NovelToon NovelToon

Bangkitnya Ratu Yang Terabaikan

PERMATA RUBI

DOR

DOR

Suara tembakan terus menggema di keheningan malam, seorang wanita muda yang berprofesi sebagai agen rahasia dan pembunuh bayaran, saat ini sedang menjalankan misi nya.

"Sial! Aku segera keluar dari sini!" umpat Jesica melompat turun dari lantai tiga.

Bruk

Jesica mendarat dengan sempurna di lantai bawah, saat ini Jesica sedang menyusup ke tempat lelang, Jesica mendapat kan misi dari Tuan Besar nya untuk mengamankan sebuah kalung permata Rubi yang akan menjadi bahan lelang malam ini, dan sialnya pergerakan Jesica di sadari oleh beberapa penjaga yang ada di sana.

DOR

DOR

DOR

"BERHATI!!!"

Jesica terus berlari dengan kencang, Jesica berhasil mendapatkan kalung permata Rubi itu, dan sekarang Jesica sedang di kejar-kejar oleh ratusan pria berpakaian hitam di belakang nya.

DOR

DOR

Tidak ingin mati konyol, Jesica juga melepaskan beberapa tembakan nya pada orang-orang yang sedang mengejar nya.

DOR

DOR

DOR

"AAAAKKKKKKKKHHH!!"

Tembakan dari Jesica berhasil menembus jantung salah satu pria yang sedang mengejar nya.

Jangan remehkan seorang Jesica Marry, dia bukan hanya seorang agen rahasia, tapi Jesica merupakan sebuah mesin pembunuh yang sudah di latih dari dia masih berumur delapan tahun.

DOR

DOR

DOR

Dengan lihai Jesica berlari dan melompat menghindari dari kejaran orang-orang di belakang nya, tidak ada raut ketakutan di wajah nya, justru yang ada hanya lah wajah datar tanpa ekspresi.

Jesica sampai di area parkir, napasnya memburu, mata tajam nya melirik jam tangan, sisa waktu untuk melarikan diri semakin menipis, namun di depannya, Jesica melihat sebuah kendaraan yang tak terduga.

Sebuah mobil sport hitam mewah, pintunya terbuka lebar, dan seorang pria berpakaian rapi duduk di kursi pengemudi, wajahnya terlihat familier, tetapi Jesica tak punya waktu untuk memikirkannya.

"Masuk!" teriak pria itu, suaranya terdengar mendesak.

Tanpa ragu, Jesica melompat masuk ke kursi penumpang, dan menutup pintu dengan cepat saat pria itu langsung menginjak pedal gas.

CITTT

DOR

DOR

DOR

Ban mobil berdecit kencang, meninggalkan asap tebal, tembakan terus menyambar, tetapi mobil itu berhasil melaju kencang, meninggalkan para pengejar.

Di dalam mobil, keheningan mencekam. hanya ada suara napas Jesica yang tersengal-sengal dan deru mesin mobil yang membelah malam, Pria di sampingnya terus fokus menyetir, sesekali melirik Jesica dari sudut matanya.

"Kau berutang penjelasan padaku," ucap pria itu akhirnya, suaranya dingin dan datar.

Jesica menoleh, menatap wajah pria itu dengan lebih jelas.

Pria itu adalah Ryan, seorang kolega yang pernah bekerja sama dengannya di beberapa misi, namun Ryan bukanlah seorang agen rahasia, Dia adalah seorang analis data yang sangat berbakat di bidang teknologi.

"Aku tidak bisa menjelaskannya sekarang. Aku harus kembali ke markas," jawab Jesica, mengalihkan pandangannya ke luar jendela.

Ryan menghela napasnya panjang, dan mengangguk kan kepala nya.

"Baik, tapi setidaknya kau bisa berterima kasih karena aku sudah menyelamatkan nyawamu," ucap Ryan melirik Jesica.

"Terima kasih," jawab Jesica singkat, matanya tetap terpaku pada jalanan di luar.

Ryan tidak mengatakan apa-apa lagi, dan hanya fokus menyetir, sesekali melirik Jesica yang terlihat lelah, tetapi matanya tetap waspada, Ryan tahu, Jesica adalah mesin pembunuh yang terlatih, perempuan yang duduk di samping nya ini adalah salah satu agen rahasia terbaik yang pernah ia kenal, namun di balik itu, ia juga tahu Jesica adalah wanita yang rapuh, Jesica adalah wanita yang sangat ia kagumi.

