"Amelia lewat, ingat! Jangan memulai masalah dengannya."
"Anak orang kaya pada dasarnya sombong."
"Kalian sudah dengar, orang terakhir yang membuat masalah dengannya dikeluarkan dari sekolah."
Itulah cibiran yang didengar olehnya. Namun langkahnya tidak berhenti sama sekali. Amelia tetap melangkah arogan. Matanya sedikit melirik ke belakang, wajahnya tersenyum."Orang iri biasanya banyak bacot."
"Iri? Siapa yang iri pada---" Kalimat salah seorang siswa disela.
"Merasa? Itu artinya kamu iri." Amelia mengibaskan rambutnya bagaikan tidak peduli. Membuat dirinya terlihat lebih menyebalkan lagi.
Putri orang terkaya di sekolah ini, itulah dirinya. Tidak ada yang akan menentang perintahnya. Karena yayasan sekolah pun merupakan salah satu aset milik orang tuanya.
"Amelia! Aku menyukaimu." Seorang pemuda memberikan setangkai bunga padanya. Membuat langkah seorang Amelia terhenti.
Wanita yang tertawa dalam hatinya. Jujur saja tidak ada yang pernah menyatakan cinta padanya kecuali orang ini. Bahkan Tristan, tunangannya sendiri pun membencinya.
Amelia meraih setangkai bunga. Kemudian berucap."Berusahalah lebih keras lagi. Kamu belum beruntung." Ucapnya pada pemuda bernama Savier yang tertegun, malah semakin terpesona. Apa orang ini masokis?
Entahlah tapi dirinya akan tetap setia pada tunangannya, Tristan. Walaupun sampai saat ini mereka bahkan bukan sepasang kekasih. Hanya dua orang yang terikat oleh perjodohan.
Hingga, mata Amelia melirik kala melewati lapangan depan area sekolah.
Tristan tengah beradu mulut dengan seorang wanita.
"Kalian mentang-mentang anak orang kaya, begitu sombong. Hanya mengandalkan status sosial orang tua, apa hebatnya." Bentak Tiara, menatap tajam pada sang pemuda. Benar-benar wanita yang berani.
"Kamu orang pertama yang berani menentangku." Tristan mendekat, membelai rambut Tiara, kemudian menghirup aroma di bagian ujungnya."Menarik..."
Plak!
Satu tamparan yang cukup kencang dilayangkan Tiara pada Tristan."Tidak tahu malu---"
Plak!
Amelia yang telah berjalan mendekat, menampar Tiara balik. Menatap penuh rasa kesal padanya. Musuh Tristan adalah musuhnya, berani-beraninya wanita miskin ini menampar tunangannya."Kamu berani menampar Tristan..." Ucapnya menjambak rambut Tiara cukup kencang. Hingga gadis itu meringis.
Tapi, begitu aneh Tristan malah menepis tangan Amelia, mendorongnya dengan sengaja."Amelia, jangan ikut campur dengan urusanku."
Amelia berusaha bangkit, mendekati Tristan."Tapi aku tunanganmu."
"Tapi aku tidak pernah setuju bertunangan denganmu." Selalu saja seperti ini, Tristan begitu acuh padanya, membuat dirinya hanya dapat berusaha dan terus berusaha.
"Dan kamu." Mata Tristan kini tertuju pada Tiara."Tamparan ini, aku akan membalasnya." Begitu tengil, Tristan mengedipkan sebelah matanya pada Tiara kemudian melangkah pergi.
Amelia tertunduk mengepalkan tangannya. Tristan adalah tunangannya, apa salah jika dirinya membela. Lalu mengapa Tristan begitu tertarik pada wanita ini.
"Tristan adalah tunanganku. Jauhi dia, wanita miskin sepertimu tidak pantas untuk berada di dekatnya." Amelia menarik kerah pakaian Tiara, benar-benar tidak tahan lagi. Mengapa Tristan yang begitu acuh padanya dapat menyukai orang seperti ini.
"Aku tidak menyukainya. Sama sekali tidak menyukai Tristan. Orang kaya sepertimu---" Kalimat Tiara terhenti kala Amelia mencengkeram pipinya.
"Aku memang kaya, itulah kelebihanku. Apa kelebihanmu, sampah..." Ucapnya mendorong Tiara hingga tersungkur di lantai.
