NovelToon NovelToon

SECRET LENGKARA DIKARA

HARI KELULUSAN

"Pokoknya ya kae, gue ngga mau sampai satu sekolah lagi sama tuh kambing sok ganteng pas SMA nanti!. Naj!s banget tau ngga, dia selalu bikin malu aja. Lagian kenapa sih nama panggilannya harus sama, mana harus sekelas lagi. 3 tahun kae, 3 tahun!" Gerutu seorang gadis dengan kuncir kudanya, sembari memperbaiki letak kacamatanya yang agak melorot.

Dia kesal, sungguh kesal. Sebab hampir 3 tahun ini selalu di buat malu dan juga kesal, entah itu sengaja atau tidak. Dan itu hanya karna memiliki nama panggilan yang mirip dengan sosok pemuda yang terkenal nakal di sekolahnya.

Walau pun mungkin untuk sebagian orang itu terkesan berlebihan, namun mereka tidak merasa kan saja bagaimana menyebalkannya di saat harus memiliki nama yang sama dan di lingkungan yang sama.

"Ya ampun, kenapa lagi sih emangnya?. Bukannya itu bagus ya, secara kan dia juga ganteng, jago basket, ya walau pun sering ikut tawuran." Kata kaena teman satu satunya gadis berkacamata itu.

"No, pokoknya gue ngga mau. Kalau perlu gue bakalan nyari sekolah yang ngga mungkin ada dia nya di sana, atau ngga gue bisa tanyain dulu sama nyokapnya di sekolah mana kambing itu bakalan daftar. Karna demi apa pun, punya nama panggilan yang sama itu ngga enak banget. Sering di panggil di tempat umum, terus noleh dua duanya, eh tau taunya yang di panggil bukan gue. Nyebelin, anak anak lain juga sama semua nyebelinnya. Padahal gue udah minta buat manggil dikara aja, eh tau taunya masih aja manggil 'kara'. Giliran gue ngga respon, di anggap sombong, cih."

♡ Dikara Miciela ♡

Gadis cantik yang di kenal tak memiliki rasa takut itu sudah sering kali terdengar mengomel seperti ini, meluap kan rasa kekesalannya terhadap nama panggilannya yang sama persis dengan pemuda yang juga berada di kelas yang sama dengannya.

☆ Lengakara Bumantara ☆

Pemuda tampan yang jago main basket, namun juga terkenal nakal karna sering kali ikut tawuran antar sekolah. Pemuda yang juga bertetangga dengan dikara itu memiliki nama panggilan yang sama juga, yang itu 'kara'.

Padahal sama halnya dengan dikara, lengkara juga sering kali meminta pada teman temannya atau orang sekitar untuk memanggil lengkara saja. Namun tentu hal itu di tolak, sebab sudah terbiasa memanggil nama 'kara' sebagai nama panggilan.

Ada satu ketika baik dikara atau pun lengkara berdebat. Mereka ingin memenang kan nama panggilan 'kara' agar tak ada lagi kesalahpahaman yang terjadi seperti sebelum sebelumnya.

Tapi itu tak berhasil, sehingga membuat dikara merasa frustasi karna selalu di permalukan dan juga di buat serba salah.

Contohnya, saat proses mengajar selesai. Salah satu guru yang mengajar waktu itu memanggil 'kara' untuk ikut ke ruang guru dan itu membuat dikara dan lengkara bingung akan 'kara' mana yang di panggil sebab guru yang bersangkutan tidak memakai nama lengkap untuk memanggil salah satu dari mereka.

Sampai akhirnya mereka berdua di hukum karna tidak sopan saat di panggil namun tidak ada yang menghadap.

Contoh kedua, saat pulang sekolah. Salah satu siswa yang merupa kan teman sekelas mereka ada yang memanggil dari jarak jauh, namun dikara memilih untuk abai karna berpikir yang di panggil itu adalah lengkara. Namun ternyata itu adalah dirinya, sehingga siswa tadi mengatakan jika dikara adalah gadis yang sangat sombong.

Dan yang ketiga, mereka berdebat cukup besar sampai membuat lengkara emosi dan meninju salah satu meja yang ada di dalam kelas.

"Kenapa ngga 'lengka' aja sih nama panggilan lo? Biar kita ngga salah paham mulu, cape tau." Tutur dikara dengan bertolak pinggang di depan lengkara yang baru saja masuk ke dalam kelas setelah selesai latihan basket.

