NovelToon NovelToon

Dicampakkan Kekasih, Dilamar Sang Kapten

Bab 1 Kelulusan dan Patah Hati

Bismillah, karya baru. Semoga banyak pendukung dan peminatnya. Aamiin...

     Pagi itu, langit terlihat cerah, seolah turut merayakan kebahagiaan Syapala. Hembusan angin lembut menyapa wajahnya yang tertutup sedikit make up natural, menambah pesona aura bahagianya. Hari ini, ia resmi menyandang gelar Sarjana Psikologi, gelar yang selama ini ia perjuangkan dengan penuh kerja keras, air mata, dan doa tanpa henti.

     Di antara lautan toga hitam dan senyum para wisudawan, Syapala berdiri tegak, mengenakan toga dengan warna biru muda di selendangnya, warna khas fakultas Psikologi. Tangannya gemetar halus ketika memegang map ijazah, bukan karena gugup, melainkan karena rasa haru yang menumpuk di dada.

     "Lulus juga akhirnya," gumamnya pelan, hampir seperti doa yang terjawab.

     Dalam benaknya, berkelebat semua kenangan, malam-malam panjang penuh tugas, konsultasi skripsi yang tak jarang membuatnya menangis, juga momen-momen ketika ia hampir menyerah. Namun hari ini, semua rasa lelah itu terbayar lunas.

     Dari kejauhan, Syapala melihat ibunya berdiri di antara kerumunan orang tua wisudawan lain. Wajah sang ibu dipenuhi senyum dan mata yang berkaca-kaca. Syapala melambaikan tangan, menahan haru yang tiba-tiba menggenang di pelupuk. Seumur hidup, ia hanya ingin membuat ibunya bangga, dan hari ini, ia melakukannya.

     Ketika namanya dipanggil oleh pembawa acara, langkahnya terasa ringan. Satu per satu langkah ia seret menuju panggung, melewati deretan kursi panjang, hingga akhirnya ia berdiri di depan Rektor yang menyematkan kalung toga dan memberikan selamat.

     "Sarjana Psikologi, Syapala Zehra." suara itu menggema di aula besar, diikuti tepuk tangan yang riuh.

     Hatinya bergetar. Ia menunduk, tersenyum, dan dalam hatinya berbisik, penuh rasa bangga,

     "Aku berhasil."

     Namun, di balik senyum itu, ada sesuatu yang perlahan menyelinap, sebuah rasa kosong yang tidak bisa dijelaskan. Entah kenapa, di tengah gemuruh kebahagiaan itu, bayangan seseorang muncul di benaknya. Seseorang yang dulu berjanji akan menemaninya saat hari wisuda tiba, tapi justru sosoknya belum muncul ke permukaan.

     Syapala menarik napas panjang. "Kemana Kak Laga, kenapa masih belum datang? Padahal sebentar lagi pulang." Hati Syapala dilanda bimbang juga sedih yang dalam.

     Topi toga itu dilempar tinggi bersama ratusan wisudawan lainnya, Syapala tahu, ini bukan akhir dari perjalanan panjang, tapi juga awal dari babak baru dalam hidupnya.

    Bu Syabina dan Syafik kakak lelaki bersama istrinya menghampiri Syapala dengan wajah yang sumringah, setelah melihat Syapala selesai dengan semua aktifitas kelulusan.

     "Gimana, kekasihmu jadi datang, Sya?" Bu Syabina bertanya sambil meliat ke sekeliling. Wajahnya mulai gelisah melihat para wisudawan dan tamu undangan keluarga mulai pulang. Aula hotel nampak surut, tidak seramai siang tadi.

     Syapala melihat jam tangan, kemudian melihat sekeliling. Benar apa yang dikatakan ibunya, teman-teman sesama wisudawan sudah mulai berangsur pulang. Aula pun mulia sepi.

     "Iya. Kalau kakak lihat sepertinya kekasihmu tidak akan datang. Masa jam segini belum muncul. Coba kamu hubungi, jadi datang atau nggak? Kalau tidak keburu, lebih baik tidak usah datang. Hari juga semakin sore, sebentar lagi sepertinya akan turun hujan." Syafik, sang kakak lelaki ikut bicara.

