Anting dengan permata batu rubi itu bergoyang seirama dengan gerakan turun tangga yang dilakukan gadis cantik sengan gaun putih di atas lutut dan rambut yang tergerai indah. Saat langkahnya mencapai lantai, tangan lentiknya menepuk jidat mulus bak porselen.
"Ya ampun lupa!"
Dialah Felisha Rumi, si cantik yang mendapat gelar ratu sekolah karena kecantikan juga kekayaan yang ia miliki. Saat yang bersamaan, seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik muncul dari arah dapur. Saras—ibunya Felisha bersedekap sambil geleng-geleng kepala.
"Mau ke mana lagi kamu, Felisha? Ini sudah ketiga kalinya kamu mau keluar rumah. Pagi, siang, terus malam-malam begini?"
"Aduh, Mah. Entar dulu deh. Aku tuh lupa nyuruh Pak Yudi bawa Lamborghini aku ke bengkel. Gimana, dong? Mana udah janji sama temen bawa mobil yang itu," rengek Felisha merasa teramat gelisah.
"Ya lagian kenapa harus mobil yang itu? Kan ada mobil yang lainnya."
Felisha lekas menggeleng resah. "Nggak bisa, Mah. Aku udah janji sama temen yang mau bikin MV pakek mobil aku. Aduh, gawat sih kalau aku datang nggak pakai mobil itu. Bisa marah mereka."
"Lagian teman-teman kamu tuh banyak maunya. Apa-apa pasti minta yang mewah terus," cibir Saras.
"Ya kan wajar. Aku tuh anak orang kaya yang kata mereka punya segalanya. Masa aku nggak bisa bantuin mereka sih," cicit Felisha memainkan keychan tas mungilnya.
"Ya mau gimana lagi? Emang ada bengkel yang buka malam ini? Kalaupun ada pasti nunggunya lama, Felisha. Lagian, ada-ada aja deh. Bikin MV apa sih."
"Jadi Mamah punya solusi, nggak? Kalau enggak aku mau pinjam mobil ke Om Dicky aja," kata Felisha ingin segera pergi, tetapi lengannya langsung ditahan oleh Saras.
"Eh, jangan! Malu-maluin banget minjam mobil padahal kita punya banyak. Udah deh, Mamah nggak suka kamu dikendalikan temanmu seperti ini. Sekarang kamu berangkat ke temenmu dan bilang mobilnya lagi rusak. Kalau enggak, mending kamu naik aja ke atas lagi. Jangan keluar rumah!" Final Saras seraya melangkah pergi menuju kamarnya meninggalkan Felisha yang nyaris gigit jari karena kecerobohannya sendiri.
"Gimana dong? Apa gue jujur aja, ya?" monolog Felisha bimbang.
Di sisi lain, teman-teman Felisha sudah berkumpul di sebuah gedung yang mereka sewa untuk membuat MV lagu pertama milik Randy Anorga—kekasih Felisha. Semua property sudah tertawa aesthetic di tempatnya sesuai konsep, tinggal menunggu mobil lamborghini yang akan dibawa oleh Felisha.
"Mana Felisha, Ran? Udah setengah jam nih kita nunggu. Katanya mau pinjemin mobil lamborghini punya dia," celetuk Beno—teman Randy sekaligus gitaris band.
Randy berdiri sambil menghubungi Felisha. Nomor gadis itu tak aktif, membuat decaknya semakin keras saja. Fotografer yang sudah stand by pun sudah terlihat uring-uringan karena menunggu lama.
Tak lama terdengar suara langkah kaki tergesa-gesa menuju ke arah mereka. Pintu studio itu terbuka, menampilkan Felisha yang datang dengan tampilan super cantiknya. Namun, tak ada kesan manis apapun dari Randy setelah melihat kekasihnya tersebut datang.
"Mana mobilnya? Harusnya tadi kamu bawa ke sini aja langsung biar bisa langsung mulai syutingnya," tanya Randy mendekati Felisha yang tertunduk dengan raut wajah merasa serba salah.
