"Kamu gak kasihan apa sama Ibu dan Ayah kamu, kamu itu udah 32 tahun dan belum juga nikah, di sini yang belum nikah itu cuma kamu. Lihat Izma, dia yang umurnya 21 tahun aja udah nikah," ucap Tante Mira.
"Doain ya, Tante. Alya juga sedang berusaha ini," ucap Alya.
"Makanya kamu itu jangan pilih-pilih pasangan, sekarang lihat kamu belum nikah juga kan," ucap Tante Mira.
"Sudah Mbak, yang namanya jodoh itu ditangan Allah, kita gak ada tau kapan jodoh akan datang," ucap Ibu Nia, Ibu dari Alya.
"Kamu ini jangan belain Alya terus, kamu harus tegas sama Alya. Lihat dia belum nikah di umurnya yang 32 tahun, kamu gak malu apa sama tetangga, anak kamu Izma yang baru 21 tahun udah nikah, sedangkan Kakaknya belum nikah-nikah," ucap Tante Mira.
"Tante, bisa tidak Tante berhenti buat urusin hidup Alya, Tante tidak berkontribusi apapun dalam hidup Alya, tapi Tante bisanya berkomentar terus. Ibu saja tidak pernah membahas masalah pasangan hidup walaupun Alya tau Ibu juga memikirkan tentang pasangan Alya," ucap Alya.
"Kamu ini kebiasaan ya kalau di kasih tau jawab terus, lihat didikan kamu ini Nia. Punya anak gak punya sopan santun gini, udah syukur kalian bisa tinggal disini ya, ingat Alya setelah Ayah kamu meninggal, keluarga kamu itu gak punya apa-apa dan Tante baik mau nampung kamu dan keluarga kamu," ucap Tante Mira.
"Terimakasih karena Tante sudah mau menampung keluarga Alya, mulai sekarang Alya dan keluarga Alya akan pergi dari rumah ini," ucap Alya.
"Gak ada yang boleh pergi dari rumah ini, ini rumah peninggalan Ayah dan Ibu, siapapun boleh tinggal disini," ucap Om Ilham, Kakak tertua Ibu Nia.
"Tapi, Mas. Alya ini sudah keterlaluan," ucap Tante Mira.
"Alya, kamu masuk ke kamar dan renungkan semuanya," ucap Om Ilham.
Alya menuruti apa yang dikatakan Om Ilham, ia memutuskan untuk pergi ke kamarnya. Di antara semua keluarga besar Ibu Nia, Om Ilham memang yang paling ditakuti dan dihormati.
Om Ilham adalah anak pertama, Tante Mira anak kedua, Tante Dea anak ketiga dan Ibu Nia anak terakhir. Awalnya hanya keluarga Om Ilham dan keluarga Tante Mira yang tinggal di rumah utama dimana rumah itu adalah peninggalan Kakek dan Nenek Alya.
Ayah Alya meninggal ketika usia Alya 20 tahun, dimana Ayahnya meninggalkan hutang yang menumpuk hingga membuat keluarga Alya harus menjual rumahnya untuk melunasi hutang tersebut dan setelah itu mau tidak mau mereka tinggal di rumah utama karena tidak ada tempat tujuan lagi.
Rumah tersebut awalnya begitu damai, namun semuanya berubah ketika Alya menginjak usia 25 tahun karena Alya yang belum menikah, dimana semua anak seusianya sudah menikah.
Tante Mira dan juga Tante Lidya istri dari Om Ilham selalu menghina dan merendahkan Alya karena belum menikah, mereka sering mengatakan Alya perawan tua yang sok suci dan pilih-pilih pria padahal Alya tidak pernah pilih-pilih pada pria yang ingin mendekatinya hanya saja memang tidak ada yang mendekati Alya, kalaupun ada yang mendekati Alya pasti tak lama setelah itu, dia pergi tidak ada kabar.
Menurut Alya, mungkin para pria tidak nyaman dengan sifat Alya yang pendiam. Selama dekat dengan pria, beberapa kali Alya pergi jalan-jalan, namun semuanya sia-sia karena lagi-lagi tidak ada obrolan antara Alya dan pria tersebut, hanya canggung yang terjadi.
