NovelToon NovelToon

Balas Dendam Istri Yang Dikhianati

Jangan menggangguku

Sudah hampir 3 tahun Aira menjalani pernikahan dengan Irwan. Dan kesehariannya hanyalah mengurusi anaknya dan juga mengurus rumah. Hal yang membosankan, tapi tetap Aira lakukan.

Aira juga tidak memperkerjakan asisten rumah tangga, karena ia juga sangat jago dalam hal memasak. Namun, sesekali ia menyewa asisten rumah tangga untuk membersihkan rumahnya yang cukup besar. Anaknya yang kini berusia 3 tahun sangan lucu dan juga menggemaskan.

Brakk!

Terdengar suara pintu terbuka.

"Kamu sudah pulang, Mas?" tanya Aira dengan senyum manis. Namun, ia lupa kalau dirinya masih menggunakan daster rumahan, bahkan bau masakan masih menempel di bajunya.

"Aku lelah, jangan menggangguku!" sahut Irwan dengan ketus.

"Aku siapkan air hangat ya, Mas. Biar kamu bisa langsung mandi," ucap Aira dengan setengah memaksa.

"Nanti aja. Aku ingin istirahat sebentar, kamu urus aja diri kamu. Udah badan gendut, dekil, bau lagi," gerutu Irwan yang segera naik ke atas untuk ke kamar. Bahkan Irwan tak ada menyapa gadis kecil dan manis buah hatinya.

"Mas, aku begini karena sibuk di rumah!" teriak Aira, namun Irwan tidak mengindahkannya.

"Maafin Ayah ya sayang, Ayah sedang lelah hari ini, makannya Ayah nggak nyapa Syifa," ucap Aira sambil mengelus rambutnya.

Andai suaminya itu tau jika seharian ini ia juga lelah. Dan jika Syifa bisa ditinggal sendirian, pasti ia juga akan berdandan dan juga tampil wangi untuk menyambut suaminya pulang.

Helaan napas Aira begitu berat. Di pandanginya tubuhnya yang sangat gendut, sekarang aja berat badannya sudah 75kg.

Padahal dulu tubuh Aira sangat sexy, kurus, dan juga cantik. Namun, semuanya sirna seiring berjalannya waktu. Aira harus melahirkan dan juga mengurus rumah. Jadi, ia tidak memiliki kesempatan untuk bisa merawat tubuhnya lagi.

"Apa aku minta Mas Irwan buat sewa asisten rumah tangga aja ya? Daripada dia terus uring-uringan begitu tiap pulang. Biar aku juga bisa ngurus diri," ucap Aira pada dirinya sendiri.

Walaupun perusahaan yang Irwan kelola adalah milik Aira, tetap saja keuangan masuk pada Irwan karena cinta buta dan juga kebodohan Aira saat mereka baru menikah waktu itu.

Aira pun menggendong anaknya dan pergi ke atas. Sesampainya di atas, Aira ke kamar Syifa dulu. Ia meletakan Syifa diranjangnya dan segera memasang penutupnya. Baru akhirnya Aira mandi membersihkan dirinya agar wangi dan segera mengganti baju. Karena sebagian bajunya sudah ada di kamar itu.

Aira segera memoles sedikit makeup di wajahnya agar bisa meredam kemarahan suaminya.

"Semoga aja Mas Irwan nggak lagi komplen."

Dilihatnya ranjang Syifa, ternyata anaknya itu sudah terlelap dengan nyenyak padahal sebentar lagi adzan magrib berkumandang.

"Bunda tinggal sebentar untuk bicara sama Ayah ya, Sayang," ucap Aira sambil mengelus kepala anaknya.

Aira segera melangkahkan kakinya menuju kamarnya.

"Mas Irwan kayaknya lagi mandi," ucap Aira yang tidak melihat Irwan dan terdengar suara gemericik air dari kamar mandi.

Aira menunggu di sebelah ranjang, hingga akhirnya Irwan keluar juga dari kamar mandi.

"Ngapain kamu di sini?" tanya Irwan dengan nada ketus.

"Apa maksud kamu, Mas? Ini kan kamarku juga. Kamu makin nggak jelas deh sekarang, harusnya jangan marah-marah dulu. Aku seharian tadi sibuk," kata Aira mencoba menjelaskan.

"Aku lebih capek lagi Aira. Tapi, setelah sampai di rumah aku lebih capek lagi liat kamu yang semakin kayak pembantu," jawab Irwan. Ia berjalan ke walk in closet untuk segera memakai baju.

"Makannya aku kesini mau minta kamu cariin pembantu, Mas. Aku juga ingin merawat diri," kata Aira.

"Alah buang-buang uang aja. Kamu juga nggak ada kerjaan selain ngurusin Syifa kan? Dari pekerjaan rumah itu harusnya kamu bisa diet dengan cepat dong Aira."

