NovelToon NovelToon

Istri Seksi Milik Pengacara Tampan 2

Meninggalkan Indonesia

Alfy dan Jee yang baru saja bangun dari tidurnya merasa terganggu karena beberapa kali kamar mereka terdengar ada yang mengetuk dari luar. Dengan cepat Jee segera beranjak dari kasurnya melangkah ke arah pintu kamar itu.

"Ada apa, Pi?" tanyanya sembari mengusap-gusap wajahnya yang masih polos.

Tuan Indrawan tidak menjawab apa pun tangannya segera menyodorkan sebuah amplop putih padanya. Jee menerima dengan wajah penasaran.

"Apa ini, Papi?"

"Kemasi barang kalian, dan pergilah!" Suara Tuan Indrawan terdengan tegas.

"Maksud Papi, mengusi Jee begitu?"

Tuan Reindra yang tidak menjawab segera meninggalkan putrinya yang masih bertanya-tanya dan melihat tiket atas nama dirinya dan suaminya. Ia segera melangkah cepat dengan perut yang sudah semakin besa.

"Sayang, bangun!" Jee terus menggerak-gerakkan tubuh Alfy dan menatap terus tiket di tangannya.

"Em...ada apa sih?"

Rasanya masih sangat mengantuk Alfy bingung mengapa Jee tiba-tiba membangunkannya padahal selama kehamilan istrinya, Jee tahu Alfy tidak akan berangkat ke kantor pagi-pagi.

"Ayo cepat bangunlah. Papi memberikan tiket ini pada kita, aku tidak tahu mengapa tiba-tiba menyuruh kita pergi salah kita apa?"

Alfy yang terkejut mendengar ucapan istrinya segera terbangun dari tidurnya, tangannya segera merebut cepat tiket itu. "Hongkong? ada apa ini?" ucapnya penasaran.

"Sayang, tunggu sebentar yah. Aku akan bicara pada Papi dulu ada apa sebenarnya."

Jee yang menunggu suaminya di kamar memilih untuk segera mandi, sementara Alfy yang sudah berada di lantai bawah mendengar penjelasan mertuanya. Ia segera menyetujui perintah Tuan Indrawan, meskipun Nyonya Flora dan Nyonya Syein kurang setuju mengingat kandungan Jee sudah semakin besar rasanya sangat bahaya jika harus pergi jauh-jauh.

"Ingat Fy, jaga istrimu baik-baik jangan sampai terjadi sesuatu! jika tidak kepalamu akan Papi penggal hidup-hidup." ancam Tuan Indrawan dengan tegasnya.

"Iya Pi." jawab Alfy dengan cepatnya kemudian kembali melangkah ke kamarnya dengan wajah bahagia,

Sesampainya di kamar ia segera meminta Jee untuk bersiap pergi, Jee terus bertanya kemana mereka akan pergi dan apa yang terjadi.

"Sayang, ada apa sih? katakan padaku!"

"Kau mengapa diam saja? apa ada yang salah dariku tolong beritahu aku?" lanjut Jee yang tanpa henti bertanya membuat Alfy pusing.

"Cup." Suara kec*pan pada bibir cerewet itu mampu membungkam bibir seketika.

"Diam saja, percayakan pada suamimu ini dan lakukan apa yang aku perintahkan." Suara Alfy terdengar berat.

"Tap-" (Jee kembali tidak bisa mengatakan apa pun ketika bibirnya di tutup oleh jari telunjuk Alfy).

"Lakukan, atau kita akan sarapan yang mengerikkan pagi ini!"

Mendengar kata sarapan mengerikkan Jee merasa ketakutan dan akhirnya memilih diam tidak melanjutkan ucapannya. Dengan cepat ia mengemasih barang seperti yang Alfy perintahkan lalu mengganti pakaiannya sementara Alfy yang tengah duduk menatapnya dalam tidak mengatakan satu kata pun.

Jee menyadari tatapan suaminya, sayangnya ia tidak memiliki keberanian untuk bertanya lagi. Memilih penasaran atau ia akan merasakan kembali keganasan suaminya yang sudah lama tidak di lakukan. Alfy memang belakangan ini selalu melakukannya dengan sangat lembut karena takut jika istrinya kenapa-kenapa begitu juga dengan sang buah hati.