Amelia melangkah pergi berusaha terlihat arogan. Walaupun dalam hatinya begitu terasa menyakitkan. Satu persatu cibiran orang-orang didengar olehnya.
"Sukanya menindas yang lemah."
"Namanya juga anak orang kaya."
"Keterlaluan benar-benar wanita terkutuk."
"Tapi Tristan dan Tiara memang terlihat serasi. Apa haknya wanita jahat itu menghalangi."
Berbagai kalimat yang sejatinya membuat hatinya sudah kebal terasa sakit. Bukan pacar, Tristan adalah tunangannya. Seseorang yang dijodohkan dengannya dari kecil. Apa salah jika dirinya membela dan mempertahankan?
Dan Tristan, mengapa begitu memperhatikan wanita itu.
Hingga kala dirinya melangkah di lorong yang sepi. Berusaha untuk terlihat baik-baik saja. Sesuatu menarik perhatiannya. Sebuah buku dengan sampul yang begitu unik, terlihat bayangan dua wanita di sampulnya.
Sebuah buku novel dengan judul Meraih Kebahagiaan. Menatap ke arah sekitarnya tidak ada satu orang pun sepanjang lorong sekolah. Perlahan dirinya membuka, cukup lucu, nama pemeran antagonis di dalam novel sama dengannya. Apa ini karangan dari orang yang ingin mengejeknya? Entahlah, tapi sebaiknya dirinya menyimpannya. Untuk menemukan pelaku yang benar-benar berani membuat cerita untuk menghinanya.
\*
Malam menjelang kala itu, seperti biasanya tidak ada satu orang pun di rumah. Kakak perempuannya tengah sibuk pacaran. Sedangkan kedua orang tuanya, sibuk dengan urusan bisnis masing-masing.
Tidak ada yang dapat dilakukan, kecuali menyelidiki siapa penulis novel laknat ini. Perlahan Amelia membukanya, membaca satu persatu halaman.
Sebuah novel yang bercerita tentang Tiara Citra Kirana, seorang wanita miskin yang terus ditindas oleh Sivana Amelia gadis dari keluarga kaya.
Pada awalnya Amelia tertawa sendiri, mengingat yang tertulis di novel merupakan kejadian beberapa hari lalu, kala dirinya menarik Tiara ke toilet dan menamparnya. Itu karena Tristan yang tiba-tiba memeluk Tiara.
Tapi, tawa dan senyuman di wajahnya lenyap. Satu persatu halaman dibaca olehnya. Menelan ludah, kejadian hari ini, dimana dirinya didorong oleh Tristan, hanya karena balas menampar Tiara yang sebelumnya telah menampar Tristan.
Tidak mungkin buku ini diketik dalam beberapa menit. Membalik satu halaman lagi. Hal yang membuatnya terdiam membeku.
"Amelia menatap Tiara yang dibawa ke rumahnya penuh kebencian. Menyadari dirinya bukan anak kandung kedua orang tuanya. Hasil tes DNA yang menunjukkan hasil Amelia dan Tiara tertukar---" Amelia menghentikan kalimatnya, kala membaca buku novel yang secara tidak sengaja ditemukan olehnya.
Bibirnya terkatup sesaat."Ti... tidak mungkin! Sudah pasti ini hanya buku yang dibuat oleh orang iseng." Teriaknya membanting buku hingga membentur dinding.
Air matanya mengalir dirinya terdiam sesaat. Benar-benar mencoba untuk meyakinkan dirinya sendiri. Pada akhirnya Amelia kembali bangkit, jemari tangannya bergerak gemetar memungut buku novel yang ada di atas lantai.
Kembali membaca satu persatu halaman. Ini benar-benar palsu bukan? Bahkan ada adegan ranjang antara Tristan, pria yang dicintainya dan Tiara. Sementara dirinya yang mencoba menjebak Tiara, malah berakhir dilecehkan secara bergilir oleh orang suruhan Tristan.
Sebuah novel yang sejatinya tidak adil baginya. Apa kesalahannya? Dirinya hanya berusaha mempertahankan tunangannya.
Satu persatu halaman dibalik. Salah satu mata Amelia buta karena mengalami kecelakaan.
