NovelToon NovelToon

Menjadi Istri Tangguh Pangeran Buta

Awal Pertemuan

"Bangsat... Pengecut semua mereka." Umpat seorang gadis bernama Aurora Valencia.

Perempuan cantik berumur 27 tahun, memiliki body tinggi semampai, sexy dengan mata indah berbentuk almond. Rambut berwarna coklat yang senantiasa dikuncir kuda menjadi ciri khasnya.

Aurora adalah gadis tomboy yang punya keahlian bela diri dan mampu mempergunakan berbagai macam senjata.

Hari itu, Aurora yang bekerja sebagai kasir di restoran Eropa baru pulang kerja setelah jam menunjukkan pukul 22:30 WIB. Entah mengapa sejak pagi restoran teramat ramai tidak seperti biasanya. Sehingga dia yang memang bertanggung jawab pada keuangan, memiliki tugas yang lebih banyak daripada pelayan biasa atau karyawan bagian dapur.

Dengan mengendarai motor model vespa, Aurora menelusuri jalanan yang sepi. Tapi tiba-tiba di tengah perjalanan, sekelompok gangster menghadang jalannya.

"Wah... Si cantik baru pulang. Padahal sudah kita tunggu sejak tadi." Ucap Baron si ketua.

"Cckkk... Aku buru-buru Baron. Minggir lah, jangan halangi jalanku." Ucap Aurora jengah menatap musuhnya.

Sebenarnya bukan musuh dalam artian yang sebenarnya, karena kelompok Baron tidak pernah mengganggu kehidupan Aurora. Hanya saja, Baron ini adalah pria yang ditolak cintanya oleh Aurora sejak mereka masih sekolah.

Baron Adiguna, kakak kelas Aurora saat masih putih abu-abu. Umur Baron sekarang 29 tahun. Sejak sekolah sudah punya gangster.

"Ikut aku, dan menikahlah denganku maka hidupmu akan lebih bahagia." Ucap Baron melangkah mendekati Aurora.

"Loh... Yang aku dengar kamu dan Sasmita sudah menjalin pertunangan. Kok malah ngajak nikah aku? Tidak salah bicara Kamu ini?" Tanya Aurora memicingkan satu matanya.

"Aku dan Sasmita hanya dijodohkan, tapi aku menginginkanmu." Ucap Baron.

"Aku akan memutuskan pertunanganku dengannya, jika kamu mau menikah denganku. Aku hanya mencintaimu Aurora." Ucapnya.

"Terima kasih atas cintamu yang besar, tapi maaf aku tidak bisa menerimanya." Ucap Aurora datar.

Tapi saat akan menyalakan motornya, tiba-tiba kunci motornya diambil. Baron menyeringai sambil mengangkat tinggi-tinggi kunci motor milik Aurora.

"Ikutlah sayang, kamu tidak akan rugi jika mau menikah denganku." Ucap Baron menyeringai menatap Aurora.

Aurora melompat ingin mengambil kuncinya, tapi Baron semakin mempermainkan Aurora dengan melempar ke arah anak buahnya secara bergantian satu persatu. Karena sudah geram, akhirnya Aurora melayangkan tendangan ke arah Baron.

Buukkk

Baron terpental sangat jauh.

"Kepung Aurora, tangkap dia hidup-hidup." Ucap Baron memberi perintah.

Dan terjadilah perkelahian sengit antara seorang gadis dengan puluhan pria. Aurora melibas, menendang, menghantam dan memukul para anak buah baron hingga sebagian dari mereka tumbang. Tapi, karena tenaga Aurora sudah habis karena seharian lelah bekerja. Alhasil Aurora mulai merasa kuwalahan.

Karena tidak ingin tertangkap, Aurora pun berlari menuju sebuah hutan. Nyatanya anak buah Baron terus mengejar hingga masuk ke jantung hutan yang terkenal sangat angker.

"Astaga, sudah sejauh ini mereka masih mengejar. Rasanya nafasku sudah mau habis. Harusnya aku selalu waspada dan membawa pistol ke mana pun." Ucap Aurora frustasi.