     Syapala tidak menjawab, wajahnya diliputi kecewa sekaligus harap. Wajahnya masih menyimpan harap kalau kekasihnya sebentar lagi akan datang.

     Bu Syabina, Syafik maupun Farida istri Syafik ikut diam, mencoba memahami perasaan Syapala, sampai gadis itu akhirnya menyerah.

     Aula hotel benar-benar lengang, halaman parkir pun mobilnya telah surut, hanya beberapa mobil yang masih bertahan, termasuk mobil Syafik.

     "Kita pulang saja." Akhirnya Syapala mengajak pulang, ia menyerah, suaranya menahan sedih dan kecewa. Ketiga orang yang sejak tadi setia menunggunya, sontak mendongak menatap ke arahnya. Mereka belum yakin kalau Syapala benar-benar mengajak pulang.

     Farida segera menghampiri Syapala, meraih lengan adik iparnya, lalu menggandengnya dan melangkah. Bu Syabina dan Syafik ikut berjalan setelah tadi sempat saling lempar tatap satu sama lain.

     Di dalam perjalanan, baik Bu Syabina dan Farida, kompak memberi kekuatan supaya Syapala tidak sedih dengan ketidakhadiran kekasihnya yang menjanjikan akan hadir di tengah rasa bahagia kelulusannya.

     "Mungkin kekasihmu sangat sibuk, Sya. Jangan sedih, siapa tahu saat ini di kantornya tiba-tiba ada tugas dadakan yang tidak bisa ditinggalkan." Bu Syabina membesarkan hati Syapala yang masih memikirkan sang kekasih.

     Syapala menarik napas dalam, dia mencoba berlapang dada. Bisa jadi apa yang dikatakan sang ibu benar adanya.

     Bisa saja kekasihnya memang mendapat tugas dadakan dari Komandan kesatuan, yang mengharuskan pria berpangkat Letnan satu itu segera melaksanakan tugas tanpa memberinya kabar terlebih dahulu.

     Kesedihan kembali menguap begitu saja. Syapala berpikir kalau kekasihnya memang sibuk. Dia tidak lagi sedih dan beruntung masih berpikir positif.

     Hingga malamnya tiba. Setelah makan malam bersama keluarga kecilnya, dan Syafik serta istrinya kembali ke rumahnya, Syapala cukup terhenyak melihat kabar kecil dalam insta story milik sang kekasih.

     Syapala terbelalak, biji matanya nyaris keluar, ketika sebuah nama yang dikenalnya sangat dekat, terpampang nyata di sana.

     "Lettu Erlaga Patikelana bertunangan dengan dr. Prita Wastikenanga"

     "Apa? Tu~tunangan?"

     Air mata jatuh meleleh seketika, membasahi pipi mulus yang masih merah merona. Deras tidak tertahan, bahkan mata Syapala masih menatap instastory yang beritanya cukup menggetarkan hati dan mengguncangkan jiwanya yang saat ini tiba-tiba merapuh.

     "Hiks...hiks...."

     "Setelah kamu wisuda, aku akan perkenalkan kamu pada keluarga aku. Aku juga akan datang melamarmu ke rumah," janjinya saat itu.

     Isak tangis tidak tertahan lagi. Dada Syapala tiba-tiba sesak. Sangat sakit tiada obat. Bahkan Syapala belum pernah mengalami rasa sesak di dada sesakit ini. Syapala tiba-tiba tak sadarkan diri. Bahkan Bu Syabina tidak tahu kalau putrinya kini pingsan di dalam kamar saking shock melihat berita pertunangan kekasihnya.

***

    Di tempat berbeda, di siang yang sama, Erlaga Patikelana yang kini sedang bahagia, mengangkat sebelah jemarinya bersama tunangannya, dr Prita Wastikenanga. Mereka pamer status baru. Wajah keduanya diliputi rasa bahagia yang dalam. Tidak banyak yang tahu, kalau kebahagiaan yang mereka genggam, ada luka yang kini diderita seorang perempuan muda.