Tunangan kakak perempuannya jatuh cinta pada Tiara, tapi dengan tegas Tiara menolak. Walaupun selalu menerima batuan dan pertolongan calon kakak iparnya.
Berbagai konflik terjadi, hingga Amelia pada akhirnya dibenci kedua orang tuanya. Apa salahnya? Bukankah Tiara yang tiba-tiba datang merusak kebahagiaannya?
Bahkan di akhir cerita Amelia mengalami kematian yang mengenaskan.
Sebuah novel gila, yang dibaca olehnya hingga pagi. Tidak tidur sama sekali.
Hingga kala sinar matahari memasuki jendela. Seorang pelayan mengetuk pintu kamarnya.
"Masuk." Kalimat dingin dari bibirnya. Berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa novel ini hanya cerita karangan. Tidak ada kaitannya dengan dunia nyata.
Seorang pelayan memasuki kamarnya kemudian berucap."Nona...tuan dan nyonya memanggil anda. Tapi..."
"Tapi?" Tanya Amelia mencoba untuk bangkit.
"Tuan dan nyonya membawa seorang anak perempuan yang seusia dengan nona. Saya, mendengar tuan dan nyonya membicarakan tentang tes DNA dan anak yang tertukar."
Amelia mengepalkan tangannya. Benar-benar sama seperti yang tertulis dalam buku novel. Air matanya dalam tawa, mereka yang mengacuhkannya selama bertahun-tahun akan lebih menyayangi anak kandung bukan?
Dirinya hanya putri palsu yang tidak pantas memiliki apapun.
Mengenakan pakaian terbaiknya. Dirinya berusaha setenang mungkin, walaupun jemari tangannya gemetar. Berdoa dalam hati.
"Tuhan, aku mohon semua yang tertulis dalam novel ini tidak benar." Ucapnya pada akhirnya memejamkan mata, sedikit mengintip buku masih terbuka.
Kata-kata dan adegan dalam novel diingat olehnya. Menelan ludah semoga tidak sama dengan hal yang akan terjadi.
Gadis yang sejatinya begitu rapuh, tapi pura-pura tegar dan arogan. Perlahan melangkah keluar dari kamar, berjalan di sepanjang lorong rumahnya.
Dalam hatinya berdoa dan berteriak ketakutan. Siapa yang ingin mengetahui dirinya bukan anak kandung? Tidak! Novel itu hanya karangan seseorang, hanya bohongan.
Tapi kala melangkah menuruni tangga sosok itu terlihat. Tersenyum padanya berjalan mendekat bersama kedua orang tuanya.
"Amelia sayang...kemari..." Panggil Gina, ibunya.
"I...ini..." Amelia tertegun sejenak, benar-benar persis sama seperti dalam novel. Kata dan kalimat yang sama.
Hendrawan, ayahnya seperti menatap tidak suka padanya."Amelia, kamu satu sekolah dengan Tiara kan? Mulai sekarang Tiara adalah saudaramu."
Kalimat yang membuatnya mundur selangkah. Jantungnya bagaikan berhenti berdegup, ini persis sama seperti dalam novel. Setelah ini kakaknya akan berkata, hasil tes DNA menyatakan kamu bukan adik kandungku.
Dan benar saja, Siska menatap penuh kebencian, kemudian tersenyum menghina."Hasil tes DNA menyatakan kamu bukan adik kandungku."
Semuanya persis sama, air matanya mengalir. Seharusnya menurut adegan dalam novel dirinya menampar Siska. Kemudian menjambak rambut Tiara.
Tapi kini tidak bisa. Amelia ingin melakukan itu, benar-benar ingin. Tapi...bukan tamparan pada Siska, seorang kakak perempuan yang dikaguminya. Atau rasa iri pada Tiara.
"Aaaa....aaa..." Amelia berlutut memegangi kepalanya sendiri, menitikkan air matanya. Berbuat kenakalan kecil agar kedua orang tuanya bicara dengannya sesekali. Berperan sengaja mak comblang, menjodohkan kakaknya.
Tapi semua orang tetap berbalik acuh padanya. Ditambah dengan kenyataan sekarang? Dirinya hanya putri palsu.