Baru saja ingin melanjutkan lari, tubuhnya terjerembab ke dalam sumur. Gelapnya malam, membuat pandangan Aurora tidak sejelas jika siang hari. Hingga lubang besar yang tertutup ranting dedauan tidak terlihat olehnya.

"Aahhh..."

Bruukkk

"Aduh..."

Lubang sebesar sumur itu tidak ada airnya. Tubuh Aurora masuk ke dalam lubang yang bagaikan pusaran waktu.

Semakin lama semakin berputar-putar terbawa lorong waktu beda dimensi. Dan tiba-tiba tubuh Aurora kembali jatuh menimpa seorang pria.

"Aahhh..." Teriak pria itu lirih.

"Astaga, sejak kapan ada orang di sini. Sepertinya ini bukan lubang sumur yang ada di hutan saat aku jatuh tadi." Ucap Aurora mendekati pria itu.

"Kamu tidak apa-apa?" Tanyanya.

"Pakaian laki-laki ini kok seperti pakaian seorang pangeran kerajaan. Astaga... Apa artinya aku tersedot dalam ruang waktu masa lalu?" Gumam Aurora mengamati dengan seksama pria yang sedang merintih kesakitan akibat luka di sekujur tubuhnya.

Sedangkan matanya mengeluarkan darah bagaikan telah ditusuk yang mengakibatkan kebutaan.

"Apakah ada orang, tolong aku." Ucap lelaki yang bernama Dexter Douglas dengan nafas terputus-putus.

"Sebentar, sebelum aku tolong kamu. Katakan, apakah kamu seorang pangeran. Dan di abad berapa aku berada saat ini, rasanya aneh." Ucap Aurora menatap dalam Dexter.

"Namaku Dexter Douglas, ya aku seorang pangeran sebelum dibuang." Jawabnya.

"Baiklah Pangeran, sepertinya memang menolongmu lebih penting sekarang." Ucap Aurora.

Aurora mengangkat tubuh Dexter susah payah, lalu menyandarkannya di tembok.

"Astaga sumur ini kering Pangeran, bagaimana caraku membersihkan luka-lukamu." Ucap Aurora berjalan mondar-mandir.

"Tunggu sebentar ya, tahan sakitnya. Aku akan mencari celah untuk bisa keluar dari sumur ini."

Aurora berjalan mengelilingi sumur yang ternyata terdapat lorong panjang menuju ke sebuah ruangan yang lebih luas dan sedikit terdapat cahaya.

"Jadi ada ruangan di dalam sumur, seperti tempat persembunyian saja." Aurora tergelak merasa sedikit konyol.

Tiba-tiba setitik sinar itu memantulkan bias lain dari cahaya.

"Ternyata hanya potongan cermin." Ucapnya.

Tapi saat menyentuh permukaan kaca itu, tubuh Aurora tersedot masuk.

Bruukkk...

"Ke mana lagi ini aku jatuh, astaga seharian aku jatuh sudah berapa kali." Gumamnya.

Aurora mengibas-ngibaskan debu yang menempel pada lutut dan pantatnya. Kemudian kepalanya mendongak ke sekeliling, dan betapa terkejutnya Aurora melihat apa yang ada di sekitarnya.

"Astaga, apa mata minusku bertambah parah? Atau aku terserang halusinasi. Ini nampak seperti sebuah surga. Penuh dengan tanaman buah-buahan, sayur mayur, tanaman obat, dan peti itu berisi banyak perhiasan. Mungkin aku kebanyakan nonton film animasi fantasi jadinya otakku error." Ucap Aurora tapi tetap lanjut berjalan memastikan nyata atau tidak.

"Sungai itu terlihat sangat jernih, ada banyak ikan juga ternyata. Astaga... Ini benar-benar seperti mimpi, tapi jika mimpi lebih baik aku tidak bangun saja." Ucap Aurora duduk santai di atas batu sedangkan kedua kakinya masuk ke dalam air sungai.

"Tolong..." Suara lirih parau membuyarkan lamunan Aurora tentang mimpi indahnya.

"Astaga... Aku malah melupakan Pangeran. Sekarang aku mau ambil air, tapi bagaimana caranya tidak ada wadah yang bisa aku gunakan."

Bruukkk

"Aahhh..."

Tiba-tiba sebuah baskom jatuh menimpa kepala Aurora.

