NovelToon NovelToon

Pelabuhan Hati

1# Rega

Jika bisa mengulang waktu, entah dia akan mengulang atau tetap dengan keputusan yang sama. Mungkin akan lebih mudah untuknya mengambil keputusan jika belum melibatkan kedua orang tua dan keluarga besarnya. Namun hatinya dalam persimpangan yang belum menemukan ujungnya, menimbang segala bentuk resiko yang akan terjadi dengan keputusannya nanti.

Mengikuti kata hatinya berarti melukai banyak orang, terutama mamanya yang menaruh harapan tinggi terhadap hubungannya dengan sang tunangan. Namun hatinya berkata, jika dia melanjutkan maka dia dan sang tunangan yang akan menjalani semuanya. Apa jadinya jika dia menjalani sebuah ikatan tanpa rasa cinta, atau benarkah dia tidak ada sedikitpun rasa pada tunangan pilihan sang mama.

Mungkinkah dia akan melepas sang tunangan? Yakinkah Rega kalau itu bukan kebimbangan sesaat dan hanya ujian sebelum pernikahan mereka? Atau Rega akan melepaskan perempuan yang hampir satu tahun menjadi tunangannya? Dia sedang dalam persimpangan yang membingungkan.

Rega tengah menimbang semua keputusan yang akan dia ambil mengenai dirinya dengan sang tunangan, di saat waktu pernikahan mereka sudah di tentukan oleh kedua belah pihak keluarga.

Pria itu berdiri membelakangi meja dan menghadap jendela kaca lantai 20 gedung ruang kantornya berada. Jas hitam slim fit membungkus tubuhnya yang tegap, dengan warna kemeja yang sama dengan jasnya membuatnya semakin terlihat tampan.

Dagunya terangkat menatap langit kota Bandung yang menampakkan awan mendung siang itu, semendung hatinya. Kedua tangan yang sudah menyelinap kedalam saku celana, namun wajahnya terlalu tenang untuk ukuran seseorang yang tengah banyak pikiran.

Di saat usia pertunangannya sudah berjalan hampir satu tahun, nyatanya dia baru berani mengambil langkah. Bahkan saat sang mama sudah sibuk dengan persiapan pernikahan mereka, Rega justru baru memantapkan mengambil keputusan yang mungkin akan membuat huru hara.

Sungguh gila dan sangat payah memang.

***

“Pak,” panggil Aldo sang asisten, dia mengetuk pintu ruangan Rega berulang kali. Namun atasannya tersebut tidak kunjung menyahut, karena itulah Aldo langsung masuk.

“Ya?” Rega langsung membalik badannya.

“Maaf langsung masuk. Saya ketuk pintu berulang kali tapi pak Rega tidak menyahut,” terangnya pada Rega.

“Ada apa?” tanyanya pada sang asisten.

“Sudah waktunya untuk berangkat,” jawab Aldo, pasalnya mereka hari itu memang ada janji temu dengan klien.

Rega mengangguk, dia kemudian mengambil ponselnya yang ada di meja. Kemudian berjalan keluar ruangan mendahului Aldo.

“Karin, kamu juga ikut!” titahnya pada Karin yang tidak lain adalah sekertaris Rega.

“Iya, pak.” Karin mengambil tasnya, dia berjalan di sisi Aldo.

Mereka bertiga masuk kedalam mobil dengan Aldo yang menyetir, Rega duduk di samping Aldo. Sedangkan Karin duduk di kursi penumpang yang ada di belakang, mobil yang mereka tumpangi membelah kemacetan siang itu. Kebetulan mereka keluar saat jam makan siang, beruntungnya mereka sudah lebih dulu reservasi tempat untuk makan siang.

Empat puluh lima menit kemudian mereka sampai di restoran yang sedang viral akhir-akhir ini, ketiganya turun dari mobil dan langsung masuk kedalam restoran.

“Reservasi atas nama tuan Rega,” ucap Aldo pada karyawan resto yang menyambut mereka.

“Mari tuan silahkan! Tadi sudah ada dua orang lain yang datang,” ucapnya pda Aldo.

