21 Mei 2019
Hujan turun sangat deras. Di sana, di sudut jalan yang menyisakan garis antara tebing tinggi. Dua orang pria bersimbah darah tak sadarkan diri di dalam sebuah mobil yang rusak berat.
Mobil yang mereka tumpangi mengalami kecelakaan saat melakukan perjalanan menuju Hokaiddo.
Mobil yang ringsak itu telah hancur dengan dua orang pria kritis di dalamnya.
Derasnya hujan menyapu darah yang mengalir dari sela-sela pintu mobil yang hancur.
...°°°...
'Kecelakaan hebat terjadi pada dua orang menantu dari CEO KM Corp. Hasirama Senju. Mengakibatkan Korban tewas di tempat. Investigasi atas penyebab kecelakaan sedang berlangsung...'
'Klik!'
Hyuuga Hiashi menekan tombol power pada remot TV yang ada di tangannya.
Di depan~nya duduk Tuan Hasirama yang sedang berpikir dengan serius. Pria tua itu duduk di kursi kerjanya yang besar di kantor pusat. Dia adalah pendiri KM Corp. Perusahaan besar yang bisnisnya tersebar di berbagai lini perekonomian di Jepang.
"Tuan!" Ucap Hiashi dengan tegas.
Tuan Hasirama mengangkat wajahnya.
"Sudah seminggu sejak kejadian itu. Tapi beritanya masih tersebar di beberapa stasiun TV. Apa kita perlu mengirim beberapa permintaan lagi pada mereka?" Sambung Hiashi lagi.
"Tragedi tidak akan bisa di tutupi. Aku tidak punya kuasa untuk menghentikan semua. Berita terlanjur tersebar luas. Semua ingin tahu apa yang terjadi. Begitu juga aku. Aku penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi. Menantu-menantuku yang malang." Sahut pria tua itu sembari memejamkan matanya dan dia menghembus nafas berat.
Hiashi tidak bisa menjawab perkataan Tuan Hasirama. Dia tahu, bukan ranahnya untuk ikut terlibat dalam urusan perasaan pria tua itu.
"Aku akan melanjutkan pekerjaan ku Tuan!"Hiashi menunduk pelan, lalu beranjak pergi dari hadapan Tuan Hasirama.
Hanya kata-kata itu yang bisa keluar dari bibirnya. Hyuuga Hiashi, Pria paruh baya yang sudah mengabdikan hampir separuh hidupnya di sini. Di sisi keluarga besar Hasirama.
Pria tua itu tidak bicara lagi kecuali kembali berpikir. Dia merebahkan kepalanya yang sudah beruban ke sandaran kursi besar di belakang~nya.
Apa yang sudah terjadi belakangan ini mengganggu pikiran~nya. Kecelakaan yang terjadi tiba-tiba merengut kedua orang menantu kesayangan~nya. Meski dia tetap bersyukur anak-anak~nya tidak ikut dalam perjalan bisnis itu.
Tuan Hasirama menghembus nafas kasar. Di masa Tua~nya, dia bahkan tidak bisa beristirahat dengan tenang.
...°°°...
Seorang anak perempuan yang membawa beberapa buku di pelukannya berlari dengan lincah menuju sang ayah. Senyum merekahnya bahkan telah terukir dari kejauhan. Mata rembulan nya bersinar di bawah teriknya mentari. Surai indigo nya menguar dengan indah ketika ketukan langkah kakinya membawa udara melewati helai-helainya yang beterbangan.
Gadis itu melambaikan tangannya dengan antusias. Melihat sang ayah sedang menunggunya di luar gerbang kampusnya. Di sebelah mobil hitamnya yang terparkir di sisi jalan.
"Ayah!" Pekik gadis itu sembari melambaikan sebelah tangannya. Dia berlari cepat menghampiri sang ayah.
"Hei, Jangan berlari!"Sahut sang ayah khawatir. Anak gadis kesayangannya ini memang sedikit tomboy.
Ayah dan anak perempuan itu saling memberi sapa dengan melakukan High Five menggunakan kepalan tangan~nya.
"Lama menunggu ku?" Tanya Hinata dengan matanya yang berbinar.
Hyuuga Hinata, dia adalah gadis yang selalu ceria. Wajahnya selalu merekah bahagia bagai bunga. Tidak ada yang membuatnya lelah. Meski beberapa hal dalam hidupnya kadang memaksa dia untuk tetap tabah.
"Ayah sudah sepuluh menit menunggu mu! Kau mengacaukan pekerjaan ku tuan putri!" Gerutu Hiashi seraya melihat jam tangan di tangan kirinya.
Hinata menggandeng lengan sang ayah.
"Maaf!"Sahutnya tidak enak hati. Lalu kemudian dia merubah raut wajahnya."... Aku biasa menunggu Ayah yang terlambat tiga puluh menit. Ini baru sepuluh menit, seharusnya tidak masalah kan?"Ucap gadis itu seraya tersenyum lebar.