     "Selamat, kalian sudah menjadi sepasang tunangan sekarang. Semoga pernikahan yang kalian rencanakan tahun depan, berjalan lancar."

     Erlaga, mendapat ucapan selamat dari rekan dekatnya, juga rekan dokter Prita. Tentu saja ucapan selamat yang mereka berikan, semakin membawa suasana menjadi lebih hangat dan intimate. Erlaga tersenyum dan lupa kalau hari ini ada janji yang sudah ia ingkari.

    Sementara di sebuah pangkalan militer. Seorang prajurit TNI-AD, beberapa jam yang lalu baru saja tiba dan menginjakkan kakinya kembali ke tanah air. Purna sudah ia melaksanakan tugas ke luar negara, menjadi pasukan elite perdamaian dunia.

     "Selamat Kapten, akhirnya setelah keliling Indonesia dan dunia dalam misi perdamaian, tugas Kapten selesai." Seorang rekan sesama prajurit menghampiri dan memberi selamat kepada Kapten Arkala Adisetya Kelana. Seroang prajurit tampan tangguh yang sudah melanglangbuana dalam tugas keliling negara maupun luar negara, selama kurang lebih 16 tahun.

     "Terimakasih Kapten Brian, kisah yang sama tentunya," balas Arkala tersenyum. Tentu saja, sejak mereka sama-sama lulus Akmil di Magelang, kurang lebih 18 tahun lalu, mereka terpilih menjadi prajurit yang berprestasi dan ditugaskan ke wilayah-wilayah konflik di Indonesia maupun luar negara sebagai pasukan perdamaian.

     "Kembali ke Indonesia kembali ke kesatuan," kompak Kapten Arkala dan Brian disertai jabatan tangan khas prajurit TNI.

Nah, gimana pembukaannya? Ada gambaran tidak, ya? Masih bingung? Baiklah, ini tes ombak dulu ya. Mari dukung dan mampir di karya Othor yang masih belajar ini. Mohon maaf bila ada kekurangan. Dan buat Noveltoon, terimakasih masih memberi ruang buat kami para penulis yang masih setia menuangkan ide di sini. Semoga karya ini, berkah dan banyak dukungan dari pembaca.

Oh iya, judulnya kira-kira apa yang cocok ya? Kasih saran dong.

Bab 2 Rekruitmen Perusahaan Jasa Konseling

NB: Ada nama pemeran yang diganti ya teman-teman. Demi pembaca agar tidak bingung mengingat nama. Arlaga diganti menjadi Erlaga. Kalau Arkala tetap Arkala ya. Semoga nggak bingung, buat Kak Patrick, makasih sarannya. 🥰🥰🥰

     Dunia Syapala seakan hancur, dia tidak menyangka kekasih yang selama ini dia banggakan dan harapkan, tega mengkhianatinya.

     Syapala mencoba mengingat-ingat, apakah dalam sebulan terakhir ini dirinya berbuat salah terhadap sang kekasih, kepalanya menggeleng cepat. Dia merasa tidak ada salah atau masalah yang berarti sebulan terakhir ini dengan kekasihnya.

     Bahkan sebulan yang lalu Erlaga bicara serius padanya, bahwa dia akan mengenalkan Syapala kepada keluarganya dan dia ingin segera ke rumah Syapala untuk berkenalan dengan orang tuanya, serta langsung melamarnya.

     Tapi, janji tinggal janji, semua yang Erlaga katakan, bohong belaka. Janji saat wisuda akan datang dan ikut merayakan kebahagiaan Syapala, juga diingkari. Erlaga seakan melupakan janji-janjinya. Disaat kebahagiaan atas kelulusannya sebagai Sarjana Psikolog, dihari yang sama Erlaga justru mengikat hati dengan perempuan lain. Seorang perempuan yang sudah Syapala kenal.

     Dokter Prita merupakan salah seorang dokter syaraf di sebuah rumah sakit ternama di kota ini. Dia juga merupakan alumni di kampus yang sama dengan Syapala. Enam tahun yang lalu.

    "Dokter Prita, padahal dia tahu kami punya hubungan," desahnya benar-benar sedih dan tidak menduga. Dokter cantik asal kota sungai Kapuas itu, tega bertunangan dengan kekasihnya.

