NovelToon NovelToon

Godaan Cinta Ibu Susu

Kabar Duka Yang Bahagia

Suara tangisan terdengar samar, tapi nyata. Perlahan mata Sera, terbuka setelah tiga hari koma. Sera, melirik sekitar yang dipenuhi alat medis, dan orang-orang yang dia kenal, mereka semua mengelilinginya dengan linang air mata.

"Huhu ... huhu ... Sera!"

Tangisan dari wanita paruh baya dialah Ane, ibu kandungnya. Ia sangat menyesal karena sudah mengajak putrinya itu berlibur, tetapi malah berakhir tragis. Mereka semua kecelakaan yang menyebabkan suami dan bayi dalam kandungan Sera meninggal.

"Ibu," lirih Sera lembut. Ane, langsung menoleh, matanya melebar melihat sang putri yang sudah sadar.

"Sera! Sera, kamu sudah sadar! Dokter ... dokter!" teriaknya histeris, membangunkan semua pasien yang satu ruangan dengannya. Ayahnya, dan mertuanya langsung berlari ke arahnya. Mereka semua terlihat bahagia hingga tidak mampu menahan air mata.

"Ibu, ibu aku di mana? Bukankah kita mau pergi ke pantai?" Perkataan Sera, membuat tangisan Ane semakin keras.

"Huuu ... huhuhu ... Sera ... anak ini masih ingat kita yang akan pergi berlibur. Dia tidak tahu jika suami dan bayinya meninggal."

Mendengar nama bayi, tangan Sera segera menyentuh perutnya. Sera terpaku, dengan mata yang membola. Sera, berusaha bangkit untuk melihat perut buncitnya yang kini sudah rata.

"Ibu! Di mana bayiku? Apa aku sudah melahirkan?"

Lagi-lagi bukan jawaban yang Sera dapatkan. Ibunya hanya menangis, merangkul lalu memeluknya, seolah ingin menenangkannya. Tidak hanya Ane, tapi semua orang yang ada di sana.

"Ibu, kenapa menangis? Kalian juga ikut menangis, di mana bayiku?"

"Sera ... kamu sabar, ya. Bayimu ... bayimu ... huuuu ... huhuu ....." Lagi-lagi ayahnya ikut menangis.

Sera, tidak mengerti ia menatap ibu dan ayah mertuanya. Baginya orangtuanya sedang tidak beres, sehingga Sera, bertanya pada mertuanya. Namun, bukan jawaban yang dia dapat tapi tangisan.

"Kenapa kalian semua menangis? Ada apa ini, di mana bayiku?" Sera, bertanya dengan nada tinggi. Ia sudah kesal karena tidak ada yang menjawabnya.

"Bayimu meninggal, juga suamimu," celetuk Vanessa, ia adik Sera.

Sera mendekati Essa, "Apa? Kau bilang apa tadi? Bayiku meninggal?"

"Ya, jika kamu tidak percaya pergi saja ke makamnya."

"Tidak!"

Tubuh Sera, melorot duduk di atas lantai, ibu dan ayahnya malah marah dan menyalahkan Essa, yang bicara seenaknya. Tetapi Essa, ia membela diri jika sudah mengatakan yang benar.

"Essa, kau ini jaga bicaramu." Ane menjitak kepala Essa, yang langsung manyun sambil mengusap kepalanya.

"Ibu apa salah Essa, Essa sudah mengatakan hal yang benar. Bagaimana pun kakak harus tahu."

"Tapi pelan-pelan!" hardik Ane pada putri keduanya. "Kakakmu baru saja pulih dia tidak boleh bersedih."

"Maaf, semuanya! Kami harus memeriksa pasien."

Seorang dokter datang yang menghentikan perdebatan mereka. Dokter dibantu oleh perawat yang memapah Sera, menuju ranjang tidurnya lagi. Suasana cukup tenang semua keluarga diam, membiarkan Sera diperiksa dokter. Tetapi, suasana kembali riuh ketika Sera bangun dan mengatakan umpatannya.

"Saya tidak peduli suamiku meninggal, tapi kenapa bayiku harus meninggal!"

Sontak, keluarganya terkejut. Bola mata mertuanya melebar, yang awalnya hanya terlihat kesedihan kini hanya amarah yang menyala. Ajeng, ibu mertuanya langsung menghadap dengan ekspresi yang sulit diartikan. Ia marah juga kecewa.

"Apa yang kamu bilang? Kamu tidak sedih suamimu meninggal ... kamu senang melihat putraku tiada?!"

"Ajeng tunggu! Redam emosimu, mungkin dia seperti ini karena kehilangan bayinya," tahan Ane, ketika Ajeng memarahi putrinya.

Ajeng menghela nafas, lantas bicara "Bagaimana saya tidak marah, anakmu bilang dia tidak sedih kehilangan putraku, padahal putraku adalah suaminya! Jika tahu hati dia seperti ini ... lebih baik dia yang mati."

"Apa! Kamu mendoakan putriku mati!"

 Suasana semakin kacau dan riuh, Ane mulai emosi keluarga dua pihak mulai saling berdebat. Ditambah ucapan Sera, bukannya mereda, amarah Ajeng semakin meluap ketika Sera, kembali bicara.

"Aku benar-benar bersyukur Vero meninggal," ucapnya yang menatap Ajeng datar.

