NovelToon NovelToon

Aku Kalah Dengan Yang Baru

Bab 1

Di dapur sederhana, seorang wanita cantik tengah sibuk dengan adonan cake yang mau ia buat, untuk hari anniversary-nya ke sepuluh.Tangan mungil itu mulai menuang adonan ke liang cetakan yang berbentuk hati, lalu memasukkannya ke dalam oven listrik yang sudah diatur suhunya.

  Sinar mentari mulai naik ke atas, sambil memanggang kue, tak lupa ia mengirim pesan singkat yang teramat romantis untuk suami tercintanya.

  "Assalamualaikum Mas ... siang ini jangan lupa makan tepat waktu, ingat makan teratur jangan nunggu sakit dulu ya," pesannya penuh dengan makna.

  Tidak lama kemudian, pesan langsung mendapatkan balasan. "Makasih Sayang, atas perhatianmu, siang ini pasti Mas langsung makan, apalagi tadi pagi kau bekali dengan ayam serundeng kesukaanku," balas Reyhan dengan emoji hati, membuat Aisy semakin berbunga-bunga.

  Aisy tersenyum sendiri membaca balasan dari suaminya, sejak dulu hingga sekarang hubungan mereka layaknya seperti masa pacaran, meskipun terkadang keluarga Reyhan selalu menuntut anak, namun Aisy berusaha untuk sabar dan suaminya pun terlihat mendukung tanpa protes.

  Tidak lama kemudian, cake yang di oven tadi sudah keluar, hasilnya bagus mengembang sempurna seperti senyum Aisy yang saat ini begitu merekah.

  "Masya Allah ini cake kok cakep banget sih," ucapnya sendiri dengan senyum simpul.

  Aisy mulai mendiamkan kue tadi menunggu dingin untuk dihias, langkahnya kini mulai ke kamar menyiapkan sebuah kado yang nantinya akan ia berikan untuk suaminya.

  ☘️☘️☘️☘️

  Di tempat lain, di kediaman keluarga Firmansyah, saat ini tengah berdiskusi, membicarakan perihal keturunan yang sampai saat ini belum bisa didapatkan oleh sang anak, pria paruh baya itu mendesis, karena sudah terlalu lama menunggu hadirnya seorang cucu yang akan meneruskan perusahaannya nanti.

  Di sini ada Rifat ayah dari Reyhan, dan juga ada Lusi, ibu dari Rayhan, di ruang keluarga yang cukup luas ini, juga dihadiri oleh adik dan ipar dari Rifat, mereka berempat berembuk untuk mencarikan jodoh kedua untuk sang anak.

 "Fadil kau sebagai komisaris perusahaan, apa kau tidak nampak, perempuan yang sekiranya cantik dan pantaslah untuk putraku," ucap Rifat, dengan tegas.

  Fadil menunduk, sebenarnya dalam hatinya ia sedikit iba dengan Aisy yang sudah sepuluh tahun menemani keponakannya itu. "Gak tahu Bang, lagian kenapa tidak program bati tabung saja, tidak usah menambahkan masalah."

  "Ini bukan cari masalah Dil, tapi solusi, untuk mendapatkan generasi penerus, aku sudah bilang dengan Reyhan kalau dalam waktu sepuluh tahun ini tidak ada tanda-tanda kehamilan mending nikah lagi saja, kan aku sudah baik, tidak menyuruh anakku untuk bercerai dengan istrinya pertamanya," ucap Rifat yang merasa pendapatnya itu sudah benar.

  Sementara itu para istri saling pandang, entah kenapa nampak dari kedua wanita paruh baya itu, ada niatan untuk menjodohkan Reyhan dengan wanita pilihan mereka.

  "Pi, kalau masalah itu jangan tanya sama Fadil, mana tahu dia tentang perempuan," sahutnya dengan suara yang terdengar penuh semangat.

  "Iya Bang, jangan tanya sama Mas Fadil dia itu terlalu lurus jalannya," sahut Yani, istri Fadil.

  Satu lawan tiga, Rifat merasa menang, karena diantara ketiganya dua yang memihak dengan usulannya. "Ya sudah kalau begitu hal ini aku serahkan saja kepada Mami dan Yani, semoga nanti kalian bisa memilih gadis yang berbibit unggul ya, jangan gebuk," ucapnya kembali.