"Eung ... I-itu ... mobilnya rusak ternyata, Sayang. Belum sempat aku perbaiki. Aku beneran lupa. Sumpah deh. Tadinya aku panggil montir langganan buat datang ke rumah, tapi ... baru bisa datang jam sembilan nanti. Jadi ... aku bawa mobil yang lain aja," tutur Felisha.
Ranya mengangkat kedua tangannya dengan geram, lalu menghempaskannya dengan helaan napas kasar. Felisha semakin menunduk merasa bersalah. Sudah ia duga sebelumnya, Randy akan marah besar padanya.
Seorang gadis yang sedari tadi duduk di kursi pojok pun berdiri dan berjalam menghampiri mereka semua. Dia adalah Windy—salah satu teman dekat Felisha di sekolah.
"Gini, gue punya solusi. Gue punya om yang punya lamborghini. Tadi gue liat mobilnya singgah di depan klub malam. Biasanya sih beliau mau pinjemin itu mobil asalkan salah satu dari kita ada yang temenin dia minum. Nggak minum kok, dia doang yang minum. Yang nemenin cuma nyahutin beliau ngomong apa aja. Gimana? Gue langsung hubungin beliau nih kalau ada salah satu dari kita yang berani temenin beliau," cetus Windy.
Windy menelisik temannya satu per satu. Eli menggeleng ngeri, Selly pun sama. Hingga tatapannya tetuju pada Felisha. Senyum miring Windy pun terbit.
"Felisha, lo yang bikin masalah ini, kan? Lo yang bikin kita nunggu setengah jam lebih dan lo datang tanpa bawa mobil itu. Jadi ... lo bisa tebus dengan menjadi jaminan mobil lamborghini om gue. Gimana?"
Felisha tentu saja tidak bersedia. Ia melirik Randy mencoba meminta pembelaan, tetapi cowok itu tampak setuju saja dengan pendapat Windy. Tak ada respons apapun dari cowok itu.
"Felisha! Gimana ayo cepetan!" bentak Windy.
Tak ada pilhan lain, Felisha merasa sangat terpojok dengan kata-kata dan nada bicara temannya itu. Hingga kepalanya mengangguk tanpa minat.
"Nah, gitu dong!" ucap Windy senang. "Randy, lo ikut gue ke klub sebelah buat ambil mobil. Lo gapapa kan kalau Felisha temenin om gue?"
Randy mengangkat bahunya. "Kenapa enggak? Yang penting gue bisa dapat mobilnya," sahutnya enteng.
Felisha merasakan hatinya berdenyut melihat respons Randy. Apakah hanya sebatas itu rasa cinta Randy padanya? Apakah semudah itu Windy mengorbankan temannya sendiri untuk menemani om-om di bar?
'Mereka bener-bener nggak anggap gue berharga. Padahal selama ini gue selalu melakukan apa yang bikin mereka seneng. Bahkan sekarang, mereka tukar gue dengan mobil itu? Kalau gue sampai diapa-apain sama om-om itu, gimana?'
Felisha melangkahkan kakinya masuk ke dalam bar. Walau dirinya anak orang kaya yang cukup gaul, tetapi tak pernah ia menginjakkan kaki di di tempat ini. Di tengah kebingungannya, tiba-tiba tangan seseorang merangkul pinggangnya.
"Haaah!" teriak Felisha langsung menjauh. Wajahnya panik melihat sosok pria berambut gondrong dan perawakan yang tinggi.
"Kamu pasti temennya Windy, ya? Yang pinjam mobil itu?"
Felisha mengangguk kaku.
"Cantik banget ternyata. Kita ke atas, ya." Pria itu tersenyum menggelikan sambil meraih tangan Felisha. Namun, Felisha tak membiarkan tangannya disentuh sedikitpun oleh pria itu.
"Gue cuma diminta temenin om dia minum di ruangan. Jadi jangan macam-macam! Nggak usah pegang tangan gue," cetus Felisha dengan nada yang sinis.
Pria itu tertawa sumbang. Wajahnya maju mendekati Felisha dengan senyuman yang benar-benar membuat Felisha merinding takut.