"Kau! Kau menantu biadab!" Amarah Ajeng semakin menyala. "Aku jadi curiga, jangan-jangan kamu yang merencanakan ini, kamu membunvh putraku!" Ajeng menghajar Sera, ia menarik tubuhnya dan menjambak rambut menantunya itu hingga rontok.

"Yakk!!"

Ane marah, ia tidak rela melihat helaian rambut putrinya di tangan besan. Sedangkan Ajeng, ia terpaku menatap rambut di tangannya. Ajeng memang tidak berniat menjambak cuman karena energinya terlalu kuat membuat rambut itu rontok.

"Yakk!! Kau menjambak rambut putriku sampai rontok!"

"Akh!!" jerit Ajeng, ketika Ane membalasnya, dengan menjambak rambutnya. Ajeng menjerit, Ane terus berusaha untuk tidak melepas jambakannya.

Suasana semakin panas dan ricuh. Seisi kamar rawat 2 heboh, para pasien di bilik sebelah ikut menonton pertunjukkan itu. Sedangkan para dokter mulai bingung, mereka pun meminta salah seorang security untuk datang memisahkan.

"Sayang! Sayang, sudah!" teriak Joko dan Purba suami mereka. "Ini rumah sakit kalian jangan bertengkar," ujar Joko suami Ane.

"Istrimu yang memulai!" sela, Ajeng menatap tajam ke arah Joko.

"Apa kamu bilang, justru kamu yang memulai!" Tunjuk Ane dengan marah. "Kamu mengharapkan putriku mati," tambahnya.

"Putrimu yang mengatakan dia bersyukur anakku meninggal. Dia menantu durhaka dia membunuh anakku, kecelakaan ini pasti ulahnya."

"Jika kecelakaan itu ulah putriku, maka kami semua tidak ikut celaka. Putriku dia tidak akan kehilangan bayinya, untuk apa mencelakai putramu jika putriku ikut celaka?"

"Makanya, kalian itu keluarga pembawa sial!"

"DIAMM!!"

Seketika semua orang terdiam, Vanessa dia memandang sekeliling kamar yang tampak malu dengan kelakuan keluarganya.

"Kakak kamu yang memulai, jadi kamu yang harus hentikan," katanya meminta Sera untuk menjelaskan. Mereka semua diam, setelah sadar tatapan orang disekitar.

"Kita bisa bicarakan ini baik-baik."

"Tidak, aku sudah lama menunggu hari ini. " Semua orang tertuju pada Sera. "Mas Vero selingkuh, disaat aku masih hamil muda. Bahkan dia berani membawa masuk wanita itu ke rumah kami, bahkan melakukan Semar mesem di kamar kami."

Mulut Ane menganga, matanya membola menatap besan di depannya. Ajeng, tertegun ia tidak percaya dengan perkataan Sera. Tidak ada saling percaya dan saling menyalahkan. Akhirnya cekcok dua keluarga kembali dimulai. Kini, sang raja ikut membela para istrinya.

Melihat kegaduhan itu membuat Sera diusir oleh pihak rumah sakit. Perbuatannya itupun membuatnya rugi yang diusir dari rumah oleh mertua. Sera, kini kembali ke keluarganya yang miskin.

***

"Tidak ada jatah makan untukmu!" Ane menarik piring makan Sera. Wajahnya semrawut yang terlihat kekesalan dan kekecewaan.

"Ibu ... ibu tega pada putrimu ini? Aku diusir mertua, udah jadi janda, tidak dikasih makan pula. Tidakkah kau kasihan?"

"Suruh siapa mencari api dengan mertuamu."

"Ibu menyalahkanku?" Sera, terbelalak. Ane masih tidak melihat Sera, ia terus fokus pada hidangan lezat di depannya.

"Ibu aku ini diselingkuhi, aku bertahan demi bayiku. Tapi setelah semuanya terungkap Ibu tidak mendukungku, Ibu malah menyalahkanku." Sera, mengumpat sambil memasang wajah kesal dan sedihnya. Ane melirik putrinya yang lama-lama terenyuh.

"Aish ... aku tidak bisa marah pada putriku," ucapnya lalu memberikan piring kepada Sera. Sera tersenyum lalu memeluk ibunya, Vanessa dan Joko hanya menatap keduanya.

"Kakak, bajumu basah," ujar Vanessa melihat dada Sera yang basah.

Sera melepas pelukannya, lalu melihat bajunya yang basah dibagian dada.

"Ini pasti air susu, ASI-ku banyak tapi aku bingung mau diapakan."

"Peras saja, lalu masukan ke dalam botol dan freezer. Susu ibu biasanya bertahan selama 8 jam," ujar Ane.

"Tapi setelah itu dikemanakan Ibu? Jika pada akhirnya harus dibuang."

Mereka semua terdiam. Suasana mendadak sedih karena teringat bayi yang akan menjadi calon cucu di keluarga itu. Ane bahkan sudah membeli beberapa perlengkapan bayi untuk cucunya nanti.

"Sudah, kalian jangan bersedih. Mungkin belum rezeki kita, Marsha pasti sudah tenang di sana."

Ane, Joko dan Essa langsung menoleh kepada Sera. Sera yang ditatap pun merasa heran.

"Marsha?" tanya Ane demikian.

"Iya, Bu, cucu Ibu. Jika dia lahir aku sudah menyiapkan satu nama untuknya yaitu Marsha. Tapi Tuhan berkehendak lain."