  Kedua wanita itu mulai berbisik-bisik merencanakan apa yang akan mereka lakukan kedepannya, sementara Fadil hanya mendengus dalam hati mau berontak pun pekerjaan taruhannya. "Yani sebaiknya kau tidak ikut campur kita punya anak perempuan," tegur Fadil dengan nada sedikit dingin.

  "Tuh Bang, dengar sendiri kan Abang, kalau Mas Fadil orangnya suka begitu bikin kesal," sahut Yani.

  "Sudahlah Dil, kita ini melakukan yang terbaik untuk perusahaan," ucap Rifat dengan nada tegasnya.

  Lusi pun langsung menimpali dengan nada ketusnya. "Tahu nih si Fadil berbicara seperti itu seolah kita ini penjahat, kita berbuat seperti itu demi kebaikan bersama, kamu paham gak."

 "Ya aku paham tapi sebagai seorang wanita apa Mbak Lusi tidak merasa Iba, Aisy itu istri dan menantu yang baik loh, bahkan ia pernah merawat Mbak Lusi yang dulu duduk di kursi Roda karena kecelakaan sekarang bisa sembuh seperti ini siapa yang rawat?" suara Fadil terdengar sebagai gertakan.

  "Aku juga ada imbal baliknya, Dil, gak semata-mata menyuruhnya begitu saja, coba lihat perbedaan Aisy yang dulu dengan sekarang, mencolokkan? Dia mempunyai nama besar semua barang branded, itu semua karena siapa?" tanya Lusi dengan suara yang menyombongkan.

  Fadil berdengus pasrah. "Ya sudah terserah kalian, aku cuma mengingatkan saja," sahut Fadil.

  ☘️☘️☘️☘️

  Malam semakin larut, di balik cahaya lampu temaram, seorang istri menunggu kepulangan suaminya yang katanya sedang ada lembur kerja, kue yang ia buat tadi, nampak indah seolah sudah siap menyambut hari anniversary pernikahan mereka, serta tak ketinggalan pula kado kecil sebuah jam tangan mewah yang sudah di siapkan oleh Aisy.

"Semoga kau suka dengan kejutanku ini Mas," ucap Aosy dengan senyum tulus.

Tidak lama kemudian sorot lampu mobil masuk dari jendela kamarnya, pertanda sang suami sudah pulang, dari sini hati wanita itu sudah mulai berdebar, rasa cintanya masih sama seperti dulu, bahkan hanya melihat sorot lampu mobilnya saja jantungnya tidak aman seperti muda-mudi yang baru mengalami jatuh cinta.

"Ya Allah sedari dulu rasa cinta ini tidak pernah berkurang sedikitpun, hati ini sudah terpaut dari dia yang kau percaya untuk menjadi imamku," ucap Aisy sambil menahan dadanya yang berdetak lebih kencang.

Suara langkah kaki terdengar, Aisy mulai merapikan kerudungnya, dan mulai bersembunyi dibalik pintu untuk memberikan kejutan untuk suaminya.

Begitu pintu dibuka, wanita itu mulai muncul dan mengatakan. "Selamat anniversary Mas," ucapnya sambil membawa kue yang sudah ia buat tadi.

Reyhan sedikit terkejut, senyum hangat terlukis indah di bibirnya. "Masya Allah Sayang, makasih sudah excited mempersiapkan ini semua," ucapnya sambil mencium kening istrinya.

Aisy tersipu malu ketika bibir suaminya mulai mengecup kening dan bibirnya. "Sama-sama, Mas. Oh ya ada kejutan lagi loh," kata Aisy penuh dengan antusias.

"Apa itu?"

"Buka saja," Aisy mulai menyodorkan sebuah kotak kecil.

Seketika tangan kokoh itu mulai membuka kado dari istrinya, Reyhan terpukau ini kado pertama kali dari sang istri semenjak sepuluh tahun ini, sebuah jam tangan yang terlihat mewah dengan merek ternama.

"Sayang, kado mu sungguh spesial," ucap Dirga dengan sorot wajah yang terlihat bahagia dan aneh, pasalnya sejak dulu istrinya itu tidak pernah memberikan kado sama sekali.

"Iya dong, ini kado istimewa untuk pernikahan kita yang ke sepuluh tahun, tidak ku sangka perjalanan kita sampai di titik ini," sahut Aisy.