     Ironis, dokter yang sudah dia anggap kakak sendiri itu, kini bagai musuh dalam selimut. Syapala mengenal dokter Prita, ketika dia sama-sama pernah mengunjungi sebuah rumah sakit yang sama.

     Syapala merupakan mahasiswa magang di bagian psikologi. Saat itu terjadi ledakan pasien korban gempa yang menelan korban lumayan banyak, di Rumah Sakit Harapan Kita. Syapala bertugas menangani pasien yang traumatik berat. Akibat guncangan gempa hebat, banyak korban yang selamat terutama anak-anak secara mental terganggu. Mereka berteriak dan ketakutan apabila melihat benda yang bergoyang-goyang.

     "Kenapa kamu rebut kekasih aku, dok? Kamu tahu sendiri aku dan Kak Laga punya hubungan spesial?"

     Tangis Syapala pecah, hatinya patah-sepatahnya. Bahkan ia seperti lupa, baru saja kemarin hal yang paling membahagiakan dirinya dan ibunya serta sang kakak, ia raih. Tapi, kini kebahagiaan itu runtuh hanya gara-gara melihat sang kekasih bertunangan dengan orang lain, yaitu perempuan yang sangat dia kenal.

     "Apa aku tidak boleh bahagia? Lalu kenapa Kak Laga tega mematahkan hatiku dengan bertunangan dengan dokter Prita?"

     Pertanyaan demi pertanyaan masih bermunculan di kepalanya. Entah apa jawabannya, Syapala belum menemukan jawabnya, kenapa Erlaga akhirnya memutuskan bertunangan dengan dokter Prita, setelah sebulan terakhir pernah menyimpan janji terhadap Syapala.

     Ponsel kekasihnya pun sama sekali tidak aktif. Kemarin dan hari ini sudah berulang kali ia hubungi, tapi tidak ada tanda kehidupan. Semua mati. Namun, media sosial Erlaga justru on. Bahkan acara pertunangan Erlaga dan dokter Prita dibagikan di IG milik Erlaga.

     "Tung...."

     Beberapa kali notifikasi WA itu masuk, tapi Syapala tidak peduli. Hatinya terlanjur sakit karena pengkhianatan sang kekasih dan dokter Prita.

     "Tung...."

     Lagi-lagi, pesan itu masuk, seperti hal penting yang harus segera dibaca Syapala.

     Di tempat berbeda, Haliya sang teman dekat satu perjuangan, sangat dongkol, karena pesan dan panggilannya tidak digubris oleh Syapala.

     "Ya ampun si Pala ini, lagi urgent satupun panggilan aku nggak diangkatnya. Ke mana nih anak?" dumelnya benar-benar kesal.

     "Sepertinya dia sedang kecewa berat Liya. Lihat instastory pacarnya yang bertunangan dengan dokter Prita. Pasti saat ini si Pala sedang menangisi pengkhianatan yang dilakukan dua orang itu," sela Farah, salah dua teman seperjuangan Syapala menduga.

     "Memangnya kamu tahu dia sudah melihat IG pacarnya? Kan belum tentu," sangkal Hailya.

     "Nggak mungkin dia nggak up date dengan media sosial pacar. Aku yakin, dia saat ini sedang meratapi kesedihannya."

     Haliya mengangguk, dia juga sebenarnya yakin kalau saat ini sahabatnya itu sedang bersedih gara-gara pengkhianatan kekasihnya.

     "Tega banget sih kekasihnya sama dokter Prita. Kenapa juga dokter Prita tega menusuk dari belakang, padahal mereka sudah kenal dekat? Bahkan si Pala sudah menganggap dokter Prita seperti kakak sendiri."

     "Entahlah. Ada apa dengan dua orang itu?" Farah geleng-geleng kepala.

     "Tapi, ini nggak boleh berlarut-larut. Ada yang lebih penting dari menangisi pengkhianatan dua pengkhianat itu. Sebuah perusahaan jasa konseling menerima rekruitmen di bagian SDM. Ini cocok dengan Pala," ujar Haliya.

