NovelToon NovelToon

PERAWAN TUA

MENGENAG KISAH

Melati bukan lah gadis polos yang tak kenal kata cinta,bahkan Melati sadar betul akan makna cinta untuknya,empat tahun menjalin cinta dengan pemuda yang menjadi idola di kampus pada masanya. Membuat iri setiap mata yang memandang.

Melati menjadi wanita beruntug saat itu, bisa menjalin kasih dengan Pemuda berdarah jawa melayu.Mata para wanita akan tertuju ke satu titik,yaitu titik terang karna cahaya cinta Melati dan Alfaro

Sikap romantis dan lemah lembut Alfaro mampu mematri hati Melati, Melati jatuh hati sampai ke dasar kalbunya hingga tak mampu untuk berpaling.

Waktu empat tahun terasa singkat untuk Melati dan Alfaro, mereka akhirnya menyelesaikan program studi S1 tepat waktu. Masa yang sangat berat Bagi mereka berdua. Kelulusan tak menjadikannya kebahagiaan, Kelulusannya menjadi sumber utama yang menjadikan dua insan yang saling mencintai harus terpisah oleh jarak dan waktu.

Langit mendung dan diiringi rintikan gerimis yang terkesan romantis,menjadi saksi janji cinta mereka.

Kala itu Alfaro memeluknya erat,sembari menikmati wangi surai halus milik Melati,ia kecup kenig putih itu perlahan,manik mata mereka saling beradu.menyiratkan rasa kasih dan ingin saling memiliki satu sama lain.

Alfaro terlihat gusar,menelan ludahnya berkali-kali.Melati memahami itu.

"Aku tau, kamu menginginkan sesuatu yang lebih dariku Al"

Alfaro tertegun mendengar ucapan Melati.

"Aku bukan pria muna, bahkan aku sangat menginginkanmu, jika saja tak memikirkan masa depanmu, pastilah kekasihku ini sudah aku terkam bulat-bulat"

Alfaro berkata sembari terkekeh geli meledek Melati. Tangan kekar Al terus melilit erat di tubuh Melati.Jantung Melati semakin berdesir. menahan gejolak yang makin menggila. "Kamu bisa lakukan jika mau, kita saling mencintai Al" Melati menatap mata Alfaro lekat-lekat.sekilas Alfaro mengecup bibir mungil Melati.

"Gak sekarang sayang. Tunggu aku tiga tahun lagi,aku akan mengambil hakku setelah aku menyelesaikan studiku"

Melati menghela nafas lega, ternyata Al bukanlah pria bejat yang suka mengambil keuntungan dari kekasihnya, dengan alasan cinta. Melati semakin memperketat pelukannya.

"Aku sayang kamu Al, cinta ini terlalu besar untukmu, tidak bisakah dibercepat kepulanganmu, tiga tahun bukan waktu yang sebentar Al. London bukan Negara yang dekat"

Melati Frustasi memikirkannya.

"Tenag lah Mel, aku janji akan segera menyelesaikan studiku, agar kita bis segera melangsungkan pernikahan setelahnya"

Mendengar itu mata sayu Melati berkaca-kaca. Sungguh Melati bahagia mendengarnya. Melati perlahan melepas pelukan kekasihnya, memberi jarak untuk menatap manik hitam pria tercintanya, tak ada kebohongan di sana.

"Jangan menangis"

Dengan sayang Al mengecup kedua mata Melati.

"Aku takut kamu tak menepati janjimu Al, di sana banyak wanita cantik yang lebih menarik dibanding a.."

Ucapan Melati terhenti, karna bibir Mela terkunci oleh bibir tebal Al. Ciuman itu tak lama namun mampu memompa jantung keduanya.

"Ciuman itu, sebagai panjarnya. Yang berarti kamu tak boleh berpaling dariku, berjanjilah Mel"

Melati tak menjawab, melainkan Melati menubruk tubuh kekar kekar kekasihnya, pria itu sedikit terhuyung ke belakang. Setelah puas memeluk kekasihnya barulah ia berujar.