Setelah perbincangan hangat itu, mereka berdua mulai memotong kue bersama dan menikmatinya berdua, namun setelah gigitan pertamanya, Dirga teringat akan ucapan kedua orang tuanya yang sangat mengganggu ketenangannya.

Sejenak Dirga mulai bertanya kepada Aisy dengan nada yang cukup lembut. "Sayang ....," panggilnya pelan.

"Iya Mas," sahut Aisy.

"Eeeemb ... apakah bulan ini kau kedatangan tamu bulanan?" tanya Dirga.

"Iya Mas, kan aku baru suci sudah dua hari ini, gimana kalau sekarang kita usaha lagi siapa tahu dapat," ajak Aisy.

Namun tanggapan Dirga sangat berbeda pria itu sudah mulai berputus asa pasalnya sudah tahun yang ke sepuluh ia masih belum diberikan momongan.

"Aku sudah tidak mau berharap lagi, takut kecewa sudah tahun ke sepuluh takdir sudah mempermainkan kami," sahut Reyhan dengan tatapan nanar.

"Mas, jangan berputus asa seperti itu, kita ini masih muda, ada banyak jalan untuk mendapatkan anak, jika memang program hamil kita beberapa kali gagal, tapi masih ada bayi tabung," ucap Aisy.

"Gak bisa Aisy, orang tuaku menentang proses bayi tabung, dia menginginkan kamu hamil secara alami," sahut Reyhan kali ini intonasi suaranya sedikit ketus.

"Terus gimana Mas, cuma cara itu yang bisa kita lakukan," ungkap Aisy.

"Entahlah, aku gak mau membicarakan itu lagi," kata Reyhan, sambil melangkah ke kamar mandi.

Aisy terdiam ia tahu kalau sudah seperti itu suaminya tidak mau meneruskan perdebatan ini. Sejenak wanita itu mulai menutup tirai jendela dengan perasaan yang sangat kalut, tangannya mulai terulur untuk mengelus perutnya sambil berkata halus. "Tuhan hadirkanlah seorang bayi untuk melengkapi keutuhan keluarga," pinta Aisy penuh harap.

Bersambung .....

Assalamualaikum Kakak ... Ini novel baruku semoga suka ya ... jika berkenan kasih like dan komentarnya

Bab 2

Keesokan harinya

Suara subuh terdengar sayup-sayup di telinga, sedari tadi wanita cantik itu tengah mengaji melantunkan ayat-ayat suci dengan suaranya yang merdu dan lembut, setiap hari Aisy tidak pernah meninggalkan shalat malamnya, wanita itu selalu Istiqomah meskipun ujian selalu menerpa biduk rumah tangganya.

  Selesai mengaji ia membangunkan sang suami untuk diajak shalat berjamaah, namun untuk kali ini raut sang suami sedikit berbeda, entah kenapa setelah perdebatan kecil semalam, hati Reyhan masih belum bersahabat.

  ”Mas, ayo bangun, kita shalat subuh berjamaah,” ucap Aisy dengan nada lembut.

 ”Heeeemb,” Reyhan berdehem sedikit ketus. “Aku masih ngantuk,” sahutnya kembali dengan nada dingin.

  Namun Aisy, tetap berbaik sangka dengan sikap suami yang sedikit ketus. “Baiklah Mas kalau begitu aku shalat dulu ya sendiri,” ucapnya tanpa ada sedikit kemarahan sedikitpun.

  Aisy segera menjalankan kewajiban fardhu yang dua rakaat itu, meskipun tanpa suaminya, karena sebagai istri ia tidak bisa memaksakan kehendak, apalagi urusan dengan Tuhan.

  Selesai shalat wanita cantik itu langsung melangkah ke dapur, di pagi buta ini tangan kecilnya sudah terbiasa dan terlatih menyiapkan segala keperluan perut suaminya.

  Bumbu ayam pedas manis sudah di iris tipis-tipis setelah itu dimasukkan ke kuali yang sudah panas, asap tipis mengepul bersama dengan bumbu-bumbu yang susah di tumis, menimbulkan aroma semerbak di dapur besarnya yang sedikit sunyi.

  ”Alhamdulillah ayam asam pedasnya susah matang, semoga saja Mas Reyhan suka.