     "Ya udah, kamu kasih saja alamat perusahaannya. Pesan WA pasti lama-lama dia akan baca." Farah memberikan solusi.

     Haliya mengangguk dan setuju dengan saran Farah. Pesan terakhir dia kirimkan pada Syapala. Wajah Haliya lega setelah info penting itu tersampaikan pada sahabatnya.

     "Semoga saja Pala cepat merespon," harapnya.

***

     Di kediaman Syapala, Bu Syabina duduk heran di ruang tamu setelah tadi mengetuk pintu kamar sang anak yang tidak dibuka.

     Sejak pagi, Syapala belum keluar kamar. Bahkan sarapan pagi yang sudah ia siapkan terlewat begitu saja dan dingin. Hal ini tidak biasanya terjadi pada Syapala.

     "Kenapa dengan anak itu. Tadi malam sebelum masuk kamar masih biasa saja," gumam Bu Syabina mulai khawatir.

     Bu Syabina bangkit dan bermaksud kembali menuju kamar Syapala. Namun, di depan pintu kamar, Syapala sudah berdiri dengan dandanan yang sudah rapi dan cantik.

     Kali ini ada yang sedikit aneh dengan penampilan putri satu-satunya itu. Syapala menggunakan kacamata hitam tidak seperti biasanya. Bu Syabina heran, tapi sudut bibirnya justru menyunggingkan senyum. Dia berpikir, Syapala sedang terjangkit trend kacamata hitam.

     "Cantik sih, tapi sayangnya mata indah anak gadisku justru tertutup oleh kacamata hitam itu," bisiknya dalam hati memuji sembari menghampiri.

     "Sya, kamu mau ke mana? Ibu baru saja mau mengetuk pintu kamarmu. Itu, kenapa kamu pakai kacamata hitam? Mau ke mana?"

     Syapala terdiam sejenak, lalu menyahut setelah beberapa saat kemudian.

     "Pala mau pergi dulu, Bu. Ada hal penting yang harus Pala kerjakan," ujarnya sembari menyerobot meraih tangan sang ibu, kemudian mencium tangan ibunya lama.

     Hampir saja air mata yang dia tahan jatuh di atas punggung tangan sang ibu. Syapala buru-buru mengangkat tangannya, dan berpamitan.

     "Pala pergi, ya, Bu. Doakan Pala, hari ini ada wawancara di sebuah perusahaan besar jasa konseling," berita Syapala.

     Bu Syabina tercengang, ia bahagia mendengar berita barusan. Jelas ini berita yang menggembirakan. Tidak butuh waktu lama, sang putri sudah ada tanda-tanda mendapatkan pekerjaan di bidang yang sama dengan jurusan pendidikan yang selama ini dia kenyam. Meskipun bukan di instansi pemerintahan.

     "Oh ya? Selamat, ya, Nak. Akhirnya...."

     Bu Syabina memeluk sang putri sebelum pergi. Dia benar-benar bahagia dengan berita ini.

    Syapala pergi mendapat tatap haru sang ibu. "Padahal cita-citanya ingin mendirikan sebuah klinik khusus bimbingan dan konseling. Tapi, tidak mengapa. Ini awal kesuksesan yang akan dia raih." Senyum terukir di wajah Bu Syabina. Perasaan haru dan bangga bercampur jadi satu, di sana.

Masih belum tegang? Nantikan kelanjutannya. 🥰🥰🥰

Bab 3 Bertabrakan Dengan Pria Asing

     Hampir dua jam, Syapala berada di dalam PT Harmonia Citra Abadi. Dia sudah melewati proses wawancara dengan baik.

     Posisi yang ditawarkan di perusahaan itu, yakni Staff HRD, Rekruitmen dan Psikotes.

Begitu membaca deskripsi pekerjaannya, matanya langsung berbinar. Di sanalah semua teori yang ia pelajari tentang kepribadian, potensi, dan psikologi kerja bisa ia wujudkan menjadi sesuatu yang nyata.

     Wawancaranya berjalan lancar. Syapala menjawab setiap pertanyaan dengan tenang, walau dalam hatinya sempat bergetar ketika pewawancara menyinggung tentang "stabilitas emosional" dalam menangani kandidat.