Selain itu, Alya sendiri termasuk seorang yang penyendiri karena bagi Alya selama ia bisa melakukannya sendiri maka ia tidak akan merepotkan orang lain.
Alya yakin jika setelah ini, hidupnya akan semakin dipenuhi oleh cacian dari orang-orang disekitarnya karena Alya sudah didahului Izma sang adik yang hari ini sudah menikah di usianya yang masih muda.
"Ya Allah, aku gak kuat tinggal disini. Aku pengen pergi dari sini, tapi kalau aku pergi dari sini gimana sama Ibu dan Izma, sekarang mereka hanya punya aku," gumam Alya.
Pagi harinya, Alya bersiap untuk bekerja, Alya sendiri adalah salah satu karyawan di perusahaan swasta. Meskipun gajinya cukup besar, namun Alya harus membayar hutang pada Om Ilham karena Om Ilham yang membantu membayarkan hutang Ayahnya.
"Semangat Alya, kamu bisa," gumam Alya.
Baru saja Alya keluar kamar, ia sudah harus berhadapan dengan Tante Mira. "Nanti pulangnya lebih cepet ya," ucap Tante Mira.
"Ada apa memangnya, Tante?" tanya Alya.
"Ada yang mau Tante bicarakan sama kamu," ucap Tante Mira.
"Bicara sekarang aja Tante," ucap Alya.
"Gak, nanti aka setelah kamu pulang kerja. Udah sana berangkat, itu ojeknya udah nunggu," ucap Tante Mira.
"Iya, Tante. Alya pergi dulu, assalamualaikum," pamit Alya.
"Waalaikumsalam," jawab Tante Mira.
Setelah itu, Alya pun berangkat kerja, sehari-hari Alya menggunakan ojek untuk berangkat kerja, sebenarnya Alya pernah belajar mengendarai mobil ketika Ayahnya masih hidup.
Setelah Ayahnya meninggal, Alya ingin melanjutkan belajarnya, tapi Om Ilham melarang Alya dan menganggap itu akan sia-sia Alya tidak memiliki mobil.
Alya pun setuju, memang ia tidak akan mampu membeli mobil karena uangnya harus digunakan untuk membayar hutang Ayahnya.
Beberapa saat kemudian, Alya sampai di kantornya. Alya masuk ke gedung tinggi itu, begitu Alya masuk, seorang perempuan menghampirinya.
"Lo kemarin ikut pesta yang dibuat Pak Dandi?" tanya perempuan bernama Maura.
"Gak, memangnya ada apa?" tanya Alya.
"Gue denger katanya Pak Dandi mau pindahin salah satu pegawai departemen sekretaris ke departemen personalia," ucap Maura.
"Kenapa?" tanya Alya.
"Ya karena departemen personalia kekurangan pegawai, lo tau kan kalau tiga pegawai departemen personalia kena masalah dan dipecat terus departemen personalia udah cari pengganti, tapi gak ada yang sesuai. Akhirnya Pak Dandi cari departemen yang pegawainya banyak dan ya departemen kita tercinta yang dipilih, tapi gue gak tau siapa sih yang bakal dipindah," ucap Maura.
"Palingan juga aku," ucap Alya.
"Kenapa gitu? bisa jadi si Gio, dia akan anak kesayangannya Pak Dandi," ucap Maura.
"Gak lah, Gio itu kerjanya bagus, jadi gak mungkin dipindah. Aku kerjanya akhir-akhir ini banyak yang salah, jadi yang memungkinkan buat dipindah ya aku," ucap Alya.
"Kita lihat nanti aja deh, siapa tau bukan," ucap Maura dan diangguki Alya.
Ketika Alya tengah fokus pada pekerjaannya tiba-tiba Pak Dandi masuk, "Alya dan Maura, kalian berdua ikut saya ke departemen personalia karena mulai hari ini kalian akan dipindahkan ke departemen personalia," ucap Pak Dandi.
"Loh saya juga, Pak," ucap Maura.
"Iya, ayo cepetan udah ditunggu Bu Monica," ucap Pak Dandi.
.
.
.
Bersambung.....