"Amelia...ini bukan kesalahanmu. Ini kesalahan ibu kandungmu, dia yang menukarmu, ingin agar putrinya masuk ke keluarga berkecukupan." Ucap Gina pelan padanya. Tidak ingin putri yang dibesarkan susah payah olehnya merasa sakit hati.
"Sudahlah! Ibu tidak usah menjaga perasaannya. Amelia cuma taunya makan, tidur dan menghabiskan uang. Apa kontribusinya untuk keluarga ini?" Siska yang memang tidak begitu menyukai Amelia melangkah mendekati Tiara."Berbeda dengan Tiara yang begitu baik, dia hidup mandiri."
"Kakak, Amelia juga orang yang baik. Walaupun dia sempat menamparku. Tapi aku tau itu sebenarnya karena kesalahanku. Bukan karena kesalahannya sepenuhnya." Ucap Tiara menunduk, dari wajahnya terlihat polos dan lugu.
Air mata Amelia tetap tidak dapat berhenti mengalir. Setelah ini ayahnya akan menamparnya dan berkata.
Plak!
"Tidak tau balas budi! 18 tahun aku membesarkanmu dengan kasih sayang yang seharusnya didapatkan oleh putri kandungku!" Bentak Hendrawan, mulai mengeluarkan ikat pinggangnya.
Dalam novel usang yang ditemukan olehnya, dirinya melawan hingga sang ayah mencambuknya menggunakan ikat pinggang. Tapi ternyata tidak melawan pun hasilnya sama.
Wanita yang memejamkan matanya.
Plak!
Plak!
Ikat pinggang yang mengenai tubuhnya benar-benar terasa menyakitkan. Untuk pertama kalinya sang ayah memukulinya. Air matanya mengalir menahan segalanya.
"Ayah... hentikan, itu akan menyakiti Amelia. Jika ingin menghukumnya, lebih baik hukuman mental daripada hukuman fisik. Itu akan merubah Amelia menjadi prilaku yang lebih baik." Kalimat pelan dari Tiara, setelah sang ayah terlihat kelelahan mencambuknya.
Dia sengaja bukan? Seharusnya hukuman selesai setelah ayahnya mencambuknya. Tapi hukuman menjadi bertambah.
Benar saja."Kamu keluar! Jangan pulang, sampai nanti malam!" Perintah sang ayah, menyeret Amelia yang tidak mengerti sama sekali. Dimana letak kesalahannya? Dirinya hanya ingin cinta dan perhatian, karena itu sering sedikit usil. Tapi Amelia yang paling mencintai keluarganya, menyiapkan pesta ulang tahun ibunya setiap tahun.
Mengerjai kakaknya, tapi tetap saja selalu melakukan apa saja demi kebaikannya. Dan hanya manja pada ayahnya agar dicintai.
Tapi, dirinya adalah putri palsu? Dan Tiara adalah putri asli. Mungkin jika tidak melihat novel tersebut dirinya akan berteriak murka. Menggedor-gedor pintu bagaikan orang gila.
Mungkin segalanya akan percuma. Tidak melawan pun dirinya diperlakukan sama seperti dalam buku novel tua tersebut.
Brak!
Tubuhnya di dorong keluar."Amelia, jangan membenci kami, ayahmu melakukan ini demi kebaikanmu juga. Agar kamu tidak menganggu Tiara lagi."
"Bukankah aku putrimu?" Tanya Amelia tersenyum ke arah ibunya. Berharap sang ibu akan memeluknya dan berkata dirinya adalah putri dari sang ibu.
Tapi, tidak ada jawaban, sang ibu bungkam.
"Sudah! Jangan pikirkan anak tidak tau malu itu. Makan, tidur gratis padahal bukan anak kandungku. Malah anak kandungku sendiri yang sengsara." Kalimat sindiran dari sang ayah yang dulu begitu menyayanginya.
Kala pintu tertutup, Amelia berusaha untuk bangkit. Benar-benar berusaha, sekujur tubuhnya terasa menyakitkan. Tapi mencoba jalan baru dibandingkan dengan sama seperti dalam buku. Mengetuk-ngetuk pintu rumahnya bagaikan orang gila.
***
Berjalan di area kompleks perumahan tanpa uang, handphone atau apapun sama sekali. Sinar matahari begitu terik.
Mati...