"Baiklah! Baiklah, maafkan Ayah, Oke!" Sahut Hiashi yang akhirnya mengalah.
"Aku lapar! Bisa kita makan sekarang?"Ucap Hinata sembari mengusap perutnya yang keroncongan. Dan dia memajukan bibir~nya membuat~nya terlihat menggemaskan.
"Baiklah! Kau mau makan apa sebagai ganti karena aku sering membuat putriku yang cantik ini menunggu? Ayah akan membelikan semuanya untuk mu." Sahut Hiashi lagi.
Anak gadis~nya ini terlalu imut. Bahkan saat dia tidak melakukan apapun wajahnya tetap terlihat menggemaskan. Apapun yang gadis ini minta akan dia turuti. Dan Hiasi tidak akan bisa menolak permintaan sang putri sama sekali.
"Ayah akan mentraktir kan?"
"Tentu saja! Memang siapa lagi yang akan memberimu makan jika bukan ayah mu ini." Sahut pria itu sarkas.
"Tentu hanya Ayah ku yang hebat ini!" Sahut Hinata bergelayut manja pada lengan sang ayah." Tapi Ibu biasa menyuapi ku dulu!" sambung gadis lagi itu dengan manja.
"Kau ingin Ayah menyuapi mu juga huh? Kau menambah daftar pekerjaan ku yang sudah penuh tuan Putri." gerutu sang ayah lagi.
"Bukankah Itu juga tugas seorang 'Ayah'!?" sindir HInata.
"Kau pintar bicara seperti ibu mu!" sahut sang ayah mencubit hidung putrinya.
"Aku anak ayah yang terlahir dari Ibu, pantas aku terlihat seperti ibu ku kan?" Sahut gadis itu lagi."Ahh... Untuk peringatan hari kematian Ibu___"
Hinata terus bicara dengan sang ayah. Sosok Ibu memang sudah meninggalkan~nya sejak gadis itu duduk di bangku sekolah dasar. Hingga dia begitu dekat dengan sang ayah sekarang.
Bagi Hinata, kehadiran sang ayah sudah cukup menjadi pelengkap hidupnya yang sederhana. Dan dia, tidak memerlukan apapun lagi untuk membuat semuanya terasa lebih indah.
...°°°...
9 Juni 2022
Tiga tahun berlalu tanpa ada titik terang Atas tragedi kecelakaan malam itu. Malam di mana hujan merengut nyawa kedua menantu kesayangan~nya.
Hashirama Senju termenung di atas meja kerja~nya sebelum dia mulai membuka suaranya untuk bicara.
"Aku hanya percaya padamu. Aku berharap kebenaran akan segera terungkap. Selama tiga tahun kasus ini bergulir tetap tidak ada titik terang. Aku tahu apa yang terjadi tiga tahun lalu bukanlah kecelakaan biasa. Ada orang-orang yang merencanakan hal buruk pada keluarga ku. Sekarang, Lakukan tugas mu. Dan jangan kecewakan aku."
Ucap pria tua itu pada Hiashi yang tidak bisa berkata-kata. Pria itu jelas tidak bisa menolak permintaan bos~nya. Tapi dia juga tidak bisa mengabaikan tanggung jawab~nya sebagai seorang ayah. Putrinya, adalah hal terberat yang menjadi pertimbangannya. Dia berada di posisi yang sulit.
Hashirama menyadari apa yang ada di pikiran Hiashi. Pria itu tidak bisa menjawab perintahnya. Hiashi hanya terdiam seraya termenung sesaat di hadapan Bos~nya.
Hashirama sadar, pria ini bukan orang yang akan lari dari tugas atau tanggung jawab. Dan dia tahu bagaimana hidup pria itu.
"Aku akan menjaga putri mu. Aku akan membawanya ke rumah ku. Lagi pula, Aku berencana untuk menjodohkan~nya dengan salah satu cucu ku. Tentunya, Jika kau mengizinkan." ucap Tuan Hashirama sembari membaca beberapa Map di depannya.
Hiashi mengangkat wajahnya dengan dahi berkerut penuh tanya.
Apa yang dia dengar barusan salah bukan?
"Tuan?!" Ada tanda tanya di wajah pria itu mendengar ucapan Tuan Hashirama tadi.
Pria tua itu juga belum kehilangan kewarasannya kan?
Hashirama terkekeh melihat tanda tanya di wajah Hiashi.
"Kenapa? Putri mu tumbuh dengan baik. Aku mengikuti perkembangannya sejak lama. Dan aku mengenalnya dengan baik sejak terakhir kami bertemu. Aku memang telah merencanakan semuanya sejak lama. Aku tahu mungkin tidak mudah untuk~nya bisa di terima di rumah ku, Tapi jangan khawatir. Selama aku masih hidup aku akan melindungi~nya di sana."