Aldo mengangguk, kemudian mempersilahkan Rega untuk berjalan lebih dulu di depan. Mereka bertiga di bawa ke ruangan yang sudah di pesan, mereka tidak memesan ruang VIP atau ruangan privat khusus. Hanya ruang biasa dengan pintu kaca tapi khusus untuk di gunakan lebih dari emapt orang. Jadi semua aktivitas di dalam dan siapa saja yang ada di sana tentu saja terlihat dari luar.

“Sorry telat. Macet jam makan siang,” ucap Rega memeluk Leo dan Dio ala pelukan sahabat sambil saling menepuk punggung satu sama lain.

“Aku sama Leo juga baru datang,” jawab Dio.

Mereka kemudian kembali duduk di posisi masing-masing, karyawan resto kemudian masuk membawa buku menu. Masing-masing memilih menu yang mereka inginkan. “Silahkan di tunggu, kami segera proses pesanan tuan dan nona semua. Permisi,” pamit karyawan resto tersebut.

Mereka mengobrol sambil menunggu pesanan datang, sebenarnya bukan Rega yang minta bertemu. Melainkan Leo dan Dio, lebih tepatnya Leo karena dia sedang merancang kejutan spesial untuk Hana.

“Aku mau kamu mendesain ulang rumahku, Ga! Aku membeli hunian jauh sebelum rencana pernikahanku dengan Hana. Aku ingin memberi Hana kejutan setelah kami menikah nanti,” ucap Leo

Rega mengangguk. “Gue lihat dulu hunian yang sudah lo beli. Meskipun sudah menjadi hak milik, tetap saja gue harus melihat siapa arsitek yang membuatnya. Biar gue bisa menyesuaikan harus merancang ulang seperti apa,”

Leo tertawa, dia kemudian menunjukkan foto hunian mewahnya pada Rega.

“Si alan,” umpat Rega saat melihat foto hunian mewah yang sudah sahabatnya beli, Leo bahkan terkekeh melihat ekspresi Rega.

Dio tak kalah tergelak mendengar Rega yang yang mengumpat, sedangkan Aldo dan Karin hanya diam karena keduanya tidak mengerti.

“Ini sih gue yang buat desainnya,” ucap Rega saat tahu kalau Leo membeli hunian yang Rega rancang. “Mau lo rubah bagaimana?” lanjutnya bertanya pada Leo.

“Hana suka rumah minimalis modern, tapi gaya Eropa Scandinavian. Di tambah taman yang luas di belakang atau di depan,” jawab Leo.

Rega mengangguk. “Mau tetap dua lantai?” tanya Rega diangguki Leo.

“Oke. Gue buat ulang dulu desainnya,”

Makanan dan minuman yang mereka pesan mulai berdatangan, kelimanya mulai menikmati makan siang dengan obrolan-obrolan yang lebih santai. Rega terlalu asik dengan kebersamaan dengan sahabat, hingga dia lupa membalas pesan dari seorang perempuan yang seharusnya dia utamakan lebih dari siapapun. Atau Rega memang sengaja tidak membalasnya? Entahlah, karena hanya Rega yang tahu.

“Kamu makan ini saja, Rin. Kamu alergi udang, kan? Itu ada udangnya,” Rega menukar capcay milik Karin dengan capcay kering miliknya.

Karin mengangguk. “Terimakasih, kak.”

“Sama-sama,” jawab Rega.

Karin diam-diam menatap kearah Rega, Dio dan Leo memperhatikan hal tersebut. Tatapan yang tentu Leo dan Dio pahami, bukan tatapan seorang perempuan pada calon kakak iparnya. Melainkan tatapan seorang wanita pada pria yang disukai, keduanya menghela napas.

Leo dan Dio tahu benar kondisi hati Rega saat ini, kedua sahabatnya tersebut juga tahu siapa Rhea. Leo dan Dio saling lirik, mereka berdua saling menaikkan alis masing-masing. Namun keduanya tidak akan masuk dan ikut campur masalah pribadi Rega, kecuali jika mereka melihat Rega sudah melenceng barulah mereka akan turun tangan. Terlebih Leo juga sedang sibuk mempersiapkan pernikahannya dengan Hana dalam waktu dekat.