Itulah takdir yang tertulis dalam buku novel yang ditemukan olehnya. Duduk di bangku taman, tubuhnya gemetar ketakutan. Jika semuanya terjadi seperti dalam buku yang ditemukan olehnya. Itu artinya dirinya akan dilecehkan oleh 11 pria, atas perintah Tristan. Hanya karena dirinya ingin menghancurkan Tiara yang menjalin kasih dengan tunangannya.
Mengalami kebutaan, menjadi gila, hingga pada akhirnya mati dengan mayat terpotong dan dibuang ke jurang daerah pegunungan. Sebuah kematian antagonis yang begitu gila.
Amelia begitu manja dari kecil. Menyadari tidak ada tempat baginya untuk merajuk. Karena itu hanya dapat menangis di bangku taman seorang diri.
Bagaimana seorang anak manja menyadari statusnya sebagai villain yang akan mati tragis. Buktinya hari ini dirinya tidak menampar Siska dan menjambak Tiara, masih diusir selama sehari dan dicambuk menggunakan ikat pinggang. Belum lagi bekas tamparan di pipinya.
Hujan di tengah cahaya matahari turun. Tangan Amelia menadah, dirinya haus. Kini terasa jauh lebih baik. Apa Amelia jahat? Dapat dikatakan iya, tapi juga dapat dikatakan tidak.
Hujan yang menerpa tubuhnya terhenti, Payung melindunginya dari hujan. Pemuda itu terlihat di sana, siswa miskin yang sering menyatakan cinta padanya.
"Amelia, kenapa kamu...kamu terserempet motor?" Tanya Savier menatap luka di sekujur tubuh Amelia.
"Kamu jahat! Mengatakan aku diserempet motor!" Teriak Amelia bangkit kemudian memukuli Savier. Pukulan yang cukup pelan. Gadis itu hanya ingin mencurahkan kekesalan dan rasa sakit dalam dirinya.
Tapi.
Pemuda miskin yang sering menyatakan cinta padanya, tiba-tiba saja memeluk tubuhnya."Amelia bisa menangis? Kamu terlihat jauh lebih cantik jika sedang marah atau menunjukkan kesombonganmu."
"Jahat! Kamu bilang aku jelek." Amelia tidak melawan masih dipeluk oleh sang pemuda. Hanya saja gadis itu sedikit memukulnya pelan. Tidak memiliki teman bicara, bahkan dirinya ragu menghubungi Tristan. Pria yang akan menjadi sumber penderitaannya.
"Amelia, kamu sudah seperti ratu jahat, dan itu yang membuat aku menyukaimu. Tetaplah menjadi ratu jahat, aku akan membantumu mengatasi orang-orang yang tidak kamu sukai." Savier tersenyum tenang. Masih senyuman tenang, tapi apa yang akan terjadi jika kesabarannya lenyap?
"Benar! Aku adalah ratu jahat." Amelia melepaskan pelukan Savier, menghapus air matanya sendiri.
Hujan masih turun tapi tidak begitu lebat, mengingat sinar matahari masih terlihat. Pemuda yang membawanya ke klinik terdekat, kini tengah menatap tubuhnya yang diobati oleh sang dokter.
Savier, dalam novel yang ditemukan olehnya, orang ini hampir tidak ada hanya ada beberapa adegan menyatakan cinta pada Amelia. Tapi Savier tiba-tiba tidak ditampilkan hingga di bagian ending, entah kenapa.
Tapi, memang ending dari novel sedikit menggantung. Dimana Tristan dan Tiara menikah, Savier datang menghadiri pesta sembari tersenyum membawakan hadiah untuk mereka. Lalu berbalik pergi dengan senyuman yang menghilang.
Selebihnya? Adegan panas malam pertama Tristan dan Tiara menjadi penutup novel.
Amelia memincingkan matanya. Apa orang ini jahat atau baik? Jika baik tidak mungkin akan hadir dan mengucapkan selamat pada kedua pengkhianat itu. Tapi jika jahat, apa orang ini adalah sahabat Tiara, orang menyebalkan yang pura-pura tidak bersalah mengganggu tunangan orang lain.
"Kenapa melihatku seperti itu, apa karena aku tampan? Amelia sudah mulai jatuh cinta padaku?" Tanya Savier menatap penuh harap.
