...~•Happy Reading•~...
Alangkah baiknya readers membaca Novel "Ketika hati menyatu" sebelum membaca ini, karena Novel "Sang Penjaga" adalah lanjutan dari Novel tersebut di atas. Terima kasih. 🙏🏻❤️🤗
^^^《Kilas balik^^^
^^^Nathania gadis yatim piatu. Setelah kakaknya meninggal, dia berkonflik dengan mantan kakak ipar bernama Frans. Sehingga dia sering diganggu dan diteror oleh Frans.^^^
^^^Raymond yang pernah menolong Nathania di masa lalu, kembali menolong dia setelah menerima ancaman dari Frans dan para pengendara motor, agar tidak mendekati Nathania.^^^
^^^Raymond menemukan solusi untuk melindungi Nathania dengan menyewa paviliun milik keluarganya, agar berada di dekat Nathania.^^^
^^^*~*^^^
Sudah hampir satu bulan Raymond menyewa paviliun Nathania. Namun karena kesibukannya di Jakarta dan sering keluar negeri, sudah hampir dua minggu Raymond tidak datang ke paviliun.
Hari-hari tanpa kehadiran Raymond, Nathania isi dengan mengembangkan warung ole-ole dan restoran mini miliknya. Agar tidak hanyut oleh rasa kosong, dan rindu menyesak atas ketidakhadiran Raymond yang sudah mengisi hari-harinya.
Ketidakhadiran Raymond dianggap Frans sebagai rasa takut terhadap ancamannya dan para pengendara motor. Sehingga dia menggunakan kesempatan dengan berbagai cara untuk mendekati Nathania.
Namun usahanya terhadang oleh rasa percaya diri dan keberanian Nathania menghadapi dia. Sehingga dia mencari berbagai cara untuk menekan dan mengintimidasi Nathania, supaya mau terima pertolongan yang dia tawarkan.
"Non, mau pergi sendiri?" Bibi Sena melihat Nathania sudah naik mobil sendiri tanpa ditemani karyawan.
"Iya, Bi. Hari ini hanya survey. Tenang saja." Nathania melihat Bibi Sena sambil tersenyum, karena sering mengkhawatirkan dia kalau pergi sendiri, seperti Mamanya.
"Hati-hati, Non. Pulang jangan terlalu malam." Ucap Bibi Sena saat mobil Nathania mau melewati gerbang.
"Iya, Bi. Terima kasih." Ucap Nathania sambil mengangkat tangan.
Beberapa waktu kemudian, setelah melewati jalan yang padat, Nathania keluar dari salah satu rumah produksi pisang sale dan hendak ke tempat parkir. Tiba-tiba seorang pria mendekati dari samping dan hendak menarik kantong berisi contoh produk di tangannya.
Sontak Nathania mempertahankan tas dan kantong, lalu memukul tangan penyerang dengan pinggiran tangan. Kemudian Nathania menendang sekuat tenaga, karena pria yang memakai masker masih ngotot mau mengambil tasnya.
Nathania berteriak sambil mengeluarkan benda kecil dari dalam tas lalu arahkan kepada wajah si penyerang. Sehingga dia berjerit kesakitan sambil menutup matanya.
"Ada apa Thania?" Tiba-tiba terdengar suara orang yang berlari mendekat dan menyebut namanya.
Tanpa melihat, Nathania yang panik mengarahkan benda di tangannya kepada orang yang mendekati dia. "Thania, tahan. Aku Frans." Ucap Frans sambil mengangkat tangan, lalu dia menendang penyerang untuk menjauh dari Nathania.
"Frans? Kau bikin apa di sini?" Nathania lebih terkejut mengetahui ada Frans dan sedang memukul pria yang menyerangnya.
"Tadi aku lewat dan lihat orang ini mau tarik tasmu." Frans menjelaskan sambil kakinya menendang penyerang.
Tapi Nathania jadi curiga melihat gerakan Frans menendang, seakan menyuruh penyerang pergi, karena orang mulai berdatangan.
Penyerang kebingungan dan tidak bisa lari, karena matanya kena merica. Sehingga dia berjalan kesembarang arah seperti orang buta.
"Sudah, Thania. Jalankan mobilmu, pergi dari sini. Nanti aku yang tangani orang ini." Frans berkata sambil memegang penyerang dan menyuruh Nathania pergi.