Setelah beberapa saat, Ryan menghentikan mobil di depan sebuah bangunan tua. Ia menoleh ke arah Jesica yang sudah siap untuk keluar.

"Ini tempatnya?" tanya Ryan, mengehentikan mobil nya di depan bangunan mewah yang terletak di pinggiran kota.

Jesica mengangguk, tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Jesica membuka pintu mobil dan melangkah keluar, namun sebelum Jesica melangkah lebih jauh, Ryan memegang tangannya.

"Jesica hati-hati," ucap Ryan, suaranya terdengar lembut.

Jesica menoleh, menatap Ryan dengan ekspresi datar.

"Aku selalu berhati-hati," jawab Jesica datar.

Jesica melepaskan tangannya dan berjalan pergi. Ryan hanya bisa melihat Jesica menghilang di kegelapan malam, Ryan tahu, Jesica akan kembali ke markasnya, Jesica akan kembali pada kehidupannya yang penuh bahaya, tapi Ryan tidak bisa melakukan apa-apa.

Jesica masuk ke dalam markas nya dengan tatapan datar nya, berjalan ke arah ruangan yang berada di pojok sebelah kanan.

Tok

Tok

Tok

Jesica mengetuk pintu yang ada di depan nya tidak lama pintu itu terbuka dan menampilkan sosok pria bertubuh tinggi.

"Jesica kau sudah kembali," seru pria itu.

"Hem"

Jawab Jesica bergumam lirih.

"Masuklah Tuan Besar sudah menunggumu dari tadi," ucap pria itu mempersilahkan Jesica untuk masuk.

Jesica melangkah kan kaki nya berjalan masuk ke dalam ruangan yang sudah tidak asing lagi bagi nya, di sana Jesica melihat seorang pria paruh baya yang sedang duduk membelakangi dirinya.

"kau sudah datang," ucap pria paruh baya itu membalikkan badannya.

Jesica hanya mengangguk singkat dan mengeluarkan sebuah kalung permata Rubi dari saku celana nya.

Tak

Mata pria paruh baya itu berkilat tajam penuh kepuasan, saat melihat barang incaran nya berhasil Jesica dapatkan.

"Kau memang selalu bisa di andalkan Jesica" ucap pria paruh baya itu tersenyum puas.

Pria paruh baya itu menatap Jessica dengan bangga, Jesica selalu bisa di andalkan dan tidak pernah mengecewakan nya.

"Tidak sia-sia aku menculik mu dari kedua orang tua mu itu, dan melatih mu menjadi orang yang berguna untuk ku sekarang," batin pria paruh baya itu diam-diam tersenyum miring.

Yang Jesica ketahui adalah, bahwa dirinya adalah anak yang dibuang dan ditemukan di tengah jalan oleh pria yang menjadi tuan nya itu, dan di besarkan oleh pria paruh baya itu.

Jesica selalu menuruti perintah pria paruh baya itu, karena Jesica merasa memiliki hutang budi karena pria paruh baya itu, tanpa Jesica ketahui bahwa pria paruh baya itu sengaja menculik Jesica dari orang tua nya dan membunuh kedua orang tua Jesica.

"Bagaimana kau bisa mendapatkan ini?Saya yakin tempat itu di jaga dengan sangat ketat," tanya pria paruh baya itu melihat ke arah Jesica.

"Ya tempat itu memang di jaga dengan ketat oleh ratusan pria terlatih dan bersenjata tajam, Saya hampir tertangkap oleh mereka dan ya saya bisa melarikan diri," jawab Jessica singkat dan datar.

Jesica melihat tuannya, yang ia panggil dengan sebutan Tuan Besar.

"Itu sudah kuduga, kau selalu menemukan jalan keluar Jesica, selalu!" ucap Tuan Besar tersenyum miring.

Tuan Besar bangkit dari kursinya dan berjalan perlahan mengitari Jesica, seperti seekor singa yang mengitari mangsanya.

MUSUH DALAM SELIMUT

"Kau tahu, Jesica," ucapnya, suaranya kini lebih pelan dan berbahaya.

"Kalung ini bukan hanya sekadar perhiasan. Ini adalah kunci. Kunci menuju informasi yang sangat berharga."

Jesica menatap Tuan Besar dengan tatapan kosong.