Jika sampai terjadi sesuatu pada kandungan Jee mungkin bukan penyakit lagi yang membunuh Tuan Reindra tapi Alfy sendiri yang akan membuat Tuan Reindra menutup usianya karena syok kehilangan calon cucu kesayangannya.

Setelah cukup lama mereka berada di kamar kini Alfy yang juga baru selesai membersihkan diri mulai berdiri di hadapan Jee dengan bertelanj*ng bulat. Mata Jee seketika membulat tak percaya ia tertegun melihat tingkah suaminya.

"Kau mengapa seperti itu?" tanya Jee dengan paniknya seraya menundukkan wajahnya.

"Aku ingin perlakukan aku seperti bayi juga." pintah Alfy yang tidak masuk di akan istrinya.

"Apa katamu, seperti bayi? kau sudah gila yah?" pekik Jee yang baru saja ingin beranjak dari hadapan Alfy namun seketika tubuhnya di tarik ke dalam pelukan Alfy yang masih belum menggunakan sehelai kain pun.

"Layani aku sebelum bayi kita lahir, kau pasti tidak akan bisa memberiku waktu lebih banyak." suara bisikan Alfy di iringi hembusan nafas di telinga Jee membuat seluruh darahnya mengalir seperti sangat deras.

Ada rasa geli yang menggugah hasrat Jee saat itu, matanya terlihat sendu merasakan sentuhan suaminya yang mulai mendekat, dan mendekatkan lagi wajahnya ke bagian telinga hingga ke leher jenjang istrinya. Alfy menyadari Jee yang mulai menikmati hal itu, keadaan keduanya masih terlihat menempel sempurna Alfy yang memeluk Jee erat kini semakin mengeratkan pelukan itu lagi.

Keduanya tampak menikmati suasana di kala itu, terlebih lagi Alfy yang tidak mengenakan apa pun begitu leluasa membuat Jee semakin merasakan rasa keinginan. Hembusan demi hembusan terus ia lancarkan di beberapa bagian leher istrinya.

Tanpa sadar Jee mulai mengeluarkan suara desahan kecil yang semakin membuat Alfy bersemangat melakukan lebih jauh lagi. Tangan pria itu mulai menelusuri dua benda padat di tubuh Jee yang terasa semakin berisi semenjak kehamilannya. Beberapa kali tangannya terus menekan bagian ujung dan terlihat tubuh Jee yang semakin menggeliat tak karuan karena ulah suaminya.

"Ayo, Sayang lakukan!" Suara berat bergemetar Jee terdengar pelan di telinga Alfy seakan meminta hal yang lebih jauh lagi.

Alfy dengan cepatnya segera membawa Jee ke atas kasur dan mereka melakukannya begitu penuh kenikmatan, Jee sangat puas dengan permainan suaminya sampai beberapa kali tubuhnya menegang tak karuan begitu pun dengan Alfy. Kini keduanya sudah mulai terbaring dengan wajah lelahnya, tapi mengingat jam penerbangan yang satu jam lagi akhirnya mereka segera bangun dan membersihkan diri kembali.

Setelah selesai kini Alfy dan Jee bersiap kemudian turun ke lantai bawah, di sana sudah terlihat keluarga yang tengah menunggu mereka untuk berangkat.

"Aunty mau temana cih?" Suara penasaran Zidan terdengar nyaring.

"Sayang, aunty harus istirahat sama dede bayinya yang di dalam perut jadi harus keluar dari sini." Suara lembut Zeyra seraya mengelus pipi tembem putranya.

Zidan segera berlari memeluk kedua kaki Jee, "Aunty, Zidan itut yah?"

Jee tertawa mendengar Zidan merengek padanya mengapa ia sangat menyukai tinggal bersama Jee dari pada bersama Mamah dan Papahnya.

Zeyra kembali membujuk putranya. "Zidan, kau tidak boleh ikut dengan aunty. Nanti dedek bayinya jadi tidak mau keluar kalau lihat Zidan merebut Ibunya kan?"