'Ada apa dengan dia? Dia mau jadi pahlawan?' Nathania sangat curiga. Dia mau turun untuk menyeret penyerang ke kantor polisi, tapi dia tidak mau berurusan dengan Frans. Sehingga dia menjalankan mobil keluar dari tempat parkir.
"Ada apa tadi? Orang ini mau merampok?" Tanya orang yang mendekati Frans dan penyerang yang tidak bisa lari, karena matanya seakan buta.
"Tidak. Tadi hanya salah pengertian. Dia mau membantu, tapi wanita tadi salah paham." Ucap Frans menghindari anak buahnya diamuk masa.
"Pak, tolong cari air. Ole pakai apa itu? Mataku sangat peri dan sakit." Bisik anak buah Frans yang sangat geram dan marah takut matanya buta.
"Sudah, diam. Berjalan cepat." Bentak Frans, karena banyak orang mulai datang melihat dan ingin tahu.
"Pak Frans bilang cuma takut-takuti, kenapa lama sekali datangnya?" Anak buah Frans protes, sebab tidak sesuai rencana yang dikatakan Frans. Dia ditugaskan membuntuti mobil Nathania, dan hanya menggertak. Nanti Frans akan datang menolong. Ternyata tidak seperti skenario yang diatur Frans.
"Sudah, yang penting kau sudah aman. Tadi terhalang lampu merah. Ini coba bersihkan mukamu." Frans memberikan sebotol air mineral.
Anak buah Frans segera menyiram wajahnya berulang kali untuk membersihkan matanya. "Pak, tendangannya sangat sakit. Untung tidak kenal burung saya. Begini tidak bisa terbang." Anak buah Frans memeriksa selangkangannya yang kena tendangan kaki Nathania.
Frans jadi terdiam memikirkan yang dilakukan Nathania. Dia yang mau menggunakan trik seperti di film-film untuk menjadikan dirinya pahlawan di mata Nathania, gagal total. Bahkan anak buahnya tidak bisa kabur dan hampir babak belur, jika dia terlambat datang.
~*
Nathania yang sudah di jalan, tidak tahan menjalankan mobil. Jantungnya berdetak kuat dan tangannya gemetar memegang stir, hingga kadang oleng. Rencananya untuk survei ke tempat lain tidak diteruskan.
Dia menepi dan minum untuk menurunkan rasa tegangnya. 'Apa tadi itu rencana Frans untuk menakut-nakuti? Supaya dia mau tunjukan kalau dia orang baik yang mau membantu?' Nathania berpikir sambil melihat sekelilingnya.
'Inikah yang dimaksudkan Pak Ray, agar aku bisa bertarung?' Nathania bertanya sambil mengingat yang dilakukan Raymond terakhir kali sebelum pergi.
Raymond melatih cara bela diri dasar berulang kali, lalu mengajak dia duduk di teras untuk berbicara.
..."Thania, beberapa waktu ke depan, saya mungkin jarang ke sini, karena ada pekerjaan. Selama saya tidak ada di sini, terus berlatih yang saya ajarkan."...
..."Iya, Pak. Saya akan berlatih." Nathania mengiyakan, walau tidak mengerti maksud Raymond. "Terima kasih sudah menjaga saya, Pak."...
..."Walau ada yang menjagamu, kau harus bisa menjaga diri sendiri. Ini semprotan merica, bawa dalam tas setiap mau keluar rumah." Raymond meletakan semprotan merica ke dalam tangan Nathania....
..."Jangan melihatku. Dengar yang saya katakan. Walau sudah berlatih dan bawa semprotan ini, selalu berdoa sebelum lakukan sesuatu. Supaya kau aman dalam penjagaan-Nya."...
..."Pak Ray, lama tidak ke sini?" Nathania tidak menanggapi yang dikatakan Raymond, sebab yang dikatakan Raymond seakan mau meninggalkan dia....
..."Lama atau cepat, tergantung pekerjaan. Fokus saja pada kerjaanmu dan simpan itu. Letakan di kantong tas yang mudah dijangkau." Raymond mengulang lagi tentang semprotan merica....
Nathania tersentak mengingat percakapannya dengan Raymond. 'Apa Pak Ray tahu tentang rencana Frans? Atau Frans dan gerombolannya mengancam Pak Ray, sehingga Pak Ray melatih cara bela diri?' Nathania jadi berpikir tentang yang dilakukan Frans berhubungan dengan yang dilakukan Raymond.