“Saya permisi ke toilet sebentar,” Aldo menyela saat semua masih menikmati makanan mereka, dia pamit ke toilet.

“Silahkan,” ucap Dio.

Aldo kemudian keluar dari ruangan tersebut, dia bergegas menuju toilet yang ada di restoran tersebut.

2 # Rhea

Siang itu cuaca memang mendung di beberapa lokasi, termasuk di sebuah rumah sakit. Seorang perempuan dengan scrub suit berwarna ungu baru saja meninggalkan ruangan, suara langkah kakinya menggema di lorong-lorong rumah sakit. Dia bergegas menuju UGD setelah mendapatkan panggilan darurat, rambutnya yang terikat rapi ikut mengayun seiring dengan langkahnya yang cepat menuju ruang UGD.

Di lehernya tergantung stetoskop, tidak ketinggalan ID cardnya mengayun ke kanan dan ke kiri efek dari derap langkahnya yang mantap tanpa keraguan sedikitpun.

“Dokter Rhea, satu pasien trauma baru masuk.” Suster Gita memberikan sarung tangan lateks pada dokter Rhea.

Rhea mendekat kearah brangkar, dia melihat kearah perawat dan mengangguk. Suster Gita langsung membantu menahan kepala pasien.

Rhea langsung menempelkan stetoskopnya di dada pasien, memeriksa napas pasien. “Apa terasa nyeri?” tanya Rhea saat dia menekan dada pasien.

“I-iya dok. Sedikit,” ucap pasien yang jatuh dari motor.

Rhea mengangguk.

“Mbak Gita, pulsi oximeter” titahnya pada perawat yang bernama Gita.

“Siap, dok.” Mbak Gita memasang pulsi oximeter pada jari pasien tersebut. “97% dok,” lanjut mbak Gita.

Rhea bernapas lega. “Alhamdulillah, saturasinya bagus. Tapi tetap perlu harus kami observasi dulu,” ucapnya pada pasien. “Jangan terlalu banyak bergerak dulu,” titahnya pada pasien yang mendapat anggukan kepala dari pasien.

Dia kemudian beralih pada pasien-pasien lainnya, hari itu Rhea bahkan mengabaikan bunyi nyaring dari perutnya. Saat ini pasien-pasiennya lebih penting, hingga jam dua siang dia baru selesai.

Rhea menghempaskan tubuhnya pada sofa yang ada di ruangannya, dia mengambil ponsel dan membuka aplikasi hijau miliknya.

Beberapa jam yang lalu.

“Aku belum makan siang. Mau makan siang bareng gak, kak?”

Sebelum makan siang dia mengirim pesan pada Rega, namun sampai saat ini belum ada tanda-tanda di balas ataupun di baca.

“Apa hari ini dia sangat sibuk?” monolognya, Rhea iseng melihat story.

Deg

Rhea tersenyum miring, dia menghela napas.

“Hapus pesan” Rhea menghapus pesan yang dia kirim pada Rega.

“Mungkin dia memang sedang meeting di luar dan sangat sibuk,” monolognya.

Dia kemudian beranjak dari sofa, dia kembali menghela napas saat membuka laci ajaib miliknya. Biasanya Rhea menaruh beberapa snack untuk mengganjal perutnya di saat seperti ini, namun ternyata lacinya sudah kosong.

📷 Take a picture “Lupa isi ulang. Sabar lambungku,” unggahnya pada story.

Rhea duduk di balik mejanya, dia membuka leptopnya. Dia memeriksa beberapa berkas miliknya, dia sudah mendaftar ntuk melanjutkan spesialis di beberapa Universitas.

Drrrt

Drrrt

Rhea tersenyum saat melihat nama yang tertera pada layar ponselnya, dia langsung mengangkat panggilan masuk tersebut.