"Memangnya dedek bayinya bisa marahyah, Mah?" tanya Zidan dengan polos.

Zeyra tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Akhirnya Delon menggendong Zidan untuk mengajaknya bermain ke lapangan golf. Zidan pun menurut dan melepaskan pelukannya pada kaki Jee, sebelum kepergian Zidan ia mengec*p sekali kening bocah menggemaskan itu. Ada rasa berat meninggalkan Zidan tetapi Jee berfikir mungkin ia tidak akan lama perginya.

Meskipun sampai saat ini ia belum tahu kemana mereka akan pergi. Alfy dan keluarga belum memberitahunya. Ada pertanyaan dalam hatinya entah ini karena memang benar kehamilannya atau karena kesalahan yang mereka tidak sadari sehingga Tuan Indrawan menghukumnya lagi.

 

 

 

 

Paket Honeymoon

Kini keluarga besar mengiringi langkah Alfy dan Jee yang menuju mobil di depan rumah mereka. Jee yang belum sempat mengatakan apa-apa pada Zidan merasa sedih.

"Zey, sampaikan salam sayangku pada Zidan yah."

Zeyra hanya mengangguk tersenyum mendengar permintaan Jee yang mengharukan, "Ayo kita harus berangkat sekarang."

Alfy menggenggam pergelangan tangan istirnya masuk ke mobil, terlihat jelas wajah khawatir Nyonya Flora dan Nyonya Syein pada Jee. Mereka sangat tidak tega untuk jauh dari Jee, namu kedua suami mereka lagi-lagi berkuasa jika menyangkut tentang kelahiran cucunya.

Perjalanan yang begitu jauh membuat Jee merasa ngantuk yang tidak bisa terkendali, di mobil menuju bandara ia terus memejamkan matanya. Alfy mengerti semenjak Jee hamil ia selalu meminta waktu tidur lebih lama dari biasanya. Sedikit membosankan memang harus menikmati perjalanan hanya bersama supir, namun mau bagaimana lagi itu semua demi sang buah hati yang sudah ramai menguasai sang Ibu.

Siap-siap Alfy harus mengalah demi banyaknya anak yang akan di lahirkan Jee nanti, membayangkannya saja rasanya sangat meneyedihkan jika Alfy harus lebih banyak sendiri dari pada bersama Jee.

Seketika senyuman kecil menghiasi wajah pria tampan itu, ia sudah membayangkan apa saja yang akan ia lakukan ketika anak kembarnya lahir. Pertama harus mencari pengasuh untuk masing-masing anaknya dan kemudian membuat jadwal untuk nya dan anak-anaknya.

Bisa di bilang Jee memiliki waktu yang terbagi antara anak dan suami, begitu maksud dari senyuman licik Alfy. Tanpa terasa mobil sudah berhenti tepat di bandara, Alfy perlahan mengelus wajah istrinya untuk membangunkannya.

"Sayang, ayo bangun kita sudah sampai."

Jee yang berusaha meregangkan otot-otot di tubuhnya masih memejamkan mata sangat susah baginya membuka kedua mata itu.

"cup...cup...cup." Beberapa kali terdengar suara kec*pan pada wajah Jee yang berisi itu. Ia pun bangun dan mengusap wajahnya lembut.

"Sayang, sudah sampai yah?" tanyanya dengan beratnya.

Alfy tersenyum dan membantu Jee untuk keluar dari mobil, mereka segera menuju pintu masuk bandara sementara beberapa barangnya sudah di sambut oleh petugas bandara dengan sigapnya. Alfy dan Jee hanya berjalan tanpa barang mereka bawa semua sudah di persiapkan oleh bandara.

Belum sempat keduanya sampai di pintu keberangkatan beberapa media telah berlari mengejarnya, mereka tahu keberangkatan Alfy melalui Jac yang baru saja bertemu mereka di kantor. Semua pemberitaan tengah penasaran dengan kabar kehamilan Tuan Alfy Syein yang di kabarkan tengah hamil kembar tiga.