"Aneh, lo pikir gue mau gitu di panggil 'lengka'?. Nama gue udah bagus, jangan lo bikin jelek. Lo aja, ganti nama lo pake 'dika' biar nama panggilan kita ngga sama." Balas lengkara ikut kesal.

"Oh ngga bisa gitu dong!. Nama gue 'dikara' jadi ya di panggilnya 'dikara atau kara', tapi karna nama 'kara' udah lengket sama gue, jadi ngga boleh sama dong sama lo. Lagian ya, kalau gue di panggil 'dika' yang ada orang orang pikir gue itu cowok, dan gue ngga mau itu."

"Terserah, gue ngga mau ngurusin itu. Banyak hal lain yang lebih penting, dan lo ngga usah pusing sama hal kayak gitu." Saat akan melangkah menuju mejanya, lagi lagi langkahnya di halangi. Dan itu yang membuat lengkara emosi sampai sampai memukul salah satu meja yang ada di sana, pasalnya kondisi lengkara saat ini sedang lelah dan itu karna kecapean habis latihan.

Namun dikara malah mengajaknya berdebat, hanya karna masalah nama panggilan mereka yang sama.

•••••••

Hari kelulusan.

Hari di mana mereka merayakan hari kelulusan setelah 3 tahun berada di bangku SMP, dan itu di sambut dengan penuh gembira serta juga kesedihan karna harus berpisah dengan teman teman yang akan melanjut kan sekolahnya ke kota yang berbeda, atau bahkan ada juga yang keluar negeri untuk menetap di sana.

"Kae, nanti kabarin ya kalau di sekolah itu ngga ada si kamb!ng nya. Soalnya gue udah tanya sama tante amara, tapi dia juga belum dapat info, lengkara mau sekolah di mana setelah ini." Kata dikara sedikit lemas, pasalnya ia masih bimbang dan juga dilema akan masuk sekolah mana. Sebab khawatir akan satu sekolah lagi dengan lengkara, jadi ia takut akan bernasib sama dengan saat mereka SMP.

Kaena Alusia, gadis manis dengan poni itu terlihat mengagguk. Mengiya kan ucapan dikara, bahkan bukan hanya kali ini dikara meminta seperti itu hanya untuk memastikan jika kaena tidak lupa untuk mengabarinya.

••••••••

Setelah pulang dari acara pelulusan.

Yang pertama dikara rasa kan saat memasuki rumah, yaitu hanya lah suasana yang sepi.

Sepi karna kedua orang tuanya langsung berangkat lagi ke luar kota setelah menghadiri acara pelulusannya, bahkan perayaan kelulusan yang pernah di bicara kan tempo hari pun di tunda. Padalah dikara sendiri sudah sangat bersemangat dari jauh hari, membayang kan dia dan kedua orang tuanya berada di meja makan yang sama dan saling berinteraksi layaknya keluarga pada umumnya tanpa memikir kan masalah pekerjaan untuk sesaat.

"Huh....lagi, lagi lagi mereka lebih mentingin kerjaan dari pada anak mereka." Gumamnya, merasa agak kesal karna kedua orang tuanya yang lebih memilih pekerjaan dari pada dirinya.

"Fix, gue harus tinggal sendiri kalau kayak gini ceritanya. Gue lebih baik nyewa apartemen pas masuk SMA nanti, dari pada tinggal di rumah besar kayak gini tapi kerasa sunyi, sepi, dan membosan kan."

Setelahnya, dikara mulai menaiki anak tangga sembari bersenandung agar suasana hatinya tidak berantakan.

Ceklek....

Brukkk....

"Akh...cape banget." Gumamnya setelah melepas kan kacamata dan juga sepatunya.

Gadis itu mulai terpejam, dan lama kelamaan rasa kantuk pun mulai membawanya ke alam mimpi.

♤♤♤♤

"Kak engka pulang!." Seru lengkara saat memasuki rumahnya, dan hal itu di sambut baik oleh adiknya yang masih berusia 5 tahun yang sepertinya sudah menunggu kepulangan kakaknya itu.

"Yey, kak engka pulang!." Ucapnya semangat, di mana hanya pria kecil itu saja yang memanggil lengkara dengan panggilan engka. Nama panggilan yang hanya boleh adiknya saja yang boleh menyingkat namanya, adik kesayangan yang paling ia nomor satu kan.