Nathania memeriksa lengannya yang memerah karena memukul tangan penyerang. Dia jadi mengerti, kenapa Raymond menuntut agar dia serius berlatih untuk menguatkan otot lengan dan paha.
...~_~...
...~▪︎○♡○▪︎~...
...~•Happy Reading•~...
Dua hari kemudian, Raymond yang baru kembali dari Denpasar untuk menghadiri pertemuan pengusaha muda, tidak beristirahat. Dia langsung menuju stasiun kereta api Gambir menuju Bandung.
Walau badan terasa penat karena pekerjaan dan sering bepergian, dia ingin istirahat di paviliun Nathania. Perasaannya sangat tenang jika sudah berada di paviliun, walau tidak sering bertemu dan berbicara dengan Nathania.
Perlakuan Nathania yang diam-diam memperhatikan dia lewat kedua Bibi, kadang membuat dia tersenyum sendiri. Jika sedang sibuk dan ingat mereka latihan dan olah raga di pagi hari menghadirkan rasa kangen. Sehingga dia memutuskan untuk berakhir pekan di tempat Nathania.
Sore menjelang malam, Raymond turun dari mobil online di gerbang rumah Nathania dan membunyikan bel. Dia tidak masuk lewat warung, karena dia melihat ada pengendara motor yang parkir tidak jauh dari depan warung.
Raymond yakin, pengendara motor itu sengaja mengawasi warung Nathania dan sudah melihat kehadirannya. Walau dia memakai topi menutupi sebagian wajahnya.
"Bi, Thania sedang keluar?" Tanya Raymond kepada Bibi Sena yang membuka pintu gerbang, karena tidak melihat mobil warung ada di halaman.
"Iya, Pak. Non Thania pergi ambil barang dengan karyawan...." Bibi menjelaskan yang dikatakan Nathania saat pamit padanya.
"Baik. Saya minta air mineral agak banyak disediakan di paviliun." Raymond meminta, karena merasa tenggorakannya agak serak dan tidak enak.
"Iya, Pak. Nanti saya letakan di meja teras paviliun." Ucap Bibi sambil mengikuti Raymond dari belakang setelah mengunci pintu pagar.
Raymond berjalan cepat untuk mandi dan istirahat, karena sangat lelah dan tulang-tulangnya terasa sakit. Sehingga dia ingin istirahat lebih sore.
~*
Beberapa waktu kemudian, Nathania pulang dalam keadaan lelah, karena dia dan Hendra ke berbagai rumah produksi yang tidak bisa dikunjungi Nathania sebelumnya, karena peristiwa kehadiran Frans dan penyerang.
"Non Thania, Pak Ray ada datang." Lapor Bibi setelah Nathania turun dari mobil dan Hendra pulang.
"Ooh. Benarkah, Bi?" Nathania tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya, walau tubuh sangat lelah.
"Iya, Non. Mungkin sudah istirahat. Karena sejak datang tidak keluar-keluar lagi." Bibi menjawab dan sekalian melapor yang dilakukan Raymond.
"Ok, Bi. Saya mau mandi dan istirahat juga. Badan terasa mau rontok." Nathania berkata sambil berjalan bersisian dengan Bibi Sena.
"Kalau begitu Bibi bikin susu hangat. Non minum dulu baru tidur." Bibi Sena menyarankan, karena melihat Nathania kelelahan.
"Makasih Bi, barang yang ada di mobil, besok saja baru diturunin. Mari kita istirahat." Nathania berkata demikian, karena melihat lampu paviliun sudah redup.
~*
Beberapa saat kemudian, suasana rumah Nathania yang tentram dan sepi dikagetkan dengan bunyi bel rumah yang terus berbunyi disertai dengan bunyi gedoran pada pintu gerbang.
Bibi Sena kaget bangun mendengar suara berisik, segera menuju pintu kamar Nathania. Tok tok. "Non, maaf. Itu ada orang yang bunyikan bel." Bibi melapor, sebab Nathania belum bangun.
"Ada apa Bi? Aku seperti jatuh dari pohon." Nathania kaget bangun dan belum menyadari keadaan.
"Ada yang datang Non." Bibi menunjuk keluar.
"Oh, ini sudah larut. Siapa yang datang beli ole-ole jam segini? Apa ngga bisa tunggu sampai pagi?" Nathania jadi kesal saat melihat jam dinding sudah hampir jam satu. Dia mengira yang membunyikan bel mau beli ole-ole.