"Aneh, kok bisa baskom muncul. Tapi ya sudahlah aku ambil airnya dulu, kasihan Pangeran itu pasti sudah kesakitan." Ucap Aurora.

Setelah ambil air, Aurora bingung mau keluar dari tempat itu.

"Terus gimana caranya keluar dari sini, tadi masuknya lewat kaca. Aku mau keluar... kaca ajaib, ini mana pintunya?" Teriak Aurora.

Cling

Aurora tiba-tiba sudah berada di hadapan sang pangeran. Ada banyak pertanyaan, tapi dia fokus mengobati dulu luka Pangeran.

Aurora menyeka perlahan tubuh Pangeran Dexter yang tertutup darah kering. Dari mulai kedua tangan, kemudian kaki dan terakhir bagian wajah.

Deg

"Tampan sekali pria ini." Gumam Aurora dalam hatinya sendiri.

Alis mata yang tebal, hidung mancung mirip perosotan anak TK. Rahang yang tegas ditambah bulu-bulu halus yang membuatnya maskulin.

"Bagaikan Pangeran dari dunia dongeng." Ucap Aurora kali ini bersuara yang terdengar di telinga Dexter.

"Pangeran sudah selesai." Ucap Aurora.

"Terima kasih, siapa nama kamu?" Tanya Pangeran Dexter bersuara lirih.

"Astaga... Aku lupa memperkenalkan diri, namaku Aurora Valencia umurku 27 tahun dan aku berasal bukan dari dunia ini." Jawab Aurora.

"Aku terjebak masuk lorong waktu, dan tiba-tiba sudah ada di sini bersama kamu." Lanjutnya.

"Lorong waktu ya? Setahuku alat itu sudah lama dihancurkan oleh penyihir Istana." Ucap Pangeran Dexter.

"Jadi, benar ada lorong waktu? Kayak film Doraemon bukan sih. Tapi gak elit banget, pintunya bukan laci tapi sumur tua."

"Ngomong-ngomong sudah berapa lama kamu terjebak di tempat ini?" Tanya Aurora tanpa rasa canggung.

"Tiga hari yang lalu." Jawabnya.

"Dan kamu masih hidup tanpa makan tanpa minum, wah hebatnya." Ucap Aurora sambil tepuk tangan.

"Oh ya... Ada banyak buah di dalam potongan cermin. Apa kamu mau aku ambilkan Pangeran?"

"Buah dalam potongan cermin, maksudnya?"

"Ada ruang rahasia di dalam sumur ini, terus aku menemukan potongan cermin yang ketika aku sentuh tubuhku tersedot ke dalam. Seperti ruang ajaib." Jawab Aurora.

"Sebaiknya kamu ikut aku saja, biar percaya yang aku katakan. Karena memang tidak masuk akal."

"Cermin ajaib milik Kakek Raja."

Jatuh Cinta

"Cermin ajaib?" Tanya Aurora heran.

"Iya, dan itu adalah milik Kakekku yang sudah lama meninggal. Mengenai lorong waktu, itu juga buatan Kakek yang sudah dihancurkan oleh penyihir istana." Ucap Dexter.

"Kenapa dihancurkan?" Aurora semakin penasaran.

"Karena semenjak Kakek Raja meninggal, mesin lorong waktu disalah gunakan oleh anggota kerajaan yang serakah."

Ucap Dexter dengan ekspresi wajah yang menyimpan amarah dan dendam. Meskipun kedua matanya tidak lagi berfungsi, tapi Aurora tetap mengaguminya.

"Hhmmm... Pangeran Dexter sudah menikah? Berapa umur kamu?" Tanya Aurora memberanikan diri menanyakan hal pribadi.

"Belum atau lebih tepatnya tidak akan menikah karena umurku sudah 35 tahun." Jawab Dexter tenang.

"Loh kenapa tidak mau menikah, toh umur segitu masih muda. Dan lagi Pangeran sangat tampan. Aku suka." Ucap Aurora jujur tanpa malu-malu atau canggung.

"Mana ada seorang gadis yang akan menyukaiku, terlebih aku sudah cacat dan terbuang." Ucap Dexter.