Jelas pria tua itu panjang lebar. Namun wajah Hiashi berkata lain. Dia tidak terlihat senang atau menunjukan expresi lain kecuali hanya kekhawatiran yang tergambar di wajahnya.
"Tapi Tuan! Cucu-cucu anda..." Hiashi menghentikan kata-katanya. Dia menimbang kata yang Pantas untuk menggambarkan cucu-cucu Tuan Hashirama. Ada nada keberatan di balik suara pria itu yang kini bicara terbata.
Di banding dia harus bersyukur dengan rencana Tuan Hashirama. Dia lebih memilih untuk mengkhawatirkan nasib putri~nya nanti. Dia tahu persis bagaimana perangai keempat cucu Tuan Hashirama ini. Dia tidak ingin putrinya menderita di sana.
"Jangan khawatir! Aku akan melindungi~nya! Apa kau mau pria tua ini yang melakukan tugas mu untuk pergi sejauh itu? Apa kau tega? Aku akan menjamin keselamatan putri mu di rumah ku. Jangan khawatir."
Meski ada keraguan yang besar di kepalanya. Hiashi tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya akan mencoba untuk percaya.
...°°°...
Hinata menangis seorang diri seraya terus meruntuki nasib~nya. Meski banyak pertanyaan berputar di kepalanya. Dia tidak bisa melakukan apa-apa saat ini.
Setelah membaca surat panjang dari sang ayah. Pria itu pergi begitu saja tanpa kata-kata perpisahan atau penjelasan tentang apa yang terjadi.
Dia hanya meninggalkan sebuah surat di sana. Di atas meja belajar Hinata.
Sayang,
maafkan Ayah karena tidak bisa bicara pada mu secara langsung.
Karena jika aku melakukan itu, kau pasti akan berlari mengejar ku dan ikut kemana pun aku pergi.
Aku ingin kau tetap di Tokyo dan hidup dengan baik. Maafkan aku tidak bisa memberitahu mu kemana aku pergi. Lagi-lagi karena aku tahu kau tidak akan tinggal diam. Kau akan terus mencari ku dan melupakan hidupmu sendiri.
Jangan khawatir kan aku. Aku akan segera kembali setelah semuanya selesai. Aku akan menelepon mu nanti setelah kau tenang. Karena aku tahu mungkin kau akan memaki dan memarahi ayah mu ini.
Besok, Sekretaris Tuan Hashirama akan menjemput mu. Kau akan tinggal di rumahnya selama aku pergi. Dia akan menjaga mu dengan baik. Jangan khawatirkan aku.
Aku mencintaimu.
~Ayah mu.
Hinata mengusuk kertas itu dalam genggamannya.
Bagaimana bisa? Bagaimana bisa Ayah pergi begitu saja? Apa yang sebenarnya terjadi?
Tobe Continue
Sebuah gerbang besar yang tinggi terbuka. Menyambut kedatangan sebuah Limosin berplat tiga huruf yang langka.
Mobil itu memasuki pekarangan rumah yang luas. Ada taman dengan air mancur besar di sisi kiri. Juga lapangan luas yang membentang di sisi kanan rumah besar di depan~nya. Rumah ini di kelilingi oleh empat rumah klasik berukuran lebih kecil di sekitarnya yang terhubung dengan rumah utama di tengah. Ini lebih mirip sebuah istana.
Hinata tertegun, dia mengagumi apa yang sudah mata nya lihat di sini. Dia tidak menyangka sang Ayah bekerja pada keluarga kaya yang jelas sekali berbeda dengan hidup mereka.
Hinata menggelengkan kepalanya kasar.
Tidak! Berhenti memikirkan hal-hal lain yang bisa mengacaukan rencananya hari ini!
Desis gadis itu dalam hati.
Dia punya rencana lain dari apa yang sang ayah utarakan. Hinata benci teka teki. Dan dia tidak ingin sang ayah pergi.
Gadis itu turun dari mobil. Dia mengenakan pakaian santai dengan sepatu skate. Segala yang ada di sini membuatnya berdecak kagum. Meski jelas dia harus teguh pada pendirian nya. Dia tidak boleh memikirkan hal lain kecuali tentang ayahnya.
"Silahkan Nona Hinata!" Seorang pelayan pria memimpin Hinata di depan. Mengisyaratkan gadis itu agar mengikuti langkahnya.
Pintu rumah ini begitu besar dan tinggi. Ada seorang penjaga yang segera membuka pintu ketika gadis itu memasuki rumah besar ini. Lantai marmer~nya yang berwarna putih gading senada dengan warna cat pada dinding membuat kesan klasik begitu kental di sini.
Hinata memasuki ruang tengah dengan canggung. Langit-langit rumah ini begitu tinggi hingga dia bisa melihat cahaya matahari yang menyelinap dengan cantik melewati celah-celah jendela besar yang terbuka di beberapa sisi. Beberapa ornamen klasik menghiasi sudut-sudut ruangan dengan beberapa tanaman menambah kesan segar di sana.
