapi itu tidak mungkin ia lakukan. Bisa-bisa, mama akan marah besar padanya jika ia lakukan hal yang hatinya ingin lakukan.
"Ya udah, mama tinggal dulu ya. Kalian ngobrol dong biar gak bosan."
Mama kembali ke mejanya untuk mendengarkan apa yang papa dan pak Wisnu bahas. Dua orang itu terlihat sangat serius membahas tentang pernikahan Sabrina dan Satya.
Sedangkan mama, ia hanya jadi pendengar sejak tadi. Dengan sesekali memberikan pendapatnya jika memang di butuhkan. Namanya juga wanita, walau bagaimanapun, pendapatnya juga sangat penting dalam segala hal.
Sebenarnya, mama juga merasa sedikit bosan. Ia tidak punya teman ngobrol jika kembali ke mejanya. Dua orang laki-laki itu sibuk dengan bahan obrolan mereka masing-masing. Sedangkan mama hanya perempuan sendirian disini.
Iya, mama perempuan sendirian diantara suami dan calon besannya. Karena Satya tidak punya mama sejak ia masih kecil, makanya mama Sabrina tidak punya teman untuk ngobrol. Mama Satya meninggal dalam sebuah kecelakaan saat Satya masih anak-anak.
Sejak saat itu, Satya tidak punya mama lagi. Papanya memilih menduda sampai detik ini. Papa tidak ingin Satya punya mama tiri. Ia takut anaknya sengsara jika punya mama tiri.
Papa Satya memilih hidup menduda merawat Satya dengan kasih sayang penuh darinya. Demi cinta yang ia miliki, pada istri yang paling ia sayangi, menduda adalah pilihan terbaik selama belasan tahun.
Faktor itu juga yang membuat Satya jadi anak manja. Yang hanya bisa mengandalkan kekayaan dan kekuasaan yang papanya miliki. Karena sang papa sangat memanjakan Satya, sehingga hidupnya sudah terbiasa dengan semua kemewahan dan kesenangan.
Begitulah yang dikatakan oleh orang-orang. Peran orang mama dan papa sangat menentukan dalam mendidik anak-anak. Membentuk karakter anak itu dari orang tuanya.
Mama mengerti akan hal itu. Makanya ia ingin menjodohkan Sabrina anaknya dengan Satya. Mama yakin kalau Satya adalah jodoh yang terbaik untuk Sabrina yang agak keras untuk ukuran seorang gadis.
Setelah mama kembali ke mejanya. Satya melihat wajah gadis yang ada di hadapannya untuk sesaat. Ia tahu sedikit tentang Sabrina. Bagaimana gadis itu saat di kampus, dan sedikit kepribadian Sabrina Satya juga tahu.
Karena mereka kuliah di kampus yang sama, tentu saja mereka saling mendengar jika ada hal-hal yang sedikit menonjol dari masing-masing mereka.
"Ngapain lo liat-liat gue?" tanya Sabrina ketus. Untuk yang pertama kalinya ia bicara pada Satya.
"Lo kok galak banget ya. Galaknya bukan hanya mitos ternyata," kata Satya sambil senyum.
"Lo pikir gue apaan lo bilang mitos."
"Maksud gue, ternyata bukan hanya katanya doang. Tapi memang kenyataan kalo lo itu galak."
"Terus?"
"Ya gak ada keterusan nya. Gue cuma mau bilang gitu doang."
"Lo tahu gak, kalo gue itu paling gak suka sama orang yang ngomongin gue."
"Ya gak tahulah. Gue aja baru pertama kali bertatap muka sama lo. Cewek yang katanya terkenal dengan judes seantero kampus."
"Lo .... " Sabrina terlihat sangat kesal saat Satya mengatakan kalau dirinya terkenal dengan sebutan cewek paling judes satu kampus.
"Lo marah ya?"
"Gak!"
"Kalo gak kok kelihatan kalo lo itu lagi kesal ya?"
'Kalo aku turut kan rasa hati ini. Ingin sekali rasanya aku kasih jotosan di wajah Satya yang bermulut menyebalkan ini. Biar cowok sok tampan ini tahu rasa, kalau dia sedang berhadapan dengan siapa sekarang,' kata Sabrina ngomel dalam hatinya sambil menahan rasa kesal yang semakin lama semakin bertambah.
Tapi, Sabrina tidak boleh melakukan hal-hal yang bisa membuat nama baik kedua orang tuanya tercoreng. Jika ia egois dan bertindak sesuka hati, maka mama akan kecewa dengannya.
"Satya Adinata, gue mau tanya satu hal pada lo sekarang .... "
"Tanya aja. Gue dengan senang hati jawab pertanyaan dari lo," ucap Satya dengan cepat memotong perkataan Sabrina.
"Eh, tapi tunggu. Lo tahu nama lengkap gue ya," kata Satya tanpa ada rasa bersalah sedikitpun dengan wajah kesal yang Sabrina tunjukkan.
"Berhenti sok kecakapan didepan gue. Mual gue lihat wajah lo yang sok ganteng itu."
"Gue rasa gue bukan sok kecakapan deh. Tapi emang cakap bawaan dari lahir," kata Satya sambil tersenyum manis memperlihatkan dua gigi ginsulnya.
'Ya Allah ... manusia kayak apa ini. Kenapa bisa hidup dimuka bumi ini dengan wajah tanpa dosa?' kata Sabrina dalam hati.
Tapi, tidak bisa Sabrina pungkiri, kalau Satya memanglah cowok tampan dengan semua keistimewahan yang ia miliki. Apalagi jika dilihat dari jarak dekat, sedekat mereka saat ini. Ketampanan yang Satya miliki memang terlihat sangat jelas sekarang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!