"Mana mungkin, aku bisa berpaling darimu Al, kamu yang telah mengajariku tentang cinta hingga sedalam ini, kamu yang memerawani bibirku,terlalu banyak kenangan indah bersamamu"

Al tersenyum, mendengar kejujuran kekasihnya. Ia percaya bahwa Melati adalah gadis setia, Al tak salah telah menitipkan cintanya pada Melati. Perlahan tangan kekar Al, meraih jemari lentik melati. Al sematkan Cincin yang bermahkota mutiara.

"Hanya cincin murahan ini yang bisa kuberikan padamu, sebagai pengikat cinta kita, aku janji akan menggantinya setelah aku kembali"

"Ini sudah cukup untukku Al, aku tak menginginkan yang lain, aku hanya mau kekasihku cepat kembali"

Hari itu menjadi hari terakhir mereka bersama, Alfaro kembali melanjutkan pendidikannya di London. Sementara Melati, mencari Keberuntungan di ibu kota. Menjadi sekretaris bos baik hati, adalah satu kemujuran bagi Melati, tak terasa perpisahan mereka sudah berjalan lama.

Apakah Melati tak merindukan Al? atau jangan-jangan Al sudah menemukan wanita yang baru?

Semenjak,hari itu Melati terus berkomunikasi melalui Whatsapp.

"Al, kamu lagi apa..?? aku kangen..! o ya Al aku udah dapat kerja di kantor Kontruksi di Jakarta lo"

Ucap Melati bahagia.

"Oh ya, bagus dong. Selamat ya sayang"

Al selalu saja begitu, membalas cat, Melati secara singkat. Terkadang membuat Melati kesal.

"Al kamu gak jawab aku"

Melati kembali mengirim pesan

"Aku capek mel, aku mau tidur, disini udah jam satu dini hari lo, beda dengan Indonesia, kamu harus ngertiin aku dong"

Mela menelan ludahnya, membaca jawaban Al. Mata Melati mulai berkaca-kaca, mungkin Al mulai lelah,menjalani hubungan jarak jauh seperti ini pikirnya.

Perlahan Melati meletakkan gawainya di atas nakas, ia menatap lekat jemari lentiknya, yang dihiasi cincin pemberian Al, yang bermahkota mutiara. Jemari itu terus memutar-mutar cincin, pemberian kekasihnya. Sementara air matanya terus menetes, Melati sedih menahan rindu yang tak sampai.

Ia usap pipinya berlahan,kemudian Melati mulai membaringkan tubuhnya, di atas sofa yang terdapat di dalam kamarnya,tangannya meraih bingkai foto, yang di dalamnya terdapat gambar dirinya dan Al tengah menikmati keindahan pantai.

Foto itu diambil lima tahun lalu saat mereka masih menjadi mahasiswa di universitas ternama.

Tatapan mata Melati terus tertuju pada gambar di bingkai, jemari lentiknya mengusap-usap permukaan kaca yang di dalamnya terdapat foto mereka. Hampir dua tahun ia melakukan hal yang sama.

Perubahan Al, tampak jelas setelah Melati bekerja di ibu kota, entah apa salahnya, Al terlihat menjauhinya, bahkan tak jarang Al mengabaikan telpon dari Melati, pesan whatsappnya juga selalu dibiarkan tak dibalas.Namun melati tetap berpikir positif, tentang kekasihnya itu.

Untuk menghilangkan rasa rindu yang menggebu, Setiap libur, Melati menyibukkan diri dengan pekerjaan rumah, Menata bunga,membersihkan taman kadag tak jarang ia membuat masakan, yang rasanya mampu memanjakan lidah rekan kerjanya di kantor.

Parahnya lagi, ia lakukan semua itu,untuk mempersiapkan diri menjadi istri Alfaro. Agar nanti saat waktunya tiba, Al tak kecewa dengan masakannya. Untung saja ada objeknya sebagai kelinci percobaan, untuk menilai masakannya.

Untuk urusan masak, Melati sampai ikut kursus, niatnya hanya satu yaitu untuk membahagiakan Al, tapi apakah Al masih mengharapkan Melati?

Entah lah,Melatipun mulai meragu akan kenyataan itu, ia hanya meyakinkan diri, bahwa Al masih mencintainya, meskipun faktanya, Al mulai abai, akan dirinya.

Terkadang Mela rindu, akan perhatiannya, yang sekedar menanyakan kabar, sudah makan, sedang apa...bagai mana pekerjaan di kantor, itu semua terasa menyenangkan jika ditanya dari mulut kekasihnya.