Amelia mengigit bagian bawah bibirnya, milin jemari tangannya sendiri. Mengatakan tidak punya uang untuk membayar biaya pengobatan klinik? Gengsi dong!
"Ada apa?" Tanyanya.
Menghela napas dengan kekuatan bulan dirinya harus menahan malu. Yang terpenting tidak dilaporkan pada polisi nantinya karena tidak dapat membayar biaya berobat, tapi kan wanita super kaya ini malu.
"Aku tidak punya uang, pinjam uangmu untuk bayar. Nanti aku ganti 10 kali lipat!" Ucap Amelia buang muka, berucap cepat. Benar-benar nona muda arogan.
"Kebetulan ibuku mengenal dokter di klinik ini. Jadi biaya pengobatannya gratis." Savier tersenyum padanya, masih tetap tersenyum. Kemudian memberikan roti murah yang mungkin dibelinya di warung, serta minuman kemasan."Kamu pasti lapar kan?"
Amelia menelan ludahnya, dirinya memang tidak sempat sarapan. Diusir dari pagi sampai malam, benar-benar keterlaluan. Dirinya akan menggunakan pengetahuan dari novel untuk merebut keluarganya kembali.
Meraih roti dengan cepat, kemudian mulai mengunyah.
"Terkadang ada hal yang harus diperjuangkan dan ada hal yang harus dilepaskan." Kalimat pelan dari Savier membuat dirinya menoleh.
Jadi sedih lagi kan?
"Aaa....aaa...sakit!" Teriaknya menangis, sebenarnya bukan karena rasa sakit. Lebih karena kenyataan perjuangannya selama ini untuk dicintai hanya akan berakhir dengan kesia-siaan."Dokter sial! Obatnya perih."
Wanita yang terlalu gengsi untuk mengakui tengah sakit hati, tapi terlanjur mengeluarkan air matanya.
"Pelan-pelan!" Perintah Savier pada sang dokter. Membuat sang dokter menelan ludahnya, mengobati Amelia lebih pelan lagi.
"Makan yang banyak, kamu cantik kalau sedang makan." Lanjutnya.
Pemuda miskin, lugu dan ramah, itulah citra yang terlihat dari pemuda ini. Untuk pertama kalinya dirinya yang cantik, kaya, pintar, super wah meminta pertolongan dari fakir miskin. Ini sumpah! Hal paling memalukan dalam hidupnya, bahkan harus mengunyah roti murah yang terasa tidak enak ini. Tapi ajaibnya rasanya tiba-tiba enak, apa karena terlalu lapar.
"Setelah ini Amelia yang cantik mau kemana? Apa pulang?" Tanya Savier.
Amelia berpikir sejenak, dirinya tidak diijinkan pulang kecuali hari sudah mulai malam. Karena itu."Ka...kamu pergi saja! Nanti supir akan menjemputku. Aku sudah menghubungi ayahku." Dustanya, kembali mengigit roti.
Harga dirinya terasa hancur lebur. Savier adalah satu-satunya pria yang menjadi penggemarnya, tapi melihat dirinya dalam keadaan seperti ini...orang ini akan berhenti menjadi fans beratnya.
"Tapi aku masih ingin berada di sini." Savier menatap penuh harap.
"Tristan tidak akan suka melihatmu. Jadi jangan dekat-dekat denganku, oke? Besok uangmu akan aku ganti 10 kali lipat." Amelia yang telah diobati tersenyum arogan, menyentuh pipi Savier.
Pemuda yang segera mengangguk dengan cepat."Sampai jumpa besok, bintangku." Benar-benar rupawan, tapi miskin.
Amelia melambaikan tangannya sembari tersenyum. Menjaga citra wanita kuat dihadapan fans satu-satunya. Walaupun dirinya tidak mengetahui Savier baik atau jahat. Apa akan berpihak pada Tristan?
Tapi yang terpenting saat ini, apa yang akan dilakukannya setelah ini."Dompet, handphone, semuanya ada di rumah. Sial." Gumamnya yang telah selesai diobati. Raut wajah jahat yang begitu santai berubah menjadi penuh kecemasan. Dirinya benar-benar bodoh.
Namun, ini berbeda dari buku aneh yang dibaca olehnya bukan? Seharusnya Amelia menunggu di pintu depan. Tubuh yang basah dan luka terbuka, mengetuk pintu putus asa. Hanya karena menampar Tiara dan kakaknya.