Mereka kembali bersedih, Ane dan Joko langsung memeluk putrinya. Essa yang melihat itu tersenyum ngeri, ia menyantap telur dadar sambil menatap ilfeel pada keluarganya yang dianggapnya lebay.

Hari terus berlalu, Sera, kini sudah bekerja di sebuah rumah sakit ternama. Jabatannya hanyalah sebagai OB tetapi Sera, tidak malu dengan pekerjaannya itu. Selain bekerja di sana, Sera juga menyumbangkan ASI-Nya untuk bayi-bayi yang terlantar, seperti ditinggal pergi ibunya, atau bayi yang memang membutuhkan air susu.

Setiap malam Sera akan memeras susunya lalu esoknya ia bawa ke RS. Dan hari ini ia bertemu seorang wanita paruh baya yang menangis di samping tempat tidur cucunya.

Sera yang sedang mengepel lantai di ruang IGD itu pun mendekat ke arah wanita itu, ia bertanya apa yang membuat wanita itu menangis.

"Permisi Bu," ucap Sera, membuat wanita itu menoleh. "Maaf, sejak tadi saya mengepel di sini saya lihat Ibu terus menangis, jika boleh tahu kenapa dengan putra anda?"

Wanita itu duduk menyamping menghadap Sera. "Ini cucu saya, dia baru satu bulan ibunya meninggal setelah dia dilahirkan. Dari sejak pertama cucu saya ini tidak mendapatkan ASI dia hanya diberi sufor. Ternyata cucu saya ini alergi protein susu sapi (APLV) lalu saya coba kasih susu kedelai, ternyata cucu saya juga sama alergi pada protein susu kedelai."

"Saya, bingung ... tapi jika tidak diberi susu cucu saya akan makan apa? Dan sekarang cucu saya harus mengalami pembengkakan pada wajah dan bibirnya, juga dia mengalami diare dan muntah beberapa hari ini."

"Ini untuk kesekian kalinya cucu saya masuk IGD. Huhuhu ... "

Wanita itu kembali menangis. Sera, menjadi iba juga tidak tega. "Maaf, Bu jika boleh saya mau menyusui cucu ibu. Kebetulan saya habis melahirkan dan air susu saya sangat banyak."

"Ini gunung saya sudah keras, pasti ASI nya sudah penuh. Boleh saya coba menyusui cucu Ibu?"

Sontak, wanita itu sumringah. Ia mengizinkan Sera, untuk menyusui cucunya. Wajahnya semakin berbinar ketika sang cucu menyesap air susu itu dengan lahap.

"Sudah, Bu." Sera, menidurkan kembali bayi itu.

"Nama saya, Maudy." Wanita itu mengulurkan tangannya. Sera, langsung menjabat tangan itu lalu memperkenalkan dirinya. "Saya, Sera."

"Terima kasih, ya Sera. Cucu saya jadi tenang sekarang."

"Sama-sama Bu. Kalau begitu saya permisi, ya Bu."

Sera, undur diri ia pergi membawa alat pelnya, meninggalkan ruang IGD. Hari ini shif nya sudah selesai, dan Sera harus pulang lebih awal.

Maudy, baru teringat jika ia lupa menanyakan alamat Sera. Apa dia bisa bertemu lagi wanita itu? Karena tiba-tiba cucunya kembali menangis, bayi itu sudah merasakan air susu seorang ibu yang mungkin akan meminta lagi.

"Jojo!"

Jojo adalah asistennya. Tidak berselang lama seorang pria dengan pakaian formal itu datang menghadapnya. Pria itu membungkuk siap menerima tugas dari Nyonya besarnya.

"Cari petugas OB yang bernama Sera, SEKARANG!"

"Siap!"

Jojo langsung memerintahkan bawahannya, dalam waktu singkat beberapa orang berseragam memenuhi koridor rumah sakit. Mereka mencari seorang OB bernama Sera. Ternyata, Maudy adalah orang berpengaruh di kota itu.

Sementara Sera, ia sudah berjalan keluar rumah sakit. Dia akan berjalan kurang lebih 5km menuju halte bus. Namun, tiba-tiba di pertengahan jalan sebuah mobil menabraknya dari belakang.

"Ckiitt!"

"Brakk!"

...----------------...

Halo, selamat pagi ... ini karya aku yang sebelumnya berjudul IBU SUSU BABY LIO. Karena ada beberapa hal, jadi aku ganti judul GODAAN CINTA IBU SUSU, jadi jangan heran, ya jika ada kesamaan nama tokoh.

Semoga kalian suka dengan karya baru ini, dukung terus aku, ya dengan cara like, vote dan komentarnya.

SUBSCRIBE DAN RATING 5 JANGAN LUPA

Sera, Kamu Dicari

"Tuan!" .

"Ada apa Alex?" tanya Darren, ketika sang asisten menghentikan mobilnya. Alex terpaku, wajahnya begitu pucat, ia menoleh ke arah Darren yang duduk di belakang.

"Saya, menabrak seorang wanita sepertinya dia pingsan Tuan. Bagaimana ini?" Alex dicampuri rasa cemas. Namun, Darren tetap tenang yang langsung turun dari mobilnya untuk melihat Sera, yang baru saja ditabrak olehnya.

Darren, mendekat ia melangkah dengan ragu ke arah Sera yang sudah tergeletak di bawah aspal Alex ikut turun untuk melihatnya juga.