"Kata siapa cuma temenin minum? Saya boleh grep-grep kamu juga. Windy sendiri yang bilang bebas ngelakuin apa aja ke kamu. Soalnya, kata dia kamu tuh barang bagus. Jadi saya kasih uang buat dia dan pacarnya Randy. Ngerti, kan? Sekarang kamu harus ikut saya, Nona Manis," jelas pria itu memainkan lidahnya di akhir kalimat.
"Kurang ajar! Gue nggak mau!" pekik Felisha marah.
Felisha langsung berlari dari sana. Tak peduli dengan selopnya yang terlepas keduanya. Felisha berlari kencang keluar dari klub malam itu. Hingga ketika langkahnya mencapai jalanan, sebuah mobil melaju dengan cepat ke arahnya.
BRAK!
Tubuh Felisha melayang di udara karena benturan kuat itu. Namun, di tengah rasa sakit yang nyaris merenggut seluruh kesadarannya, Felisha merasa tubuhnya bergerak lambat di udara.
DING!
[Kamu akan mendapatkan kesempatan hidup yang kedua jika bersedia bertransmigrasi ke tubuh seorang tokoh Antagonis di dalam buku novel terakhir yang kamu baca. Jika kamu bersedia, katakan Ya. Jika tidak katakan Tidak. Maka kematianmu yang tragis akan terjadi beberapa detik kemudian.]
Bibir Felisha terasa kelu untuk terbuka. Namun, mendengar kesempatan hidup untuk kedua kalinya, membuat dirinya berjuang untuk mengatakan persetujuan dari tawaran sistem tersebut.
"Y-ya,"lirihnya.
DING!
[Selamat! Kamu berhasil terikat dengan sistem. Sampai jumpa di kehidupanmu yang kedua!]
Felisha terpejam hingga seluruh kesadarannya terenggut habis. Tak ada rasa sakit dan tak ada apa-apa lagi yang ia dengar. Semuanya lenyap bagaikan di telan bumi.
Lantas, apa yang terjadi pada Felisha berikutnya?
Dingin menyergap kulitnya. Kedua kelopak matanya yang perlahan terbuka tak menemukan secerca cahaya pun. Di mana dia di sekarang? Melihat ruangan gelap itu membuatnya ketakutan, buru-buru ia mengubah posisinya menjadi duduk. Hanya ada cahaya remang-remang dari atas sana, pada ventilasi udara di langit-langit ruangan gelap itu.
"Gue ada di mana?" cicitnya takut.
Tiba-tiba telinganya terasa penging. Kedua telapak tangannya langsung menutupi telinga, berusaha menghalau bunyi asing itu. Hingga tiba-tiba saja terdengar suara seseorang yang teramat asing, tetapi sosoknya tak terlihat sama sekali. Terdengar sangat dekat, tetapi tak ada di dekatnya.
DING!
[Transmigrasimu telah berhasil. Sekarang kamu mendapatkan kesempatan hidup kedua dengan masuk ke dunia novel. Tokoh yang kamu perankan sekarang bernama Felyasha Arumi--sosok antagonis pada novel terakhir yang kamu baca]
Ya, gadis yang tengah terperangkap di ruangan yang gelap itu adalah Felisha, yang hampir mengalami kematian yang tragis setelah dikhianati oleh teman dan juga kekasihnya. Felisha jadi ingat ketika ia berlari keluar klub malam dan ditabrak sebuah mobil hingga tubuhnya melambung tinggi. Sebelum nyawanya benar-benar melayang, Felisha telah terikat dengan sistem.
"J-jadi itu bukan khayalan gue doang? Hal kayak sistem itu beneran ada?" gumam Felisha bingung.
"Felyasha Arumi bukannya ... cewek jelek yang hatinya busuk itu?'' terka Felisha bergumam pelan. Perlahan Felisha melirik tubuhnya. Ia terhenyak, memandangi tangan kaki, perut dan tubuhnya yang lain dipenuhi oleh lemak tubuh. Tak hanya sampai di situ, Felisha benar-benar nyaris berteriak meraba wajahnya yang penuh dengan jerawat. "M-muka gue ... b-badan gue ... argh!" Felisha menangis sambil mencengkram rambutnya. "Kenapa dari sekian banyaknya pemeran novel itu gue malah dapat peran jadi Felya sih. Tuh cewek udah jelek, hatinya busuk pula! Gue mesti jalani hidup gimana kalau gini?"