Sayang itu semua berlahan hilang, terbawa waktu dan jarak yang begitu jauh.

HAMPA

Keagungan cinta terkadang tak mampu mempersatukan.Hujan membelah langit jakarta. Melati tanpa sadar menampung rintik-rintik hujan itu di tapak tangannya, bibirnya melengkung, membayangkan kebersamaannya tempo dulu. Sekejap senyum itu sirna.

Cinta tak lagi untuknya, kekasih hatinya sudah melupakannya, cintanya tergantung di awang-awang, begitu nyeri rasanya terabaikan. Melati menghapus genangan benig di pipi, ia tak mau ada yang melihat kesedihannya. Cukup ia dan Tuhan saja yang tau kepedihan hatinya saat ini.

Lamunannya terjaga dikala pintu berdecit nyaring yang mampu merobek gendang telinga.

"Mel, kenapa kamu gak angkat telpon saya" ucap Ardi penuh selidik.

"Eh.. maaf pak. gak dengar"

"Gimana mau dengar, orang kerjamu melamun aja, pasti masih mikirin kekasih hati yang udah jadi bang toyib" Ardi mengejek Melati terang-teranga.

"Sok tau! sapa bilang saya mikirin dia, saya lagi asik lihat hujan yang romantis, jadi gak dengar suara telpon bapak"

"banyak ngelesnya kamu"

"bener lo pak, coba bapak amati setiap rintiknya!" kenig Ardi berkerut, mendengar jawaban Melati.

"Ah. Masak sih Mel, ada hujan yang romantis"

Melati tak menjawab, ia kembali menadahkan tangannya, menampung setiap rintik hujan,matanya ia pejamkan sejenak. Ardi berdiri bersisihan di jendela ruangan Melati. Tangan Ardi mulai terulur merasakan sentuhan air hujan. Sesekali mata elang Ardi melirik ke arah Melati.

"Gimana pak, apa yang bapak rasakan?"

suara Melati membuyarkan keheningan.

"Ia romantis, itu karna ada kamu di sisi saya"

ledekan Ardi, mendapat lototan dari Melati.

"Jangan mulai deh pak"

"Aku serius Mel. Kamunya aja yang gak nyadar. gak capek kamu nolak aku terus, gak sakit hati kamu dibilang perawan tua..?"

Melati tak menanggapi ucapan bosnya itu, Melati melangkah meninggalkan Ardi.

"Bapak tadi manggil saya,ada perlu apa..? saya jadi lupakan.!"

Ardi tersenyum manis, sembari mengacak surai lembut milik Melati.

"Aku memang belum ngomong Mel,gimana kamu bisa Lupa"

Melati tersenyum malu. Bosnya itu memang terlalu sering mengerjainya.

"Mana file proyek, yang saya minta semalam? kok belum ada di meja saya? kamu sengaja ya, biar aku datang ke ruanganmu?"

Begitulah Ardi, hobinya meledek Melati. Melati hanya mencibir bosnya itu. Ardi tetkekeh melihat tingkah sekretarisnya. mereka memang dekat, bahkan tak jarang orang menganggap mereka ada hubungan khusus,antara atasan dan bawahan.

Melati mulai mencari file yang dimaksud bosnya. Setelah ketemu Ia menyerahkan filenya.

"Ini pak.." Melati menyerahkan file kepada pak Ardi. Ardi meraih file yang berkaitan dengan proyek yang bernilai milyaran. Namun sebenarnya, tujuan utama pria itu hanya ingin melihat wajah ayu wanita yang mengusik hati dan pikirannya.

"Terima kasih,"

Ucap Ardi sambil berlalu. Melati hanya mengangguk patuh. Ardi bos baik, yang kesem-sem kepada Melati.

Apa kurangnya Ardi, pemuda tampan, baik dan pengertian, yang selalu menunggu balasan cinta Melati. Ardi tak perduli akan perbedaan usia dirinya dan Melati. Melati lebih tua dua tahun diatas Ardi.

Ardi adalah putra kedua dalam keluarganya. Ia diberikan wewenang sementara oleh ayahnya, sampai anak tertuanya siap menggantikan posisi Ardi.