"Gimana Tuan apa dia masih hidup?" tanyanya cemas.

Darren tidak menjawab, dia langsung berjongkok memeriksa denyut nadi Sera pada lehernya. Namun, tiba-tiba ... "Akh!"

"Tuan!"

Sera, bangun yang menyerang Darren tiba-tiba. Darren kehabisan nafas saat tangan Sera mencekiknya dengan mengapit tubuh Darren oleh kedua tangannya.

"Tu-Tu-Tuan!"

"Hey, lepaskan Bosku, kamu hampir membunuhnya." Alex berusaha melepaskan tangan Sera dari tubuh Darren. Darren sudah merasa sesak yang terus menepuk-nepuk tangan Sera.

"A-Alex ...."

"Hei, lepaskan Tuanku."

"Tidak! Jika aku lepaskan maka kalian pasti kabur. Enak saja, setelah menabrakku langsung kabur."

"Lepaskan dulu!" sentak Darren, akhirnya Sera melepaskan cekikkannya. Darren, melonggarkan dasinya lalu pria itu menatap Sera, dengan sorot mata yang penuh kebencian.

Niat Darren dari perusahaan datang dengan cepat sampai harus meninggalkan meeting. Semua itu karena sang ibu menghubunginya jika Lio masuk IGD lagi. Darren diliputi perasaan cemas tetapi setibanya di dekat rumah sakit ia malah bertemu Sera, wanita pembawa sial baginya.

Darren melirik tajam kepada Alex, karena ulah asistennya ia diserang oleh wanita yang tidak dikenal.

Darren, berdiri ia merapikan pakaiannya lalu menatap Sera dengan tatapan membunuh. "Berdiri kamu!" tegasnya, membuat Sera langsung berdiri.

"Kamu asal nyerang orang saja, saya bisa tuntut kamu karena menipu, ya!"

Bola mata Sera melebar. "Kenapa aku dituntut? Kalian yang menabrakku, sudah baik aku tidak melaporkannya ke polisi." Sambil bersedekap Sera bicara dengan lantangya seakan ia tak bersalah.

"Laporkan saja jika berani! Kamu pikir aku bodoh, kamu tidak terluka sama sekali, dan kamu pura-pura pingsan untuk memerasku."

"Me-meras? Hei, Tuan di sini ada CCTV sudah jelas mobilmu yang menabrakku, masih bisa ngelak kamu. Mengelak berapa kali pun kamu tetap salah, mobil kalian melaju pada bukan jalannya. Terus kalian menabrak aku yang jelas-jelas ini jalan untuk pejalan kaki bukan jalan mobil!"

Darren, menggigit bibirnya sambil berkacak pinggang ia menatap Sera kesal. Wanita ini sangat pandai berdebat. Hingga ia kehabisan kata-kata. Darren, melirik Alex seolah meminta pria itu untuk menyelesaikan.

"Alex, urus saja olehmu. Aku masih ada urusan."

"Hei!"

Mata Alex membola, mulutnya menganga lebar kala Sera, menarik kerah kemeja Darren dari belakang. Punggung Darren langsung tertarik, tetapi Sera, sama sekali tidak melepaskannya.

"Oh, Tidak! Wanita ini tidak tahu siapa Tuan Darren," gumam Alex, yang cemas akan amarah bosnya.

Selama pengabdiannya kepada Darren, ia tidak pernah melihat wanita mana pun yang melakukan itu, apalagi sampai berani memakinya. Hanya Sera satu-satunya wanita yang berani melakukan itu.

Alex segera merogoh dompet dalam sakunya, mengambil beberapa lembar uang untuk diberikan kepada Sera. Alex berpikir, hanya uanglah yang bisa menyelesaikan semuanya.

"Nona! Nona! Tolong lepaskan Tuanku, ini ganti rugi saya, saya mengendalikan setir jadi saya yang salah. Ini ... terimalah ini sebagai pertanggungjawaban saya."

Sera, melirik segepok uang di tangan Alex. Ia pun melepaskan cengkeramannya yang membuat tubuh Darren, oleng dan hampir saja terjatuh jika Alex tidak menahan tubuh kekarnya itu.

Mata Sera berbinar, ia menghitung lembaran uang itu yang dianggapnya sangat banyak. Sebenarnya, Sera tidak mau menerima karena Darren tetap salah, tetapi ia sedang membutuhkan uang untuk beberapa hal.

"Baiklah aku terima uang ini," ucap Sera, melirik Alex. Lalu menatap kearah Darren "Seharusnya kamu meminta maaf dan bertanggungjawab seperti anak buahmu itu, kau malah marah-marah," protesnya.

"Terima kasih, ya aku terima uang ganti ruginya. Lain kali jalan hati-hati jangan sampai menabrak orang lagi." Katanya, lalu pergi melangkah pergi.

Namun, sebelum langkahnya menjauh tiba-tiba tubuhnya terpaku. Sera, merasa aneh lalu menoleh ke belakang, yang ternyata Darren menarik kerah kemejanya.

Alex sampai bingung dan hanya bisa menggeleng melihat cekcok antara bosnya Dan wanita itu.

"Hei! Lepaskan aku! Kamu mau melecehkanku, ya!"

"Enak, saja minta lepas setelah membawa kabur uang asistenku."

"Siapa bilang aku membawa kabur? Dia yang berikan."