Ia sempat berpikir, apakah dirinya sudah benar-benar stabil? Tapi ia tersenyum dan menjawab, "Saya percaya, bahkan saya sudah memahami stabilitas emosional dalam diri saya," jawabnya penuh keyakinan. Padahal ironis dengan keadaan hatinya saat ini.

     Si pewawancara tersenyum, dia seperti sudah menemukan orang yang cocok yang kemudian dia tarik untuk bergabung di dalam perusahaan itu.

     "Hasilnya bisa kamu lihat seminggu lagi via email," seru si pewawancara sembari berdiri. Syapala menyalami tangan pewawancara itu, kemudian dia berpamitan dan membalikan badan, meninggalkan ruangan staff HRD.

     Beberapa saat lalu, Syapala bisa melupakan kesedihan dari pengkhianatan kekasihnya bersama dokter Prita. Tapi, setelah keluar dari perusahaan itu, hatinya kembali bergolak. Sedih tiada terkira.

     Gojek yang ia tumpangi berhenti di sebuah taman. Syapala sepertinya mencari sebuah tempat yang nyaman dan sepi untuk melepas semua sedihnya. Taman ini baginya tempat yang tepat, untuk menumpahkan perasaan kecewanya.

     Semakin ke dalam, taman itu memiliki danau buatan. Danau itu dipenuhi angsa putih yang lalu lalang di atasnya. Mereka berpasangan, bergerombol bahkan ada juga yang sendirian persis dirinya.

     Syapala menduduki kursi taman yang terbuat dari bilah kayu. Matanya menatap jauh ke depan danau, tapi yang dia lihat justru bukan danau, melainkan sakit hati yang telah dibuat oleh sang kekasih dan dokter Prita.

     "Sakit rasanya. Andai aku bisa membalas semua rasa sakit ini, mungkin hatiku akan merasa lega," gumamnya berat.

     Air mata itu kembali turun, di balik kaca mata hitamnya. Isaknya berusaha ia tahan, untung saja di sekitarnya tidak ada orang lain yang berdekatan, sehingga suara isak tangisnya tidak terdengar oleh siapa-siapa.

     Beberapa saat kemudian Syapala meraih dompet di dalam tasnya. Dompet itu perlahan dibuka. Tepat pada ruang yang dilapisi plastik bening, ia meraih sebuah foto dan mengeluarkannya.

     Ia menatap foto itu lama, foto antara dirinya dan Erlaga. Mereka saling tatap penuh senyum bahagia serta berpegangan tangan.

     Air mata kembali menetes lebih deras, bersamaan dengan dirobeknya foto kebersamaan dirinya dengan sang kekasih.

     "Aku benci kamu Kak, kamu tega berkhianat. Kalian tega berkhianat di belakangku. Kalian keterlaluan dan jahat," desisnya seraya menghempas sobekan foto itu dan terhempas ke bawah kursi bilah kayu yang didudukinya.

     Satu jam kemudian, Syapala bangkit dari tempat itu. Sisa air mata ia seka sampai kering, lalu berjalan dan meninggalkan danau itu.

     "Abang masih di luar. Cari angin sejenak bersama kawan leting. Kamu sepertinya tidak sabar ingin segera berjumpa dengan abang tercintamu ini."

     "Kau mau kasih kabar bahagia apa? Ceritalah di sini. Buat apa ditunda-tunda. Di rumah atau di telpon sama saja. Sampaikan saja," desak pria berkaca mata pada seseorang di balik sambungan telponnya.

     Perbincangan itu masih berjalan lancar, sebelum sebuah insiden tiba-tiba terjadi.

     "Awwwww, aduhhhh...."

     Pria bertubuh tegap itu berhenti, juga menghentikan percakapannya di telpon. Tubuhnya condong ke samping menahan keseimbangan, saat dirinya tiba-tiba tak sengaja bertabrakan dengan seseorang.

     Ringisan seorang gadis muda menghentikan suaranya. Pria berkaca mata bertubuh tegap itu, membetulkan posisi tubuhnya dengan benar. Ia tercengang, saat matanya melihat ternyata dia bertabrakan dengan seorang perempuan muda berhijab trendi juga berkacamata. Kacamatanya sama-sama hitam.