"Kak kata mama, sore nanti kita suruh datang ke rumah eyang. Mama sama yang lain udah kumpul di sana, soalnya kak engka nya lama jadi suruh nyusul aja bareng avel." Ucap bocah dengan pipi menggemas kan itu.

Lengkara tersenyum, lalu mengusap sayang kepala adiknya. "Siap bos, kalau gitu kakak ke kamar dulu ya mau mandi. Nanti habis itu baru kita ke rumah eyang, oke?!."

"Oke."

Setelahnya lengkara pun melangkah ke arah kamarnya yang sesekali akan bersenandung dengan lirih, mengingat selain hobi main basket, lengkara juga sering aktif ikut teman temannya manggung di kafe kafe saat weekend sebagai vokalis band yang di bentuk 1 tahun yang lalu.

Band yang anggotanya teman teman sekolahnya juga, namun sepertinya akan vacum atau mungkin terancam bubar karna masing masing dari anggota mereka ada yang melanjut kan SMA nya di kota atau negara yang berbeda.

♤♤♤♤♤

Setelah selesai membersih kan diri, lengkara pun sudah siap dengan pakaian santainya. Lalu mulai melangkah, menuruni anak tangga untuk menghampiri adiknya yang sedang fokus menonton tv, dan sesekali akan mencomot snack kesukaannya.

"Ayo vel, kita berangkat!." Ucapnya, membuat bocah itu mengangguk dan memat!kan tv agar mereka segera berangkat.

Saat keduanya sudah ada di halaman rumah, dan hendak memasuki mobil. Tiba tiba avel pun berhenti, karna baru mengingat pesan lain dari mama nya.

"Ada apa? Ayo masuk, nanti kita kejebak macet." Kata lengkara yang cukup heran dengan tingkah adiknya.

"Oh iya kak, avel lupa ngasih tau ke kakak, kalau mama juga pesen kalau nanti kita ke rumah eyang, kak 'kala' juga di ajak." Ucapnya menyebut dikara dengan sebutan 'kala', sebab bocah itu belum lancar menyebut kan huruf R. Maka dari itu dia memanggil nama lengkara dan di kara dengan nama lain yang tanpa mengguna kan huruf R di namanya.

Mendengar itu, mood lengkara jadi berkurang. Karna sumpah, mengajak dikara atas suruhan mama nya adalah sesuatu yang sangat berat.

Sebab gadis itu tak gampang percaya, dan kalau pun di yakin kan dia akan meminta alasan yang jelas atau kalau perlu meminta bukti yang meyakin kan.

"Hm, avel aja ya yang manggil dia. Soalnya kan kamu tau sendiri, kalau kakak sama kak dikara ngga akur. Jadi lebih baik avel aja yang ngajakin, biar kakak tunggu di sini." Lengkara sedikit memohon, sebab hanya avel saja yang bisa dengan muda berbicara dengan gadis galak itu.

Avel mengangguk, menyetujui ucapan sang kakak. "Ya udah, kak engka tunggu di sini ya!. Avel mau ke rumah kak kala dulu, biar kita bisa ke rumah eyangnya sama sama."

Setelahnya, bocah menggemas kan itu pun pergi melangkah ke rumah yang hanya beberapa langkah dari rumah mereka.

♤♤♤♤♤

Tok...tok...tok...

Ceklekkk..

"Eh den avel, ada apa ya? Ayo masuk." Sambut bi enduy, paruh baya yang sudah bekerja lama di rumah dikara.

"Iya bi, kak kala nya ada ngga?. Avel sama kak engka mau ajak kak kala ke rumah eyang, soalnya di sana ada acara makan makan, dan kata mama kak kala nya suruh di ajak juga."

Mendengar itu bi eduy tersenyum tipis, merasa senang atas niat tetangga majikannya yang selalu menyempat kan diri mengajak dikara untuk melakukan berbagai hal yang mampu menyenang kan gadis malang itu. Sebab selama 2 tahun terakhir ini, dikara sering di tinggal bekerja oleh kedua orang tuanya.

Membuat gadis itu sering melamun, bahkan mengeluh karna merasa iri melihat teman temannya yang bisa berlibur bersama kedua orang tuanya di akhir pekan.