"Dasar wanita penipu!"

Darren tidak melepaskan cengkraman pada kerah kemejanya. Alhasil Sera, membuka kemejanya itu biar terlepas dari cengkraman Darren. Akan tetapi ... perbuatannya itu membuat Darren terhuyung akibat kemeja yang ditariknya kini tidak memiliki beban.

Bugh!"

"Akh!"

"Tuan!"

Sera, menoleh lantas tersenyum. Alex membangunkan Darren, lelaki itu menatap kesal ke arah Sera, yang kini malah mengejeknya lalu pergi menjauh.

"Wanita itu!"

"Biarkan saja Alex, biarkan dia pergi." Ungkap Darren ketika Alex hendak mengejarnya. "Jika bertemu lagi, aku tidak akan melepaskannya," ucapnya demikian.

"Maaf, Tuan ini gara-gara saya." Alex, berkata sambil membangunkan Darren dari aspal. Darren, membersihkan pakaian dari kotoran jalan, setelah itu kembali masuk ke dalam mobil.

"Gajimu saya potong!" tegasnya yang melewati Alex. Alex terdiam bibirnya mencebik memikirkan nasibnya yang malang. Sambil menggerutu Alex berkata "Sudah bayar ganti rugi eh ... dipotong pula gajiku, malam bener nasibmu Lex."

Alex kembali masuk yang duduk di kursi kemudi. Ia kembali melajukan mobilnya memasuki area rumah sakit lebih dalam.

Setibanya di parkiran, Alex dan Darren, turun. Mereka berjalan memasuki ruang lobi rumah sakit sebelum akhirnya menuju ke arah IGD.

Namun, di persimpangan jalan Darren bertemu dengan Jojo dan beberapa pengawal ibunya yang kini tengah berpencar di sekitar rumah sakit.

"Pak Jojo?"

"Eh, Tuan muda." Jojo membungkuk.

"Ada apa ini? Kenapa mereka?" Pertanyaan Darren, dilontarkan untuk para pengawal. Ia tahu mereka pasti sedang menjalankan tugas dari ibunya tetapi tugas seurgen apa di rumah sakit ini.

"Mereka ditugaskan oleh Nyonya besar, untuk mencari seorang OB bernama Sera," jawab Jojo demikian.

"Seorang OB untuk apa?" tanya Darren heran.

"Saya belum tahu, karena saat itu Nyonya besar ingin cepat-cepat kami menemukannya. Jadi saya belum sempat bertanya."

Darren, mengangguk pelan. Lantas ia menyentuh pundak pak Jojo sambil berkata, "Kalau, begitu saya ke IGD dulu. Semoga kalian cepat menemukannya."

"Iya, Tuan muda. Untuk baby Lio dia sudah dipindahkan ke ruang VIP Tuan."

"Ok, terima kasih."

Darren, segera pergi menuju ruang VIP Alex, setia mengikuti dari belakang. Selang berapa menit Pak Jojo dihampiri seorang pengawal yang memberikan laporan tentang pencarian mereka.

"Pak Jojo, kami sudah menemukannya."

"Di mana?"

Tidak berselang lama seorang pengawal datang bersama dua orang wanita yang berstatus sebagai OB. Wanita itu terlihat sudah tua, tangan keriput dengan wajah yang penuh garis-garis halus.

"Ini wanita itu, saya bawa dua-duanya karena namanya sama. Jadi tidak ada salahnya kita bawa ke Nyonya, biar Nyonya yang pilih."

"Baiklah ayo, kita ke ruang VIP sekarang," ajak Jojo yang berlalu, diikuti oleh pengawalnya bersama wanita itu.

***

"Mama," panggil Darren ketika memasuki kamar rawat bayinya. Darren tergesa-gesa dengan wajah penuh kecemasan. Ia membuka jasnya lalu di simpan di atas sofa, lalu Darren berjalan ke arah Maudy, yang menunggunya.

"Mama, bagaimana keadaan Lio?" tanyanya yang langsung mengecup kening bayi yang tidak lama lagi akan menginjak usia dua bulan.

Namun, selama dua bulan itu Lio tidak asing dengan tempat yang disebut rumah sakit. Hampir setiap bulan, dan setiap minggu balita itu terus dirawat karena tubuhnya yang tidak bisa menerima susu protein sapi dan jenis susu lainnya selain ASI.

"Sudah, Mama bilang Lio alergi susu sapi, mau merk sebagus apapun tetap tidak cocok. Dia hanya ingin ASI. Karena kita terus memaksanya minum susu itu, sekarang wajahnya pada bengkak juga bintik-bintik merah. Lio juga mengalami muntah dan diare."

"Darren, lakukanlah sesuatu Mama tidak mau cucu Mama ini ... harus berakhir .... huhuhu." Maudy tidak sanggup melanjutkan kata-katanya hingga ia menangis.

"Tapi ... Darren." Tiba-tiba Maudy menghapus air matanya dan wajahnya menjadi sumringah. Maudy, mengatakan pada Darren, jika ia menemukan seorang wanita yang dapat menolong putranya.

"Darren, hari ini Mama bertemu dengan seorang wanita dia bekerja di sini, sebagai OB. Mama sudah memerintahkan Jojo untuk mencarinya."

"Tadi, dia dengan tulus dan ikhlas menyusui Lio, dan Lio, menerimanya dengan baik. Lio lahap sekali menyusu, hingga ia tertidur pulas."