  Matahari sudah mulai memancarkan sinarnya, pukul enam, Rayhan sudah turun dengan wajah yang begitu lusuh meskipun tubuhnya sudah dibalut dengan kemeja putih yang rapih.

  Di sini Aisy menyapa suaminya dengan dengan senyuman dan sapaan lembut. “Mas, pagi ini aku masakan kamu ayam pedas manis, kamu pasti suka.”

  Reyhan tak bergeming ia langsung menarik kursi lalu duduk, sementara Aisy masih membiarkan suaminya menyantap makanannya meskipun tanpa suara dan kata.

  Beberapa menit setelah sarapan selesai Reyhan langsung beranjak dari kursinya akan tetapi tangan Aisi langsung mencekal pergelangan tangannya.

  ”Duduk dulu Mas,” suara Aisy terdengar lembut namun penuh larangan.

 Reyhan menatap wajah teduh istrinya sebentar, lalu duduk kembali. “Ada apa?” tanyanya datar.

  ”Dari semalam kau mendiamkan aku,” sahut Aisy.

  ”Aku hanya lelah,” ucap Reyhan.

  ”Itu bukan jawaban yang ingin aku dengar,” sahut Aisy.

  Suasana hening sejenak, Reyhan menunduk tidak mungkin ia menceritakan masalah ini terhadap istrinya. “Ais, di kantor sedang banyak kerjaan, jadi aku mohon, kau harus ngerti,” ucap Reyhan beralasan.

  ”Tapi bukan itu jawaban yang aku mau, akhir-akhir ini kamu mulai menyembunyikan sesuatu dariku, Mas,” tekan Aisy.

  ”Sesuatu yang bagaimana? Aku hanya lelah dan banyak kerjaan itu saja,” lanjut Reyhan.

  Aisy sedikit menarik nafas, ia tahu suaminya itu sedang menyembunyikan masalah besar, tapi kenapa dari kemarin-kemarin Reyhan tidak mau jujur.

  ”Baiklah jika kamu tidak mau bercerita akan aku cari tahu sendiri,” sahutnya sedikit mendengus.

  ”Terserah,” ucap Reyhan dengan datar.

  Aisy menatap wajah suaminya, meskipun dalam hati ingin marah namun wanita yang memiliki wajah teduh ini mencoba untuk menepisnya.

  ”Aku di sini juga berjuang Mas, kalau memang masalah yang kamu hadapi itu menyangkut diriku, seharusnya kamu terbuka dan kita bisa bicarakan itu dengan baik-baik,” ucap Aisy datar.

  Reyhan hanya terdiam, dan tidak ingin melanjutkan perdebatan ini, akhirnya tanpa sepatah kata pun ia meninggalkan Aisy dalam keadaan hati yang tidak baik-baik saja.

  Air mata jatuh membasahi pipinya sepeninggalan Reyhan, selama bertahun-tahun ini kenapa yang menjadi kendala hanya kehadiran sang anak, bahkan Aisy pun tidak meminta posisi seperti ini , ia hanya seorang wanita biasa yang hanya bisa menengadahkan tangannya, bahkan ia tidak tahu sampai kapan takdir akan berpihak kepadanya.

☘️☘️☘️☘️

 Di tempat lain mentari sudah naik keatas, saat ini keluarga Firmansyah sedang berkumpul untuk membicarakan perihal calon istri kedua Reyhan yang memang sudah disiapkan oleh Lusi.

“Mami, gimana apa sudah kau temukan calon kedua untuk anak kita?” tanya Rifat.

Lusi tersenyum sambil melirik ke arah Yani. “Itu masalah gampang, dan Alhamdulillah wanita yang Mami suka dari dulu begitu gampang ditaklukkan,” ucap Lusi dengan seringai di wajahnya.

“Siapa kira-kira wanita yang Mama pilih?” tanya Rifat penasaran.

“Yang jelas ia terlahir dari keluarga yang setara dengan kita, Pi,” sahut Lusi.

“Itu akan jauh lebih baik, jika kita mempunyai menantu yang setara, maka anak kita pun bisa mempunyai bibit unggul,” timpal Rifat dengan tatapan yang begitu puas.

Lusi pun tersenyum dengan bangga karena memang menantu keduanya dari segi penampilan dan keturunan lebih pantas mendampingi anaknya dari pada istri pertamanya, yang Lusi anggap kurang pantas.