"Bibi, tolong lihat siapa. Jangan bawa kunci." Nathania hanya mau lihat siapa yang datang.
"Baik, Non." Bibi Sena letakan kunci lalu berjalan cepat ke halaman, karena bel rumah masih berbunyi.
Nathania duduk terhenyak dan kesal, karena tidak bisa balik tidur. Dia memakai kardigan dan duduk menunggu Bibi Sena di ruang tamu. 'Kita baik dan pengertian bisa beli ole-ole kapan saja, tapi tidak juga seperti sekarang.' Nathania jadi emosi, karena orang yang datang tidak berpikir orang sudah tidur.
~*
Kedua Bibi yang sudah di gerbang, mengintip keluar dari tempat yang disiapkan untuk melihat keluar. "Siapa?" Tanya Bibi, karena tidak melihat yang datang.
"Polisi. Segera buka pintu!" Suara seorang pria dan gedoran mulai tidak terdengar.
"Sebentar, Pak. Saya ambil kunci pintu." Bibi Sena dan Rara berlari kembali ke rumah.
"Ada apa Bi? Siapa?" Nathania yang sedang duduk sambil minum air mineral terkejut melihat kedua Bibi berlari masuk. Dia tidak jadi ambil laptop untuk periksa cctv.
"Polisi di luar minta masuk, Non." Jawab Bibi, yang masih terengah.
"Polisi? Ada apa lagi?" Nathania melihat Bibi Sena. "Ambil kunci dulu Bi. Tunggu, saya mau memastikan." Nathania jadi membuka laptop untuk melihat cctv yang di depan gerbang.
Ketika melihat banyak orang di depan pagar dan ada yang memakai rompi polisi, Nathania mengambil kardigan yang lebih tebal untuk melapisi pakaiannya, lalu berjalan ke halaman bersama kedua Bibi.
Saat pintu pagar dibuka, beberapa orang pria masuk bersama dua orang polisi yang masuk sambil menunjukan tanda pengenal.
"Ada apa ini, Pak? Mengapa datang jam segini ke rumah saya?" Nathania bertanya tanpa beranjak dari jalan masuk bersama kedua Bibi.
"Ada yang melapor rumah ini dijadikan tempat perbuatan maksiat. Mana orangnya tadi." Polisi mencari di antara orang yang melapor.
Nathania terkejut melihat Frans maju dengan dua orang pria, setelah dipanggil polisi. "Benar, Pak. Dia menyimpan lelaki di dalam rumah itu. Ini orangnya." Frans menunjukan ponsel dan menunjukan video yang diambil anak buahnya.
"Berdasarkan ini, bapak-bapak menuduh saya melakukan maksiat di rumah saya?" Nathania tidak bisa menahan emosi. Dia jadi tahu, Frans yang jadi biang keroknya dan terus mengawasi dia.
"Jangan percaya dia, Pak. Periksa saja rumahnya. Pasti laki-laki itu sedang bersembunyi seperti kodok di dalam satu kamar." Ucap salah seorang anak buah Frans.
"Nona, segera minggir. Kami mau periksa rumah anda. Kami harap kerja samanya, agar tidak membangunkan warga yang lain dan anda digiring dari sini." Ucap salah seorang polisi.
"Tidak perlu bapak-bapak menggeledah rumah saya. Paviliun saya sewakan, karena butuh dana segar. Penyewa sedang tidur, kalau itu yang bapak-bapak maksudkan, tunggu di sini. Saya harus menjaga privasi dan kenyamanan penyewa." Ucap Nathania tegas.
"Alasan penyewa, padahal lakukan indehoiii..." Ucapan salah satu anak buah Frans terputus. "Tutup mulutmu! Tunggu giliranmu saya akan menuntutmu dan antek-antekmu." Nathania membentak dengan suara keras seperti apa yang pernah dilakukan Raymond.
Dia tidak takut, karena ada Raymond yang punya pengacara. Jadi dia percaya diri balik mengancam.
"Bibi, tolong ke paviliun dan ketok pintu pelan. Mungkin beliau sudah terbangun." Nathania berkata serius kepada Bibi Sena untuk melihat Raymond.
Tidak lama kemudian, Raymond berjalan dari paviliun dengan memakai sweater berkupluk dan memasukan kedua tangan ke dalam kantong. "Ada apa, Thania?" Tanya Raymond dengan suara parau.
...~_~...
...~▪︎○♡○▪︎~...
...~•Happy Reading•~...