"Mama pikir, bagaimana jika wanita itu kita jadikan Ibu susu untuk Lio?"

Darren terdiam. Pria itu terlihat berpikir.

"Kita tidak punya pilihan lagi, ini demi Lio, demi hidup Lio."

"Jika itu yang terbaik, Darren setuju. Asal Lio bisa mendapat nutrisi ASI."

Maudy sangat senang karena Darren menyetujui niatnya. Tidak berselang lama, Jojo dan kedua pengawal datang. Dia membawa kedua wanita paruh baya bernama Sera.

"Nyonya, ini saya sudah membawanya."

Maudy, menoleh dengan senyum seketika senyumnya memudar, keningnya mengerut menatap kedua wanita paruh baya di depannya.

"Ini siapa Jojo?"

"Lah, kata Nyonya cari wanita yang bernama Sera. Ini ... dua wanita ini. Karena saya bingung jadi saya bawa dua-duanya."

"Jojo ... wanita yang aku maksud bukan ini. Ini beda ... yang satu mukanya sedih banget, seperti banyak tanggungan hidup," ujar Maudy menatap wanita yang berambut pendek dan beruban.

"Dan yang itu ... wajahnya terlihat polos banget, kayak sudah tidak ada harapan. Mungkin ... karena hidup ini terlalu berat," katanya menatap wanita kurus dengan rambut ikal sebahu.

"Pokoknya bukan ini!"

"Tapi namanya Sera, Nyonya."

"Tapi Sera, yang saya mau yang masih muda dan punya ASI untuk menyusui Lio!" tegas Maudy.

Jojo melirik kedua wanita itu, ia bergumam. "Kalau untuk menyusu ....," ucap Jojo tertahan, matanya menurun melihat kedua gundukan kembar yang tampak kempes seperti kulit balon. Jojo segera menggeleng. "Aduh, ini mah udah kempes, harus di isi gas lagi," ocehnya.

Kening Darren mengerut, sambil menggeleng Darren tersenyum ngeri. "Rasanya nggak mungkin, p*y*d*r*nya bisa menghasilkan ASI. Ini yang salah siapa sih, Mama atau Pak Jojo," gumam Darren.

"Akh! ... Jojo, kamu salah orang. Pokoknya cari wanita muda seusia 25 tahunan, dia cantik nggak kayak terong rebus. Masih, seger kayak mangga yang baru dipetik."

"Jadi salah, ya Nyonya."

"Iya. Sudah, kamu pulangin aja mereka," titah Maudy.

Darren menggeleng. "Pak Jojo matanya udah burem Kali, gak bisa bedaain yang seger apa, yang kayak gini mah, susunya udah kadaluwarsa," oceh Darren, yang membuat Maudy tertawa.

"Mungkin Nyonya mencari Sera, anak baru itu," ujar seorang wanita berambut pendek.

"Ah, iya. Tadi pagi dia ngepel di IGD, dia soalnya sempat nyusuin cucu saya," balas Maudy senang.

"Dia memang suka nyumbangin susunya ke rumah sakit ini."

"Ibu kenal? Tahu alamat rumahnya?" tanya Maudy, penuh harap.

"Saya tidak tahu alamat rumahnya, tapi kalau tidak salah di jl. Sekarwangi. Dia besok kerja lagi, bagian shif 1."

"Oh, gitu. Terima kasih, ya Bu."

"Sama-sama Bu."

"Ibu tunggu!" teriak Maudy, menghentikan kedua wanita itu yang hendak pergi.

Maudy, berbalik ke arah meja nakas,yang mengambil dompet di dalam tas lalu memberikan beberapa lembar uang untuk kedua ibu itu.

"Ini buat Ibu, sedikit rezeki dari saya. Maaf, ya sudah ganggu kerjanya karena ulah asisten saya ini. Terima kasih juga atas informasinya, ya, Bu."

"Terima kasih Nyonya." Kedua wanita itu sangat senang.

"Sama-sama." Maudy, tersenyum hangat.

Setelah kepergian wanita itu senyumnya memudar. Maudy, menatap tajam kearah Jojo, lalu melirik ke arah Alex dan Darren.

"Kalian semua, cari alamat rumah Sera."

"Aku juga, Mama?" tanya Darren.

"Iyalah, kamu bapaknya harus berjuang demi anakmu."

"Ma ... kenapa gak besok aja? Dia kerja di sini, nanti juga ketemu."

"Nggak! Mama maunya sekarang. Kamu nggak kasihan lihat Lio, nangis?"

Darren menatap putranya sedih, ia pun melangkah mendekati Lio dan kembali mengecup kening bayi itu. "Papa, akan cari ibu susu untukmu, ya, Nak. Kamu harus kuat, tunggu Papa kembali."

"Ma, Darren pergi dulu."

Darren, pergi bersama Alex. Begitupun Jojo dan para pengawal.

***

Ada kejutan lagi, nanti di chapter 3

Menurut kalian gimana seru gak, lihat pertemuan Darren dan Sera? Calon ibu susu Darren ... eh ... salah, baby Lio maksudnya hehe ...

Jangan lupa like, vote, dan komentarnya. Dukung terus karya ini, ya biar masuk kandidat lomba 👌

RATING 5 jangan lupa 🤗

Masalah Baru

"Alex, apa di sini ada restoran?" tanya Darren, yang berada di jok belakang. Alex menoleh, "Di sini tidak ada restoran mewah Tuan, yang ada seperti warteg, atau warung nasi biasa."