“Bener banget Pi dan calon menantu kita kali ini anak dari Tuan Nugroho, dia cantik memiliki pendidikan yang cukup tinggi, dan anaknya penurut, ketika Nyonya Nugroho berkata harus mau, anaknya itu pun langsung menyahuti,” jelas Lusi.

“Wah, kamu memang istri cerdas, kalau dengan Tuan Nugroho aku pasti setuju karena memang beliau sudah berkecimpung di dunia bisnis ini, semoga anak kita bisa belajar banyak dengan Tuan Nugroho,” sahut Rifat dengan raut penuh kebahagiaan.

☘️☘️☘️☘️☘️

Satu Minggu kemudian, saat ini Aisy begitu sibuk di dapur, karena nanti malam akan ada keluarga suaminya yang akan datang ke rumahnya, entah apa yang akan mereka bahas, namun Aisy mengira seperti pertemuan biasa, dan pastinya mereka selalu suka dengan masakannya.

Wanita cantik itu memang cenderung polos dan selalu beranggapan semua orang baik kepadanya, apalagi keluarga suaminya, dia selalu mengira ibu mertuanya itu baik dan sayang kepadanya, tanpa tahu rencana apa yang sebenarnya mereka rancang.

Tangan mungil itu mulai memasak berbagai masakan dan olahan kue yang memang sudah menjadi keahliannya, meskipun dirinya masih berselisih paham dengan sang suami namun Aisy tidak mau mencampur adykan urusannya dengan keluarga sang suami.

Perlahan olahan demi olahan sudah terhidang diatas meja, dan perlahan matahari mulai tenggelam meninggalkan jejak keemasan yang terlihat begitu indah dari kendala dapur.

“Alhamdulillah semua sudah terhidang. Mbak Nina, tolong lanjutkan ini dulu ya, aku mau mandi dulu,” pamit Ais.

“Baik Bu,” sahut Nina asisten rumah tangganya.

Aisy segera meninggalkan dapur lalu kembali ke kamarnya di dalam kamar ternyata suaminya itu sudah pulang dari kerja. “Mas, loh kok sudah datang?” tanya Aisy dengan nada terkejut.

“Heeeeemb ....,” hanya itu yang didengar Aisi.

“Mas ... mau sampai kapan kau mendiamkan aku seperti ini, bahkan aku sendiri tidak tahu letak kesalahanku,” ucap Aisy.

Sementara Reyhan menatap sedikit dingin kepada istrinya, tatapan yang seharusnya tidak ditunjukkan kepada sang istri. “Kau memang tidak bersalah, tapi ... keadaan lah yang harus membuatku seperti ini,” sahutnya datar.

“Aku tidak mengerti keadaan yang seperti apa yang kamu maksud,” balas Aisy.

“Cukup ... aku lagi gak mau berdebat denganmu!” sentak Reyhan.

Ais sedikit tersentak, hatinya bergetar mendengar sentakan Reyhan yang tidak seperti biasanya.

“Mas ....”

“Sudah stop,” ucap Reyhan.

Reyhan mulai beranjak ke kamar mandi untuk menghilangkan amarahnya, entah kenapa desakan dari kedua orang tuanya membuatnya marah tak jelas.

“Maafkan aku Aisy. Maaf ...” ucapnya penuh sesal.

Bersambung ....

Maaf ya sebelumnya buku ini sudah pernah up dan dapat tujuh Bab. Namun kerena ketertarikan pembaca baru sedikit, dan aku memutuskan untuk hapus buku ini dari Aplikasi. Tapi setelah itu langsung aku ulangi lagi up nya dengan tujuan semoga lebih rame dari sebelumnya. Untuk pembaca lamaku mohon maaf ya, tenang saja buku ini sudah kembali lagi 😂😂😂🙏🙏🙏🥰🥰🥰

Bab 3

Matahari mulai tenggelam menyisakan warna legam, seorang istri mulai menutup tirai jendela kamarnya, dengan hari yang sangat kalut, dengan permasalahan yang selama satu Minggu ini belum bisa diatasi bersama.

  Aisy mencoba untuk memejamkan matanya sejenak dibawa senja yang terlihat begitu indah, meskipun tak seindah harapan yang sedang ia pikul.