"Mas, berapa sih emangnya sewa jasa pembantu? Nggak mungkin buat kita miskin kan?" tanya Aira.

"Aku capek debat sama kamu. Aku akan pergi sekarang, mungkin juga nggak pulang. Ada urusan mendadak pekerjaan kantor," kata Irwan yang sudah rapi. Ia menyemprotkan parfum ke seluruh tubuhnya.

"Kamu jangan mengada-ngada deh, Mas. Mana ada pekerjaan yang sampai nginap segala, aku nggak percaya," jawab Aira dan segera berdiri di depan Irwan untuk menghadang suaminya pergi.

Namun, Irwan dengan cepat mendorong Aira, hingga akhirnya Aira jatuh tersungkur di atas ranjang.

"Nggak usah so ngatur, tugas kamu hanya menjaga Syifa."

Setelah mengatakan hal itu, Irwan pun pergi meninggalkan Aira di kamarnya. Aira hanya bisa menangis melihat kepergian Irwan.

"Tidak mungkin kalau Mas Irwan selingkuh!" ucap Aira. Karena selama ini Irwan sangat mencintainya.

"Tapi, kelakuan Mas Irwan akhir-akhir ini memang sangat berbeda."

Aira menghapus air matanya, ia pergi ke kamar Syifa untuk melihat anaknya.

"Syukurlah Syifa masih tidur. Sebaiknya aku hubungi paman Dani, semoga aja dia masih bisa membantu. Aku benar-benar sangat bodoh dulu tidak mendengarkan nasihatnya," ucap Aira.

Tut ... tut ... tut ...

Aira masih menunggu panggilannya di angkat oleh paman Dani, yang merupakan pengacara keluarga Alexander.

"Halo, siapa ini?" tanya paman Dani.

"Paman, ini aku Aira. Apa kita bisa bertemu? Ada hal yang ingin aku bicarakan dengan paman," jawab Aira.

"Aira anak Pak Jordan?" tanya Dani memastikan.

"Iya, Paman. Apa Paman ada waktu?" tanya Aira.

"Sudah sangat lama paman menunggumu. Apa sekarang pikiranmu sudah terbuka?" sindir Dani.

Tangis Aira langsung pecah seketika. "Aku nggak punya siapa-siapa lagi paman. Hanya paman satu-satunya orang yang bisa bantu aku."

"Kita bertemu besok aja. sekarang udah malam, Aira. Apa kamu udah punya anak?" tanya Dani.

"Udah, Paman. Namanya Syifa Humairah, usianya baru 3 tahun. Tapi, makin kesini aku ngerasa kelakuan Mas Irwan beda. Aku curiga kalau dia selingkuh, paman."

"Hal ini yang paman takutkan, makannya dulu kekeh untuk menyadarkan kamu."

"Aku benar-benar nggak menyangka jika hal seperti ini akan terjadi padaku. Aku bahkan hanya diberikan sedikit uang belanja olehnya. Entah dikemanakan uang perusahaan, tolong paman segera bantu aku!" mohon Aira.

"Karena almarhum Pak Jordan udah sangat baik, paman nggak akan mungkin membiarkan kamu terpuruk seperti ini, Aira. Kita harus secepatnya bergerak sebelum Irwan menguasai semuanya," kata Dani dengan nada serius.

"Terimakasih banyak paman, aku masih bersyukur karena ada orang sebaik paman yang masih mau menolongku, padahal aku udah mengecewakan paman," jawab Aira dengan mata berkaca-kaca.

"Sekarang kamu istirahatlah dulu, Aira. Jangan pikirkan apapun, fokus aja menjaga anakmu," ucap Dani.

"Iya Paman, sekali lagi terimakasih. Aku tutup dulu teleponnya, assalamualaikum."

"walaikumsalam."

Aira memilih merebahkan tubuhnya di atas ranjang, diingatnya kembali kenangan bersama Irwan. Namun, tiba-tiba hatinya terasa nyeri, setelah ia sadar sudah sejak satu tahun suaminya telah berubah.

*****

Irwan akhirnya tiba di restoran ternama. Ia segera berjalan menghampiri kedua sahabatnya yang telah menunggu.

"Woy Irwan, masam banget muka lo," ucap Bian, salah satu teman dekat Irwan.

"Males banget gue sama si Aira, dia bawel banget. Kalau bukan karena dia kaya, gue juga udah ceraikan dia sejak awal kali. Badan udah kayak karung beras, mana nggak ada cantik-cantiknya lagi sekarang," gerutu Irwan yang langsung menceritakan kejelekan Aira pada teman-temannya.