Keduanya pun mengikuti Pak Dandi, sesampainya di departemen personalia. "Ini, Bu. Mulai sekarang dua pegawai dari departemen sekretaris menjadi bagian dari departemen personalia," ucap Pak Dandi.
"Terimakasih ya, Pak. Maaf sudah merepotkan departemen Bapak," ucap Bu Monica.
"Tidak apa-apa, Bu. Saya sudah menandatangani surat pemindahan mereka dan juga sudah di setuju oleh direktur utama," ucap Pak Dandi dan diangguki Bu Monica.
Setelah itu, Alya dan Maura pun diajak berkeliling departemen personalia yang cukup luas itu, kedatangan mereka berdua berhasil menarik atensi para pegawai disana.
"Ini meja kerja kalian, disini berbeda dengan departemen kalian. Disini gak bisa santai, kalian akan di atur oleh atasan langsung," ucap Bu Monica.
"Iya, Bu," jawab Alya dan Maura.
"Kalau kerja kalian gak bagus, maka siap-siap aja kalian dipecat," ucap Bu Monica.
"Baik, Bu," jawab Alya dan Maura.
"Vera, Gina! ajarkan dua pegawai ini!" perintah Bu Monica.
"Siap, Bu," jawab keduanya.
Sore harinya, Alya dan Maura pun bersiap pulang karena semua pegawai di departemen personalia sudah pulang.
"Udah selesai salinnya?" tanya Maura.
"Iya, kamu udah?" tanya Alya.
"Udah, yok pulang," ajak Maura dan diangguki Alya.
Seperti biasa, Alya pulang dengan ojek online yang sudah ia pesan sebelumnya hingga ia pun sampai di rumah. Begitu masuk kedalam rumah, Tante Mira sudah menghadang jalan Alya.
"Assalamualaikum," salam Alya.
"Waalaikumsalam, lama banget kamu pulangnya," omel Tante Mira.
"Maaf Tante, tadi Alya ada urusan di kantor," jawab Alya.
"Kamu cepetan ke kamar, mandi terus dandan yang cantik," ucap Tante Mira.
"Ada apa memangnya Tante?" tanya Alya.
"Udah gak usah banyak tanya, cepetan ke kamar dan ja.gan lama-lama ya," ucap Tante Mira.
Alya pun masuk ke kamarnya yang ada di lantai dua, tak lama setelah itu Alya selesai, Alya hanya menggunakaan bedak tipis dan pelembab bibir.
"Ck, kamu ini ya Tante kan bilang dandan malah gak dandan," omel Tante Mira.
"Alya udah pakai bedak sama pelembab bibir kok Tante," ucap Alya.
"Ish, kurang tau. Kamu kelihatan gak pakai apa-apa, sini biar Tante benerin," ucap Tante Mira.
Baru saja Tante Mira menarik tangan Alya, Tante Lidya sudah bersuara dan membuat Tante Mira berhenti.
"Tamunya udah datang," ucap Tante Lidya.
"Yaudah, gapapa gini aja, udah gak keburu mau dandanin kamu," ucap Tante Mira.
Tante Mira pun membawa Alya berdiri di pintu menyambut tamu yang sejak tadi ia tunggu, "Selamat datang, silahkan duduk," ucap Om Ilham pada pria dan wanita yang seumuran dengan Om Ilham, lalu kedua tamu itu duduk di sofa dan tak lama seorang pria muda masuk kedalam rumah.
"Ini anak kamu, ganteng ya," ucap Tante Lidya.
"Iya dong, dia yang nerusin perusahaan keluarga," ucap tamu wanita yang bernama Tante Rossa.
"Ini keponakan kamu yang kamu bilang?" tanya tamu pria bernama Om Bagas.
"Iya, ini anaknya Adik saya dan ini Ibunya Alya, dia kni Adik," ucap Om Ilham dengan memperkenalkan Ibu Nia.
"Cantik, saya suka. Yaudah, kalau gitu kapan rencana pernikahannya" tanya Tante Rossa.
Alya yang mendengar hal tersebut tentu saja bingung, ia menatap Tante Mira dengan penuh tanda tanya hingga jawaban Om Ilham membuat Alya membeku ditempat.
"Kalau kami sendiri sudah sepakat untuk menyerahkan semuanya pada pihak pria, kami siap kapanpun untuk menikahkan Alya pada Ivan," ucap Om Ilham.