Sebenarnya Ardi bukanlah lulusan manajemen bisnis. Melainkan seorang dokter gigi. Yang terpaksa alih tanggung jawab atau alih propesi, karna kakak tertuanya memilih melanjutkan kuliahnya, ketimbang ngurus bisnis keluarga.

Saat ini Ardi dan Melati, tengah menuju proyek barunya, Pembangunan jembatan sepanjang, kurang lebih satu kilo meter. Melati terlihat cantik mengenakan sepatu safety, saat ini Melati tengah kesulitan memasang pengunci helm safetynya.

Tiba-tiba ada tangan kekar terulur memasangkan pengunci helm itu, Melati melirik sekilas kearah Ardi, Ardi tengah Kuhusyuk menatap pengait yang ada di bawah dagu sekretarisnya.

Melati menatap sekilas bosnya. wanita itu sedikit gugup, menerima perlakuan dari atasannya itu. Walau Ardi lebih muda, tetap saja dia laki-laki yang harus diwaspadai. Apa lagi Melati tau, atasannya ini menyukainya.

"Nah sudah siap, ayo kita kesana"

Ardi menunjuk ke arah bangunan jembatan, Melati manut mengikuti langkah Ardi. Tiba-tiba tanpa permisi Ardi meraih tangan Melati, untuk digandeng, seketika Melati mematung,mematap kedua sisi tangan mereka.

"Ayo.. Hati-hati, banyak besi, di sini"

Ardi memperingati Melati. Merekapun berjalan bersisihan sambil bergandengan tangan.

Sungguh Ardi sosok pria idaman banyak wanita. Mereka terus melangkah ke arah bangunan jembatan, tapi belum lagi sampai, kaki Melati menginjak potongan besi, seketika Melati tergelincir. Ardi terkejut menatap Melati.

Dengan gesit Ardi membantu Melati berdiri, namun kaki melati sakit saat di injakkan. Melati meringis memegangi paha bagian kanan.

"Kan aku udah bilang hati-hati, coba sini aku lihat mana yang sakit "

Ardi berucap sembari memimpin Melati, di tempat yang aman.

Belum sempat Melati menunjukkan kakinya yang sakit, Ardi lebih dulu menjerit.

"Kaki kamu berdarah"

Dengan sigap Ardi membopong Melati ke dalam mobilnya.

Di sini di klinik dua puluh empat jam, klinik Bunda. Melati mendapatkan penanganan. Melati terkesima melihat perlakuan si bos sungguh manis.

"Hati-hati"

Ucap Ardi mengingatkan wanita yang selalu ia inginkan. Pria itu terus memapah melati menuju mobilnya. Ardi mengantar skretarisnya pulang ke kediamannya.

Sampai di rumah Melati, Ardi membantu wanita itu untuk membuka kunci pintu.

"Pak, jangan terlalu baik dengan saya, saya gak mau bapak berharap lebih, dari saysa. Karna saya tau, saya gak bisa memberi apa yang bapak mau."

Ardi tersenyum mendengar ucapan skretarisnya.

"Saya tau, kamu bukan tipe wanita yang suka memberikan harapan. Saya gak memintamu untuk mencintai saya, saya butuh teman sepertimu Mel."

"Makasi, bapak sudah paham dengan keadaan saya."

Ardi dengan gemas mencubit hidung skretarisnya.

"Ih, bapak gak sopan ya. Cubit-cubit hidung orang, saya lebih tua dari bapak lo!"

Ardi tertawa mendengar celotehan wanita di hadapannya.

"Jadi kamu udah ngerasa tua?"

Ejek Ardi jahil.

"Ya gak dong, usia boleh tua, tapi penampilan gak boleh menua"

Jawab melati membela diri.

"Kamu ada aja jawabannya!"

Melati tersenyum lembut kearah bosnya itu.

"Saya pulang dulu ya Mel, kamu gak usah masak, nanti saya antar makan malam untuk kamu"

"Eeeh gak perlu pak, nanti saya bisa pesan lewat ojol"

"Gak papa, jangan merasa gak enak mel"

"Makasih bapak, udah baik banget sama saya"

Ucap Melati sembari tersenyum.

"Kitakan teman mel, teman itu harus saling membantu"

Ardi pulang meninggalkan melati. Setelah kepulangan pak bosnya, Melati meraih henponnya. Wanita itu memoto kakinya yang cidera. Lalu ia kirim ke nomor pria yang selalu ia rindukan.