"Lagi pula kurang dari sepekan, pengumuman pewaris tahta akan disiarkan."

"Jujur aku gak paham dengan apa yang Pangeran sedang bicarakan. Aku tanya kenapa tidak menikah, justru jawabannya pengumuman pewaris kerajaan. Aku yang tidak nyambung atau memang Pangeran yang salah jawab." Ucap Aurora sudah sampai pada ruang luas di lorong sumur.

"Kita bahas nanti lagi, karena cermin sudah ada di tanganku."

"Ayo kita masuk." Ucap Aurora sambil menggenggam erat tangan Dexter.

Bruukkk...

"Astaga, kenapa sih harus dimulai dengan adegan jatuh lagi. Gak bisa apa ya, masuk ruang ajaib dengan baik-baik." Ucap Aurora mendadak sangat kesal.

Bagaimana tidak kesal jika dia terjatuh dengan posisi tidak elit, sedangkan Dexter bisa berdiri biasa.

"Kenapa kamu tidak jatuh Pangeran?" Tanya Aurora menatap dengan heran.

"Tadi aku yang menggandengmu padahal."

"Karena aku sudah terbiasa berada di ruang ajaib seperti ini. Pengendali ruang adalah pikiranmu sendiri, jadi saat kamu berfikir masuk maka pikirkan juga kamu mendarat dengan tepat tanpa adegan jatuh." Ucap Dexter memang terdengar simple.

"Tapi, tetap saja terasa aneh. Padahal kedua mata Pangeran buta, tapi cara berdirinya tidak goyah." Gumam Aurora masih menatap heran.

"Sudah... Sudah... Nanti aku ajarkan cara masuk dan keluar ruang ajaib dengan cara yang benar. Sekarang, bisa tolong ambilkan buah. Apa saja untuk kita makan. Atau kamu bisa menangkap ikan?"

"Tunggu sebentar Pangeran." Jawab Aurora.

Dengan gesit dan lincah, gadis tomboy itu memanjat beberapa pohon. Ada apel, mangga, jambu air dan juga pisang yang diambil. Kemudian dia menuju ke sungai, dan mengambil beberapa ikan nila dengan cara ditusuk dengan kayu. Meskipun tidak melihat, Dexter bisa mendengar cara Aurora mencari ikan.

Ada rasa kagum dalam hatinya tentang bagaimana Aurora bertahan hidup. Tidak seperti putri-putri kerajaan yang rata-rata menye-menye, hanya mengandalkan kekuasaan dan pengawal tanpa bisa menjaga dirinya sendiri. Dan yang lebih parahnya adalah mereka munafik tidak punya ketulusan.

"Aurora, secantik apa wajahnya?" Gumam Dexter yang menunggu kedatangan Aurora.

Tidak lama kemudian, Aurora kembali dengan banyak ikan hasil tangkapannya. Kemudian membuat api dan membakarnya. Sambil menunggu, Dexter hanya diam. Karena memang hanya itu yang dia bisa lakukan saat ini. Kebutaan ini, bukan tanpa alasan. Tapi ulah dari putra mahkota yang telah mencuri calon istrinya dengan bantuan para sihir istana.

"Hmm... Makanlah Pangeran, meskipun tidak memakai bumbu ikan-ikan gembul ini enak sekali." Ucap Aurora sambil menyerahkan seekor ikan bakar.

Tapi saat melihat Dexter kesulitan memisahkan duri ikan dari dagingnya. Aurora yang merasa iba langsung merebut kembali ikan bakar itu. Dengan telaten, dia mengambil daging ikan dan mulai menyuapi Dexter.

"Tak apa kan jika aku suapi saja Pangeran." Ucap Aurora.

"Kenapa kamu baik sekali padaku?" Tanya Dexter sambil mulutnya mengunyah.

"Mungkin karena aku sudah jatuh cinta padamu Pangeran Dexter." Jawabnya.

"Kamu sudah sering kali mengungkapkan cinta ya, kenapa mudah sekali. Tidak canggung atau malu-malu." Ucap Dexter ada benarnya juga.