"Kalau gitu satu bulan lagi aja, nanti biar saya yang urus semuanya. Tenang saja, saudara saya ada yang kerja di kantor urusan agama, jadi gampang lah," ucap Tante Rossa.
"Kalau begitu untuk resepsinya bagaimana?" tanya Om Ilham.
"Kalau untuk resepsinya, anak saya Ivan sebenarnya tidak suka, jadi kami sekeluarga sepakat bahwa tidak akan ada resepsi. Jadi mereka hanya akad terus makan-makan, udah gitu aja," ucap Tante Rossa.
"Kok gitu, Bu? anak saya perempuan bagaimana bisa tidak ada resepsi?" tanya Ibu Nia.
"Ya gimana ya, Bu. Resepsi itu biayanya mahal, lagipula yang terpenting lan akad nikah dan mereka sah jadi suami istri," ucap Tante Rossa.
"Udah Nia, kamu setuju aja daripada anak kamu ini jadi perawan tua. Ini kesempatan bagus buat Alya," ucap Tante Lidya.
"Tunggu, maksud dari kedatangan Bapak dan Ibu kesini ini menjodohkan saya dengan anak Bapak dan Ibu?" tanya Alya.
"Iya," jawab Tante Rossa.
"Maaf, tapi sepertinya ada kesalahan disini. Saya sedang tidak mencari suami," ucap Alya.
"Apa maksudnya ini Ilham? katanya keponakanmu ingin menikah," tanya Om Bagas.
"Keponakan saya ini mem ag ingin menikah, saya juga tidak tau kalau dia akan berkata seperti ini. Alya kamu ini jangan malu-maluin Om ya, katanya kemarin kamu mau dijodohin dengan siapa aja, pokoknya kamu harus menikah dengan Nak Ivan, dia ini calon suami yang tepat buat kamu," ucap Om Ilham.
"Tapi, Om...," ucapan Alya harus terhenti lantaran tangannya yang sakit karena dicubit Tante Lidya.
"Alya ini senang dan tidak percaya makanya dia kayak gini, tapi Bapak Bagas dan Ibu Rossa tidak perlu khawatir karema dalam waktu satu bulan ini Alya dan Nak Ivan akan melangsungkan pernikahan," ucap Om Ilham.
Alya hanya mampu diam ketika Om Ilham mengobrol dengan Om Bagas dan Tante Rossa mengenai rencana pernikahan Alya dan Ivan.
Setelah Om Bagas dan Tante Rossa pulang, barulah Alya bisa menangis. "Kenapa kalian tega sama Alya! Alya pernah buat salah apa sama kalian!" bentak Alya.
Plak...
Alya terkejut ketika merasakan tamparan yang cukup keras dari Ibu Nia, "Istighfar Alya, kamu gak boleh meninggikan suara ke yang lebih tua kayak gitu," ucap Ibu Nia.
Alya menatap sedih pada Ibu Riana, "Ibu tau soal rencana tiga manusia dajjal ini?" tanya Alya.
"Jaga bicara kamu Alya, Om sama Tante kamu ini baik sama kamu. Kita ingin kamu segera menikah, kamu ini udah 32 tahun dan belum nikah-nikah juga, masih untung Nak Ivan mau dijodohin sama kamu padahal umurnya Nak Ivan masih 24 tahun," ucap Tante Lidya.
"Tapi, gak kayak gini," ucap Alya.
"Kamu ini ya, ini itu yang terbaik buat kamu," ucap Tante Mira.
"Ini bukan yang terbaik buat Alya, tapi buat kalian. Kalian yang mencari kesempatan untuk memanfaatkan keluarganya Om Bagas dan Alya gak mau jadi budak kalian!" bentak Alya.
Plak...
"Ibu sudah bilang jangan bentak-bentak kayak tadi," ucap Ibu Nia.
"Ibu belum jawab pertanyaan Alya, Ibu udah tau soal perjodohan gila ini?" tanya Alya dan Ibu Nia hanya diam.
"Ibu setuju kalau Alya menikah dengan pria tadi?" tanya Alya.