Di tengah kebingungannya, suara sistem pun kembali terdengar.
DING!
[Mulai sekarang kamu bertugas untuk mengubah nasib buruk Felya menjadi lebih baik dengan cara menjalankan misi dari sistem. Sistem akan memberikan hadiah di setiap misi yang berhasil kamu kerjalan. Sebaliknya, sistem akan memberikan hukuman berupa penarikan hadiah ketika misimu gagal. Hadiah yang bisa kamu dapatkan beragam, terutama pada seputar kecantikan dan uang.]
Felisha menatap ke sekeliling dengan waspada, hingga berakhir menatap udara hampa di atas kepalanya. "Siapapun elo, gue mohon bikin gue cantik lagi. Gue nggak akan pede dengan penampilan dekil kayak gini. Misi apapun itu bakal gue lakuin. Asal gue bisa jadi cantik lagi.''
DING!
[Misi pertamamu : Keluar dari ruang bawah tanah itu dan katakan pada ayahmu jika saudaramu Zakhi yang mengurungmu.]
"Tapi gimana caranya gue keluar?"
DING!
[Kunci ruangan ada di saku celanamu. Keluar sekarang dan bergabung makan malam bersama keluargamu.]
Felisha merogoh saku celananya. Mulutnya terbuka lebar begitu meraba sebuah kunci di dalam sana. Buru-buru ia mendekati pintu, memasukkan kunci ke lubang kunci, hingga pintu ruang bawah tanah tersebut berhasil terbuka.
"Berhasil?" Felisha melangkahkan kakinya pelan keluar dari ruangan itu. Perlahan pelan menaiki tangga menuju lantai dasar.
Saat kakinya telah menapakki bagian lantai dasar rumah, dari arah kanan terdengar denting sendok yang beradu dengan piring. Juga terdengar perbincangan beberapa orang. Memepetkan tubuhnya pada tembok, Felisha mengintip beberapa orang yang ada di meja makan. Ada seorang pria berusia matang dengan perawakan tinggi, ada seorang pemuda dewasa, dua orang gadis yang tampak seumuran, dan seorang wanita berambut pendek yang sudah cukup tua.
"Apa mereka keluarganya Felya, ya? Ada papa, ibu tiri Felya, Zhaki, Rista, dan itu Citra. Mereka semua nggak ada yang suka gue kecuali papa. Papa yang masih menyayangi Felya karena Felya anak kandungnya juga meski dari istri mudanya yang udah meninggal," gumam Felisha sambil mengingat-ingat alur novel yang pernah ia baca.
"Ck, bodo ah. Gue harus berani nyamperin mereka sekarang buat dapat hadiah kecantikan. Ya, harus!"
Felisha memberanikan diri melenggang dengan santai menghampiri mereka. "Wih, udah pada mulai makan nih. Kok nggak ngajak sih," serunya seraya duduk di samping Yulena--ibu tirinya.
Yulena terkejut sekali melihata keberadaan Felisha. Ia melemparkan tatapan penuh arti pada Zakhi. Pria itu pun juga terlihat bingung, sekaligus cemas dengan keberadaan Felisha di sini.
"Lho, bukannya kata menginap di rumah temanmu untuk beberapa hari, Felya? Zakhi bilang sama Papa kayak gitu. Kok kamu tiba-tiba ada di sini?" tanya Prada dengan tatapan herannya.
Felisha menyunggingkan seringai kecil. "Oh, jadi tuh cowok sok bilang gue nginep padahal dia udah hukum gue di tempat gelap dan sempit itu? Bahkan dia sempat tendang dada gue dua kali yang nyaris buat gue mati karena sesak napas? Cih, liat aja. Gue nggak bakal biarin dia merasa membela diri," batin Felisha.