“Kamu belum makan siang, kan? Aku jemput,”

“Memang pak Leo dan pak Dio mengijinkanmu keluar kantor di jam-jam seperti ini?”

“Iya. Pekerjaanku sudah selesai, aku sudah ijin pada pak Dio. Aku harus menyelamatkan satu anak manusia yang sedang galau,”

“Ck … Aku tidak sedang galau, Almira. Aku hanya kelaparan,”

“Aku meluncur. Aku tutup teleponnya,”

Almira adalah sahabat Rhea dari saat mereka SMP, saat ini Almira bekerja sebagai sekertaris Leo di Hanapra atas rekomendasi dari Aruna yang tidak lain adalah istri Arshaka.

Rhea mengganti scrub suitnya dengan rok denim stret, di padu dengan blouse warna putih. Dia bercermin dan membenahi rambutnya agar lebih rapi, dia meraih sling bag dan bergegas menuju parkiran di mana Almira sudah menunggu.

Blugh

Rhea menutup pintu setelah masuk ke dalam mobil dan duduk di samping kursi kemudi.

Klik

Dia selesai memasang seat belt. “Let’s go Kawan,” ucapnya pada Almira.

“Kamu mau makan apa Rhe?” tanya Almira yang sudah menginjak pedal gasnya meninggalkan parkiran kantor.

“Aku ikut saja. Perutku sudah tidak bisa diajak berpikir,” jawab Rhea.

Almira mengangguk, dia membiarkan sahabatnya tersebut memejamkan mata sejenak. Almira paham benar bagaimana pekerjaan Rhea yang sering berperang dengan malaikat maut, belum lagi Almira juga tahu kondisi hati sahabatnya tersebut sedang tidak baik-baik saja.

Tidak butuh waktu lama untuk Almira sampai di restoran yang saat ini sedang viral, untung mereka datang bukan di saat jam makan siang. Jadinya tempat tersebut sudah tidak terlalu ramai. Almira baru membangunkan Rhea saat dia sudah selesai memarkir mobil milik sahabatnya tersebut, Rhea memang sengaja meminta Almira yang lebih sering membawa mobil miliknya.

“Rhea,” Almira menyentuh lengan Rhea.

“Eumm. Sudah sampai?” tanya Rhea.

“Iya,”

Rhea melepaskan seat belt miliknya, dia merapikan rambutnya sebelum turun dari mobil.

“Mari nona muda,” Almira meraih tangan Rhea, mereka berdua memang sangat dekat. “Thank’s Ra. Aku pasti sangat kehilangan kalau kamu nanti menikah,” sendu Rhea.

Plak

“Sembarangan. Aku tetap ada untukmu meskipun nanti aku sudah menikah,” jawab Almira.

Mereka kemudian masuk ke dalam rumah makan kekinian tersebut.

“Selamat datang kakak. Untuk berapa orang?” mereka di sambut oleh karyawan tempat tersebut.

“Dua orang kak. Kalau bisa yang tidak terlalu ramai,” pinta Almira.

“Baik, kak. Mari saya antar,” mereka berdua mengikuti karyawan tersebut menuju tempat duduk.

Deg

Rasa lapar Rhea seolah menghilang begitu saja saat mendapati beberapa orang yang dia kenal ada di sana, Almira mengikuti arah pandang mata sahabatnya tersebut karena dia melihat perubahan ekspresi Rhea.

Almira menghela napas kasar, dia menepuk pundak Rhea. “Mau ganti tempat?” tanyanya.

Rhea menggeleng. “Tidak keburu. Tidak apa-apa, Ra. Mereka mungkin sedang meeting,” Rhea terkekeh sendiri, dia mengusap lengan Almira.

“Ekspresimu bisa tidak jangan seperti itu! Aku jadi merasa seperti orang yang sangat sedih,” protes Rhea yang mendapatkan tatapan kasihan dari Almira.