Raymond sudah mendengar sekilas dari Bibi tentang kedatangan polisi. Tapi rahangnya mengeras, ketika melihat polisi datang dengan Frans dan anak buahnya. Walaupun sudah tahu maksud Frans, dia tetap berjalan tenang mendekati Thania.
"Maaf, Pak. Ini ada Pak polisi mau geledah rumah, karena orang-orang ini melapor, rumah saya dijadikan tempat maksiat." Nathania menjelaskan dengan perasaan tidak enak dan malu.
"Sudah bilang saya sewa paviliunmu?" Tanya Raymond kepada Nathania, tanpa melihat polisi atau yang lainnya.
"Sudah, Pak." Jawab Nathania cepat, tapi ada yang nyeletuk. "Alasan. Akal bulus..." Raymond menatap tajam yang nyeletuk, hingga dia mundur.
"Terus, bapak-bapak mau apa?" Tanya Raymond kepada polisi.
"Kami minta kalian ke kantor polisi untuk diperiksa dan minta keterangan. Supaya menghindari masa berdatangan dan bikin ribut " Ucap salah satu polisi.
"Baik. Tapi saya sedang tidak sehat. Besok kami akan ke kantor polisi." Ucap Raymond tenang. Polisi yang meminta terdiam melihat sikap Raymond yang tenang dan dingin, lalu melihat rekannya.
"Oh, Pak Ray sakit? Pantas wajah bapak sangat merah. Astaga, saya antar ke rumah sakit, Pak." Nathania terkejut melihat wajah Raymond. Sehingga dia tidak peduli dengan polisi dan Frans yang sedang memperhatikan.
Raymond terkejut melihat reaksi Nathania yang sangat panik mendengar dia sakit. Sehingga dia bergerak cepat untuk melarang, agar tidak berlanjut. "Tidak usah. Saya hanya mau istirahat." Raymond menggerakan wajah, agar Nathania tenang.
Frans seakan tersengat listrik melihat Nathania mendekati Raymond dengan wajah panik. Rasa benci menguasainya, sehingga dia menyenggol salah satu anak buahnya. "Pak, jangan didengar. Mereka sedang main drama untuk menutupi kelakuan bejat." Ucap anak buah Frans.
Raymond tidak peduli dengan tuduhan anak buah Frans. "Thania, catat nama polisi dan yang lainnya. Tolong berikan jaminan." Raymond berkata serius dengan suara parau, lalu berbalik ke paviliun. Dia menahan marah melihat Frans dan anak buahnya berkasak kusuk untuk menuduh dan menjebak, karena mulai menggigil.
"Bapak-bapak sudah dengar, kan. Besok kami akan ke kantor polisi untuk beri keterangan. Kalian juga, jangan sampai tidak datang." Nathania menunjuk Frans dan anak buahnya.
Kedua polisi tidak bisa memaksa, sebab melihat kondisi Raymond yang sakit dan Nathania sudah menjamin akan datang ke kantor polisi. "Pak, saya minta nama bapak-bapak dan mereka semua." Nathania mengeluarkan ponsel untuk mencatat. Tapi Frans tidak menyebut namanya, hanya mendengus.
"Pergi dari sini. Pergiii..." Nathania mengusir Frans dan anak buahnya yang belum juga beranjak, walau polisi sudah berjalan keluar.
"Rara, ambil slang ke sini. Kalau tidak tahu diri, mungkin perlu mandi tengah malam." Teriak Nathania, karena kesal. Dia sedang khawatir kesehatan Raymond, tapi Frans tetap tidak mau pergi.
"Bi, ini rekam semua ini." Nathania memberikan ponselnya kepada Bibi Sena.
Frans tidak peduli dengan gertakan Nathania. Dia sangat marah melihat Raymond bisa masuk dengan gampang ke paviliun. Sedangkan dia yang pernah pacaran dan menikah dengan Nike belum pernah masuk.
"Nike akan mengutukmu dari dalam kubur, lihat kelakuan bejatmu." Ucap Frans disertai dengan mata seperti burung hantu.
"Saya lebih takut dikutuk Tuhan. Sana, pergi dari sini. Pergiii..." Nathania tidak takut, malah balik melawan dengan berani. Sakit Raymond memberi dorongan kuat baginya untuk melawan Frans.
"Pak polisi, lihat mereka ini. Apa masih kurang jaminan yang saya berikan?" Nathania berteriak sebelum polisi naik motor. Dia sangat marah melihat Frans tidak beranjak.