     "Dik, mari saya bantu." Pria itu mengulurkan tangan pada Syapala. Tapi, Syapala tidak menggubrisnya. Syapala perlahan bangkit lalu berdiri.

     Emosinya kembali tersulut terlebih baru saja ia menumpahkan semua perasaan kecewa akibat sang kekasih, lalu tiba-tiba kini bertabrakan dengan seseorang, membuat suasana hatinya semakin sedih.

     "Kalau jalan pakai mata, jangan asik telponan tapi matanya nggak dipakai," ujarnya ketus dan berlalu dari tempat itu, meninggalkan rasa penasaran dalam hati pria tegap berkacamata itu.

     "Dik, tunggu," tahannya. Tapi, Syapala tidak menggubris, dia terus berjalan keluar dari taman itu.

     Pria itu menatap kepergian Syapala dengan perasaan tidak enak. Sayang sekali, gadis itu sikapnya sangat tidak bersahabat.

     "Siapa, Bang. Kenapa diam?"

     Suara dari sambungan telpon itu masih menyala. Pria berkaca mata itu baru sadar, kalau telponnya belum dimatikan.

     "Barusan abang tanpa sengaja bertabrakan dengan seorang gadis muda. Tapi, dia segera berlalu dan sangat ketus saat abang meminta maaf," pungkasnya menutup pembicaraan telpon dengan seseorang di sebrang sana.

     Pria itu berjalan menuju kursi dari bilah kayu bekas Syapala duduk tadi. Sebelum ia duduki, kedua matanya menangkap sesuatu di bawah maupun di atas bangku bilah kayu itu.

     "Seperti sobekan foto. Coba aku iseng sambungkan. Sepertinya perempuan muda tadi sedang patah hati berat," gumamnya menebak.

     Pria itu menyambungkan potongan demi potongan foto yang sudah sobek. Untungnya sobekan itu masih tersambung dengan baik, sebab gadis tadi tidak menyobek foto itu dengan potongan kecil.

     "Akhirnya tersambung. Bisa dilihat dengan jelas," gumamnya seraya membuka kacamatanya, lalu menatap dengan lekat foto kedua manusia di dalam sobekan foto itu.

     Wajah pria tampan yang kini kacamatanya dibuka itu, seketika tercekat. Dia menatap potongan foto yang sudah tersusun rapi itu dengan lekat.

     Jepret, potongan foto itu ia abadikan dalam kamera foto, sebelum ia ambil dan disimpan di dalam saku dompetnya. Entah untuk apa dia ambil potongan foto itu.

     "Kapten, sudah menemukan tempat yang viewnya bagus rupanya," seru salah satu kawan letingnya yang baru saja tiba di situ. Disusul beberapa kawan lagi. Mereka terlihat senang saat melihat di depan mereka ada danau buatan yang indah.

     "Iya, Pot. Viewnya indah dan keren. Kita bisa ambil foto di manapun anggelnya yang kita mau," tukasnya, tapi pikirannya tetap pada gadis muda tadi.

     Pria tampan bertubuh tegap yang disebut Kapten tadi, tidak menunda lagi untuk segera pergi setelah berhasil mengabadikan foto bersama kawan-kawan letingnya. Mereka sengaja berfoto-foto dulu, sebelum sebagian dari mereka kembali ke tempat dinasnya masing-masing pasca kepulangan mereka dari luar negara sebagai pasukan perdamaian.

     "Aku harus segera pergi. Ada hal yang harus aku selesaikan," ujarnya berpamitan dan berlalu.

     Kawan-kawannya tidak menahan, mereka menatap kepergian pria itu tanpa protes.

     Pria itu berjalan dengan cepat, seperti tidak ingin kehilangan jejak gadis muda di dalam foto.

     "Aku harus bisa menemuinya, dan meminta penjelasannya," gumamnya seraya mempercepat langkah kakinya.

Berhasil nggak ya, pria itu menyusul Syapala? Lalu siapa sebenarnya pria itu? Tunggu lanjutannya besok.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!