Tentu kali ini Kota itu ingin sekali menyiarkan kabar bahagia itu setelah jasa Alfy yang begitu besar pada masyarakat.

"Sayang, mereka ke kita?" tanya Jee yang terkejut melihat banyaknya wartawan berlari dengan kamera yang sudah menyorotnya.

"Iya, kita kasih waktu mereka sebentar yah Sayangku."

Suara lembut Alfy membuat Jee hanya mampu tersenyum meleleh, semakin kesini hubungan mereka terasa semakin hangat.

"Kau mengapa tersenyum?"

Alfy menatap bingung pada istrinya senyuman yang tidak seperti biasanya membuat dirinya bertanya-tanya apa ada yang lucu dari wajahnya. Beberapa kali tangan pria itu memeriksa wajahnya memastikan agar tidak ada yang salah darinya.

Kini wartawan mulai mewawancari keduanya dengan wajah yang penuh kebahagiaan mereka meminta kepastian dengan berita kehamilan Jee. Beberapa kali arah kamera tertuju pada perut besar Jee yang baru berusia menginjak usia tujuh bulan. Jee tidak mengatakan apa pun saat ini hanya Alfy yang menjelaskan kabar baik itu. Ia membenarkan tentang kehamilan istrinya dan saat ini ia ingin fokus merawat kehamilan Jee di Hongkong.

"Wah di Hongkong?"

"Astaga apakah hanya karena hamil harus ke Hongkong?"

"Sungguh hal yang luar biasa, rasanya seperti di dunia dongeng saja."

Beberapa suara terdengar berbisik dengan wajah takjubnya mendengar penjelasan Alfy, begitu juga dengan Jee yang menatap kaget pada suaminya. Kepergian mereka ke Hongkong ternyata hanya untuk merawat kehamilannya saja. Sungguh hal yang berlebihan apa bedanya jika ia berada di rumah atau pun di Hongkong? bukankah itu sama-sama di rumah.

Bahkan lebih baik jika Jee berada di rumah di kelilingi dengan keluarga yang selalu ramai, sementara di Hongkong tentu mereka akan kesepian tinggal berdua saja.

"Sayang, kita pulang ke rumah saja yah." bujuk Jee yang menarik lengan suaminya menjauh.

"Ada apa, Sayang?" Suara berat Alfy terdengar seraya mengernyitkan dahinya dalam.

Akhirnya Alfy memilih untuk mengakhiri wawancara itu dan memaksa Jee masuk ke bandara karena jam penerbangan mereka sebentar lagi.

"Untuk apa kita jauh-jauh ke Hongkong jika hanya karena kehamilan ini?" Jee kembali bertanya sebelum mereka menuju garbarata.

"Kau ingin membuat Papi kecewa?" tanya Alfy yang menggunakan jurus ampuhnya.

Jee yang mendengar pertanyaan suaminya seketika terlihat murung, lagi-lagi harus melakukan sesuatu demi orangtua mereka. Kapan Jee bisa bergerak bebas tanpa semua aturan dan kemauan orangtuanya padahal saat ini ia sudah berumah tangga.

"Ayo, jangan fikirkan apa pun selain aku dan anak kita oke."

Alfy berusaha meminta Jee untuk berjanji, akhirnya ia hanya bisa menganggukkan kepalanya kemudian melanjutkan langkahnya masuk ke pesawat.

***

Di kediaman Syein tampak sekeluarga yang tengah berkumpul menyaksikan berita yang sudah ramai tersebar, terlihat wajah Alfy dan Jee di sana. Pemberitaan ini seakan ikut memberi kebahagiaan seluruh masyarakat yang menyaksikan kabar itu. Setelah lamanya pertanyaan demi pertanyaan terus terdengar mencari sosok Alfy yang lama tidak terlihat kini akhirnya terjawab sudah semua karena kehamilan sang istri tercintanya.

"Akirnya anak kita bisa merasakan kebahagiaan yang seperti kita bayangkan." Suara Tuan Reindra terdengar memecah kebahagiaan di ruang itu.