"Al, hari ini aku mengalami kecelakaan kerja, Pahaku robek dan dijahit delapan jahitan"

Pesan whatsappnya sudah terkirim, bahkan pesan itu sudah di baca oleh pria itu.

Dengan sabar, Melati menunggu balasan dari Alfaro. Tapi sepertinya itu mustahil. Entah lah, hanya Melati yang tau kondisi hatinya saat ini.

TENTANG RASA

Ketulusan bukan lah modus, antara cinta dan keikhlasan tentulah saling berdampingan. Ardian dengan telaten membantu Melati berdiri, ia papah tubuh langsing itu ke sofa ruang tengah.

Sesekali terdengaar ringisan dari bibir tipis itu. Ardi menatapnya iba, tak ada keluarga di sisinya, ibunya tinggal jauh di kota lain.

"Hati-hati! sini duduk lah biar aku ambilkan air minum untukmu! " Ardi melangkah kearah dapur, yang ada di rumah Melati. Ia mulai memanaskan air. Untuk membuat secangkir teh hangat. Ardi kembali keruang tengah membawa nampan yang berisi air putih dan teh. Tak lupa sepiring nasi hangat.

"Habiskan makanmu, setelah itu minum obatnya, jangan lupa minum teh hangatnya juga."

Melati melongo mendengar ucapan bosnya yang seperti raja Firaun yang sedang bertitah.

"Kok kamu jadi posesif gitu sih Ar? aku gak akan mati hanya karna luka kecil ini loh"

"Nurut ngapa Mel, Sakit aja kamu masih ngeyel"

Melati meringis melihat bos yang sekaligus temannya itu. Sesekali Melati melirik kearah Ardi, terkadang timbul rasa bersalah di hatinya, mengingat ketulusan Ardi.

Namun apalah daya, jika cinta tank mampu bermuara, ia pun tak kuasa untuk memaksa hatinya. Ardi juga cukup profesional, akan rasa yang ia miliki.

Bagi Ardi, bisa berdekatan dan ngobrol bareng sudah cukup untuknya, karna ia paham betul, akan kerasnya cinta Melati terhadap kekasihnya.

"Kamu gak pulang?, aku mau istirahat."

Aardi melotot, kearah Melati.

"Gila..! ada ya orang model kamu Mel, bukannya terima kasih malah ngusir"

Melati tertawa mendengar umpatan Ardi.

"Gak ngusir kok Ar, aku cuma nyuruh kamu pulang"

"sama aja cuma beda bahasa doang"

dengan gemes Ardi mencubit hidung bangir Melati.

"Ih. Kualat kamu kurang ajar sama orang tua!"

Ardi tak memperdulukan ucapan Melati, segera ia berdiri untuk pulang.

Namun sebelum pulang bosnya itu, memeriksa seluruh, pintu dan jendela.

Tak hanya itu, Ardian memapah Melati ke kamarnya. Hati Melati menjerit ngilu, bagaimana bisa orang lain saja perduli padanya. Tapi sebaliknya, orang yang ia pertahankan dan sangat ia cintai dengan teganya mengacuhkannya.

"Heey. kenapa kamu nangis Mel?"

Tanya Ardi heran.

"Gue sedih Ar. Lo tulus nolong gue, sementara gue, gak bisa beri kamu lebih, meski itu hanya sedikit rasa cinta. Maaf, Aku mungkin wanita bodoh yang terlalu mencintai kekasihku, yang aku sendiri tak tau dia masih mencintaiku atau tidak"

Melati berucap sembari terisak.

Ardi yang melihat hal itu, dengan segera membawa skretarisnya kedalam pelukannya.

"Jangan menangis, yakinlah pada cinta dan perasaanmu."

Ardi mengulurkan tangannya untuk menghapua air mata yang membasahi pipi wanita yang sangat inginkan.

"Udah jangan dipikirin. Besok pagi-pagi aku kesini untuk ganti perbanmu"

Ucap ardi sungguh-sungguh.

"Gaya kayak dokter aja kamu"

Ardi tertawa mendengar ejeksn Melati. Tangannya terulur mengacak surai halus milik Melati.

"Tidurlah, aku pulang"

Pamitnya lembut.