  ”Ya Allah harus dengan cara apa lagi agar Mar Reyhan tidak mendiamkan aku seperti ini,” ucapnya dengan hati yang sedikit tertekan.

  Sejenak suara adzan magrib mulai berkumandang, dengan cepat Aisy mencoba memanggil sang suami untuk gantian menggunakan kamar mandinya. “Mas, sudah selesai aku mau masuk,” ucap Aisy dengan halus.

  Namun tidak ada sautan dari dalam sana, hingga pada akhirnya Aisy mencoba untuk mengetuk kembali pintu itu, namun ketika tangan Aisy mencoba untuk mengetuk, tiba-tiba saja pintunya terbuka.

  ”Mas, maaf aku pikir gak dengar,” ucap Aisy.

  ”Aku belum tuli,” sahutnya ketus.

  ”Kenapa nadamu harus seperti itu Mas, aku ini istrimu, selama satu Minggu ini aku sudah mencoba sabar mengerti dengan keadaanmu, tapi kenapa sedikitpun kau tidak mau mengerti keadaanku,” sahut Aisy mencoba untuk memberanikan diri.

  Reyhan mulai berbalik arah menghadap ke Aisy, tatapan yang awalnya teduh kini berubah sedikit mengkilat penuh dengan amarah. “Bisa nggak kamu diam Ais, didalam pikiranku ini sudah penuh, bukan tentang rumah tangga kita saja!” Suara Reyhan terdengar datar, namun tajam seperti ujung pisau yang menusuk di hati.

 ”Justru itu Mas, diammu yang membuat aku bertanya-tanya dan khawatir, kau pikir aku tidak tertekan dengan sikap dingin mu itu, kita berumah tangga sudah satu dekade Mas, namun kenapa kau masih terus saja bungkam, jika ada masalah ayo bicarakanlah,” desak Aisy.

  ”Kau mau aku bicara,” sahut Reyhan.

 ”Iya,” ucap Airin.

  ”Baiklah setelah ini kita akan bicarakan semuanya bersama keluargaku,” sahut Reyhan datar.

  Jantung Aisy mendadak berdegup kencang, entah kenapa ia merasa akan terjadi badai yang akan menimpa kehidupannya, namun dibalik semua itu wanita berkerudung krem itu tidak mau berburuk sangka.

  ”Astagfirullah ... semoga tidak terjadi apa-apa,” ucapnya lalu melangkah ke kamar mandi.

Di dalam kamar mandi, Aisy mencoba untuk menenangkan diri, dan mulai menyalakan air shower dan membiarkan kesedihannya luruh di bawah gemercik air yang jatuh, seolah tetesan air kecil di ruangan sempit ini mampu membasuh lukanya yang tak kasat mata.

Setelah membersihkan tubuhnya Aisy keluar dari kamar mandi dengan perasaan lega meskipun permasalahan dalam keluarganya belum terpecahkan, namun Aisy selalu berharap tidak terjadi apa-apa di dalam kehidupannya nanti.

☘️☘️☘️☘️☘️

Satu jam kemudian, keluarga besar Reyhan sudah datang, Aisy menyambutnya dengan sepenuh hati, karena pikiran wanita itu selalu baik, bahkan tidak pernah berpikir buruk sedikitpun tentang keluarga suaminya yang diam

Aisy duduk di sebelah Reyhan dengan raut tenang. Senyumnya tulus, seperti biasa. Ia tidak tahu badai apa yang sedang mengintai di balik tatapan keluarganya.

“Alhamdulillah, akhirnya kita bisa kumpul lagi,” ucap Lusi sambil menyeduh teh hangat.

“Iya, Bu. Maaf rumah masih berantakan,” jawab Aisy dengan sopan.

“Tidak apa-apa, Nak. Kami ke sini bukan untuk menilai rumahmu,” sela Rifat datar. “Kami hanya ingin membicarakan sesuatu yang penting... dan sebaiknya kita bicarakan malam ini juga.”

Aisy menatap suaminya sejenak. Reyhan tidak menoleh sama sekali, hanya menatap lurus ke meja, kedua tangannya saling menggenggam di pangkuan.

Ada keheningan beberapa detik. Lalu, suara Lusi terdengar lembut tapi menyimpan tekanan halus.

“Aisy, kamu tahu kan... selama ini Reyhan anak kami satu-satunya yang belum punya keturunan.”