"Iya kau benar." sahut Tuan Indrawan tersenyum kemudian menepuk pundak sahabatnya.

Jac yang baru saja tiba bersama istrinya terlihat sangat kaku, mereka berjalan jauh-jauhan. Jac berjalan lebih depan sementara suster Syanin berjalan lebih jauh di belakang. Tuan Reindra yang menyadari kehadiran mereka menekuk keningnya dalam.

"Permisi, Tuan." Suara Jac terdengar datar dan menatap wajah Tuan Reindra sopan.

"Kalian masih suami istri, kan?"

Pertanyaan Tuan Reindra membingungkan seisi rumah itu. "Papah kok bertanya seperti itu, sih?" tegur Nyonya Syein dan menyenggol lengan suaminya.

"Tentu, Tuan." jawab Jac dengan malunya.

"Lalu mengapa berjalan seperti orang sedang menjalani proses cerai seperti itu?" lanjut Tuan Reindra lagi tanpa menghiraukan wajah kesal istrinya.

Akhirnya Jac menatap ke belakang memberi isyarat pada suster Syanin agar melangkah tepat berada di sebelahnya, ia pun mengikuti permintaan suaminya dengan menundukkan wajahnya sopan. Tuan Reindra seketika tertawa terbahak-bahak melihat tingkah kedua pasangan pengantin baru itu yang sangat terlihat asing.

"Hey, ada apa dengan kalian ini?" Suara Tuan Reindra terdengar sedikit tinggi.

"Jac, seperti inikah kau biasanya pada kami?"

"Tidak, Tuan." jawab Jac dengan menunduk.

Tuan Reindra segera menunjuk sofa yang kosong di hadapan mereka, Jac segera menggenggam tangan istrinya menuntunnya untuk duduk bersamanya. Mereka terlihat gugup ketika mendapat tatapan mencari tahu dari Tuan Reindra bergantian.

Lagi-lagi Tuan Reindra menyerahkan amplop putih di depan Jac dan suster Syanin, jika di lihat itu seperti tiket honeymoon. Tuan Reindra meminta keduanya untuk membuka amplop itu di rumah dan segera melaksanakan sesuai dengan isi amplop tanpa boleh menolak.

"Tapi Tuan-" Suara Jac terdengar seketika terhenti ketika tangan Tuan Reindra melambai ke atas seakan memperlihatkan tanda penolakan untuknya melanjutkan ucapan itu.

Tiba Di Hongkong

Di bandara kini tiba saatnya sebuah pesawat yang baru saja tiba mengantarkan penerbangan yang berasal dari Indonesia.  Hembusan angin yang kencang terasa begitu meniup sekitaran landasan bandara.

"Sayang, bangunlah!" pintah Alfy yang beberapa kali menepuk lembut pipi Jee.

Sepanjang jalan Jee terus tidur tanpa menghiraukan suaminya yang kesepian dan hanya menikmati segelas kopi dan membaca koran.

Jee menggeliatkan tubuhnya di kursi pesawat seraya merentangkan kedua tangannya, meregangkan otot-otot tubuhnya lalu membuka kedua matanya. Ia tersenyum mendapati Alfy yang terus menatapnya sejak tadi.

"Kita sudah sampai, Sayang?" tanyanya dengan tertawa kecil seakan melihatkan wajah bersalah karena tidak menemani perjalanan panjang itu.

Alfy hanya tersenyum dan mengusap lembut rambut istrinya lalu menganggukkan pelan kepalanya. "Ayo kita turun."

Jee segera meletakkan selimutnya kemudian melepaskan seatbelt di pinggangnya. Kini mereka melangkah menuruni pesawat dengan bergandengan tangan. Semua barang sudah di bantu oleh orang yang akan mengurus kedua pasangan itu selama di Hongkong.

Alfy terus menggenggam erat tangan istrinya tanpa mau sekali pun melepaskannya. Sampai di pintu kedatangan mereka sudah di ikuti seorang yang sejak tadi membawa barangnya. Alfy dan Jee segera menuju mobil yang siap mengantar mereka ke tempat tujuan.