"Siapa bilang aku nginap di rumah teman. Aku malah diperlakukan nggak baik sama salah satu anak Papa," cetus Felisha.
"Felya! Ngomong apa kamu? Kamu mau memitnah anak saya gimana lagi, hah?" ketus Yulena.
"Emang kenyataannya gitu kok," balas Felisha seraya menoleh ke arah Zakhi. "Dia yang kurung aku di ruangan bawah tanah, Pah. Dia juga sempat tendang dada aku dua kali sampai aku nyaris mati di bawah sana!"
"DIAM LO!" teriak Zakhi sambil berdiri, menatap tajam ke arah Felisha. "Gue ngelakuin itu sebagai balasan karena lo hampir mencelakai Citra!" ketusnya. Zakhi kini menatap ayahnya yang tampak memasang ekspresi marah. "Pah, Papa harus tahu alasan aku ngelakuin itu, Pah. Felya sengaja menelepon Citra dan minta bantuan ke Citra, katanya dia diculik dan disergap di rumah kosong. Tapi sesampai Citra di sana, Felya nggak ada. Yang ada cuma lima orang preman yang siap gilir Citra, Pah!"
Prada mukanya merah padam. Ia menoleh pada Felisha yang mendadak gugup bukan main. Ya, Felisha sendiri pun tahu soal itu. Persis seperti novel yang ia baca, Felya menjebak Citra agar masuk ke dalam gedung kosong itu dan digilir oleh preman suruhannya.
"FELYA! Apa benar yang dikatakan, Zakhi?" tanya Prada tegas. "Jangan coba-coba kamu berbohong, Felya! Papa benar-bemar akan menindaklanjuti kelakuan kamu yang sangat merugikan Citra!"
Felisha tiba-tiba gugup bukan main. Kedua tangannya saling meremas. Haruslah dirinya mengakui hal itu apa tidak? Tak ada jalan lain lagi, membela diri pun ia segan. Felisha berakhir hanya menundukkan pelanyanya saja.
"Papa nggak mau dengar lagi hal yang kayak gini!" tegas Prada seraya berdiri dari posisinya yang duduk. "Sekarang, Papa mau kamu membereskan semua barang-barang kamu, Felya. Perbuatan kamu sudah keterlaluan. Apa yang kamu lakukan itu sangat berbahaya dan tindakan kriminal! Jadi mau nggak mau Papa harus memisahkanmu dengan Citra. Sekarang kamu kemasi barang-barang kamu dan ambil kunci kosan di Pak Udin. Mulai sekarang kamu tinggal di kosan dekat sekolahmu. Papa nggak mau liat lagi kalian berdua berdekatan!" cetus Prada dengam tegas.
"Tapi, Pah? Aku kan nggak--"
"Felya!" bentak Prada dengan tatapan tajamnya. "Kamu angkat kaki dari rumah ini dan hidup dengan damai di kosan itu. Papa sudah nggak sanggup rawat kamu. Sekarang terserah kamu mau hidup seperti apa. Papa sudah nggak peduli!"
Felisha mengepalkan kedua tangannya geram. Ia menoleh pada Citra yang senantiasa menunduk dengan raut wajah polosnya. Felisha benar-benar geram melihat senyuman cewek itu.
"Oke. Aku bakal pergi dari rumah ini. Tapi ingat, aku nggak bakal lupa gitu saja gimana Zakhi mengurung aku di dalam ruangan bawah tanah itu!" ketus Felisha seraya berjalan pergi dari sana menuju kamarnya yang ada di lantai atas.
"Baiklah. Mulai sekarang gue hukan Felisha lagi, tetapi Felyasha Arumi--sang antagonis yang mampu membuat mereka semua terpukau. Gue juga bakal balas perbuatan Zakhi. Liat aja nanti," cetus Felisha tersenyum miring.
"Iiiiihhhh jelek banget muka gue!"