"Informasi apa?" tanyanya tanpa nada.

"Informasi tentang sebuah organisasi rahasia yang sudah lama kita cari. Mereka adalah musuh lama kita, dan kalung ini adalah satu-satunya petunjuk yang kita miliki untuk menemukan markas mereka," jelas Tuan Besar sambil memegang kalung itu dengan hati-hati, seperti memegang nyawa.

Tuan Besar kembali duduk di kursinya dan meletakkan kalung itu di atas meja.

"Kau sudah menyelesaikan tugasmu, Jesica. Sekarang kau boleh pergi. Istirahatlah, Kau pantas mendapatkannya," ucap nya tegas.

Jesica mengangguk, berbalik, dan berjalan keluar dari ruangan.

Pria yang membukakan pintu untuknya tadi, yang ia kenal sebagai Jhon, masih berdiri di luar. Jhon melihat Jesica dengan tatapan khawatir.

"Kau baik-baik saja, Jesica?" tanya Jhon, suaranya pelan.

"Aku melihat mobilmu kembali dengan keadaan berantakan," lanjut Jhon khawatir.

"Aku baik-baik saja," jawab Jesica, terus berjalan.

Jhon hanya bisa menghela napas, diri nya tahu Jesica tidak akan pernah mengakui kelemahannya, Jesica selalu menyembunyikan rasa sakitnya, namun, Jhon juga tahu Jesica adalah seorang wanita yang kuat.

Di lorong markas yang sepi, Jesica berjalan menuju kamarnya, pikirannya melayang pada malam yang baru saja ia lalui.

Jesica teringat pada Ryan, pria yang menyelamatkan nyawanya. Mengapa Ryan ada di sana? Apakah itu kebetulan? Atau ada sesuatu yang lain?

Jesica membuka pintu kamarnya, yang kecil dan sederhana, dan melemparkan dirinya ke tempat tidur, Jesica memejamkan mata, membiarkan kelelahan menguasai tubuhnya, namun, tidurnya tidak nyenyak. Mimpinya dipenuhi oleh bayangan-bayangan masa lalu, bayangan-bayangan yang selalu ia coba lupakan.

Jesica melihat bayangan orang tuanya, wajah mereka yang dipenuhi ketakutan, Jesica melihat bayangan dirinya sendiri, yang masih kecil dan tidak berdaya, ditarik menjauh dari kedua orang tuanya, Jesica melihat bayangan Tuan Besar, yang tersenyum penuh kemenangan di atas penderitaannya.

Jesica terbangun dari tidurnya dengan napas tersengal-sengal, menyentuh wajahnya, yang basah oleh air mata, Jesica tahu, masa lalu akan selalu menghantuinya, tidak peduli seberapa keras ia mencoba melupakannya.

Keesokan harinya, Jesica dipanggil kembali ke ruangan Tuan Besar.

Saat Jesica masuk, ia melihat Tuan Besar sedang menatap kalung permata itu dengan penuh perhatian.

"Duduklah, Jesica" ucap Tuan Besar tanpa mengalihkan pandangannya dari kalung.

"Ada tugas baru untukmu," lanjut Tuan Besar.

Jesica duduk di kursi di hadapan Tuan Besar, menunggu instruksi.

"Kalung ini ternyata bukan hanya petunjuk," ucap Tuan Besar, akhirnya menatap Jesica.

"Ini adalah umpan," lanjut nya tersenyum penuh arti.

Jesica menaikkan alisnya, menunggu penjelasan.

"Mereka tahu kita memiliki kalung ini, dan mereka akan datang untuk mengambilnya kembali," jelas Tuan Besar, senyum licik terukir di bibirnya.

"Dan kau, Jesica, akan menjadi umpan," lanjut Tuan Besar menatap Jesica tajam.

Jesica tidak menunjukkan reaksi apa pun, dirinya sudah terbiasa menjadi umpan, Jesica sudah terbiasa mempertaruhkan nyawanya demi tuannya.

"Kau akan membawa kalung ini ke sebuah tempat di luar kota, sebuah vila yang sudah kita siapkan, di sana, kau akan menunggu mereka datang, dan saat mereka datang, kau akan memberikan pelajaran pada mereka," ucap Tuan Besar, matanya berkilat penuh kegembiraan.