"Ini yang terbaik buat kamu," jawab Ibu Nia dan Alya hanya tersenyum mendengar jawaban yang begitu menyakitkan baginya.
.
.
.
Bersambung.....
Satu bulan berlalu, hari ini adalah hari pernikahan Alya, Alya akhirnya setuju untuk menikah dengan Ivan meskipun dengan rasa kecewa ditambah ketika mendengar secara langsung jika Ibu Riana setuju dengan pernikahan ini.
Alya begitu cantik dengan dress sederhana berwarna putih, tidak banyak yang berubah karena memang Alya tidak ingin terlalu menonjol.
Alya melihat pantulan dirinya dari cermin, "Ya Allah, jika ini memang yang terbaik buat hamba, tolong lancarkan lah semuanya. Hamba yakin Ya Allah hanya engkau yang tau apa yang terbaik bagi hamba," gumam Alya.
"Mbak Alya cantik banget," ucap Izma yang baru saja masuk kedalam kamar Alya.
"Makasih, Dek," jawab Alya.
"Mbak Alya yang kuat ya, Izma percaya kalau Mbaknya Izma ini perempuan hebat. Semoga pernikahan Mbak Alya ini menjadi ladang pahala buat Mbak Alya, semoga pernikahan Mbak Alya langgeng sampai Kakek Nenek," ucap Izma.
"Amin, makasih ya. Tapi, diluar belum dimulai ya?" tanya Alya.
"Belum, Mbak. Mas Ivannya belum datang, katanya kejebak macet," ucap Izma.
Beberapa saat kemudian, Tante Lidya datang. "Alya kamu keluar, itu Ivan udah sampai," ucap Tante Lidya.
"Iya, Tante," ucap Alya.
Izma menemani Alya keluar dari kamar dan menuju ruang tamu, sesampainya di ruang tamu, Alya duduk disamping Ivan.
"Baik, sekarang akad bisa dilaksanakan ya," ucap sang penghulu.
Namun, tak lama setelah itu, seorang perempuan datang dengan suara yang cukup keras. "Pernikahan ini gak boleh terjadi, Mas Ivan gak boleh menikah dengan perempuan itu!" teriak perempuan tersebut.
Semua yang ada disana tentu saja terkejut dengan teriakan perempuan tersebut, "Apa maksud kamu?" tanya Om Ilham.
"Saya Okta, saya pacarnya Mas Ivan dan sekarang saya hamil anak Mas Ivan, saya dan Mas Ivan juga sudah menikah sirih, tolong Mbak jangan ambil suami saya, saya gak mau dimadu," ucap perempuan bernama Okta tersebut.
"Apa benar yang dikatakan perempuan itu Mas?" tanya Alya.
"Gak, itu gak benar," ucap Ivan.
"Dengan mudahnya kamu bilang kayak gitu, Mas. Aku lagi hamil anak kamu, buah cinta kita Mas. Kalau kamu lupa, ini aku tunjukin video ijab kamu pas kuta nikah," ucap Okta dan menunjukkan video tersebut.
"Bagaimana ini?" tanya penghulu.
"Maaf karena sudah mengganggu waktu Bapak, pernikahan ini batal. Saya tidak akan menikah dengan pria yang sudah beristri," ucap Alya.
"Alya! Om gak setuju yang, kamu harus tetap menikah dengan Ivan," paksa Om Ilham.
"Kalau begitu Om saja yang menikah, Alya tidak mau, Alya akan melanjutkan hidup Alya sesuai dengan yang Alya mau," ucap Alya.
"Alya, kamu hatus menikah dengan Ivan," paksa Tante Lidya.
"Alya bilang gak ya tetap gak, kalau begitu Tante saja yang menikah dengan Ivan. Alya pengen hidup tenang tanpa ada kendali apapun dari kalian semua. Kenapa memangnya kalau umur Alya sekarang 32 tahun dan Alya belum menikah? merugikan kalian? hiks hiks," Alya meluapkan segala keluh kesahnya hingga air matanya tidak sanggup ia tahan.
"Memalukan," ucap Om Ilham lalu masuk ke kamarnya.
"Maaf ya, Pak. Pernikahannya batal," ucap Tante Mira.