"Selama 27 tahun aku terlahir, baru hari ini aku jatuh cinta dan berani mengatakannya langsung. Tapi, itu hanya omongan biasa. Tidak perlu Pangeran ambil pusing. Karena sebagai gadis dari dimensi lain, aku sadar diri jika aku tidak setara dengan Pangeran. Pasti kamu juga hanya menginginkan seorang putri." Jawab Aurora santai.

"Lagi pula, suatu hari pasti aku pulang ke duniaku lagi."

"Dan bisa aku pastikan itu tidak akan terjadi." Ucap Dexter.

"Apa maksudmu, Pangeran?" Tanya Aurora.

"Seperti yang pernah aku katakan, jika lorong waktu sudah lama dihancurkan oleh para penyihir istana. Jikalau kamu bisa masuk dan melewatinya, itu hanya sebuah kebetulan."

"Tidak ada lagi jalan keluar, dan selamanya kamu akan terjebak di duniaku ini." Ucap Dexter.

"Astaga... Benarkah itu, Pangeran Dexter. Kalau begitu betapa malangnya nasibku. Harus berjuang hidup di dunia lain, yang pastinya ini bukan masa depan tapi masa lalu. Kehidupan di lingkungan kerajaan pasti sangat sulit untuk aku jalani."

"Tenang masih ada aku, Aurora."

"Mana bisa aku hidup tenang, masa iya kita harus selamanya terkurung di dalam sumur tua. Hanya mengandalkan isi dari ruang ajaib untuk dapat bertahan hidup. Tidak... Tidak... Tidak... Kita harus keluar dari sini Pangeran Dexter. Apa kamu tidak punya keinginan kembali ke Istana, ke rumahmu?"

"Tidak ada yang tersisa di Istana untuk diriku." Jawab Dexter.

"Maksudnya, maaf aku tidak mengerti." Ucap Aurora terlihat begitu menyesal.

"Baginda Raja dan Ibu Ratu adalah kedua orang tua kandungku. Tapi sejak aku masih kecil, mereka lebih percaya dengan perkataan anak dari seorang Selir yang bernama Louis Arthur." Ucap Dexter.

"Kurang dari sepekan, pengumuman pewaris tahta akan disiarkan di Istana. Dan Louis yang akan dinobatkan. Mereka juga mengadakan acara pernikahan antara Louis dan Diandra Charlotte putri dari Duke Archon Charlotte. Padahal sebelumnya Diandra adalah kekasih sekaligus tunanganku yang sudah diketahui oleh seluruh penghuni Istana dan penduduk Kerajaan Thornewood Eldoria." Lanjutnya.

"Ternyata pria setampan dirimu punya kisah cinta yang sangat menyedihkan. Beruntung aku belum pernah pacaran. Bagaimana kalau Pangeran jadi pacarku, aku janji akan melindungi Pangeran." Ucap Aurora membuat Dexter tertegun.

"Pacaran? Hubungan seperti apa itu?"

"Pacaran ya pacaran, aku dan kamu saling mencintai dan berjanji akan selalu setia sehidup semati."

"Aahhh... kalimat itu terlalu lebay. Intinya sebelum ikatan pertunangan kita menjadi sepasang kekasih." Ucap Aurora.

"Sekarang aku hanya pria buta, kamu akan rugi jika bersamaku." Ucap Dexter kehilangan kepercayaan diri.

"Justru itu aku menyukaimu Pangeran, kamu terlalu tampan jika sempurna. Lebih baik buta, biar tidak mata keranjang melirik gadis lain."

Hahaha...

Dexter tertawa terbahak-bahak. Sejenak Aurora terpana seolah terhipnotis. Sejak bertemu, pria tampan itu selalu terlihat murung dan sedih. Kini Aurora melihat bagaimana Dexter semakin tampan saat sedang tertawa.

"Pangeran sangat tampan." Ucap Aurora.

Hahaha... Masih dengan sisa tawanya, Dexter berucap sambil mengusap setitik air mata di ujung matanya.

"Kamu tahu Aurora, selama aku lahir dan hidup di dunia. Baru hari ini aku merasa perasaan bahagia, ringan tanpa beban. Aku merasakan ketulusan dari setiap kata-katamu, meskipun aku tidak bisa melihat ekspresimu yang sesungguhnya. Baiklah mulai hari ini kita sepasang kekasih." Ucap Dexter yakin.