***

Sementara Jac dan suster Syanin yang juga sudah berada di bandara. Sebentar lagi pesawat yang mereka tumpangi akan take off dan mengantarnya ke tempat tujuan.

Di bandara yang sama keluarga Syein tengah ramai melangkah menuju pesawat, "Aduh Pah, Mamah capek kalau buru-buru begini."

Nyonya Syein tampak kelelahan karena kepergian mereka sangat buru-buru belum lagi persiapan yang sama sekali mendadak ketika Alfy dan Jee pergi dari rumah itu. Begitu juga dengan Nyonya Flora yang terlihat wajah penuh keringatnya beberapa kali di usap dengan Tuan Indrawan.

"Maafin Papah yah, Mah." Suara Tuan Reindra tampak merasa bersalah.

Ini semua di luar rencana mereka karena rasa khawatir Tuan Reindra yang terlalu berlebihan hingga tidak bisa percaya dengan putranya. Alfy memang sangat tidak bisa di percaya jika menyangkut cucunya, gairah putranya sepertinya Tuan Reindra sudah sangat memahami.

Yah ia memahami putranya karena memang Alfy sangat mirip dengannya ketika muda yang selalu tidak bisa membatasi untuk memintah hak pada istrinya. Sebelum Alfy lahir, Nyonya Syein juga pernah mengalami keguguran dan itu semua karena ulah Tuan Reindra yang tidak bisa menahan hasratnya.

"Kita harus tiba di sana secepat mungkin, Papi khawatir dengan Jee."

Tuan Indrawan mengatakan pada Nyonya Flora dengan wajah cemasnya, semua bisa memahami kecemasan pria itu. "Iya kau benar, kita memang perlu mengawasi mereka."

Tapi mengapa kita tidak berangkat bersamaan saja?" tanya Nyonya Flora penasaran.

Nyonya Flora dan Nyonya Syein bingung karena keberangkatan mereka sangat dekat dengan jarak keberangkatan kedua anaknya.

Di pejalanan Jac yang tengah menikmati pemandangan awan dari jendela pesawat itu terkejut ketikan menyadari kehadiran Tuan Farhan di sebelahnya. Matanya melotot tidak percaya, beberapa kalia pria itu mengusap kasar kedua matanya lalu kembali menatap pria di seberang kursinya.

"Papah Farhan." Suara Jac yang terkejut.

Suster Syanin yang terbangun dari tidurnya seketika menatap suaminya dan ikut menatap ke arah sebelahnya. Matanya tidak kalah terkejutnya dari pada sang suami.

"Papah Farhan?" tanyanya yang terdengar lebih keras dan sukses membangunkan beberapa orang yang berada di sekitarnya.

Tuan Farhan hanya tersenyum dan melambaikan tangannya ke arah dua pasangan yang menatapnya bingung. Suster Syanin dan Jac hanya diam menatap penuh tidak percaya pada sosok pria yang ada di depan matanya saat ini.

Sumpah demi apa pun semua sangat di luar dugaan keberadaan Tuan Farhan kali ini tidak ada yang memahami apa maksud dan tujuannya. Hanya Tuhan dan dirinya lah yang tahu jika keberadaannya hanya untuk menjaga putrinya seorang. Tuan Farhan sebenarnya memang tidak percaya penuh dengan Jac karena sejak pertemuan keduanya pertama kali, sikap Jac memang tidak menunjukkan sebagai pria yang selayaknya.

Terlebih lagi dengan kasus suster Syanin yang sempat batal menikah hanya karena kegengsian keduanya benar-benar di luar dugaan Tuan Farhan.

"Papah Farhan, sedang apa di sini?" bisik Jac yang mendekatkan kepalanya pada tempat Tuan Farhan duduk.

"Menjaga Syanin." jawabnya singkat dan membuat Jac mengernyitkan dahinya dalam.

Belum sempat Jac melontarkan kata-kata jari telunjuk Tuan Farhan sudah lebih dulu menutup bibirnya sendiri seolah memberi isyarat untuk menantunya membungkam mulutnya. Jac akhirnya menurut dan menatap arah suster Syanin.