"Kalian ini ya, awas aja mulai sekarang keluarga saya gak mau lagi bantuin kalian lagi," ucap Tante Rossa dan pergi.
Semua orang sudah pergi dan di ruang tamu hanya ada Alya, Ibu Riana, Tante Mira dan Tante Lidya dan Izma.
"Alya lihat dari kalian semuanya tidak ada yang terkejut, apa kalian tau kalau Ivan sudah menikah dan akan me jadikan Alya istri kedua?" tanya Alya dan mereka hanya diam.
"Hah, beneran kalian semua tau kalau Mbak Alya bakal dijadikan istri kedua?" tanya Izma.
"Lagipula apa salahnya jadi istri kedua? yang terpenting siami lamu itu kaya, dia bisa memberikan apa yang kamu mau, jaman sekarang jadi istri kedua itu udah hal yang wajar," ucap Tante Lidya
"Bener, daripada kamu gak nikah-nikah dan jadi perawan tua, umur udah 32 tahun masih aja belum punya suami, malu tau apalagi para tetangga disini udah gosipin kamu yang jadi perawan tua," ucap Tante Mira.
"Yaudah biarin aja, lagipula yang jadi perawan tua itu Alya, kok yang repot para tetangga," ucap Alya.
"Kamu itu kalau di nasehatin selalu aja ngelawan, kamu tau pasti setelah ini nama kamu bakal jelek dimata para tetangga dan gak akan ada pria yang mau sama kamu. Jaman sekarang yang dicari itu yang muda bukan yang tua kayak kamu," ucap Tante Lidya.
"Alya tidak peduli soal pernikahan," ucap Alya.
"Lihat Alya, anak kamu ini udah kelewatan," ucap Tante Mira.
Alya melihat kearah Ibu Riana, "Ibu tau soal Ivan yang mau jadiin Alya istri kedua?" tanya Alya.
"Ibu melakukan ini karena itu yang terbaik buat kamu Alya, umur kamu udah 32 tahun dan umur Ibu juga udah gak muda lagi, Ibu pengen lihat kamu menikah," ucap Ibu Riana.
"Tapi, Ivan sudah menikah," ucap Alya.
"Dalam islam tidak melarang suami punya istri lebih dari satu, jadi kalaupun kamu jadi istri kedua itu gak ada masalah, Alya," ucap Ibu Riana.
"Alya gak nyangka Ibu mengatakan hal ini Alya benar-benar kecewa dengan Ibu," ucap Alya.
Alya pergi dari ruang tamu dan masuk kedalam kamar, di dalam kamar Alya menangis meluapkan segala rasa kecewa dan marahnya.
"Kenapa sakit banget, Bu. Alya juga ingin menikah, tapi apa boleh buat jodoh Alya belum datang. Alya ingin menikah sekali seumur hidup dan menjadi wanita satu-satunya hiks hiks," gumam Alya.
Setelah merasa tenang, Alya memilih untuk membuka ponselnya dan mencari beberapa video lucu agar perasaan sedihnya berkurang.
Ditengah pencariannya, tiba-tiba sebuah video seseorang yang menangis di ka'bah membuat Alya ikut merasakan kesedihannya.
"Masyaallah, apa hatiku bisa tenang ketika aku ke Makkah, apa semua masalahku akan selesai disana? apa setelah aku ke Makkah dan kembali kesini dan jodohku akan datang? hiks hiks hiks," segala pertanyaan itu membuat Alya sedih.
"Maaf Ya Allah, karena kau cengeng dan meragukan apa yang sudah kau rencanakan, aku hanya tidak sanggup di rumah ini, aku ingin pergi dari sini. Tapi, Ibu tidak akan mau kalau harus pergi dari sini," gumam Alya.
Semakin lama pencariannya mengenai mekkah semakin dalam, bahkan tanpa sadar Alya melihat mbanking miliknya dan menghitung segala pengeluarannya dalam beberapa bulan terakhir.
"Insyaallah, uangnya cukup. Lagipula aku udah bayar hutang bulan ini dan bukan depan ke Om Ilham. Mungkin aku harus nunggu satu atau dua minggu buat bikin visa soalnya aku paspor udah ada" gumam Alya.
.
.
.
Bersambung.....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!