Cermin yang ia tatap membuat wajahnya sepenuhnya meringis. Felisha meraba wajahnya yang bergerindil dan terasa begitu rentan. Rambutnya mengembang dan berantakan. Felisha memegangi kepalanya sambil geleng-geleng
"Nggak bisa. Gue nggak bisa hidup dengan penampilan kayak gini. Gue harus rubah segalanya tentang tokoh bernama Felya ini. Bodo amat sama penulisnya yang kasih karakter buruk rupa gini. Cukup hati karakternya aja busuk, mukanya bagusan dikit dong."
"Gue harus tenang ... gue harus bisa menerima semuanya. Ini kesempatan hidup gue yang kedua. Gue bakal ubah alur ceritanya. Gue bakal bikin diri gue menjadi antagonis idaman. Bukan antagonis busuk yang dikucilkan. Nggak. Gue nggak bakal biarin itu. Felisha, lo sekarang udah tinggal nama. Sekarang nama lo Felya, okay?" monolog Felisha pada dirinya sendiri.
Mulai sekarang tak ada lagi yang namanya Felisha Rumi yang ada hanyalah Felya Arumi, sebab Felisha sudah mati. Memasuki kehidupannya yang baru sebagai Felya, Felisha mulai bersemangat untuk fokus mengubah penampilannya jauh lebih baik dulu dengan mengandalkan hadiah yang diberikan sistem untuknya. Hadiah pertamanya adapah sebuah cream wajah ajaib yang ada di atas meja rias.
"Ini kali ya hadiah dari sistem. Emang bisa bikin jerawat gue ilang?" terka Felya meragu. "Coba ah. Kali aja beneran ajaib nih krim muka."
Felya membuka penutup kemasan refil cream wajah itu. Ia usapkan gel berwarna putih susu pada wajahnya. Seketika jerawat merah itu memudar dengan sendirian. Benar-benar seperti melihat sebuah keajaiban, Felya tersenyum lebar menatap dirinya di cermin.
"Ahaaaaa! Muka gue beneran mulus pakai ini cream muka. Mantap banget dah," serunya heboh. Felya menoleh ke atas sambil mencari tempat fokus yang tepat untuk berbicara pada sistem.
"Eh, Mbak Sistem! Kasih gue misi lagi dong. Masa gue cuma dapat krim muka doang buat jerawat. Gue mau lemak badan gue hilang. Nggak ada yang namanya lipatan lemak lagi. Gue mau langsing kayak badannya Felisha dulu. Gue mau gitu. Ya?"
Tak ada sahutan dari sistem, membuat Felya berdecak kesal. Ia segera menjauh dari sana menuju kopernya yang ada di atas kasur.
"Oke. Gue bakal buktiin kalau gue nggak bakal menyerah. Kalau biasanya protagonis selalu menguasai ending cerita, maka sekarang gue yang akan menguasainya. Gue nggak akan biarin ending gue seburik endingnya Felya di novel yang gue baca. Eh, tapi kan gue nggak sempat baca sampe ending?"
Di tengah kebingungannya, tiba-tiba pintu kamarnya diketuk oleh seseorang. Felya menunggu siapa yang akan masuk. Ternyata yang masuk adalah Citra. Melihat wajah polos sang protagonis, membuat Felya merotasikan matanya.
"Felya, aku boleh masuk?" tanya Citra dengan suara yang lembut.
"Masuk aja. Ini kan rumah lo juga."
Citra melebarkan matanya tak percaya. "Aku boleh masuk? Beneran?"
"Gue nggak suka becanda, Cit. Idup gue lagi apes. Nggak ada waktu buat ngelucuin lo," sahut Felya sambil menutup kopernya dari berbagai sisi.
Citra mendekati Felya. Felya sama sekali tak melihatnya. Masih sibuk dengan kegiatannya yang kini memasukkan beberapa pernak-pernik miliknya ke dalam tas kain.
"Aku minta maaf. Gara-gara aku, kamu jadi diusir dari rumah. Aku juga nggak nyangka Kak Zhaki bakal kelewatan batas ke kamu, Felya. Maafin aku, ya? Dada kamu baik-baik aja?"