"Bener juga sih, Irwan. Selagi bisa di manfaatin, ya jangan di lepasin lah. Lo juga tinggal nikmati aja kekayaan dia," sahut Bian.

"Tapi gue liat lo lagi deket kan sama sekretaris lo?" tanya Arfin yang pernah tak sengaja melihat Irwan jalan berdua dengan sekretarisnya.

"Lisa maksud lo?" tanya Irwan.

"Yoi, emangnya lo punya berapa banyak sekretaris?"

"Ya nggak terlalu banyak sih. Gue emang deket sama Lisa. Dia cantik men, bisa memuaskan," sahut Irwan dengan tidak tahu malu nya.

"Wah, parah lo. Bagaimana respon Aira kalo tau lo selingkuh? Bodoh banget emang si Aira, mana perusahaan dia percayakan sama lo, dan sekarang malah lo senang-senang sama wanita lain," ucap Bian.

Dalam hatinya ada rasa tidak tega dengan istri dari sahabatnya itu. Apalagi dulu Aira adalah salah satu primadona saat mereka masih satu kampus, hanya saja Irwan yang beruntung.

"Ya gimana, paling cuma bisa nangis. Jangan cuma nyalahin suami aja, kalau istrinya aja nggak becus nyenengin suami. Udah capek-capek kerja, pas pulang malah suguhannya membosankan!" sahut Irwan dengan menggebu.

"Ya sudahlah, jangan bahas si Aira. Kalian pesan aja makanan sepuasnya, nanti gue yang traktir. Gue mau buru-buru ketemu sama Lisa, mau ke hotel lagi kayaknya mereka malam ini," ucap Irwan dengan senyum sombongnya.

Malam yang Sama, Dua Takdir Berbeda

"Wah parah lo emang, awas aja kalau si Lisa malah hamil dan minta tanggung jawab. Kayak cewek-cewek di sinetron itu," ucap Bian lagi.

"Nggak bakalan lah, gue udah pastikan. Nanti kalau perusahaan udah resmi jadi milik gue, baru deh gue buang si Aira dan nikahi Lisa," sahut Irwan.

Bian dan juga Arfin hanya saling berpandangan.

"Ya semoga aja tujuan lo itu benar-benar tercapai ya, Wan," kata Bian.

"Pasti. Tinggal nunggu waktunya aja," jawab Irwan dengan percaya diri.

Irwan pun segera menepuk tangannya dan memanggil waiters. Tak lama waiters pun datang dengan membawa buku menu.

"Mau pesan apa, kak?" tanya waiters.

Irwan dan kedua temannya segera menyebutkan pesanan mereka.

"Baik kak, di tunggu sebentar ya, kak," ucap waiters itu sebelum akhirnya pergi meninggalkan Irwan dan juga kedua temannya.

"Wan, emang lo nggak pernah kasih Aira uang belanja? Sampai dia nggak bisa ngerawat diri begitu?" tanya Arfin yang kembali kepikiran pada Aira.

"Ya di kasihlah, tapi nggak banyak paling cuma cukup buat makan doang. Ngapain juga di kasih banyak-banyak, nanti dia boros lagi. Udahlah, gue bosen bahas si gendut itu. Nanti selera makan gue hilang kalau terus bahas tuh orang," kata Irwan.

Bian dan juga Arfin pun sama-sama terdiam. Hingga akhirnya pesanan mereka pun datang dan langsung makan malam bersama.

"Kasian si Aira malah harus dapat suami kayak si Irwan. Semoga nanti Aira bisa sadar dan bisa merebut segalanya lagi dari Irwan!" batin Arfin.

Dulu, ia pernah menyukai Aira karena Aira memang sangat cantik. Tapi semuanya langsung patah hati ketika Aira memutuskan untuk menikah dengan Irwan.

Setelah selesai makan, tiba-tiba ponsel Irwan berdering. Irwan s gera mengangkatnya, melihat nama Mamanya yang menelponnya.

"Ya, halo Ma?" tanya Irwan.

"Irwan, besok ada acara di rumah Mamah, kamu kirimin Mamah uang ya, sekalian ajakin sekretaris kamu yang cantik itu. Mamah malu kalau harus ngenalin si Aira yang gendut dan jelek itu sama teman-teman Mamah," ucap Bu Dewi.

"Jam berapa acaranya, Ma?" tanya Irwan.

"Sore sih, kayaknya sekitar jam 3an lah. Kalau bisa kamu izin pulang cepet aja, kalau agak telat sih nggak apa-apa juga. Mamah ngerti kalau kamu sibuk," jawab Bu Dewi.

"Baiklah, aku transfer sekarang juga Mah," sahut Irwan yang sama sekali tidak keberatan.

"Makasih ya Nak, kamu memang anak yang bisa di andalkan," kata Bu Dewi dengan senang.