Aisy menelan ludah. Dadanya mulai terasa sesak.

“Iya, Bu. Saya tahu tapi kami masih berusaha,” sahutnya hati-hati.

“Sudah sepuluh tahun, Nak,” potong Rifat.

“Kami sudah sabar menunggu, tapi usia tidak bisa dibohongi. Kami ingin keluarga ini tetap punya penerus. Dan untuk itu kami sudah pikirkan jalan terbaik.”

Aisy terdiam. Matanya menatap wajah mertuanya bergantian, mencoba memahami arah pembicaraan.

Yani tiba-tiba ikut menimpali, nada suaranya terdengar cerah tapi menusuk.“Alhamdulillah, keluarga besar sudah sepakat. Reyhan akan menikah lagi, dan kami hanya ingin Aisy ridha.”

Seketika, ruangan itu terasa hening. Waktu seperti berhenti berputar.

Aisy menatap Reyhan, mencari penjelasan di matanya. Tapi yang ia dapatkan hanya diam, diam yang lebih menyakitkan daripada seribu kata.

“Mas...” suaranya lirih, “benarkah?”

Reyhan menarik napas panjang, lalu menjawab dengan suara berat, “Iya, Ais, aku ... aku sudah menyetujuinya.”

Seolah sesuatu di dalam dada Aisy runtuh seketika. Dunia yang tadinya hangat berubah dingin.Ia menunduk, menatap jari-jarinya yang gemetar di pangkuan.

“Kalau itu keputusanmu, Mas. Apa aku masih punya tempat di hati dan rumah ini?”

Fadil segera menatap kakaknya tajam. “Mas Reyhan, apa tidak sebaiknya dibicarakan baik-baik dulu? Aisy sudah banyak berkorban.”

Namun Yani cepat menukas, “Ah, Mas Fadil, jangan campur tangan. Ini urusan keluarga inti.”

Rifat mengetuk meja pelan. “Sudah. Kami tidak ingin ada pertengkaran. Kami hanya berharap Aisy mau mengizinkan. Perempuan pilihan kami baik, masih muda, dan bisa memberi keturunan untuk Reyhan.”

Air mata yang sejak tadi ditahan akhirnya jatuh juga di pipi Aisy. Ia tidak berteriak, tidak marah. Hanya diam, dengan suara gemetar bergetar di bibirnya.

“Kalau semua sudah diputuskan, apa lagi yang bisa aku katakan, Ma Pa? Aku hanya seorang istri yang berusaha setia, tapi rasanya sebelum Mas Reyhan menikah lagi ijinkan aku pergi dari sini,” ucap Aisy.

Seketika Reyhan langsung beranjak dan menatap sang istri dengan dingin. “Kau bilang apa Ais, ini tidak semudah yang kau bayangkan, kau pikir aku menginginkan semua ini tidak,” sahut Reyhan.

Mendengar jawaban Aisy yang cukup berani Lusi pun langsung ikut campur. “Anakku masih untung tidak menceraikanmu, seharusnya kau bersyukur masih diberi tempat dihatinya, wanita yang tidak mempunyai keturunan memang harus sial di poligami,” potong Lusi segera.

Aisy memberanikan diri untuk menatap wajah ibu mertuanya itu. “Ma, apa harga diriku serendah itu?” tanya Aisy dengan nada yang memburuh.

“Ini bukan tentang harga diri Ais, inibtentang keturunan,” sahut Lusi dengan tegas.

Sementara Rifat langsung menyahutinya kembali. “Sudah, jangan diperpanjang lagi, urusan sudah beres, dan kamu Aisy, mau setuju atau enggak pernikahan tetap dilaksanakan.

Deg!!

Dunia Aisy runtuh seketika, mendengar ucapan mertua yang tajam bagaikan belati, ia tidak pernah menyangka kebaikannya selama ini akan dibalas dengan sebuah madu yang menyakitkan.

Sementara itu Fadil menunduk, sedih.

Lusi menatap Aisy tanpa banyak ekspresi, seolah merasa itu harga yang wajar untuk kebaikan keluarga.

Sedangkan Reyhan, yang duduk di sampingnya, masih menunduk dalam diam tidak berani menatap wajah wanita yang sudah menemaninya selama sepuluh tahun tanpa keluh.

Bersambung. .....

Tak kasih langsung dua bab ya

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!