"Tuan, pasti lapar, kan? Bagaimana kita mampir ke warung yang ada di persimpangan jalan sana. Tadi aku melihatnya Tuan, dan warung itu cukup ramai ... pasti makanannya enak-enak."

"Yakin enak?"

"Tidak ada salahnya kita mencoba Tuan. Lagi pula dari siang tadi kita memutari jalan Sekarwangi ini, tanpa alamat yang jelas kita harus mencari wanita yang Nyonya inginkan."

Alex dan Darren, memang sudah mencari alamat rumah Sera, sesuai nama jalan yang diberitahukan kedua ibu tadi. Karena sang Ibu sangat cerewet Darren, terpaksa meninggalkan meeting dan pertemuan lain bersama klien-Nya demi menemukan ibu susu untuk Lio.

Akan tetapi hati sudah gelap begini Darren masih belum menemukan alamat itu.

"Terserah kamu saja," ucap Darren yang memberikan kebebasan pada Alex.

Alex tersenyum, ia pun melajukan mobilnya cepat menuju warung makan tadi. Tidak berselang lama Alex, menghentikan mobilnya di depan sebuah warung makan sederhana, tapi begitu ramai pembeli. Sang pemilik warung kelihatan sangat sibuk melayani pelanggan mereka.

"Kita sudah sampai Tuan," ujar Alex yang sudah membukakan pintu untuk Darren.

Darren memandang sejenak ke dalam warung, ia sangat ragu untuk masuk dan makan di sana, melihat dari kepadatan, dan kebersihannya. Namun, Darren, tetap turun mengikuti Alex.

"Alex, apa lebih baik kita cari yang lain?"

"Kenapa Tuan? Di sini pasti enak, lihat saja pelanggannya dari pagi sampai malam masih tetap ramai."

Darren, tersenyum getir, ia hanya nyegir menatap setiap orang yang sedang makan di sana.

"Selamat datang Tuan, Anda membutuhkan meja?" tanya Essa, gadis imut 18 tahun dengan dua kuncir rambut di atas kepalanya.

Ya, gadis itu Vanessa adik Sera, warung makan itu adalah milik keluarganya yang sudah berjalan 30 tahun lamanya.

"Saya butuh meja untuk dua orang," ujar Alex. Essa, pun menunjukkan meja kosong di belakang.

"Mari, ikuti saya." Essa, mengantarkan mereka ke mejanya. Setelah, tiba di meja, Alex dan Darren di persilakan duduk.

"Mau pesan apa, Tuan?" tanya Essa, uang sudah siap dengan buku tulisnya.

"Di sini ada menu apa saja?"

"Di sini ada ayam goreng, ikan goreng, ikan bakar, rendang, sambel,. lalaban, tumisan, sama telur dan sayur juga. Di sini lengkap sekali ... dan sudah pasti yang paling enak." Essa menjelaskan panjang lebar, gadis itu sangat pasih seolah sudah terbiasa.

"Tuan, mau makan apa?" tanya Alex, tapi Darren hanya diam yang fokus dengan ponselnya.

"Mmm ... dua porsi nasi, dengan rendang. Minumannya ...."

"Di sini minumannya hanya ada teh tawar dan air putih," sergah Essa, menghentikan Alex yang hendak bicara.

"Oh, baiklah. Saat minta dua-duanya,."

"Baiklah, mohon ditunggu, ya."

Essa, pergi menuju dapur, terlihat Anne, dan Joko sedang sibuk memasak pesanan pelanggannya.

"Ibu, ada pesanan rendang dua, cepat, ya Bu. Ini yang pesan orang kaya Lo,"

"Mau orang kaya atau bukan tetep harus ngantri," ujar Ane sambil menuangkan beberapa hidangan ke dalam piring.

"Essa, panggil Kakakmu. Suruh dia turun dan bantu Ayah, pelanggan sedang banyak."

"Ok, Ayah." Essa, melangkah pergi ke atas untuk memanggil Sera.

Sedangkan Sera, dia baru saja selesai memeras air susunya yang dibantu oleh alat pompa. Malam ini Sera, menghasilkan beberapa botol yang selalu ia simpan ke dalam freezer untuk dibawanya besok ke rumah sakit.

"Kak, Sera!" teriak Essa dari luar, dibarengi ketukan pintu.

"Iya!" seru Sera dari dalam.

"Turun kata Ayah, cepat bantu ibu, pelanggan sangat banyak!" teriak Essa.

"Iya, sebentar lagi. Kakak sedang memeras susu dulu."

Sera, melepas alat pompa dari p*y*d*r*nya. Lalu mengancingkan kembali kemejanya. Sebelum turun Sera, membawa dulu botol susu itu ke dalam freezer yang diletakan nya dengan rapih. Setelah itu ia melangkah ke bawah sambil mengikat rambutnya yang panjang.

Baru saja menginjak lantai dasar, langkahnya tiba-tiba terhenti. Sera terbelalak melihat sosok pria yang ditemuinya tadi siang. Sera, segera sembunyi yang kembali naik ke atas tangga demi menghindari Darren.

"Orang itu ... orang itu kenapa ada di sini," gumamnya dengan cemas. "Aduh ... dia gak boleh melihatku ada di sini." Sera, mengutuk dirinya sendiri. Ia sempat ingin kembali ke kamar tetapi sang ibu terlanjur memanggilnya.