Yap! Rhea melihat Rega sedang makan siang dengan Karin dan beberapa orang yang cukup dia tahu siapa mereka, begitu juga dengan Almira. Di sana Rhea melihat Karin yang tidak lain adalah sekertaris Rega, sekaligus adik angkat Rhea. Karena Rhea ternyata bukan putri kandung dari keluarga Darmawan, dia adalah putri angkat keluarga tersebut. Sampai saat ini Rhea masih bungkam, karena keluarga Darmawan masih menganggap Rhea belum mengetahui tentang siapa dirinya.

Almira kemudian merangkul pundak Rhea. “Aku selalu ada untukmu, beb. Apapun keputusanmu nanti aku selalu mendukungmu,” mereka kemudian duduk di meja dan segera memesan makan siang yang sudah sangat terlambat.

Keduanya sembari mengobrol ringan sambil menunggu makan siang mereka datang, Almira bahkan mengambil foto candid Rhea yang sedang melamun.

📷 Take a picture “Makan siang yang kesorean,” unggah Almira pada storynya, dia mengunggah foto Rhea yang sedang melamun. Tidak lupa menambahkan keterangan menyindir seseorang.

“Nge bu nuh orang yang bikin sahabatku ini sedih boleh gak sih? Ada gitu tunangan malah makan siang sama orang lain dari pada sama tunangannya sendiri,” Almira menambahkan caption yang cukup menohok.

Rhea justru terkekeh melihat story yang diunggah Almira. “Kamu mau nyindir siapa, Ra? Percuma, dia tidak punya nomormu. Hal yang sia-sia,” ucap Rhea.

“Ish. Kamu kok malah ketawa sih, Rhe?” gerutu Almira.

“Memangnya aku harus gimana? Nangis? Koprol atau marah-marah?” sahut Rhea.

“Ngamuk kek,” kesal Almira yang kembali membuat Rhea terkekeh.

Bersamaan dengan itu makanan yang mereka pesan datang. “Pesanannya sudah semua ya, kak?” tanya karyawan resto.

“Sudah kak. Terimakasih,” ucap Rhea.

3 # Sayatan Hati

Keduanya kemudian mulai menikmati makan siang mereka, lebih tepatnya makan siang yang sudah terlambat. Melihat Leo, Dio dan Aldo di meja makan bersama Rega membuatnya tidak terlalu ambil pusing dengan adanya Karin yang ikut makan siang.

Deg

Aldo baru saja kembali dari toilet saat melihat dua perempuan yang sedang duduk manis menikmati makan siangnya, salah satunya cukup dia kenal karena Rhea adalah tunangan atasannya. Dia melihat kearah Rhea dan bergantian melihat kearah Rega yang duduk di samping Karin. Di dalam bahkan ada sahabat-sahabat Rega yang tidak lain adalah Leo dan Dio, meskipun mereka ada di sana untuk membicarakan tentang pekerjaan. Namun tetap saja ada yang membuat Aldo merasa tidak enak hati saat melihat tunangan bosnya ada di sana.

Aldo menghela napas kasar. “Kenapa aku harus ada diantara masalah pelik mereka,” batinnya.

Aldo kemudian kembali duduk bersama dengan Rega dan yang lainnya, namun tingkahnya yang mencurigakan membuat Rega menatap sang asisten penuh selidik.

Byuur

Dio baru saja menyemburkan air mineral yang dia minum.

Plak

Leo menggeplak lengan Dio. “Jorok,” ucapnya.

“Sorry, Leo. Aku kaget,” ucapnya sambil menunjukkan unggahan story milik Almira, Leo hanya diam tidak berekspresi dan kembali menegak jus jeruk miliknya.

Rega masih memperhatikan Aldo yang netranya mengarah ke suatu tempat.

Rega mengerutkan dahinya, dia mengikuti arah pandang Aldo. “Rhea!” batinnya, dia kemudian langsung membuka ponselnya. Rega lupa membalas chat yang Rhea kirimkan dari semenjak sebelum makan siang, namun dia justru terkejut karena Rhea sudah menghapus pesan yang tadi di kirim tunangannya tersebut.

Bersamaan dengan itu, Dio mengirim screen shot unggahan Almira pada Rega. Tanpa menunggu lama pria tersebut membuka pesan yang di kirim sahabatnya tersebut.