Jesica hanya mengangguk, tanda bahwa ia mengerti, Jesica tidak bertanya mengapa dirinya harus melakukan ini, atau mengapa dirinya harus mempertaruhkan nyawanya lagi, Jesica hanya melakukan apa yang diperintahkan.

"Tapi ada satu hal yang harus kau ingat," ucap Tuan Besar, suaranya berubah serius.

"Mereka akan mengirimkan orang-orang terbaik mereka, mereka tidak akan segan-segan untuk membunuhmu, Jadi, hati-hati, Jesica." lanjut Tuan Besar penuh arti.

Jesica hanya mengangguk lagi, dirinya sudah tahu itu, Jesica sudah tahu bahwa setiap misi yang ia jalani adalah misi hidup atau mati.

Setelah Tuan Besar selesai memberikan instruksi, Jesica keluar dari ruangan, berjalan menuju ruang persenjataan, mengambil senjatanya, dan bersiap-siap untuk misi barunya, Jesica tahu, ini akan menjadi misi yang paling berbahaya yang pernah ia jalani. Tapi Jesica tidak takut, rasa takut sudah lama hilang dari dalam dirinya, yang ada hanyalah tekad untuk menyelesaikan tugasnya, apa pun risikonya.

☀️

Jesica tiba di vila mewah yang terpencil menjelang senja.

Vila itu berdiri sunyi, dikelilingi hutan lebat tempat yang sempurna untuk penyergapan, Jesica meletakkan Kalung Permata Rubi itu di atas meja marmer di ruang tamu, persis di bawah sorot lampu, menjadikannya titik fokus, umpan yang tak terhindarkan.

Jesica memeriksa setiap sudut, memastikan jebakan dan posisi pertahanannya sudah sempurna, diri nya tahu musuhnya akan datang dari segala arah, dan dia harus siap menghadapi setiap bayangan.

Setelah semuanya siap, Jesica duduk di sofa, senapan serbu di pangkuannya, menunggu dengan sabar, seperti patung, detak jantungnya teratur, napasnya terkontrol, sebuah mesin pembunuh yang telah dihidupkan.

Waktu berlalu lambat, kegelapan total menyelimuti vila, sekitar pukul tiga pagi, keheningan itu pecah, bukan suara tembakan, melainkan suara gesekan daun yang terlalu teratur. Mereka datang.

Jesica tidak bergerak, memejamkan mata sejenak, membiarkan instingnya memandu, Jesica bisa merasakan pergerakan mereka tiga di atap, dua di belakang, dan setidaknya lima mendekati pintu utama. Mereka profesional, tidak ada keraguan.

Tapi Jesica jauh lebih tinggi dari mereka yang sedang bergerak, tidak ada sedikit pun ketakutan di wajah nya, hanya ada sorot mata tajam dan wajah dingin.

DOR!

PYAR

Tiba-tiba, kaca jendela ruang tamu pecah berkeping-keping, itu bukan tembakan, melainkan granat asap berdaya kejut rendah, dalam sekejap, ruangan dipenuhi asap putih tebal dan suara berdering di telinga.

Jesica melompat, berguling ke balik meja marmer sebelum granat itu meledak, Jesica sudah memprediksi serangan awal yang mengganggu sensor.

DOR

DOR

DOR

Tembakan-tembakan keras menghujani posisinya, peluru menembus meja marmer, memantulkan pecahan dan debu.

Jesica membalas tembakan secara membabi-buta ke arah bayangan yang bergerak dalam asap.

Sorot mata Jesica begitu tajam, bak burung elang, kecepatan nya dalam menembak musuh begitu gesit dan akurat.

DOR

DOR

DOR

"AAAKKKKKKHHHHH!!"

Satu teriakan menandakan bidikannya tepat, namun ada terlalu banyak dari mereka, ini jauh dari perkiraan Jesica, yang datang bukan hanya puluhan orang, tapi ratusan orang, tapi walaupun begitu Jesica tetap tenang, menembak musuh nya dengan sekali bidikan, langsung ke organ vital mereka.

Saat asap mulai menipis, Jesica menyadari mereka sudah berada di dalam, mereka bergerak dalam formasi, cepat dan mematikan, Jesica juga melihat seorang pria besar dengan kacamata malam dan pisau di tangan mendekat dari sisi kiri.