"Orang tua gila! Kenapa mereka begitu mudah menyukai makhluk pick me, gumpalan beban." Komat-kamit dirinya mengomel.
Menghela napas melangkah turun dari ranjang. Namun kala hendak keluar salah seorang perawat tersenyum padanya."Nona, anda pasien ke 100.000 kami. Karena itu anda mendapatkan hadiah menginap 3 hari 3 malam di JH hotel. Lengkap dengan makanan, minuman dan transportasi." Ucapnya.
"Tapi, aku berobat gratis." Amelia mengangkat sebelah alisnya, tidak mengerti.
"Tetap berlaku." Sang perawat tersenyum, membuat hatinya lega bukan kepalang. Memang hal yang terbaik adalah meninggalkan rumah. Buat apa tetap menunggu di depan rumah.
"Aku benar-benar hoki." Gadis yang mencium vocer miliknya berkali-kali. Tapi memang sedikit aneh, vocer ini terbuat dari kertas biasa. Bahkan seperti kertas yang baru di print, masih terasa hangat. Apa ini asli?
Masa bodoh! Yang terpenting tidak berkeliaran di jalanan.
Berjalan keluar dari klinik, sebuah mobil porsche dilengkapi seorang supir berseragam pakaian resmi telah menyambutnya."Kami dari pihak hotel akan menjemput nona."
"Aku hoki!" Amelia berteriak, kemudian naik dengan cepat. Mobil melaju meninggalkan area klinik, menuju hotel.
Tidak menyadari Savier masih berdiri di dekat rumah sakit membawa payungnya. Tersenyum menatap kearah Amelia yang berteriak penuh kegembiraan.
"Selidiki tetang hal yang terjadi di keluarga Amelia." Perintahnya pada orang yang berdiri di belakangnya.
"Baik..."
***
Liburan di hotel berbintang memang yang terbaik. Walaupun hanya setengah hari, tidak disangka vocer itu bukanlah sebuah kebohongan. Bahkan dirinya mendapatkan hadiah set pakaian ganti.
Walaupun waktu menginap 3 hari, tapi Amelia memutuskan untuk kembali sesuai hukuman ayahnya.
Tetap saja, ini adalah keluarnya, tidak akan ada tempat lain untuk pulang.
Buku novel juga masih tertinggal di kamar. Dirinya harus membaca detail peristiwa dari buku novel yang aneh tersebut.
Melangkah penuh semangat, mengingat-ingat peristiwa dalam novel setelah dirinya diperbolehkan masuk.
Dalam buku novel, Amelia memendam dendam kemudian mengumpat ke arah Tiara. Kemudian mendorong Tiara hingga jatuh ke lantai. Ayahnya marah besar, mengurungnya di gudang semalaman tanpa makanan.
Tapi memang benar-benar sial. Haruskah dirinya ikut-ikutan menyanjung Tiara hanya untuk bertahan hidup? Menjadi pembantu Tiara seumur hidupnya? Benar-benar menjijikkan.
Pelayan membukakan pintu untuknya. Tiara terlihat di sana berada di samping ayah dan ibunya.
"Ini untukku? Tapi ini kalung warisan turun-temurun." Ucap Tiara pelan."Aku tidak bisa menerimanya, ini terlalu mewah."
"Tiara, kamu adalah putri yang kami cintai. Kakakmu juga setuju dengan hal ini." Sang ibu membelai rambutnya.
"Apa yang tidak untuk putri ayah yang paling cantik?" Tawa dari sang ayah terdengar.
Kakaknya membiarkannya mendapatkan kalung warisan nenek? Dulu dirinya merengek memohon pada ibunya, tapi ibunya acuh. Kakaknya bahkan mengatainya cengeng, kemudian pamer memakai kalung itu kemana-mana.
Dan sekarang semuanya menjadi milik Tiara?
"Kamu sudah intropeksi diri? Mulai sekarang kamarmu akan ditempati Tiara. Kamu tidur di lantai satu saja." Ucap sang ayah dingin.
Amelia berusaha keras untuk tersenyum, kemudian mengacungkan jari tengah tanda cinta. Villain tetaplah villain, tergantung bagaimana dirinya menjadi villain.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!