Rega menghela napas, ada rasa bersalah dalam benaknya. Dia kemudian beranjak dari kursinya. “Gue ke depan sebentar,” ucapnya pada Leo dan yang lain.

Leo hanya mengangguk, sebenarnya dari tadi dia memang sudah tahu ada Rhea dan Almira di sana. Leo melihat sekertarisnya yang tidak lain dalah Almira yang baru masuk ke dalam restoran yang sama dengan mereka, Leo hanya diam karena dia tidak ingin ikut campur kecuali sahabatnya tersebut sudah sangat keterlaluan barulah dia akan bertindak. Karena saat ini dia di sana dengan Rega karena ingin membahas kerjasama pribadi dengan sahabatnya tersebut.

Rhea dan Almira terkejut saat tiba-tiba seorang pria duduk tempat di samping kursi yang di tempati Rhea. “Kenapa tidak bilang kalau mau makan siang di sini?” tanyanya pada Rhea.

Rhea menoleh. “Aku tidak mau menganggu kak Rega, sepertinya kakak sedang sibuk.” Rhea melirik kearah meja yang di sana ada Karin dan yang lainnya.

Rega memainkan rambut Rhea yang di kuncir, entah kenapa dia suka sekali memilin rambut milik Rhea tersebut.

“Sorry, Rhea. Gue lupa membalas pesan,” ucap Rega.

Rhea tersenyum penuh hangat pada Rega, bukan Rhea kalau tidak bisa menyembunyikan apa yang dia rasakan. “Tidak apa-apa, lagi pula ada Almira. Kami juga sudah selesai makan siang,” jawabnya pada Rega. “Iya kan, Ra?” tanyanya pada Almira.

“Heum,” ketus Almira menatap Rega.

Rhea melihat arlojinya. “Aku balik rumah sakit dulu, kak. Waktu makan siangku sudah habis,” Rhea kemudian berdiri dari tempat duduknya, kebetulan sekali memang dia dan Almira sudah menghabiskan makan siang mereka.

“Biar gue yang bayar,” ucap Rega saat Rhea mengeluarkan ATM dari dompetnya, Rhea mengangguk.

Rega kemudian ikut berdiri, dia menepuk puncak kepala Rhea. “Hati-hati di jalan,” ucapnya lembut.

Rega menuju kasir untuk membayar makan siang Rhea dan Almira, setelahnya dia mengantar Rhea sampai pintu restoran.

“Aku balik dulu, kak. Kak Rega antar sampai sini saja, kasihan Karin dan yang lain menunggu.”

Rega mengangguk, dia mengusap pipi Rhea dengan lembut. Kemudian membiarkan tunangannya tersebut menuju parkiran di mana Almira sudah lebih dulu masuk dan menyalakan mobil.

Jangan salahkan Rhea yang selalu menjadi lemah di hadapan Rega, act of servicenya yang selalu membuat Rhea melambung. Dia selalu berusaha berpikir positif jika itu tentang Rega, bukan baru satu atau dua bulan mereka bertunangan. Tapi hampir satu tahun lamanya mereka bertunangan, bahkan mama Indah yang tidak lain adalah mama Rega selalu meminta keduanya untuk segera menikah. Namun Rega selalu punya alasan untuk menundanya, Rhea bahkan tidak protes dengan semua alasan yang Rega katakan.

Di dalam mobil Almira terus menggerutu, rasanya dia ingin mengumpati Rega saat tadi pria itu ada di hadapannya. Kalau saja Rhea tidak menahannya, sudah pasti segala umpatan dan sumpah serapah Almira keluarkan pada Rega tadi.

“Harusnya tadi kamu biarkan aku maki-maki dia, Rhe. Kesel banget aku,” kesal Almira memukul stir mobil yang dia kemudikan.

Rhea justru terkekeh, dia mengusap lengan Almira. “Jangan marah-marah terus. Keriput kamu nanti,”

“Ck … kamu tanggung jawab bayarin aku perawatan. Biar begini aku tu belain kamu,” jawab Almira.