Berapa banyak orang yang tinggal di rumah sebesar ini?
Desisnya dalam hati penuh tanya.
Hinata mengikuti langkah pelayan pria di depannya yang berjalan dengan tegap.
Dia pasti pengawal Tuan Hashirama, berapa banyak pelayan di rumah ini?
Hinata kembali menggelengkan kepalanya lebih keras lagi.
Pertanyaan-pertanyaan bodoh itu tidak seharusnya hinggap di kepalanya yang kecil. Dia harus tetap fokus pada tujuannya ke sini.
Langkah kaki pria di depannya terhenti. Hinata hampir saja menabrak tubuh pria itu karena dia yang sejak tadi sibuk dengan pikirannya sendiri.
"Maaf!" Ucapnya canggung.
Pria itu bergerak kesamping, mempersilakan Hinata untuk hadir di depan orang-orang yang ada di sana.
Di sana, di ruang keluarga yang besar itu duduk satu orang pria tua di Sofa besar yang ada depannya. Dengan empat orang pria muda di sekitarnya. Masing-masing dua orang duduk di sisi kiri dan kanan~nya.
Hinata tidak bisa berkata-kata. Dia kembali mengagumi matanya melihat pemandangan ini meski hanya sekilas. Gadis itu kembali menunduk dengan gugup. Sepertinya dia pernah melihat salah satu dari keempatnya. Namun dia tidak yakin akan itu.
Apa rumah ini sebuah Doorm Idol yang akan men~debut kan pria-pria tampan? Visual Mereka semua sempurna. Seolah bukan manusia.
Tapi lihatlah, di atas wajah tampan mereka yang mempesona. Aura dingin menguar dari sekitar keempat~nya. Seakan mereka semua adalah dewa yang siap menghukum siapa saja orang yang tidak mereka suka.
Hinata menelan ludah serat seraya terus menunduk gugup.
Sepertinya, dia telah salah ketika memutuskan untuk datang ke sini.
Tidak! Dia harus menguatkan hatinya.
Gadis itu kembali menguatkan tekad~nya.
Hanya seorang pria tua yang duduk di tengah yang tersenyum lembut pada nya.
"Selamat datang di rumah kami!" Ucapnya dengan pelan. Dapat Hinata rasakan suara yang tulus dari nada bicaranya."Perkenalkan diri mu di sini Putri Hyuuga?!"
Hinata mengangkat wajahnya dengan yakin sebelum akhirnya dia mulai membuka suaranya.
Abaikan saja wajah tampan yang mengesalkan itu. Dia harus mengungkapkan alasannya datang ke sini.
"Perkenalkan," Hinata menunduk ramah dengan antusias."... Namaku, Hyuuga Hinata. Aku putri dari Hyuuga Hiasi yang bekerja pada perusahaan Anda, Tuan."
Tuan Hashirama tersenyum lebar. Di ikuti dengan wajah dingin dari ke empat cucu nya yang kini mendecih bosan.
"Aku sudah mengenal mu sejak lama meski kau tidak mengenal ku. Perkenalkan," Tuan Hashirama melirik cucu-cucunya secara bergantian yang hanya diam dengan wajah dingin. Beberapa bahkan menyilangkan tangan di depan dada. Jelas terlihat wajah tidak bersahabat dari semuanya.
"Mereka semua cucu cucu ku! Kau akan mengenalnya jika kau sudah pindah ke sini nanti, dia,
~ Uchiha Sasuke ~( Pria itu duduk sembari menyilangkan tangan di depan dada. Garis wajahnya yang tegas menguarkan aura dingin di sekitarnya)
Dia Cucu tertua.
Dia seorang Dokter spesialis yang juga kepala rumah sakit di Rumah Sakit keluarga Hashirama. Meahwa Hospital.
~ Namikaze Naruto ~( Pria dengan Jas hitam yang juga menyilangkan kedua tangan di depan dada dengan wajah datar. Mata biru dan Garis wajahnya yang dingin jelas terlihat dia bukan orang yang menyenangkan)
Dia cucu kedua.
Dia memegang bisnis Manufaktur sebagai seorang CEO menggantikan sang ayah.
~ Otsutsuki Toneri~( Pria tampan dengan wajah unik. Kulit seputih salju. Garis wajahnya yang menakjubkan menunjukan seolah dia bukan manusia. Pria itu sibuk memainkan ponselnya sejak Hinata datang tadi)
Dia cucu ketiga.
Saat ini dia seorang anggota Band terkenal yang mewarisi bisnis infrastuktur KM Corp.
~ Kazekage Gaara ~( Pria dengan wajah paling bersahabat, karena dia sempat melirik Hinata ketika gadis itu tiba tadi. Selanjutnya dia kembali disibukan dengan ponselnya dan kembali bersikap acuh)
Dia si bungsu.
Seorang pelukis yang mewarisi perusahaan K-Food yang beroperasi di food and Baverages.
Tuan Hashirama mengabsen satu persatu cucunya yang tidak membuka suara sedikitpun.