"Neng kara nya ada di kamar, den avel mau bibi panggilin atau mau bangunin langsung?."

"Mmm, bangunin langsung aja deh bi. Kan kak kala nya kebo, kalau bibi yang bangunin, yang ada bangunnya sampai sore. Jadi biar avel aja ya, bibi siapin aja kue bolu yang sering avel makan kalau ke sini, nanti avel ambil kalau udah selesai bangunin kak kala." Mendengar itu, seketika membuat bi enduy tersenyum gemas.

"Siap den, ya udah silahkan bangunin kebo nya. Bi enduy ke dapur dulu, buat siapin kue bolu kesukaan aden!."

UNDANGAN EYANG

Di kamar yang di dominasi warna soft blue itu, dikara masih terjaga dari tidur siangnya yang terlihat damai. Sampai pada akhirnya, seseorang naik ke atas tempat tidur lalu naik ke atas tubuhnya sembari memperhatikan wajah tanpa kacamata tersebut.

"Kak kala, kak kala ayo bangun!. Mama mau kak kala ikut avel sama kak engka ke rumah eyang."

Tak ada respon.....

"Kak kala, ayo bangun dong. Di sana ada danau juga tau, kita bisa mancing bareng apa lagi ikan ikan di sana pada gede gede." Kata avel lagi, namun hanya tubuh menggeliat kecil yang avel lihat.

"Hufffttt....susah banget sih bangunin kak kala, avel kan jadi capek." Kata bocah itu merasa lelah karna usahanya untuk membangun kan dikara terlihat sia sia.

Tak lama dari itu, satu ide pun muncul di kepalanya. Dan senyum jail pun terbit, begitu yakin jika trik kali ini akan berhasil membuat dikara bangun dari tidurnya.

"Hah, kak engka juga di sini ya?. Mau bangunin kak kala juga, ayo sini naik ke atas kak kala, kita sama sama bangunin dia."

Dan mendengar itu, benar saja. Dikara kontan langsung membuka kedua matanya dengan lebar, terlebih arah pandangnya juga langsung mengarah ke bagian pintu untuk melihat makhluk yang baru saja avel sebut kan.

"Ha..ha..ha...ha...kak kala kena tipu, hahaha...." tawa renyah avel menggelegar, membuat wajah dikara langsung memerah kesal di buatnya.

"Dasar bocah, berani banget ya ngerjain gue." Dengan kesadaran penuh, dikara bangkit lalu bergerak memeluk leher avel seakan akan sedang memiting kepala bocah itu yang masih tertawa merasa puas setelah mengerjainnya.

Sedang kan itu, lengkara yang merasa adiknya sudah cukup lama berada di rumah dikara, memutus kan untuk menyusul, dan berakhir melihat kekerasan yang di alami adiknya oleh gadis galak tetangganya itu.

"Berhenti, lo apain ade gue ha?. Lepasin dia, lepass..." akibat kesalah pahaman itu, kini semua jadi berubah.

Lengkara yang niatnya ingin menyelamat kan sang adik, dengan spontan menarik tubuh dikara yang berbaluk crop top itu dari belakang dengan melingkar kan kedua lengannya ke tubuh gadis itu.

Hanya saja saat ia menariknya, hal lain malah terjadi. Di mana kedua tangannya tak sengaja malam menangkup kedua mangkok kobokan yang ada di depan tubuh dikara, dan itu kini malah membuat keduanya terlihat mematung kala posisinya yang lengkara lakukan sangat sensitif.

1 detik, 2 detik, tiga detik...

Lengkara malah tanpa sadar menggerak kan tangannya, sehingga sedikit remasan pun langsung tercipta, dan itu dikara rasa kan dengan begitu nyata.

"Akhh....kambing mesvm..."

Bruukkk....

"Ukhukk....ukhukkk....ukhukkk...." teriakan dikara menggema, gadis itu langsung keluar dari kamar setelah menyikut perut keras lengkara dengan kuat dan membuat sang empu langsung terbatuk di buatnya.

"Uppsss.....avel ngga liat, avel mau nyusul bi enduy aja ke dapur."

Bocah itu pun ngibrit, mengalih kan apa yang ia lihat barusan.

"Ck, sialan!." Umpat lengkara pada kedua tangannya yang sudah lancang.

♤♤♤♤

Perjalanan kali ini begitu hening, baik dikara atau pun avel tidak ada yang membuka suara seperti biasanya.