"Iya, Mah. Aku tutup dulu teleponnya."

Klik. Panggilan pun berakhir.

"Nyokap lo, Wan?" tanya Bian.

"Iya. Biasalah ibu-ibu mau bikin arisan di rumah," kata Irwan.

Bian manggut-manggut saja mendengar ucapan Irwan.

"Sorry ya, gue pamit duluan," pamit Irwan.

"Thanks ya buat traktirannya," ucap Bian dan Arfin bersamaan.

"Iya santai aja. Gue juga seneng bisa traktir kalian." Irwan segera beranjak dari duduknya dan segera pergi meninggalkan restoran.

"Enak banget ya hidupnya si Irwan!" kata Bian.

"Apanya coba yang enak? Nanti kalau udah dapat karma tuh parah! Gue yakin kalau takdir nggak akan diem aja!" jawab Arfin.

"Wah parah lo, malah ngomong kayak gitu sama sahabat sendiri."

"Kalo adik lo yang ada di posisi si Aira gimana? Gue hanya kasian aja sama Aira. Kalau Irwan udah nggak mau, lebih baik kan cerai aja agar nggak nyiksa batinnya juga," ucap Arfin.

"Bener sih. Tapi, kalau cerai sekarang, Irwan yang rugi. Secara si Irwan kan numpang di perusahaan Aira. Ah, pusing juga gue mikirin masalah hidup mereka yang nggak ada ujungnya itu," kata Bian.

"Selebihnya ajalah kita komentar karena menghargai kita yang masih bersahabat baik, jangan lo ngomong yang macem-macem."

"Iya, Arfin," jawab Bian.

"Yaudah yuk cabut!" ajak Arfin.

Bian dan Arfin akhirnya beranjak dari duduknya dan segera melangkahkan kakinya ke arah parkiran.

*****

Lisa sudah berdandan dengan sangat cantik di apartemennya.

"Mas Irwan kemana ya kok belum sampai juga?" tanya Lisa bicara sendiri.

Tiba-tiba saja terdengar suara ketukan pintu

"Sepertinya itu Mas Irwan."

Lisa buru-buru berdiri, ia bercermin lebih dulu untuk memastikan jika penampilannya sangat cantik dan membuat Irwan tak berkedip.

"Oke Lisa, kamu sudah cantik," ucap Lisa dengan senyum merekah dan segera pergi ke arah pintu untuk membukanya.

Irwan langsung tersenyum, karena sekretarisnya itu memang sangat cantik sekali. Ia melangkahkan kakinya masuk dan Lisa menutup pintu apartemennya.

"Kamu cantik banget, Sayang!" ucap Irwan yang segera memeluk tubuh Lisa yang langsing dan juga wangi.

"Masa sih, Mas? Kamu juga sangat tampan malam ini," jawab Lisa dengan memberikan satu kecupan di pipi Irwan.

"Udah makan?" tanya Irwan perhatian.

"Udah, Mas. Kamu bilang tadi mau makan malam sama teman kamu, jadi aku juga cepetan makan malamnya deh," jawab Lisa dengan suara manja yang mendayu-dayu.

"Besok di undang mamah buat ke rumah, kamu mau kan? Katanya ada acara arisan," ucap Irwan mumpung ia ingat.

"Seriusan, Mas? Tentu aja aku mau. Itu artinya mamah kamu udah tau hubungan kita?" tanya Lisa langsung kegirangan, tidak sabar rasanya ia akan menjadi istri seorang bos karena Lisa taunya perusahaan itu adalah milik Irwan.

"Iya dong, Sayang. Mana mungkin aku menyembunyikan hubungan kita dari mamah. Dan aku jamin, kalau besok teman-teman mamah akan memuji kecantikan kamu," ucap Irwan sambil menoel dagu Lisa.

"Kamu bisa aja Mas mujinya. Terus istri kamu itu gimana dong? Dia nggak bakalan tau emangnya? Aku takut nanti malah dia langsung cakar aku lagi kalau tau kamu bawa aku ke rumah mamah kamu," ucap Lisa.

"Dia itu bodoh sayang dan hanya sibuk untuk mengurus rumah aja. Jadi, nggak akan mungkinlah ganggu kita," jawab Irwan dengan yakin. Toh Aira juga tidak memiliki siapapun lagi di hidupnya, pasti dia hanya bisa menangis.

"Baguslah kalau begitu. Aku ingin segera kamu nikahi tau Mas. Nggak mau ah begini terus, emangnya kamu nanti nggak bangga kalau ngenalin istri kamu ke publik itu aku, bukannya yang gendut seperti yang di rumah kamu itu!" ucap Lisa.

"Sabar, Sayang. Bukan saatnya tapi aku usahakan secepatnya. Apa yang kamu katakan tadi ada benarnya juga," jawab Irwan.