"Jangan heran mengenai nama keluarga mereka yang berbeda! Karena mereka semua mengikuti nama ayah~nya! Ibu mereka adalah anak-anak Ku."jelas Tuan Hashirama lagi.
"Salam kenal..." Hinata kembali menunduk dengan kikuk. Dia merasa tidak nyaman dengan situasi ini. Keempat pria itu benar-benar asing di matanya.
Tidak ada respon dari keempatnya atas sapaan Hinata. Bahkan dua di antara nya malah sibuk memainkan ponsel.
"Kau akan tinggal bersama kami di sini! Jangan sungkan. Duduklah!" Ucap Tuan Hashirama mempersilahkan Hinata untuk duduk. Pria tua itu melihat ketidak nyamanan dari gerak gerik Hinata.
Seorang pria tinggi dengan rambut pirangnya bangkit. Dia, pria bermata biru. Wajah dingin~nya yang terlihat bosan menganggu pikiran Hinata. Membuat suasana yang tercipta semakin suram dia rasa.
"Aku harus pergi!' Ucap pria itu tanpa basa basi. Dia segera beranjak pergi.
"Tidak!" Pekik Hinata.
Suaranya yang keras menghentikan langkah kaki pria itu, Namikaze Naruto.
"Ma_maksud ku! Tidak! Aku__Tidak ingin tinggal di rumah ini. Aku, Hanya ingin bertanya pada Tuan."
Hinata menggigit bibirnya gugup seraya meringis. Dia harus mengumpulkan keberanian untuk mencari tahu apa yang terjadi pada sang ayah.
Gadis itu menghembus nafas kasar.
".... Apa Tuan Hashirama tahu? Kemana ayah ku pergi? Dimana dia berada sekarang? Apa yang sedang dia lakukan? Apa dia sehat? Apa dia makan dengan baik? Apa dia bisa tidur dengan nyaman? Aku begitu takut dan khawatir pada nya?!! Tolonglah aku Tuan. Beri tahu pada ku bagaimana keadaan ayah ku! Aku... Begitu putus asa."
Ucap gadis itu panjang lebar. Suaranya yang sarat permohonan membuat semua yang hadir di sana tercekat. Termaksud keempat cucu tuan Hashirama yang kini menatap gadis bersurai indigo itu dengan intens.
Keempatnya saling melempar tatapan sarkas dan terkekeh satu sama lain melihat kelakuan Hinata.
'Gadis itu menolak dengan mudah untuk tinggal di rumah bak istana ini? Apa dia sudah gila? Dia juga menolak permintaan kakek? Apa dia gadis pembangkang?'
Isi pikiran keempat cucu Tuan Hashirama seolah saling bersahutan.
Tuan Hashirama tidak bisa menjawab rentetan pertanyaan yang keluar dari bibir Hinata. Wajahnya yang penuh tanda tanya menyiratkan bahwa dia tidak tahu jika sang ayah pergi untuk sebuah misi penting. Hiasi juga pergi tanpa memberitahu apapun pada anak gadisnya.
"Ayah mu tidak mengatakan apa-apa pada mu?" Tanya Tuan Hashirama.
Hinata menggeleng cepat. Wajahnya terlihat frustasi.
"Tolong beri tahu aku kemana ayah ku pergi Tuan. Aku.., Berjanji, aku tidak akan menyusahkan mu. Aku... Akan mencari ayah ku. Setidaknya aku harus tahu dia baik-baik saja saat ini. Tolonglah!"
Hinata menangkup kedua tangannya di depan dada penuh permohonan. Matanya yang berkaca-kaca hampir menumpahkan air mata ke atas pipi yang kini memerah.
Tuan Hashirama menghembus nafas dalam. Dia faham alasan Hiasi pergi tanpa memberi kabar putrinya. Melihat apa yang sang putri lakukan saat ini. Sepertinya itu adalah keputusan yang tepat.
Hinata bukan gadis yang tenang yang mungkin bisa menerima keputusan sang ayah untuk bekerja di tempat yang jauh.
"Kau belum boleh menemui nya untuk saat ini." Ucap pria tua itu dengan suaranya yang dalam.
Hinata mengerutkan keningnya.
Apa-apaan ini?
"Kenapa? Dia ayahku! Dan aku putrinya. Aku berhak mengetahui dimana dia berada." Protes Hinata nyalang.
"Untuk saat ini kau belum bisa bertemu dengannya. kalian akan bertemu nanti." ucap Tuan Hashirama singkat.
"Tolonglah Tuan! Apa anda bercanda? Bagaimana bisa aku percaya ayah ku baik-baik saja? Aku tidak tahu dia dimana. Apa dia dapat makan dengan baik! Aku bahkan tidak tahu Ayah ku masih hidup atau tidak!"