Suster Syanin hanya menggerakkan kedua bahunya memberikan jawaban dengan gerakan tubuh itu karena ia sendiri tidak tahu keberadaan dan rencana Tuan Farhan saat ini.

Sementara tepat di Hongkong, Alfy dan Jee yang tengah menikmati perjalanan yang semakin lama terlihat semakin sepi dan jauh dar Kota. Mata keduanya saling melempar tatapan bingung, apa mereka sudah benar di jemput dengan orang yang tepat. Begitu bahasa isyarat yang terbaca.

Akhirnya Alfy memberanikan diri untuk bertanya dengan supirnya. "Kemana kita pergi?" tanyanya dengan bahasa Inggris.

"Saya akan mengantar Tuan dan Nyonya muda sesuai dengan perintah Tuan Indrawan." jawabnya dengan sopan.

Alfy dan Jee sama sekali tidak puas dengan jawaban yang di berikan oleh supir itu. Akhirnya keduanya saling memandang tanpa bertanya lagi sungguh menyebalkan rasanya. Tapi kali ini Alfy harus bisa mengontrol amarahnya.

Cukup lama perjalanan keduanya semakin menikmati begitu indahnya sekitaran jalanan yang mereka lewati sejak tadi. "Sayang, apa yang kau lakukan?"

Alfy tampak mencegah kepala Jee yang berusaha keluar dari jendela mobil itu ketika tangannya membuka kaca jendela.

"Jangan melarangku, ini udaranya sangat sejuk aku ingin menikmatinya." teriak Jee yang berusaha melepas pegangan Alfy.

"Ini bahaya, sudah masuklah!" Alfy memaksa tubuh istrinya duduk di samping dan tangannya segera menutup kaca mobil kembali.

Tidak lama kemudian, mereka kembali di kejutkan pemandangan rumah yang hanya ada satu di pegunungan itu dan tampak seperti istana megah yang sangat indah. Alfy melihat reting mobil yang terarah ke bangunan itu.

Keduanya hanya terdiam memastikan jika mobil itu benar-benar menganatarnya ke sana. Dan beberapa menit kemudian terparkirlah dengan sempurna mobil mereka. Kedatangan Alfy kini di sambut hangat oleh beberapa wanita yang memakai seragam sama . Seperti dress tetapi jika di lihat bentuknya seperti model suster.

Tidak, itu bukan suster seragamnya sangat mewah dan tidak sembarangan orang sepertinya mendapat pekerjaan seperti itu.

"Tuan dan Nyonya muda saya mengantar anda sampai di sini saja, selanjutnya mereka yang akan membantu anda selama berada di sini." ucap supir itu yang terhenti ketika ingin meninggalkan keduanya karena di cegah oleh Alfy.

"Ini tempat apa?" tanya Alfy penasaran.

"Ini rumah Ibu Hamil, Tuan. Di sini anda dan istri anda akan di layani dengan baik demi kesehatan bayi kalian dan semua pekerja yang ada di sini adalah pekerja pilihan yang sangat profesional tentunya." jelas supir itu dengan sopannya.

Alfy kini mengijinkannya untuk pergi setelah yakin dengan ucapan supir itu. Beberapa wanita yang menyambut kedatangannya kini tersenyum ramah dan mengantarkan Alfy dan Jee untuk menuju ruang istirahat mereka.

"Huh lelahnya." ucap Jee seraya merebahkan tubuhnya ke atas kasur dan meregangkan otot-otot yang terasa kaku.

"Sayang, kakimu bengkak?" tanya Alfy terkejut dan segera menaikkan kaki Jee ke atas kasur.

Suster yang baru saja pergi kini kembali ke kamar ketika mendapat panggilan dari Alfy melalui telfon kamar. "Ada apa, Tuan?"

"Ini sus, kaki istri saya bengkak." Alfy terlihat panik memegang kaki Jee.

"Ini karena pengaruh kaki Nyonya muda terlalu lama menggantung atau duduk Tuan dan ini wajar untuk ibu hamil. Sebentar saya akan mengambilkan alat kompres agar tidak bengkak lagi." jelasnya dan berlari kecil.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!