"Iya kan, Mas? Aku nggak apa-apa deh kalau harus tinggal serumah sama maduku yang jelek dan gendut itu!"

"Aku atur dulu, tapi nanti setelah kamu memberikan servis terbaik," sahut Irwan dengan mengedipkan sebelah matanya.

"Ah, kamu bisa aja."

Lisa dan Irwan pun akhirnya berjalan ke kamar.

*****

Tengah malam, Aira tetap memegang hpnya. Ia sudah menghubungi suaminya itu berulang kali, namun sampai jam 12 malam belum ada satupun panggilannya yang di angkat.

"Kemana kamu, Mas? Kenapa kamu sangat tega meninggalkan aku malam-malam begini?" sedih Aira. "Dulu kamu bilang akan selalu mencintaiku, tapi apa sekarang balasan kamu, Mas? Kamu cuma mau uangku aja dan kamu sangat berani selingkuh sekarang! Nggak mungkin kalau kamu ada pekerjaan di jam segini."

Aira menarik napasnya yang menyesakkan dada. "Kenapa aku harus memiliki hidup sesulit ini. Tidak memiliki orang tua dan juga teman. Hanya Syifa aja sekarang yang menjadi penguatku, semoga Syifa bisa bertahan!"

Namun, tiba-tiba saja anaknya itu menangis sangat kencang. Aira buru-buru bangun dan menggendong putrinya, ternyata badannya panas sekali.

"Sayang, panas ya Nak? Anak Bunda demam ya, Sayang! Sabar ya Nak, Bunda akan telepon dokter dulu," ucap Aira yang segera mencari hpnya.

Namun, tiba-tiba ia ingat kalau uang yang ia miliki juga pas-pasan.

"Ya Allah, kenapa hamba di coba sesulit ini."

Aira segera turun dengan cepat. Dengan menggendong Syifa, Aira segera berjalan ke bagasi.

"Mau kemana, Nyonya?" tanya satpam yang terbangun mendengar suara deru mobil.

"Tolong bukakan pintu gerbangnya sebentar, Pak. Syifa demam tinggi," ucap Aira dengan panik.

"Baik, Nyonya. Apa perlu saya temani ke rumah sakit?" Tawar pak satpam yang merasa khawatir dengan Aira yang harus menyetir mobil sendiri.

"Nggak usah, Pak. Bapak jaga rumah aja, saya akan segera kembali," ucap Aira yang buru-buru melajukan mobilnya untuk pergi ke rumah sakit.

"Nak, tolonglah bertahan demi Bunda. Hanya kamu aja yang Bunda punya saat ini Syifa. Bunda akan ngerasa sangat bersalah jika terjadi sesuatu yang buruk pada kamu, Nak," ucap Aira.

Aira segera mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi, hingga akhirnya ia sampai juga di rumah sakit. Aira segera membawa anaknya ke UGD.

Saat sedang di tangani oleh dokter, dengan cepat Aira menghubungi Irwan lagi. Namun, tetap saja tidak ada satupun panggilan yang diangkat oleh Irwan.

"Apa aku minta tolong paman Dani aja ya? Hanya dia satu-satunya orang yang aku kenal dan bisa membantu," ucap Aira. Ia buru-buru mencari nomor hp paman Dani dan segera meneleponnya.

Cukup lama menunggu, hingga akhirnya terhubung juga.

"Halo, assalamualaikum paman. Aku ingin minta maaf karena aku harus mengganggu waktu paman malam-malam begini. Tapi paman, aku benar-benar butuh bantuan paman saat ini. Tolong pinjamkan aku uang, paman. Syifa masuk rumah sakit karena tiba-tiba aja demam tinggi. Aku nggak punya cukup uang untuk membayarnya," kata Aira dengan Isak tangisnya.

Selain panik, ia juga merasa jadi ibu yang buruk karena tidak pernah membahagiakan anaknya. Bahkan mereka hanya bisa main di taman yang gratisan saja karena pelitnya Irwan.

"Apa kamu bilang Aira? Paman akan transfer sekarang juga. Jaga Syifa disana, paman dan juga bibi akan segera kesana sekarang juga! Kamu kirimkan alamat rumah sakitnya," ucap pak Dani dengan cepat.

Ia tentu saja merasa sedih mendengar ucapan Aira. Karena perusahaan Alexander sangat besar dan pastinya memiliki laba tinggi.

"Terimakasih banyak paman. Bantuan paman benar-benar sangat berarti," jawab Aira. Ia akhirnya lega karena ada orang yang akan membantunya.

"Iya Nak," sahut Pak Dani.

*****

Aira terus aja mondar mandir di depan ruang UGD untuk menunggu dokter selesai memeriksa keadaan anaknya.