"Ayah mu baik-baik saja! Aku pastikan itu. Kau hanya perlu tinggal di rumah ini jika kau ingin terus terhubung dengan ayah mu." Ucap Tuan Hashirama dengan tenang. Sementara Hinata telah berada di ambang batas kesabarannya.
Gadis itu mendecih. Tertawa hambar atas apa yang baru saja dia dengar dari Tuan Hashirama.
Apa ini ancaman? Dia hanya seorang gadis biasa yang sedang mencari kebenaran tentang ayahnya. Kenapa pria tua itu membuat semua semakin rumit!
"Aku akan mencari ayah ku sendiri jika begitu!" Sahutnya dingin dengan rasa kecewa memenuhi seisi kepalanya.
Hinata menunduk pelan sebelum dia pergi tanpa berkata-kata lagi.
Semua yang ada di sana hanya diam. Melihat dan mendengar apa yang gadis itu katakan.
Lihatlah, beraninya dia membantah pada apa yang telah Tuan Hashirama rencanakan.
Gaara mengangkat tangannya perlahan. Memecah keheningan di antara kelima orang itu.
"Prok prok!!"
Dia memberikan sebuah Applaus atas apa yang baru saja dia lihat.
"Wow!! Dia hebat!" Puji Pria itu dengan nada tinggi.
Lebih terasa sebuah ejekan untuk sang kakek. Karena, keinginannya telah di tolak mentah-mentah oleh seorang gadis biasa.
"Kakek menyuruh kami berkumpul di sini hanya untuk ini?" Decak Toneri dengan wajahnya yang kesal.
"Pertunjukan ini menarik bagi ku!" Sambung Gaara lagi dengan santai.
"Kau membuang-buang waktu kami!" Sahut Sasuke sarkas. Dia segera bangkit dan dia beranjak pergi tanpa berkata-kata lagi.
Ponsel dalam saku Naruto berdering. Pria yang sedari tadi menyaksikan Hinata dengan berdiri itu mengangkat ponsel~nya seraya ikut beranjak pergi.
"Ya! Kontrak itu sudah aku batalkan karena nilainya tidak sesuai!" terdengar suara Naruto dari kejauhan.
"Aku sangat bosan!" Toneri ikut bangkit menyusul Sasuke dan Naruto yang telah lebih dulu pergi.
Meninggalkan Gaara yang sedang memainkan ponselnya dan Tuan Hashirama yang menghembus nafas lelah.
"Aku punya banyak jadwal yang harus aku batalkan karena ini. Kakek harus bertanggung jawab atas ini semua." Ucap Gaara dengan pelan tanpa melepas pandangannya pada ponsel di tangannya.
Akankah Keempat cucunya akan terus begini?
Pikir Tuan Hashirama sembari memijat pelipisnya yang kini terasa sakit.
Tobe continue
'
Hinata tidak perduli dengan apapun yang orang suruhan Tuan Hashirama katakan. Meski beberapa kali mereka datang dan menawarkan berbagai hal. Dia tidak perduli, Dia bisa hidup dengan caranya sendiri. Dia punya tabungan yang dia simpan selama ini dari uang yang di berikan sang Ayah.
Hinata akan menemukan ayahnya. Dia akan mencari~nya kemana pun. Gadis itu telah mendatangi semua kerabat dan kenalan Hyuuga Hiasi. Namun sampai saat ini tidak ada petunjuk mengenai keberadaan ayahnya.
Hinata tahu, dia gadis yang cerdas. Dia dapat membaca situasinya meski sang ayah tidak pernah bercerita mengenai apapun.
Selama ini ayah bekerja sebagai orang kepercayaan Tuan Hashirama. Sejak kejadian tiga tahun lalu yang menggemparkan Negara ini. Ayah memang selalu terlihat sibuk. Beberapa kali Hinata menemukan catatan-catatan aneh di saku celana ayahnya.
Semua pasti ada kaitannya dengan pekerjaan sang Ayah di sana. Di KM Corp.
Hinata punya rencana malam ini. Dia kenal salah seorang teman yang pernah Ayah perkenalkan padanya tiga tahun lalu. Dia rekan kerja Ayah yang sampai saat ini masih bekerja di sana. Di KM Corp. Keduanya adalah orang kepercayaan Tuan Hashirama.
Sejak siang dia sibuk menunggu di depan kantor. Memantau keluarnya pria itu. Hingga saat Hinata melihat pria itu keluar. Dia menguntit seorang pria paruh baya yang sibuk merokok di pojokan Supermarket di persimpangan jalan.
Pria itu masih mengenakan kemeja kerja. Dia hanya berharap dapat menemukan petunjuk atas keberadaan sang ayah.
Dia tahu, dia tidak akan mendapatkan jawaban atas pertanyaan~nya jika dia bertanya terus terang tentang sang ayah pada pria itu. Karena itu dia melakukan ini. Dia akan mencari informasi dengan caranya sendiri.
...°°°...
Hari mulai gelap, Hinata mengikuti Pria itu hingga ke sini. Ke sebuah Club malam dengan lampu berkelap-kelip yang menyakiti matanya.