"Apa Pangeran juga jatuh cinta?"

Sementara itu, di dunia nyata tempat Aurora berasal terlihat seorang pria berdiri di pinggir sumur. Beberapa jam yang lalu, dia memerintahkan anak buahnya untuk masuk dan membawa kembali Aurora yang mereka duga jatuh ke sumur. Tapi keadaan sumur itu kosong, hanya ada bebatuan dan pasir. Tidak ada jejak keberadaan Aurora.

"Tidak mungkin Aurora menghilang begitu saja, atau dimakan binatang buas. Tapi jika benar, tidak ada juga jejak binatang di sini. Akhirnya aku benar-benar kehilanganmu. Tapi aku tidak akan mau menikah dengan Sasmita meskipun dipaksa. Aku sudah kehilangan wanita yang ku cintai, jadi tidak apa jika harus kehilangan semuanya lagi."

Baron pergi meninggalkan sumur dengan membawa kesedihan yang begitu mendalam. Hanya sebuah ponsel milik Aurora yang akan menjadi kenangan untuknya. Ponsel itu tidak sengaja terinjak oleh kakinya sendiri, kemungkinan terjatuh saat Aurora berusaha berlari darinya.

Sementara di ruang ajaib telah terjadi suatu yang tidak terduga.

"Kenapa Pangeran mengambil ciuman pertamaku?"

Keluar Dari Sumur

"Kamu tahu Aurora, selama aku lahir dan hidup di dunia. Baru hari ini aku merasa perasaan bahagia, ringan tanpa beban. Aku merasakan ketulusan dari setiap kata-katamu, meskipun aku tidak bisa melihat ekspresimu yang sesungguhnya. Baiklah mulai hari ini kita sepasang kekasih." Ucap Dexter yakin.

"Apa Pangeran juga jatuh cinta?"

"Jatuh cinta? Mungkin lebih tepatnya aku mengagumimu dengan segala kelebihan yang kamu miliki, kamu hebat."

"Aahh... Ternyata cintaku pertamaku harus bertepuk sebelah tangan. Kasihannya aku ini." Ucap Aurora menunduk sedih.

'Aku sadar diri kok Pangeran, aku hanya gadis tomboy kasir restoran sangat tidak setara denganmu.' Gumam Aurora meratapi nasib buruknya.

Tidak ingin terlalu larut dalam kesedihan, toh dia ada di dunia ini juga hanya kebetulan. Sekarang tugasnya adalah bertahan hidup, dan tentu saja harus bisa keluar dari sumur tua ini.

Usai menghabiskan semua ikan bakar, Aurora berpamitan untuk pergi mandi.

"Pangeran tunggu sebentar di sini. Aku ingin mandi di sungai."

Aurora tidak takut akan diintip, karena tempat ini sangat aman dan juga kondisi Pangeran yang tidak bisa melihat sama sekali.

"Segar sekali air sungai ini, kenapa saat berendam seluruh tubuhku terasa lebih ringan. Seperti banyak racun yang keluar dari tubuh. Apa ini termasuk salah satu keajaiban dari ruang ajaib." Gumamnya.

"Jika begitu, setelah aku giliran Pangeran Dexter yang harus mandi. Siapa tahu, seluruh luka di tubuhnya langsung bisa sembuh." Lanjutnya.

Setelah merasa bersih dan segar, Aurora pun menyudahi aksi mandinya. Kemudian, dia melangkah mendekati Dexter yang terlihat sedang duduk termenung.

"Pangeran, apa kamu tahu jika air sungai itu memiliki keajaiban?"

"Kakek pernah bercerita, tapi aku belum pernah membuktikan kebenaran ceritanya. Apa kamu sudah merasakan keajaiban air sungai itu?" Tanya Dexter.

"Iya, rasanya tubuhku menjadi ringan. Seolah tidak baru saja detox. Kamu harus mencobanya juga Pangeran. Supaya luka di sekujur tubuhmu bisa segera pulih, mungkin juga penglihatanmu bisa kembali." Ucap Aurora.