Dirumah Ardi segera menyegarkan badannya. Kemudian duduk santai di ruang tengah. Disana masnya tengah asyik membaca chat entah dari siapa.

"Mas...!"

"Hem..!"

Hanya deheman yang keluar dari bibir pria berjambang itu.

"Darimana kamu jam segini baru pulang?"

"Ooh. Aku barusan dari rumah Melati. Dia jatuh tadi pas di proyek. Jadi aku antar makan malamnya dulu"

Jelas Ardi sembari duduk santai.

"O ya mas. Mas kapan mau ambil alih perusahaan? udah terlalu lama, Aku ninggalin rumah sakit"

Ardi tampaknya mulai gerah melihat tingkah abangnya itu. Ke kantor pagi pagi buta, tapi hanya duduk manis di ruangannya, menghendel perusahaan hanya melalui telpon. Ardi lah yang akhirnya sibuk mengurusi semua proyek.

Mendengar pertanyaan dari adiknya sang kakak hanya memandagnya nanar.

"Jika saat ini ada pilihan, lebih baik aku menggantikanmu jadi dokter Ar"

Ardi melongo mendengar lelucon kakaknya itu.

"Jangan ngacok deh mas, lihat jarum aja takut, gaya mau jadi dokter"

Ardi terkekeh melihat ekspresi kakaknya. Namun mengingat kata dokter Ardi kembali teringat Melati. Ia ambil gawainya dari saku celana,segera ia deal number Melati. gawainya masih berdering belum diangkat oleh Melati,dengan sabar Ardi menunggu hingga terangkat.

"Hey. Kenapa lama angkatnya? kamu sudah tidur?"

Tanya Ardi sedikit cemas,

"Belum...!"

Jawab Melati singkat.

"Mel. Kamu baik-baik ajakan? kenapa suaramu serak, obat yang untuk malam sudah diminum?"

"Udah, aku ngantuk Ar"

"Oke. Tidur lah, jangan lupa baca doa"

"Iya pak bos"

Ardi tergelak mendengar jawaban, Melati. Sambungan telponnya terputus. Sementara, masnya hanya menatap adiknya datar sedatar jembatan gantung.

"Kenapa dia"

Ucap Kakaknya itu ingin tau.

"Sapa mas, yang barusan aku telpon?"

Ardi balik bertanya.

"Hem...!"

Jawab Al, singkat.

"Ooo.. itu tadi Melati. Sekretarisku..!"

"Aku tau dia sekretarismu"

Jawab Al ketus.

"Maksudku dia pacarmu?"

Imbuh Al lagi.

"Melati maksud mas..? dia bukan kekasihku,dia sosok wanita yang selaluku rindukan..!, dari sosoknya lah aku bisa meluapkan rasa rinduku. Tapi untuk bisa memilikunya sangat sulit..!"

Ucap Ardi penuh makna, namun hanya dia yang tau, makna dari ucapannya itu.

Kening masnya berkerut,mendengar pernyataan adiknya itu.

"Kenapa, bukannya kalian sudah lama dekat?"

"Dia belum nerima aku, Mas. Dia masih mengharap cinta sejatinya yang sudah tiga tahun gak kasi kabar ke dia, entah pria sebrengsek apa yang melati cintai itu"

Ucap Ardi kesal.

"Mungkin kekasihnya ada alasan tertentu yang Melati tidak tau"

Timpal Al, pada adiknya.

"Tetap saja dia sudah terlalu menyiksa perasaan wanitaku"

Seketika wajah Al pias, mendengar penuturan adiknya. Kemudian pria itu mengalihkan topik pembicaraan.

"Kenapa melati harus minum obat?"

"Oo dia tadi jatuh pas di lokasi proyek"

"Kok bisa..??"

Tanya Al konyol.

"Ya bisa la, aku pergi ke lokasi proyek bareng dia. Tadi melati kurang hati-hati, jadi kepleset. tapi gak papa sih, udah diobati juga."

Mendengar ucapan Ardi, ada kelegaan pada diri kakaknya itu.Tak lama, Masnya menghilang, tertelan pintu kamarnya. Semenjak kepulangannya ke Indonesia pria itu tampak murung dan dingin.

Di sana, di kamar bernuansa abu-abu putih, Al tampak membaca chat dari bidadari hatinya. Namun pria itu terasa rasa di tampar.