"Ma, ayo bangun!" ucap Pak Dani sambil menepuk tangan istrinya.

"Hem, ada apa pa? Ini masih tengah malam, mama ngantuk. Besok aja deh, ya! sahut Bu Melati yang berpikir jika suaminya akan mengajaknya ibadah.

"Ma, keadaannya genting. Aira, anak Pak Jordan yang udah bantu papa jadi pengacara begini lagi dalam keadaan darurat. Anaknya masuk rumah sakit," ucap Pak Dani dengan jelas agar istrinya bisa lebih cepat bangun.

Bu Melati langsung bangun dari tidurnya bahkan langsung terduduk.

"Aira? Yang papa bilang sangat bodoh karena cinta itu?" tanya Bu melati yang masih ingat gerutuan suaminya tentang Aira itu.

"Iya, Ma. Nggak perlu diperjelas juga kali. Sekarang nasibnya sangat buruk. Nanti aja deh papa ceritanya, lebih baik kita segera pergi aja kerumah sakit. Kasihan ma, nggak ada keluarga, suami selingkuh," ucap Pak Dani.

"Mama udah duga sih tipe cowok macam itu pasti bakalan banyak tingkah," jawab Bu Melati yang ikut kesal pada Irwan.

Keduanya pun segera bersiap dengan secepat kilat untuk langsung pergi ke rumah sakit.

Tekad Untuk Balas Dendam

Pak Dani dan juga Bu Melati akhirnya sampai juga di rumah sakit. Keduanya segera melangkahkan kakinya dengan cepat ke ruang UGD agar bisa segera sampai di tempat Syifa dirawat.

Setelah sampai di UGD, pak Dani dan juga Bu Melati sama-sama terdiam. Mereka sebenarnya ingin bertanya pada sosok wanita gendut yang sedang menunggu di depan ruangan UGD dengan wajah yang tertunduk.

"Apa benar itu Aira?" bisi Bu Melati pada Pak Dani. Karena yang ia tahu dulu Aira adalah wanita cantik dan juga seksi. Kenapa tiba-tiba jadi melar begini.

"Kayaknya bukan deh, Ma," sahut Pak Dani.

Mendengar suara orang, membuat Aira akhirnya mendongakkan kepalanya.

"Paman, bibi!" ucap Aira yang langsung berbinar melihat kedatangan kedua orang yang sudah ditunggunya.

"Kamu Aira?" tanya Bu Melati.

Begitu pula dengan Pak Dani yang merasa syok melihat Aira sekarang. Tidak salah jika kalau sampai Irwan mencari wanita lain melihat kondisi Aira yang tidak pandai menjaga tubuhnya, padahal mereka baru menikah beberapa tahun saja.

"Ya, aku Aira. Paman dan bibi mungkin akan sangat terkejut melihat berat badanku sekarang yang sangat gendut," sahut Aira dengan senyum kecut.

"Ah, tidak, tidak, mana mungkin bibi terkejut sih Aira. Karena dulu juga bibi sempat kok di posisi kamu," bohong Bu Melati yang tidak ingin menyakiti Aira.

"Jadi, bagaimana keadaan anak kamu sekarang?" tanya Pak Dani mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Dokter masih belum keluar juga paman, aku benar-benar takut jika terjadi sesuatu yang buruk pada Syifa. Karena baru kali ini kondisi Syifa seperti ini," jawab Aira sedih.

Baru saja Aira selesai bicara, pintu ruangan IGD pun terbuka. Aira segera menoleh dan menghampiri dokter.

"Bagaimana keadaan anak saya, dok?" tanya Aira dengan tidak sabar.

"Demamnya sangat tinggi sekali, Bu. Bahkan tadi sempat kejang, makannya saya juga lama menanganinya. Bersyukur sekarang sudah tidak lagi. Hanya saja mungkin panasnya akan bertahap turunnya. Sebaiknya dirawat inap saja ya, Bu! Agar kami juga bisa lebih mudah memantau keadaannya," ucap dokter itu menjelaskan pada Aira.

Aira merasa dilema, karena untuk rawat inap anaknya membutuhkan biaya yang cukup besar. Sedangkan untuk membayar pengobatan anaknya hari ini saja harus meminjam pada Pak Dani dan juga Bu Melati.

"Berikan kamar terbaik dan juga perawatan terbaik padanya, Dok. Saya akan langsung mengurus administrasinya," kata Pak Dani yang tau kebingungan Aira.

"Baiklah, Pak. Kalau begitu saya pamit permisi dulu, ya!" pamit dokter.

"Apa saya bisa bertemu anak saya sekarang, Dok?" tanya Aira.

"Tunggu sampai anak ibu dipindahkan ke ruang rawat ya, Bu. Mungkin sebentar lagi," jawab dokter.