Dan lengkara?.

Pemuda itu juga diam, seperti biasanya. Hanya saja, ada perasaan bersalah yang melingkupinya terkait kejadian yang dia lakukan di kamar dikara tadi.

"Ekhemm...gue..."

"Berisik lo, mendingan diem deh  gue muak lama lama satu mobil bareng cowok mesvm kayak lo."

Skak....

Tangan lengkara mengepal, baru kali ini niat baiknya untuk meminta maaf di tolak.

Padahal kan kejadian beberapa waktu lalu tak di sengaja, itu hanya sebuah reflek yang begitu tiba tiba.

1 jam 3 menit pun berlalu , dan tak terasa mobil yang membawa mereka kini sudah memasuki perkarangan rumah milik eyangnya.

"Nah itu mereka!." Kata amara ibu dari lengkara dan juga avel, sembari menujuk ke arah mobil yang baru saja tiba, membuat beberapa kerabat yang memang masih berada bagian teras ikut menoleh.

Ketiga manusia itu pun keluar dari mobil, dan avel lah yang paling bersemangat untuk menyapa para keluarga yang sudah datang.

"Oh ini toh saingan putri ku, mara?. cantik ya, tapi belum tentu kan bekalan jadi." Seru seorang ibu ibu bertubuh gempal, yang dikara tau adalah sepupu dari tante amara.

Dikara yang mendengar itu tentu saja merasa bingung, sedang kan lengkara hanya bisa berdecak karna ini lah alasannya tidak terlalu suka dengan acara kumpul keluarga, apa lagi jika para sepupu ibu nya itu sudah datang.

Mereka semua pun masuk ke dalam rumah yang bergaya klasik sederhana namun terasa nyaman itu, dan di sana sudah hadir beberapa keluarga lain dan tentu nya eyang Lembu yang sudah merentang kan kedua tangannya untuk menyambut cucu kesayangannya yang masih tampak memasang wajah datarnya.

"Ya ampun cucu eyang, udah lulus kan, nanti mau lanjut di mana?." Tanya wanita tua itu, dengan gantian memeluk dikara dan juga avel.

"Belum tau eyang, di liat aja nanti." Kata lengkara acuh tak acuh, pasalnya sampai sekarang ia masih bingung akan mendaftar di sekolah mana. Mengingat ada beberapa pilihan yang cocok dengan kriterianya, apa lagi baik ayah atau pun ibunya masing masing memiliki rekomendasi yang berbeda beda, dan itu juga yang menjadi salah satu alasan kenapa sampai saat ini lengkara belum tau mau masuk SMA mana.

"Jadi begitu ya, kalau kamu kara?." Pandangan eyang lembu beralih pada dikara yang sejak tadi sudah mewanti wanti agar tidak di tanya, karna tidak ingin nantinya si kambing lengkara ikut ikutan daftar di SMA pilihannya. "Mau masuk SMA mana sayang?. Kalau bisa sih satu sekolah lagi sama cucu eyang ya, biar kalau ada kegiatan sekolah kalian bisa sama sama terus ngerjainnya."

"Ngga mau!." Jawab dikara cepat, meski pun hanya dalam hati.

"Oh kalau masalah itu sih, aku juga lagi nyari eyang. Soalnya banyak yang bagus bagus, jadi kalau boleh sih yang ngga ada lengkara nya di sana, kan eyang tau sendiri cucu eyang itu sok seleb. Yang ada teman teman di sekolah baru malah nanyain dia mulu sama aku, apa lagi kalau tau rumah kita deketan, yang ada aku di repotin sama dia." Eyang lembu tertawa mendengar itu, membuat beberapa keluarga pun ikut terkekeh mendengarnya.

Pasalanya semenjak mereka satu SMP, banyak para murid perempuan yang sering kali mecoba dekat dengan lengkara. Hanya saja pemuda itu sangat sulit di dekati, bahkan hanya beberapa orang saa yang berhasil menjadi temannya. Hanya saja saat melihat interaksi dikara yang sering memarahi pemuda itu, mereka jadi penasaran akan hubungan dua remaja tersebut. Dan dikara tentu saja mengata kan jika memang mereka tidak memiliki hubungan lain selain teman satu kelas, dan juga bertetanggaan.