"Kebutaan mataku bersifat permanen, karena mereka menusuk dengan senjata langka. Sebuah belati beracun yang dibuat oleh penyihir hitam luar istana. Tapi, karena kecerdikan Louise lah belati itu masuk ke istana tanpa ada kecurigaan dari Raja. Sungguh Louise mempunyai otak cemerlang."

"Itu bukan cemerlang, namanya itu licik bin culas binti lancung."

"Sudahlah, ayo aku bantu Pangeran berjalan hingga tepi sungai saja. Selebihnya, Pangeran bisa sendiri kan?" Tanya Aurora menggandeng tangan Dexter.

"Iya, tapi jangan mengintipku saat mandi ya." Ucap Dexter bercanda.

"Dih... Yang ada aku malu. Masa iya gadis perawan ting ting sepertiku mengintip tubuh polos Pangeran." Ucap Aurora sok kesal.

Padahal dalam hati terdalam, Aurora memang ingin sekali melihat isi di balik pakaian ala kerajaan. Terutama bagian perutnya, apakah ada roti sobek atau roti kasur. Aurora ingin melihatnya dari dekat, kalau bisa sepanjang Dexter mandi.

Aurora memukuli kepalanya sendiri yang sudah berhalusinasi yang bukan-bukan meskipun umurnya sudah sangat dewasa.

"Ayo Pangeran, sedikit lagi sampai. Nah... Ini sudah di tepi sungai, Pangeran raba ini ada batu besar untuk meletakkan pakaian. Aku akan tinggal untuk keliling ruang ajaib ini." Ucap Aurora.

"Tunggu dulu, tunggu sebentar Aurora. Bantu aku melepaskan pakaian luarku. Nanti kamu baru boleh pergi saat sisa pakaian dalamku saja."

Baru juga akan protes, tapi titah Pangeran tidak mau ditolak.

"Baiklah, aku kalah denganmu Pangeran." Ucap Aurora sambil mulutnya menggerutu.

Dia dengan telaten dan pelan-pelan melepaskan satu persatu pakaian luar milik Pangeran Dexter supaya tidak menggores luka di tubuhnya. Dan setelah tinggal pakaian dalam, Aurora buru-buru ingin lari.

Tarikan tangan Dexter jauh lebih kuat menahan supaya Aurora jangan pergi dulu, tapi justru karena tidak menahan keseimbangan kaki masing-masing. Tubuh Aurora tertarik lalu jatuh roboh menimpa tubuh Dexter.

CUP

Bibir Aurora mendarat sempurna di atas bibir Pangeran Dexter. Bukannya dilepaskan, justru Dexter menahan tengkuk Aurora lalu memperdalam ciuman.

Aurora terpaku, tubuhnya mendadak kaku. Mata melotot bagaikan akan copot, melihat bagaimana Pangeran buta itu melumat bibirnya penuh dengan kelembutan. Tidak ada nafsu yang Aurora rasakan, hanya ada kehangatan dan rasa nyaman dari pria yang baru dikenalnya beberapa jam saja. Saat ini kesadaran Aurora kembali.

"Kenapa Pangeran mengambil ciuman pertamaku?"

"Maaf... Tadi itu aku reflek, entahlah aku merasa sangat menginginkanmu. Mungkin rasa kagumku berubah jadi rasa cinta." Ucap Dexter lirih.

"Ini sama artinya Pangeran sudah melecehkan harga diriku sebagai perempuan. Seharusnya... Meskipun aku hanya rakyat jelata, Pangeran tidak boleh menghinaku."

Hiks... Hiks... Hiks... Aurora menangis sesenggukan, acara mandi pun kacau.

Dexter kembali memakai seluruh pakaiannya, kemudian memeluk kekasih barunya ini.

"Maafkan aku Aurora, jujur itu juga ciuman pertamaku. Aku tidak pernah melakukannya terhadap siapa pun. Termasuk dengan kekasihku yang terdahulu. Kamu... Kamu memiliki daya tarik berbeda, sehingga aku merasa nyaman. Aku merasakan ketulusan saat bersamamu. Maukah kamu memaafkanku?" Tanya Dexter.

"Aku mau memafkan Pangeran dengan syarat yang harus pangeran penuhi." Ucap Aurora sambil menghapus air matanya, ada senyum tak terlihat.

"Apa syaratnya? Katakan." Ucap Dexter.