Hinata berumur 22 tahun saat ini. Meski umurnya telah Legal untuk masuk ke sana. Namun dia merasa asing akan tempat itu.
Dia tidak pernah datang ke Club sebelumnya. Ayah tidak mengizinkan~nya saat dia meminta izin dulu ketika teman-teman kuliahnya mengajak Hinata untuk merayakan ulang tahun salah seorang teman~nya.
Ayah bersikap Protektif sejak dulu karena dia tahu. Hal-hal buruk akan terjadi ketika seseorang mabuk. Dan dia tidak ingin Hinata mendapat masalah.
Sejak saat itu dia tidak berani untuk mendatangi Club. Dia hanya menurut pada apa yang Ayah katakan. Dia tidak perduli meski teman-teman sering mengejeknya dan menjadikannya lelucon.
Dia harus mendapat petunjuk di sini setelah dia membayar untuk biaya masuk yang cukup besar tadi. Dia tidak ingin ini menjadi sia-sia.
Hinata terus mengintai pria itu yang menyusuri kerumunan orang-orang yang sibuk menari dan berdansa.
Meski sesekali tubuhnya menabrak beberapa orang yang hilang kendali karena mabuk.
"Maaf!" Ucapnya seraya kembali melangkah dan mengedarkan pandangannya mencari pria itu.
Meski samar-samar. Hinata dapat meliha pria itu di sana. Pria itu ikut bergabung di salah satu ruang bersekat dengan beberapa pria berdasi juga yang langsung menyambut pria paruh baya itu dengan antusias.
Hinata mendekat, Dia punya rencana. Dia membuka jaket~nya. Menyisakan Kaos ketat yang gadis itu pakai. Meski ukuran tubuhnya kecil. Hinata punya bentuk tubuh yang berisi membuat gadis itu terlihat menonjol dan lebih menggoda di antara gadis lain.
Dia Menaruh jaket itu di salah satu meja kosong. Kakinya yang terus bergerak menggambarkan bagaimana gadis itu begitu gugup sekarang. Dia harus mengumpulkan keberanian agar semuanya berjalan lancar.
Seorang pelayan Pria lewat membawa beberapa gelas dan Wine menuju gerombolan itu. Hinata segera menghentikan pelayan itu dengan cepat.
"Maaf! Bisa aku membawa ini? Aku teman kencan pria di sana! Aku ingin memberi kejutan!" Hinata mengedipkan matanya dengan genit seraya tersenyum menggoda.
Pelayan itu hanya terdiam seraya mengangguk pelan.
Gadis itu terlalu manis untuk berada di sini!
Hinata mengambil alih apa yang di bawa pelayan itu. Dia berjalan menuju meja dimana Pria tadi duduk.
"Tuan! Ini minuman mu." Hinata mengangsurkan minuman itu di meja dengan wajahnya yang meyakinkan. Seolah dia gadis penggoda yang terbiasa dengan semuanya.
Seorang pria yang duduk paling depan memegang tangannya. Dia, pria paruh baya itu yang sejak tadi menjadi incarannya.
Hinata tercekat. Entah pria ini masih mengenalnya atau tidak. Terakhir mereka bertemu dulu, Dia masih mengenakan seragam sekolah.
Pria itu tersenyum menggoda pada Hinata.
Benar! Pria itu tidak mengingat~nya!
Hinata membalas senyuman itu dengan sebuah seringai dan kedipan mata yang seduktif.
"Kau ingin minum Tuan?" Tanya Hinata dengan suara nya yang menggoda. Dia melirik beberapa pria yang hadir di sana yang juga ikut menggoda~nya. Hanya ada seorang Pria yang hanya diam di tengah-tengah mereka.
Meski kini tubuhnya terasa gemetar karena takut. Dia harus terlihat biasa agar semua berjalan sesuai rencana. Dia harus mengorek informasi dengan perlahan agar tidak menimbulkan kecurigaan.
Mereka mungkin akan terlibat sedikit kegiatan fisik yang akan merugikannya. Namun, dia kan segera mengakhiri semuanya ketika pria itu mabuk berat. Setelah dia mendapatkan informasi yang dia butuhkan.
"Tentu! Aku baru melihatmu di sini!"
Pria itu memindahkan tangannya ke punggung Hinata dengan tatapan intim. Mengusap punggung nya dengan perlahan.
Hinata harus mengabaikan jantung yang terpacu karena takut. Dia berusaha menyembunyikan wajahnya yang gugup. Dia bersyukur lampu yang redup menyamarkan wajahnya yang sekarang pasti telah memerah menahan kesal.
"Y_ya! A_aku baru di sini!" sahut gadis itu terbata.
"Kenapa? Kau terlihat gugup?" Tanya pria itu mendekatkan wajahnya. Dan berbisik di telinga Hinata hingga gadis itu meringis."Kau tahu? Kau punya tubuh yang indah!" Goda pria itu lagi.