Dan itu berhasil membuat mereka malah ingin mencari tau lebih tentang lengkara melalui dikara, dan hal itu lah yang menjadi salah satu penyebab dikara benci berada di sekitar pemuda itu.

MAKAN MALAM

Tak terasa makan malam pun sudah tiba, dan saat ini di meja makan yang berukuran panjang milik eyang lembu, semua orang sudah berkumpul untuk menyantap makanan yang di hidang kan, makanan yang di masak bersama sama.

Di tengah makan malam itu, lagi lagi sepupu tante amara berkomentar.

"Ini yang masak siapa? Rasanya agak beda sama masakan yang biasanya kalian masak, resep baru ya?." Tanya nya dengan masih memasuk kan beberapa potongan ayam yang sudah di tambah 2 kali, sepertinya cita rasa ayam tumis itu begitu cocok di lidahnya.

"Yang masak aku kak, di bantuin sama kara tadi." Ucap amara sembari tersenyum.

"O..oh, lumayan!." Komentarnya kembali setelah tau jika ada campur tangan dikara di sana, mengingat saat tau amara memiliki rencana menjodoh kan dikara dengan lengkara, wanita itu tak suka sebab dia juga mengingin kan lengkara menjadi menantunya kelak.

Diam diam dikara hendak menyembur kan suara tawanya, dan dalam hati mengatai sepupu amara itu yang bilangnya masakan tersebut lumayan, namun di lihat lihat dia lah yang mengambil porsi yang paling banyak.

Setelah acara makan malam selesai, mereka pun kembali berkumpil di ruang tengah, dan sebagian juga sudah mulai pamit untuk pulang karna besok harus kembali beraktivitas dengan pekerjaan masing masing.

Dan sekarang, suasana rumah besar itu sudah mulai sepi lagi. Menyisa kan eyang lembu, tante amara, avel dan juga dikara. Sedang kan lengkara, pemuda itu sedang menerima telfon dari papahnya yang berada di luar kota untuk tugas perusahaan tempatnya bekerja.

"Mama sama papa kamu berangkat lagi kara?." Tanya eyang lembu pada gadis itu.

Dikara tersenyum, lalu kemudian mengangguk sebagai jawaban.

"Kalau memang kamu merasa kesepian di rumah besar itu, lebih baik nginep aja di rumah tante amara, atau kalau mau di sini aja biar eyang ada temannya." Lagi lagi dikara tersenyum sebagai tanggapan, merasa pembicaraan seperti ini tuh agak sensitif untuknya.

"Kak kala mending nginep di rumah avel aja. Di sana kan ada mama, kaka engka, sama avel pastinya. Lagi pula kan kalau di rumah kak kala ngga ada siapa siapa, bi enduy juga suka pulang kan kalau sore." Celetuk avel dengan suara menggemas kan itu, membuat dikara tersadar jika memang selama kedua orang tuanya bekerja di luar kota, dia hanya sendiri di dalam rumah besar itu. Karna bi enduy juga tidak bisa menginap, sebab tidak ada yang menemani kedua anaknya yang masih SD.

Sebenarnya bisa saja kedua anak bi enduy beserta bi enduy sendiri menginap di rumah dikara untuk menemaninya selama orang tuanya tidak di rumah, hanya saja bi enduy yang tidak mau karna kedua anaknya itu sangat lah nakal bahkan sempat memecah kan guci kesayangan majikannya.

Itu lah mengapa, setiap sore menjelang malam dikara lebih banyak menghabis kan waktunya di luar atau tidak di rumah kaena, agar saat pulang ke rumah nanti dia langsung beristirhahat tanpa memikir kan jika di rumah besar itu dia sedang sendirian.

"Terima kasih eyang atas tawarannya, cuma untuk sekarang aku masih nyaman kok. Ngga takut juga kalau sendirian di rumah, palingan agak panik dikit aja kalau mati lampu." Kata dikara sembari mengelus lembut kepala avel yang bersandar di lengannya.

Tak lama dari itu, lengkara muncul. Dan tak sengaja tatapannya dan dikara bertemu, membuat keduanya sedikit terpaku untuk beberapa saat sebelum memutus kan kontak mata mereka karna mengingat kejadian sore tadi yang berhasil membuat keadaan menjadi canggung.

"Kara sini sayang, gabung dong sama kita." Kata eyang lembu memanggil cucunya itu untuk mendekat.