TERBUNUH

Jesica menembak, tetapi pria itu gesit, pria itu menjatuhkan senapannya dan menarik dua pisau lempar dari balik jaketnya, melemparnya cepat, memotong urat leher pria di kirinya dan menusuk bahu pria di belakangnya.

SRETTT

JLEP

Jesica tidak berhenti, jesica berlari menuju lorong sempit, memancing mereka untuk berkerumun.

DOR

DOR

DOR

Jesica berputar berputar, menembak dua pria di depannya, lalu tanpa jeda, Jesica melompat ke atas, menendang lampu gantung, dan menarik kawat jebakan yang telah ia pasang.

KLIK

PYAR

Lantai di bawah tiga pengejar terakhir runtuh, menjebak mereka dalam kegelapan lubang yang telah ia siapkan.

Napas Jesica terengah, jesica berhasil membasmi gelombang pertama, tetapi ia tahu itu belum selesai.

Jesica kembali ke ruang tamu, kalung Rubi masih di sana, memantulkan cahaya, lalu Jesica mengambilnya, menyembunyikannya di saku dalam jaketnya.

Namun telinga tajam nya, tiba-tiba mendengar suara yang berbeda, suara langkah kaki yang tenang, tidak terburu-buru, dan berat.

Di ambang pintu, berdiri seorang pria.

Pria itu adalah Ryan, pria itu tidak lagi mengenakan pakaian rapi, melainkan seragam taktis hitam penuh, di tangannya, sebuah pistol yang diarahkan tepat ke kepala Jesica.

Jesica masih tetap tenang, wajah datarnya kini menunjukkan kerutan samar kebingungan, tapi Jesica tidak sedikit pun membuka suara nya.

"Kau..." bisik Jesica nyaris tidak terdengar.

"Halo, Jesica," jawab Ryan, suaranya kini dingin, tanpa kehangatan yang ia tunjukkan semalam.

"Aku bilang, kau berutang penjelasan padaku. Sekarang, berikan aku kuncinya," lanjut Ryan berjalan mendekat ke arah Jesica.

"Kau salah satu dari mereka?" tanya Jesica, dingin.

Sekarang Jesica tahu kenapa malam itu Ryan ada di sana, ternyata Ryan adalah salah satu dari banyak nya orang yang menginginkan kalung permata Ruby itu.

Cih

Ryan menganggukkan kepalanya perlahan.

"Aku adalah analis Tuan Besar yang paling berharga, Aku melacak setiap pergerakannya, setiap transaksinya, Aku tahu semua tentang kalung ini sebelum dia tahu, dan misi penyelamatan semalam? Itu adalah cara termudah untuk mendekatimu, untuk mendapatkan kepercayaanmu," ucap Ryan tersenyum miring.

"Dan kau pikir Kau telah berhasil mendapatkan kepercayaan ku?" tanya Jesica dingin.

Ryan hanya mengangkat bahu nya acuh

"Kau bekerja untuk Tuan Besar?" tanya Jesica mengepal kan tangan nya kuat.

"Aku bekerja untuk diriku sendiri," koreksi Ryan.

"Aku bekerja untuk mengakhiri Tuan Besar, kalung ini adalah umpan, benar. Tapi bukan umpan untuk organisasi musuh, ni adalah umpan untuk Aku," ucap Ryan menjelaskan.

Ryan melihat mata Jesica berkilat, Ryan tahu, satu detik keraguan darinya akan berakibat fatal.

"Aku tahu dia membunuh orang tuamu, Jesica, Aku tahu dia menculik mu, Aku punya semua buktinya, Aku bisa menunjukkan kepadamu Jesica, bahwa kau menghabiskan seluruh hidupmu membunuh untuk pria yang membunuh orang yang kau cintai," ucap Ryan menatap dalam Jesica.

DUAR

Kalimat itu menembus pertahanan Jesica, seluruh hidupnya didasari kebohongan, seluruh rasa bersalah karena berutang budi, semua pengorbanan nya selama ini sia-sia.

Jesica mengepal kan tangan nya kuat, pantas saja di dalam mimpi nya dirinya selalu melihat wajah kedua orang tua nya yang tampak sedih dan tidak berdaya.

"Sialan!" desis Jesica mengumpat.

Dalam kebingungan dan kemarahan yang meluap-luap, Jesica melakukan kesalahan fatal, Jesica teralihkan.

DOR

Suara tembakan itu memecah keheningan sekali lagi, tapi kali ini, Jesica bukanlah penembak.