Felya tertawa pelan sambil menatap heran Citra di hadapannya. "Lo nggak capek baik terus? Heh, asal lo tau. Gue ini punya potensi bikin hidup lo lebih menderita. Namanya juga antagonis, ya pasti jadi lawan protagonis mululah. Hati-hati lo sama gue."
"Tapi sekarang kamu baik tuh. Buktinya kamu ngizinin aku masuk ke kamar kamu. Sebelumnya kan kamu nggak pernah ngizinin. Ngobrol kayak gini sama kamu aja, kamunya yang nggak mau."
Barulah Felya sadar akan hal itu. Ia ingat isi novel yang ia baca sebelum berada di sini. Felya memang sebenci itu dengan Citra sampai apapun yang dilakukan oleh Citra selalu salah di matanya.
"Alah! Udah deh lo nggak usah ganggu gue. Sana pergi! Satu lagi, ingetin sama abang lo yang sialan itu. Gue nggak bakal tinggal diam setelah apa yang dia lakuin ke gue. Dia kurung gue di ruangan bawah tanah nyaris mau mati! Dan dia? Nggak ada minta maaf sedikitpun sama gue. So, liat aja nanti." Setelah mengatakan hal ifu Felya menarik koper dan menjinjing tasnya keluar dari kamarnya.
Di teras rumah ayahnya sudah menunggu. Ada Zakhi juga yang duduk di salah satu kursi depan teras. Felya sempat melemparkan tatapan tajam pada pria itu sebelum mengikuti ayahnya menuju mobil.
Di perjalanan menuju kosan, Felya merogoh ponselnya. Ia jadi penasaran dengan isi ponsel si gadis antagonis yang ia perankan ini. Ternyata banyak juga riwayat pesan yang ada di aplikasi chat itu. Dua satu group yang menjadi pusat perhatiannya.
"Sweet Pink?" Felya mencoba mengingat nama group itu. Hingga kedua matanya melebar ketika mendapatkan jawabannya. 'Ini kan geng terkenal di sekolah gue yang isinya cewek-cewek cantik dan pemberani. Tapi gue diterima dalam group itu cuma karena punya keberanian tinggi buat ngelakuin apa yang disuruh. Termasuk ngerjain si Citra yang jadi primadona di sekolah.' batin Felya.
"Menarik," gumam Felya tersenyum miring. 'Kalau gue berhasil jadi cantik, pasti gelar ketua geng bakal jatuh ke tangan gue dan Felya ini nggak bakal jadi anak bawang lagi.'
Akhirnya sampailah mereka di depan sebuah kosan cukup elit milik Prada. Felya turun dari mobil ayahnya sambil melihat-lihat sekitar. Ada tiga buah motor dan satu mobil di sana. Sepertinya kosan ini memang dihuni oleh beberapa anak muda juga.
"Nah, Felya. Kamu mulai sekarang akan tinggal di kosan ini. Tenang aja, fasilitas di kosan ini lengkap. Kamu bisa pilih kamar yang kosong. Kata yang mengurus kosan ini, ada satu kamar kosong di atas dan satu di lantai bawah terserah kamu mau pilih kamar yang mana," tutur Prada.
Felya mengangguk paham. "Makasih, Pah. Kalau gitu, aku masuk dulu."
"Ingat satu hal ini, Felya," ucap Prada menggantung. Membuat langkah Felya yang menjinjing tas dan menarik kopernya pun terhenti. "Papa nggak mau lagu dengar kenakalan kamu yang selalu membuat masalah dengan saudara-saudaramu terutama dengan Citra. Papa nggak segan-segan coret kamu dari kartu keluarga, biar kamu hidup jadi gelandangan sekalian. Papa nggak bakal toleransi lagi lain kali. Inget itu!" cetus Prada sebelum memasuki mobilnya. Perlahan mobil sang ayah meninggalkan lingkungan kosan tersebut, membuat Felya berdecih dengan sinis melihatnya.
"Gue juga nggak sudi kok satu keluarga sama orang-orang yang nggak mau menerima gue. Gue akan buktikan kalau gue bisa mandiri dan menjadi idaman. Sebentar lagi, tunggu aja," ucap Felya pelan penuh dengan keyakinan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!