"Terimakasih, Dok."

Dokter mengangguk dan pergi meninggalkan Aira

"Paman, aku benar-benar sangat berterimakasih sama paman. Aku nggak tau lagi kalau sampai paman nggak datang kesini," kata Aira dengan mata berkaca-kaca.

"iya, Aira. Jangan terlalu pikirkan masalah uang, paman akan membantumu. Yang penting kesehatan anak kamu dulu," jawab Pak Dani.

Aira menganggukan kepalanya.

"Mungkin jika kedua orang tua Aira masih ada, dia nggak akan mengalami nasih seperti ini," batin Bu Melati.

Akhirnya Syifa dipindahkan ke ruang rawat inap setelah Pak Dani menyelesaikan semua administrasinya.

"Kalau paman dan bibi mau pulang, bisa pulang dulu. kalian pasti butuh istirahat," ucap Aira.

"Benar, tuh. Papa aja yang pulang, biar Mama yang temenin Aira buat jaga anaknya," kata Bu Melati, karena ia butuh waktu berdua untuk bicara dengan Aira dari hati ke hati.

"Baiklah kalau begitu, paman pamit pulang dulu ya, Aira!" pamit Pak Dani.

"Iya, Paman. Sekali lagi terimakasih kasih banyak," ucap Aira.

"Iya, Nak," jawab Pak Dani.

Pak Dani pun berjalan keluar dari kamar rawat itu dan pergi ke arah parkiran untuk segera pulang kerumahnya karena sudah sangat lelah dan mengantuk.

"Kamu istirahatlah, Aira. Bibi lihat kamu sangat lelah, dari tadi kamu belum tidur?" tanya Bu Melati, apalagi melihat lingkaran hitam begitu jelas di mata Aira.

"Iya, Bi. Aku nggak bisa tidur karena memikirkan Mas Irwan. Dia nggak pulang malam ini Bi, bahkan aku berkali-kali menghubungi nomornya nggak diangkat, padahal aktif," kata Aira. Ia tidak tahu harus cerita pada siapa lagi tentang kesakitan hatinya ini.

"Apa kamu bisa cerita, kenapa bisa kamu jadi gendut begini? Kalau nggak mau cerita juga nggak apa-apa, Bibi nggak akan memaksa. Bibi hanya ingin hati kamu jadi lebih lega aja," kata Bu Melati dengan pelan dan sangat hati-hati takut menyinggung perasaan Aira.

"nggak masalah bi, awalnya aku seperti ini setelah melahirkan Syifa. Setelah itu, aku mulai nggak bisa menjaga pola makan ku. Apalagi harus memberikan asi, dari situ sih aku jadi gendut. Pernah coba diet setelah sapih Syifa tapi selalu aja gagal, apalagi dirumah juga nggak ada asisten rumah tangga, bi. Jadi, aku harus handle semuanya sendirian, butuh makan agar aku bisa selalu semangat melakukan semua pekerjaan itu," jawab Aira panjang lebar.

"Kenapa sampai nggak ada ART, Aira? Bukannya dulu di rumah kamu ada banyak ART?" tanya Bu Melati heran.

"Waktu awal menikah, Mas Irwan ingin hidup berdua aja, Bi. Aku pikir, mungkin masih pengantin baru dan membutuhkan privasi. Jadi, kami menggunakan jasa ART hanya seminggu 3 kali aja untuk bersih-bersih rumah. Namun, dengan seiring berjalannya waktu, aku mulai keteteran apalagi sambil mengurus Syifa. Hingga aku juga nggak ada waktu untuk mengurus diri," sahut Aira.

"Kenapa kamu bisa kuat bertahan sama Irwan? Apa karena Irwan menyayangi Syifa?" tanya Bu Melati lagi.

Aira mulai berkaca-kaca. "Aku pikir Mas Irwan nggak akan seperti ini, Bi. Dia akan selalu mencintaiku. Namun, setelah satu tahun Syifa lahir, dia jarang untuk menyapa atau bahkan menggendong Syifa. Dan puncaknya hari ini. Syifa hanya bisa menatapnya takut karena selalu marah jika datang kerumah. Aku takut jika psikis Syifa yang juga bakalan diserah, Bi. Aku bertahan agar Syifa bisa memiliki sosok ayah. Tapi kalau begini, rasanya aku nggak sanggup, Bi. Aku ingin meminta paman Dani agar membantuku merebut perusahaan itu lagi dan membuat Mas Irwan kembali ke posisi semula," ucap Aira dengan tatapan benci yang begitu kentara di matanya.