Jesica merasakan sakit yang membakar di perutnya, Jesica menjatuhkan pisaunya, tangan kirinya refleks mencengkeram luka itu. Ryan tidak bergerak, tatapannya tetap dingin.

"Kau terlalu berharga untuk mati di tangan musuh Jesica, maafkan aku," ucap Ryan pelan.

Jesica hanya menatap datar pria yang baru saja menembak nya, tidak ada sorot mata ketakutan dimata Jesica, dan rasa sakit, seolah rasa sakit tembakan yang baru saja dirinya terima, tidak sebanding dengan luka di hatinya.

Selama ini dirinya mengabdi pada pria yang telah mengundurkan keluarga nya.

Lalu Jesica melihat, sosok bayangan di balik punggung Ryan, itu adalah Tuan Besar, pria yang dirinya anggap sebagai penolong ternyata dia adalah dalang dari kehancuran hidup nya.

Pria yang di panggil Tuan Besar itu datang ditemani Jhon, Tuan Besar memegang pistol dengan laras yang masih berasap.

"Aku selalu tahu, Jesica," ucap Tuan Besar, langkahnya tenang, penuh kemenangan.

"Ryan hanyalah umpan yang lebih baik, dan kau? Kau terlalu berbahaya, kau mesin yang sempurna, dan kau harus segera di musnah kan," ucap Tuan Besar tersenyum dingin.

Jesica berlutut, darah mengalir deras di antara jari-jarinya, Jesica mencoba meraih senjatanya.

DOR

DOR

Bruk

"AAAKKKKKKHHHHH!!"

Jesica berhasil menembak Tuan Besar nya, dengan dua peluru yang sekarang bersarang di perut dan di dada kiri pria yang selama ini dirinya hormati sebagian orang yang merawat nya.

"DASAR PEREMPUAN SIALAN!!"

Raung Tuan Besar, menekan luka di perut nya yang terasa sangat panas.

Jesica hanya tersenyum miring, setidak nya dirinya sudah berhasil membalas kan sedikit dendam nya.

Pandangan Jesica mulai kabur, Jesica melihat Ryan memejamkan mata, wajahnya menunjukkan penyesalan.

Tuan Besar berjalan mendekat dengan tertatih-tatih, pria tua biadab itu mengambil kalung Rubi dari saku Jesica.

"Dari awal kau hanya senajata ku Jesica," bisiknya di telinga Jesica.

"Kau hanya umpan untuk membantu ku menuju kesuksesan," lanjut Tuan Besar tersenyum miring.

DOR

Suara tembakan terakhir, tepat di kepala.

Sebelum Jesica jatuh dan mati, Jesica kembali menembak Tuan Besar nya, tembakan kali ini tepat di kepala Tuan Besar nya, mambuat pria itu langsung merenggang nyawa, dan kalung Rubi itu jatuh ke lantai.

"Anda pikir setelah apa yang Anda lakukan pada Saya dan kedua orang tua Saya, Saya akan diam saja dan mati begitu saja," batin Jesica dengan sisa-sisa kesadaran nya.

"Pergilah ke neraka Tuan Besar," batin Jesica lagi.

Bruk

Jesica tersungkur ke lantai marmer yang dingin, matanya terbuka, menatap kosong ke langit-langit yang perlahan berputar.

Tidak ada napas, tidak ada detak jantung, hanya keheningan, Jesica sang mesin pembunuh, dan agen rahasia yang memiliki insting dan kecepatan seperti harimau, telah mati dalam misinya, dikhianati oleh kebenaran yang baru dirinya ketahui.

Di tengah darahnya yang mengering, kalung Permata Rubi itu bersinar, bukti akhir dari misi yang berhasil dan pengorbanan seorang agen rahasia yang terlatih sejak kecil.

Jhon, yang berdiri kaku di ambang pintu, memalingkan wajahnya, Jhon tidak bisa melihat akhir tragis dari wanita yang ia kagumi.

Sementara Ryan hanya bisa menatap kosong ke tubuh Jesica yang sudah tidak bernyawa, kekecewaan dan penyesalan yang mendalam terlihat jelas di matanya, kematian Jesica telah mengubah segalanya.

Selamat jalan wanita kuat, selamat bertemu di kehidupan selanjutnya, tempat dimana kamu bisa menegakkan keadilan 🥀

-Jesica Marry

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!