Dingin seolah mengguyur tubuhnya. Dia tahu ini rencananya. Tapi dia tidak menyangka seperti ini rasanya. Dia begitu takut juga marah.
Apa yang akan terjadi jika dia melanjutkan ini semua?
Pria itu mulai menarik Hinata dengan paksa. Hingga gadis itu duduk di pangkuan~nya.
"Tidak! Tolong... Jangan begini!" hentak Hinata seraya berontak. Dia begitu tidak nyaman dengan situasi ini. Salahkan dia sendiri yang tidak memikirkan jika teman ayahnya ini mungkin lelaki hidung belang.
'Sialan!'
Makinya dalam hati.
"Diamlah! Bukan kah ini tugas mu?" Paksa pria itu.
"HENTIKAN!!!"
Suara berat yang terdengar dingin itu mengalihkan perhatian pria tadi dari Hinata. Dia segera mengakhiri kegiatannya tanpa berkata-kata lagi.
Pria dengan tubuh tinggi bangkit dan menghampiri Hinata yang masih terduduk di pangkuan pria itu. Menariknya paksa hingga dia bangkit dan dapat melihat sosok itu dengan jelas di bawah lampu yang redup
'Namikaze Naruto?'
...°°° ...
Pria itu menarik Hinata dengan kasar. Membawanya hingga menjauh dari kerumunan Pria-pria brengsek di sana.
"Jadi, kau menolak tinggal di rumah ku hanya untuk hidup seperti ini?" Tanya Pria itu sarkas.
Dia melepaskan genggaman tangannya dengan kasar hingga Hinata meringis kesakitan.
"Jangan hiraukan apa yang ku lakukan di sini! Aku bisa menjaga diri ku sendiri!"Sahut gadis itu nyalang.
"Kau ketakutan!" Ucap Naruto seraya mendecih.
"Tidak!" sangkal gadis itu tegas.
"Berapa yang kau dapat dari pekerjaan mu itu?"
Hinata membulatkan matanya. Jelas-jelas pria ini telah salah sangka.
"Berapapun nilainya! Itu sepadan dengan apa yang akan aku dapatkan. Keluargamu memanfaatkan ayah ku. Membawanya pergi dan mengabaikan seorang gadis yang begitu tergantung pada ayahnya. Aku akan mencari jalan ku sendiri untuk menemukan Ayah! Jadi tolong, jangan ikut campur urusan ku Tuan Namikaze!" sahut Hinata nyalang.
Naruto menyunggingkan senyum kecil di sudut bibirnya.
"Kau berkata seolah kakek menyiksa mu dengan semua itu."
"Bukan kah memang seperti itu kenyataan nya?"
"Kau menolak apa yang kakek rencanakan! Lalu kau menjalankan rencana mu sendiri? Dan sekarang kau menyalahkan kakek?"Sahut Naruto dengan suaranya yang dingin.
Pria itu melangkah semakin dekat pada Hinata dan menatapnya dalam. Mata biru itu terasa dingin mengguyur tubuh Hinata yang sejak tadi bergetar karena rasa takut. Membuatnya terdiam tanpa bisa mengatakan apapun lagi.
"Beritahu aku! Apa yang kau dapat dari melakukan semua ini? Apa kau juga akan melakukan apapun untuk mendapat kan informasi yang kau mau? Apa kau juga akan menjual tubuh mu? Aku bisa membayar mu jika begitu! Aku akan memberi apa yang kau inginkan jika kau bersedia melakukannya." Bisik pria itu seraya menatap Hinata dengan tatapan seduktif yang dingin.
Gadis itu membulatkan matanya. Mendengar kata-kata pria itu melukai harga dirinya. Itu memang rencananya. Namun, dia tidak akan sampai melakukan apa yang pria itu pinta. Rencananya hanya membuat pria hidung belang di sana mabuk dan dia dapat mengorek informasi.
Apa dia serendah itu di mata pria ini? Dia telah salah faham!
'Plak!!'
Hinata melayangkan tangannya pada pipi pria itu dengan keras. Meninggalkan bekas kemerahan di sana.
Naruto tercekat tanpa kata-kata. Hanya mata birunya yang seolah siap membunuh dalam diam. Menyiratkan kemarahan yang pria itu tahan.
"Aku mungkin terlihat murahan di mata mu saat ini!" Pekik Hinata. Dia berkata dengan menahan air mata di pelupuk matanya. Suaranya bergetar menahan sakit di hatinya."Kau... Akan mengetahui bagaimana rasanya nanti! Saat kau kehilangan seseorang yang berarti di hidupmu Tuan muda."
Sahut Hinata seraya pergi meninggalkan Naruto yang hanya terpaku di sana.
Saat segalanya belum terbuka. Mereka hanya akan saling menyakiti dengan rasa yang tidak mereka mengerti.
Kehilangan?
Siapa bilang dia tidak merasakannya?
To be continue
'
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!