"Al. Berapa lama lagi waktu untuk menantimu? belum cukupkah waktu tiga tahun lebih itu? beri aku alasan untuk semua ini? jika tak penting lagi namaku untukmu. Berikan aku isarat agar aku tak mengharap"

Al meremas henponnya, dadanya terasa sakit. Ini bukan kemauannya. Al sangat mencintai melati. Kemudian ia remas kepalanya yang nyeri akibat menahan beban perasaan.

Kicauan burung memanggil-manggil mengusik pendengaran Melati. Matanya tercelang. Tampak matahari menyembul dari balik tirai, Melati tertatih-tatih, menuju dapur mempersiapkan sarapan dan bekal untuknya kerja.

Hari ini Melati berniat kekantor lebih aeal, ia tak mau Ardi, datang untuk mengganti perbannya, tak ada laki-laki lain yang boleh melihat bagian tubuhnya kecuali Al. karna luka itu tepat di paha kanan sebelah bokong.

Akhirnya Melati sampai kantor pas setengah tujuh, ia tertatih berjalan menaiki tangga didekat lobi, Ardi berlari mengejar Melati. dengan gesit ia papah bahu Melati dengan telaten.

"Kenapa kamu gak nunggu aku? akukan sudah bilang mau ganti perban kamu,lagian kamu masih sakit, ngapa kerja sih, Mel?"

Seketika Melati mendongak menatap Ardi. Dilihat dari jau sungguh mereka terlihat mesra, saling bertatapan,tapi sebenarnya tidak, Melati hanya sekedar melihat wajah Ardi, yang cemas.

"Aku tak apa Ar, jangan hawatir, buktinya aku bisa sampai di kantor tepat waktukan?"

Ucap Melati meyakinkan. Ardi gemas dengan gadis di hadapannya itu. Ia acak rambut melati hingga rambutnya berantakan.

Mereka berdua tak menyadari, tindakan Ardi terhadap Melati, menjadi tontonan banyak mata, terutama mata hitam tajam yang tampak suram, menatap getir kearah sang wanita.

setelah mereka berlalu, memasuki ruangan, bibir turah milik staf admin mulai menggunjing.

"Gilak tu mbak Mel, mentang-mentang udah jadi perawan tua, dia aci main embat aja, rupanya mbak mel doyan berondong juga"

Tiga wanita itu tertawa mengejek Melati. Tanpa mereka sadari berdiri sosok pria jangkung ber topi hitam,memukul meja cukup keras, mampu membuat mereka bertiga terjengit kaget"

"Jaga ucapan kalian, jika kalian masih ingin kerja di sini"

Setelahnya pria bertopi hitam itu memasuki lift, ia pencet lantai paling atas. Di ruangannya. Ia duduk manis di kursi kebesarannya. Yang tengah memantau karyawan kantor keseluruhan melalui monitor cctv.

Senentara Melati, terus melakukan rutinitasnya menghubungi nomor yang sama, yang tak pernah diangkat oleh pemiliknya selama tiga tahun tetakhir.

Pemilik nomor itu, hanya menatap gawainya yang berkedip. Dari balik layar yang penuh retakan itu. Tak lama setelah panggilan tak terjaeab, masuk chat, yang isinya menanyakan kabar.

"Al, kamu baik-baik saja kah. Kamu sudah makan, kamu sehatkan, apa kamu merasakan rindu seperti yang aku rasakan?"

Sungguh wanita itu tak pernah bosan mengirmnya chat setiap harinya. Setelah, membaca chat itu, Al melihat monitor di hadapannya, Gadisnya terlihat murung, senbari memutar mutar gawainya, sesekali ia mengusap cairan bening dari kelopak matanya. Hati Al nyeri sebenarnya, tapi ia tak mampu berbuat apa-apa.

"Maaf, aku terlalu dalam melukaimu banyak hal yang tak bisa aku ungkapkan padamu Mel, termasik rasaku sendiri. melihatmu dari kejauhan sudah cukup bagiku"

Al hanya mampu berucap dalam hatinya.jika dilihat sekilas, Al sungguh keterlaluan, mengabaikan Melati bertahun-tahun, tanpa sebab dan alasan yang jelas, membuat Melati seperti korban bualan cinta semata.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!