“Siap bu bos. Mau perawatan di mana gaskeun,” keduanya terkekeh bersama, hingga tidak terasa mobil yang Almira kendarai sudah sampai di lobby UGD.

“Rhea,” panggil Almira sebelum Rhea membuka pintu dan turun dari mobil.

“Ya?”

“Apapun yang terbaik untukmu aku akan selalu mendukung. Kali ini aku mohon, Rhea. Tanyakan pada hatimu yang paling dalam, kebahagiaanmu lebih penting dari kebahagian orang lain. Aku mengenalmu lebih dari apapun,” tatap Almira dengan sendu kearah sahabatnya.

Rhea menatap Almira, dia meraih tangan sahabatnya tersebut. Rhea menepuk punggung tangan Almira dengan lembut. “Aku tahu, Ra. Sebentar lagi, Ra. Tunggu sebentar lagi, kamu akan mengerti kenapa aku masih bertahan sampai saat ini. Aku hanya memberi waktu kak Rega untuk menyelami hatinya,” jawab Rhea.

Rhea memeluk Almira, dia mengusap punggung sahabatnya itu dengan lembut. “Harusnya aku yang menangis, Ra. Kenapa jadi kamu? Apa aku terlihat sangat menyedihkan sampai harus kamu tangisi?” ucapnya.

“Aku hanya punya kamu Rhea. Keluarga yang aku anggap keluarga bahkan membuatku terluka, tapi kamu? Kamu hanya orang asing yang ternyata menjadi keluarga untukku, aku tidak akan pernah rela jika ada yang menyakitimu. Bagiku kamu lebih dari sekedar sahabat atau keluarga,” Rhea memang segalanya bagi Almira, disaat semua orang mengucilkannya hanya Rhea yang meraih tangannya dengan tulus tanpa memandang siapa dan dari mana Almira berasal.

“Siap komandan,” keduanya kemudian tertawa, sungguh drama sekali siang itu mereka berdua. “Aku turun dulu, Ra. Kamu hati-hati, jangan lupa berkabar kalau sudah sampai kantor.”

“Oke,”

Rhea turun dari mobil, dia kembali keruangannya untuk kembali bertugas. Scrub suit sudah kembali dia kenakan, flat shoesnya sudah berganti dengan crocs yang biasa dia pakai saat bertugas di UGD.

Dia kembali dengan rutinitasnya sebagai dokter UGD bersama perawat yang akan selalu setia mendampingnya memeriksa dan mendiagnosa pasien yang baru saja datang ke UGD.

“Sore mbak Gita,” dengan senyum lebar dia menyapa mbak Gita, perawat yang selalu menemani Rhea saat bertugas di UGD.

“Sore juga dokter Rhea. Habis dapat asupan apa nih, dok? Bahagia banget,” ucap mbak Gita.

“Dapat asupan makan siang dong, mbak. Biar tetap semangat,” jawabnya dengan senyum merekah seperti biasanya, tidak ada yang tahu jika hatinya tengah menyimpan luka.

Dia terbiasa melihat luka dalam bentuk apapun, termasuk luka sobekan yang harus dia jahit agar kembali tertutup. Jika luka akibat sayatan pisau atau cutter, atau juga luka sobekan akibat incident bisa dia tutup dengan jahitan benang medis akan sembuh seiring dengan berjalannya waktu. Meskipun bekas jahitan akan nampak, namun ada banyak cara dan banya obat di masa modern seperti ini untuk bisa menyamarkan bekas luka atau bekas jahitan.

Lalu bagaimana jika bekas luka itu menumpuk dalam hati dan pikirannya? Bisakah Rhea menjahitnya dengan benang jahit khusus medis seperti yang biasa dia lakukan pada pasien-pasiennya? Lalu bisakah luka sobekan itu sembuh dalam waktu tidak lebih dari lima bulan? Tidak! Karena luka sayatan yang ada dalam hati Rhea tidak terlihat oleh mata, tidak terjamah oleh tangan dan tidak bisa di jahit dengan benang jahit medis.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!