Polisi yang melihat sedang direkam, segera berhenti. Frans dan anak buah terpaksa keluar, karena melihat polisi tidak jadi naik motor dan orang-orang yang dibawa sudah keluar.
Setelah polisi pergi, Rara mengunci gerbang. Sedangkan Nathania berbicara serius dengan Bibi Sena, lalu berlari masuk ke rumah. "Tolong cepat Bibi Sena." Nathania berbicara sambil membantu. Dia sangat khawatir dengan kondisi Raymond.
Tidak lama kemudian, Nathania berjalan cepat ke paviliun untuk melihat kondisi Raymond. Dia sangat khawatir mengetahui Raymond sakit. Tok tok "Pak Ray, sudah tidur?" Tanya Nathania di depan pintu.
"Sudah, Thania." Jawaban Raymond membuat Nathania menarik nafas panjang. Raymond belum bisa tidur, hanya duduk di tepi tempat tidur.
"Minum ini dulu, Pak. Supaya bisa tidur." Nathania tidak tanggapi candaan Raymond.
Raymond membuka pintu paviliun lalu berdiri di depan pintu, setelah menutup pintu di belakangnya. "Selama saya tinggal di sini kau tidak pernah datang, karena menghindari kejadian seperti tadi?" Tanya Raymond setelah menutup kepalanya dengan kupluk dan memasukan kedua tangan ke dalam saku.
Raymond jadi curiga, karena menyadari selama dia menyewa paviliun, Nathania tidak pernah datang ke paviliun atau berbicara dengannya di depan paviliun. Mereka hanya bertemu dan berbicara di depan teras rumah.
"Pak Ray, minum ini dulu. Nanti sudah sehat baru kita bicarakan." Nathania tidak menjawab tapi memberikan gelas yang diberikan Bibi Sena ke tangan Raymond.
Raymond tidak bertanya, tapi menggerakan wajah dan mata untuk menanyakan apa yang diberikan Nathania. "Itu jamu buatan Bibi. Mungkin agak pahit, tapi tahan sebentar, Pak. Supaya bisa turun panas dan tenggorakan bisa lega." Nathania menjelaskan jamu yang diberikan kepada Raymond
Raymond terpaksa ambil dan minum perlahan. "Obat yang cepat menyembuhkan, kenapa selalu pahit?" Ucap Raymond disertai wajah menahan rasa pahit.
"Pahitnya hanya sebentar di mulut, Pak. Nanti kalau sudah turun ke tenggorokan tidak berasa pahit lagi." Nathania menanggapi protes Raymond.
"Apa saya tidak bisa minum air mineral untuk hilangkan pahitnya sekarang?" Raymond bertanya sambil memegang leher dan menahan pahit.
"Tahan sebentar lagi, Pak." Nathania mengangkat tangan, melarang Raymond masuk ke kamar untuk ambil air mineral.
"Kau tidak khawatir tentang besok?" Tanya Raymond mengalihkan rasa pahit di mulutnya.
"Biarlah kesusahan sehari cukup buat sehari, Pak. Besok punya kesusahan sendiri. Saya tidak mau pikirkan apa yang terjadi di esok hari, kalau berhadapan dengan para pemfitnah itu."
"Termasuk mantan kakak iparmu?" Raymond terus memegang lehernya.
"Terlebih dia, Pak. Saya tidak habis pikir yang dia lakukan. Tapi malam ini, Pak Ray tidur dulu. Saya tidak mau bicarakan itu dalam situasi begini."
"Baiklah. Selamat tidur. Tidak usah pikirkan, besok mau berikan keterangan apa. Kita hanya mengatakan yang sebenarnya. Orang berbohong yang perlu berpikir, untuk cari alasan." Ucap Raymond serius.
"Iya, Pak. Minum ini, lalu tidur." Nathania memberikan gelas kecil yang disimpan di belakangnya.
"Oh, kau menyimpan penangkal pahit rupanya. Ternyata kau tega lihat saya menahan pahit." Raymond menggelengkan kepala melihat wajah galak Nathania. Dia ambil gelas kecil yang diberikan, lalu minum.
"Supaya Pak Ray bisa tidur dan lekas sembuh." Ucap Nathania sambil mengambil gelas kecil dari tangan Raymond yang melihatnya dengan tatapan lurus menembus relung hati.
...~_~...
...~▪︎○♡○▪︎~...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!