Dan lengkara mengangguk, duduk di samping eyangnya yang bersebelahan dengan dikara.

Lama mereka duduk di sana, tiba tiba avel menegak kan posisi duduknya yang tadi sempat bersandar di lengan dikara.

"Eyang, mama, avel mau cerita!." Ungkapnya dengan kelopak mata yang berkedip kedip lucu.

"Mau cerita apa sih anak kecil ini, mau ngomongin kegiatan di sekolah kamu lagi ya?." Tanya amara sembari mecubit gemas pipi anak bungsunya itu.

"Ngga kok, ini tentang yang lain." Kilahnya dengan kepala menggeleng ke kanan dan ke kiri.

"Ya udah ayo coba cerita, eyang juga mau dengar." Eyang lembu juga ikut gemas melihat tingkah cucunya itu.

Avel mengangguk, namun bukannya bercerita langsung. Dia malah bergerak, dan membisik kan sesuatu pada eyang dan juga mama nya secara bergantian.

"Aduuhhh, akhh..sakit eyang." Itu suara lengkara, meringis sakit namun tetap cool, kala eyang lembu mencubit perutnya yang minim lemak.

"Kamu ya, udah berani sama anak gadis orang!. Mau di nikahin cepat, ngomong sama eyang jangan kurang ajar kamu!." Wanita tua itu tampak kesal, membuat lengkara ternganga bingung melihat itu.

Apq lagi saat ia menoleh ke arah amara sang mama, dia juga di beri tatapan yang mematikan.

"Nanti kalau papa pulang mama akan ngasih tau ke dia, kita ngga boleh diam aja sama apa yang udah kamu lakuin itu kara!." Ucap amara yang langsung mengalih kan tatapannya ke arah dikara yang juga bingung dengan apa yang terjadi.

"Sayang, kapan orang tua kamu pulang?."

"Ha? Oh, mama sama papa pulangnya ngga nentu tante. Kadang seminggu sekali, 2 minggu sekali, atau bahkan 1 bulan sekali." Jawabnya jujur.

Dan mendengar hal itu, amara dan juga eyang lembu saling tatap, lalu menghela nafas kasar dengan apa yang sudah avel beritahu. "Kamu sering di gituin sama kara?." Eyang lembu bertanya, sembari menggenggam lembut tangan dikara di sampingnya, dan menatap tajam pada lengkara yang masih merasa kan panas di perutnya bekas cubitan eyangnya.

"Mmm, maksudnya?." Dikara bingung, dan semakin bingung lagi dengan pertanyaan barusan. "Maksud eyang gimana ya? Aku ngga ngerti."

Menggeleng kecil. "Avel udah cerita tadi, katanya kara megang dada kamu kan?. Makanya eyang tanya, apa cucu eyang ini sering ngelakuin itu? Atau mungkin sudah lebih dari itu?."

Dikara dan lengakara di buat syok, hal yang membuat mereka canggung malah menjadi bahan aduan untuk avel.

"Ngga sengaja eyang, itu kecelakaan." Dikara langsung menjawab cepat, sebab dia tidak mau jika hal ini malah di ungkit lagi, mengingat kejadian tadi sudah ia lupa kan tapi malah di bicarakan di depan keluarga lengkara.

"Masa sih?, kok tante ngga percaya ya."

"Ma, jangan dengerin avel. Dia cuma ngeliat sekilas aja, lagi pula kalian tau sendiri kan kalau aku sama cewek gila ini ngga dekat?. Jadi jangan berpikir yang macam macam, apa lagi ngira kalau aku sama dia ada hubungan."

Mata dikara menajam, merasa kesal akan jawaban yang lengkara berikan. Seakan akan dia ini adalah gadis yang tidak pantas untuk pemuda itu.

"Sudah sudah, kalau begitu lebih baik kalian istirahat. Besok eyang ajak kalian ke kebun teh, sekalian bakar bakar di sana." Eyang lembu pun tidak ingin memperpanjang jika memang keduanya tidak mau mengaku dengan apa yang sebenarnya terjadi, toh jika memang ada apa apa pasti dikara akan bersuara, sebab gadis itu sangat anti dengan hal yang membuatnya merasa tidak nyaman.

Setelah itu, mereka pun masuk ke dalam kamar yang di sediakan. Kamar yang biasanya mereka tempati saat berkunjung ke sana, termasuk dikara sendiri.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!