"Pangeran harus bertanggung jawab, apa pun yang terjadi jangan meninggalkanku. Jadikan aku istri satu-satunya. Tidak ada selir di tengah-tengah rumah tangga kita berdua."

"Hanya aku, hanya aku ratu di hatimu. Meskipun keluargamu menolakku. Meskipun rakyatmu tidak menginginkan aku. Tapi, kamu akan tetap mencintaiku dan berusaha untuk membahagiakan hidupku. Dengan caramu sendiri, dan jika suatu saat lorong waktu terbuka maka kamu bersedia ikut denganku. Kita akan hidup di duniaku bukan dunia kerajaan seperti ini."

Ucap Aurora dengan mata yang menelisik ekspresi Dexter, tapi sayangnya tidak ada yang bisa dilihat.

"Satu ciuman banyak sekali syaratnya. Apa ini tidak berlebihan Aurora. Bagaimana jika aku minta banyak ciuman darimu, lantas berapa ribu syarat lagi yang kamu pinta. Astaga... ternyata calon istriku ini perhitungan sekali ya." Ucap Dexter.

Mendengar dia disebut calon istri, membuat Aurora senyum-senyum sendiri bagaikan orang yang tidak waras.

"Jadi, intinya saja Pangeran bersedia memenuhi syaratku atau tidak?" Ulangnya.

"Tentu, asal kamu juga setia. Jangan berpaling pada pria yang lebih sempurna. Yang memiliki penglihatan. Tidak buta dan tidak terbuang. Apa kamu mau berjanji untukku?"

"Aku janji, ayo kita buat ikatan perjanjian yang lebih kuat. Aku ingin Pangeran berjanji dengan darah, aku juga akan melakukannya."

Dan hari itu, Dexter serta Aurora meneteskan darah mereka ke dalam air sungai yang untuk sesaat berubah warna jadi merah. Pertanda jika perjanjian mereka berdua sudah disaksikan oleh alam semesta.

Setelah itu, Dexter melanjutkan ritual mandi yang tertunda karena ciuman. Benar saja, seluruh luka di tubuhnya langsung mengering tanpa sisa. Kulit wajah dan tubuh Dexter kembali bersih dan juga kuat. Hanya matanya yang masih buta.

"Kalau begitu, ayo Pangeran kita cari jalan untuk keluar dari sumur tua ini." Ucap Aurora.

"Kalau sudah berhasil keluar, kamu mau apa?" Tanya Dexter heran.

"Apa Pangeran hanya akan diam saja dengan ketidak adilan ini? Apa tidak ada niat balas dendam, setidaknya Pangeran harus membuktikan jika bukan Pangeran yang bersalah. Kita harus membuka mata semua orang termasuk Raja dan Ratu. Jangan biarkan kejahatan merajai dunia."

"Sebagai seorang calon istri, tentu aku akan membantumu mencari keadilan. Pulihkan nama baikmu." Ucap Aurora.

"Jika seperti itu, sama artinya kita berdua sedang melakukan makar. Dan hukumannya adalah hukum penggal." Ucap Dexter merasa sangat khawatir.

"Tidak perlu khawatir, kita akan melakukan diam-diam. Kita bangun kekuatan dengan bantuan ruang ajaib."

"Bukankah ini milik Kakek Raja? Jadi manfaatkan warisan Kakekmu ini. Dan untuk sementara kita akan melakukan penyamaran." Ucap Aurora yakin.

"Menyamar? Sebagai apa?" Tanya Dexter.

"Sebagai pasangan suami istri pengembara. Ayo jangan banyak bicara lagi, aku akan minta ruang ajaib menyediakan perlengkapan untuk kita melakukan penyamaran." Jawab Aurora dengan rencananya.

"Katamu, cukup memikirkan apa yang kita inginkan bukan? Maka aku sedang membayangkan pakaian untuk pasangan suami istri yang sedang mengembara."

Bruukkk...

Tiba-tiba setumpuk kain jatuh tepat di kepala Aurora.

"Kenapa harus jatuh di kepalaku?" Ucap Aurora mengomel tidak jelas. Sedangkan Dexter tersenyum merasa dunianya akan sangat berwarna setelah ini.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!