"Bibi setuju dengan dengan tujuan kamu itu. Tapi selama paman mengurus semuanya, bibi juga ingin kamu diet ketat. Balas dendam terbaik itu dengan cara kamu berubah ke arah yang lebih baik, Aira. Dia akan benar-benar menyesal dan kamu harus tetap membalasnya dengan menceraikannya. Jika bisa, kamu juga harus menjebloskannya ke penjara dengan pasal perselingkuhan. Kamu miskinkan dia kembali agar dia bisa merasakan jika tanpa kamu dirinya bukan siapa-siapa," ucap Bu Melati dengan menggebu. Rasanya ia yang terlalu semangat untuk membalas pria mokondo seperti Irwan.

"Aku setuju dengan ucapan bibi, aku nggak ingin hanya hidup terus menangis seperti ini, Bi. Hatiku rasanya teriris, apalagi aku jelas tahu kalau Mas Irwan selingkuh," jawab Aira dengan sedih.

"Paling juga sama sekretarisnya? Apa asisten di perusahaan Alexander udah di ganti? Apa kamu nggak bisa menghubunginya untuk memata-matai Irwan? Jika bisa, kamu letakan kamera tersembunyi di ruangannya agar bisa dijadikan bukti perselingkuhannya nanti," ucap Bu Melati.

"Asisten sepertinya udah diganti, Bi. Karena nggak ada laporan apapun padaku sejak satu tahun yang lalu," jawab Aira.

"Kenapa si Aira ini sangat bodoh sekali. Gara-gara cinta dia sampai percayai semuanya sama suaminya yang mokondo," batin Bu Melati. Namun, ia juga tidak tega mengatakan hal itu secara langsung pada Aira.

"Mungkin nanti kita bisa minta tolong OB, kamu hubungi Jon, asisten lama yang biasanya yang selalu menjadi tangan kanan kamu agar bisa memperkuat merebut perusahaan. Kamu nggak bisa hanya berjalan sendirian, disamping kemampuan kamu yang juga tidak memumpuni karena tidak pernah terjun langsung, kamu juga akan diremehkan para investor. Makannya Jon harus ada agar bisa mendongkrak perubahan di Alexander."

"Bi, kalau boleh aku merepotkan lagi, apa aku bisa meminjam uang bibi untuk itu semua? Bibi total aja semuanya, aku sebenarnya sangat malu bi, tapi aku juga nggak memiliki pegangan uang yang banyak. Aku akan belajar bisnis dengan tekun bi, aku akan diet dan mempercantik diri. Bahkan aku akan mencari baby sister untuk anak aku," ucap Aira.

Tekadnya juga sudah sangat bulat untuk berubah, keadaan tidak pernah berpihak padanya. Jika bukan dirinya sendiri yang memiliki keinginan itu.

"Baiklah, tapi setelah Syifa sembuh. Biarkan dia tinggal dirumah bibi aja, bibi juga ngerasa kesepian karena anak bibi juga ada diluar negeri," ucap Bu Melati.

"Bi, aku benar-benar nggak nyangka jika Tuhan akan mengirimkan malaikat seperti bibi dan juga paman. Saat aku ngerasa udah hampir putus asa karena nggak ada orang yang menoleh padaku dan penderitaan yang aku alami," ucap Aira dengan terharu.

"Nggak apa-apa Aira, ini juga salah satu balas Budi dari paman dan juga bibi karena dulu mendiang kedua orang tua kamu yang sudah banyak membantu kita berdua. Bibi sangat yakin kalau kamu pasti akan sangat mudah untuk belajar, mengingat almarhum papa dan juga mama kamu yang sangat cerdas sekali," ucap Bu Melati agar bisa memantik semangat Aira untuk bisa lebih maju lagi.

"Terimakasih untuk nasihatnya, Bi," jawab Aira sambil mengusap air matanya.

"Kamu tidur dulu sana, nanti kalau anak kamu bangun, bibi akan bangunkan kamu. Wajah kamu kelihatan lelah banget," perintah Bu Melati.

"Apa nggak apa-apa, Bi? Aku takut merepotkan bibi," jawab Aira tidak enak.

"Sama sekali nggak repot, bibi tadi juga udah istirahat kok sama paman," sahut Bu Melati.

Aira pun akhirnya nurut dan bangkit dari duduknya dan segera merebahkan tubuhnya diatas kasur yang juga berada diruangan itu.

Tak lama matanya langsung terpejam karena Aira memang sangat mengantuk dan juga merasa lelah.

"Malang sekali nasibmu, Aira! Semoga aja nanti kedepannya apa yang kamu inginkan untuk membalas suamimu itu bisa menjadi kenyataan. Bibi nggak akan berhenti berdoa untuk kebaikanmu," ucap Bu Melati yang tak tega melihat kondisi Aira sekarang.

"Irwan dan keluarganya, semoga bisa lekas mendapatkan karmanya hingga mereka sulit walau hanya untuk makan saja!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!