"Sera, ngapain kamu disitu? Cepat turun, sekarang kamu tinggal dengan Ibu jadi harus mau bantu Ibu." Ane, bicara dengan nada marah, wanita itu memang tidak pernah terlihat ramah.

"Ibu tapi aku ...."

"Nggak ada tapi-tapian cepat turun!"

Sera, hanya pasrah ketika ditarik oleh Ane. Wajahnya terus berpaling ke sisi kiri, sambil ditutupi satu tangannya.

"Antar pesanan ini ke meja itu." Tunjuk Ane ke arah Darren dan Alex. Sontak, bola mata Sera semakin melebar.

"Ibu ...." Sera menggeleng.

"Jangan malas-malasan ayo cepat! Lihat tuh, adikmu sibuk sendiri kasihan dia."

"Tapi ...."

"Nggak ada tapi-tapian cepat!"

Sera, terpaksa mengambil pesanan Darren dan Alex. Otaknya terus berjalan memikirkan bagaimana caranya bersembunyi dari Darren. Sera, melihat satu buah kaca mata dan masker yang entah milik siapa. Sera langsung memakainya setidaknya Darren tidak akan mengenalinya.

"Permisi," ucapnya setelah tiba di meja Darren. Sambil terus menunduk Sera, meletakkan dua buah piring dan minuman di atas meja. Tanpa ia sadari, Darren terus memperhatikan tingkahnya yang mencurigakan.

"Selamat menikmati," ucapnya demikian yang segera pergi sebelum ketahuan.

"Apa kamu mengenalnya Alex? Sepertinya ... aku tidak asing dengan poster tubuh wanita itu."

"Sudahlah Tuan, sejak kapan Anda ke tempat ini. Wanita yang selalu Anda temui hanyalah wanita berkelas."

"CK, kamu salah! Wanita yang selalu aku temui hanyalah Tamara, hanya dia tidak ada yang lain."

"Iya, Nona Tamara itu istrimu, tapi ... Anda harus melupakannya sekarang. Karena, Mamanya Lio sudah tidak ada lagi Tuan." Alex mendadak sedih, ia ingin menangis karena melihat bosnya yang belum bisa move on dari mendiang istrinya.

"Ayo, Tuan lebih baik kita makan saja." Alex, sebenarnya ia sudah sangat lapar. Warung makan milik nona Ane itu sangat lezat, walau tempatnya terlihat kumuh dan kecil.

Darren tidak mencicipinya sedikitpun ia terus memandang foto Tamara pada ponselnya. Ia terus membuang nafas, sampai terus mengusap layar tipis itu.

Tamara, kenapa kamu pergi secepat ini?

Darren, masih tidak menyangka jika kehadiran Lio, membuatnya kehilangan Tamara. Namun, itu sudah menjadi pilihan bagi Tamara, untuk mempertahankan bayinya dibanding dengan dirinya.

Lio, adalah anugerah yang harus dia jaga. Karena bagaimanapun sang istri memintanya untuk menjaga Lio.

"Alex, aku menunggu di mobil," ucapnya yang sudah berdiri.

"Tidak makan Tuan?" tanya Alex, dengan mulut yang penuh.

"Tidak. Aku menunggu di mobil saja."

"Tapi, Tuan siapa yang bayar?"

Alex benar-benar tidak mau rugi. Ia merogoh saku celananya, mengambil selembar uang 100 ribu yang di simpannya di depan Alex, karena Darren tahu, makan di tempat itu tidak akan merogoh kocek tinggi.

"Terima kasih Tuan." Alex tersenyum senang, ia bisa makan banyak tanpa membayar.

Sementara, di luar Darren, langsung memasuki mobilnya, ia membiarkan kaca jendela terbuka, sambil bersandar Darren, kembali melihat beberapa album foto dalam galery ponselnya. Bibirnya sesekali tersenyum menatap kenangan indah dengan Tamara.

Namun, tiba-tiba kebahagiaan itu hancur oleh tingkah seseorang. Sera, melempar kantong sampah ke dalam mobil Darren, parahnya sampah itu mengenai wajahnya.

"Apa ini?"

Seketika mata Darren membola, ia segera menutup hidungnya saat bau tak sedap menyerang.

"Siapa yang sudah membuang sampah ini me dalam mobilku?!"

Sementara Sera, dia diam mematung dengan mata yang tidak berkedip dan mulut yang menganga lebar. Kecerobohannya membawa ia ke satu masalah, Sera tidak melihat ada mobil di dekat tong sampah, dan melempar seenaknya.

Berkat lemparan yang tidak tepat keresek sampahnya masuk ke dalam mobil Darren melewati kaca yang terbuka.

Sera, segera mendekat. Ia meminta maaf sambil mengambil kembali sampah itu.

"M-maaf Tuan. Saya ti-tidak ...." Sera terbelalak, bibirnya menjadi kelu ketika melihat Darren yang ada di dalam.

Pria ini ... bukankah pria ini ... oh, gawat

"Kamu!"

...----------------...

Sera, kamu mendapat masalah.

Kasih semangat buat Sera, yuk janganuoa like, vote, dan komentar setelah membaca. Dukung terus novel ini dan kasih bintang 5 nya biar masuk kandidat lomba, ya 🤗

Terima kasih

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!