NovelToon NovelToon

Nasib Si Kayya Yang Miskin

Bab 1. Tolong

Di suatu sore yang masih menyisakan terik matahari, Kayya berdiri di depan gang rumahnya sambil menghela napas.

Ia merasa suntuk dan enggan untuk pulang. Sudah berhari hari dia berusaha mencari kerja, tetapi sulitnya luar biasa. Harapannya yang dulu setinggi angkasa kini tampaknya hanya bisa dia gantungkan saja pada nasib. Kayya merasa kali ini akan mengecewakan ibunya lagi.

Gang tempat tinggal Kayya merupakan gang kumuh. Rumah Kayya berada di ujung paling belakang dekat dengan bantaran sungai.

Kayya berjalan dengan lunglai. Seluruh tenaganya terkuras habis, berkeliling mencari pekerjaan, apalagi tadi pagi dia hanya sarapan ubi rebus saja.

Begitu tiba di rumah, Kayya mendorong pintu kayu yang lapuk dimakan rengat. Gadis itu langsung disambut senyuman hangat ibunya.

"Kamu sudah pulang, Nak. Gimana dapat kerjanya?"

Kayya duduk di kursi usang dan lantas meletakkan tasnya di meja plastik. "Belum dapet, Bu. Semua sekarang syaratnya paling ga minimal lulusan D3. Aku juga udah tanya tanya ke beberapa restoran deket deket sini, tapi kebanyakan untuk sekarang ga butuh tenaga kerja tambahan, Bu."

Bu Rahayu mengambil gelas dan mengisi air putih dari ceret. Dia meletakkan gelas itu di depan putrinya.

"Ya sudah, kamu minum dulu, Nak. Ga apa apa, mungkin belum rejekinya kamu." Bu Rahayu mengusap bahu Kayya sambil tersenyum. Namun, di matanya tersimpan kesedihan.

Kayya mengangguk, mengambil gelas yang disodorkan ibunya tadi dan langsung meneguk isinya hingga tandas. Dia tidak memperhatikan ekspresi ibunya yang sempat berubah.

Bu Rahayu masuk ke dapur dan menyalakan kompor. Dia tahu putrinya pasti sangat lapar sekarang. Sambil menyeka sudut matanya yang basah, Bu Rahayu mengocok telur. Hanya ada satu telur yang tersisa.

"Bu, aku mau mandi dulu, ya."

Kayya masuk ke dalam kamar tanpa pintu, Dia meletakkan tasnya dan mengambil pakaian dari lemari plastik, lalu bergegas ke kamar mandi.

Meski hidup dalam kemiskinan, rumah Kayya tetap memiliki kamar mandi di dalam rumah. Yah, meski untuk mendapatkan seember air dia harus memompa dulu, tapi setidaknya dia tidak harus mengantri di kamar mandi umum.

Selesai mandi, Kayya melihat sepiring nasi dan telur sudah bertengger di meja. Kayya mend*sah berat.

"Bu, ayo kita makan," panggil Kayya. Setiap waktu makan ibunya pasti akan masuk ke dalam kamar.

"Ibu sudah makan tadi. Kamu makan saja sendiri, Nak. Lagipula tadi pagi kamu hanya makan ubi, kan?"

Kayya berjalan masuk ke kamar ibunya. Dia melihat ibunya duduk sambil melipat baju.

"Bu, aku ga mungkin habiskan semua makanannya, atau begini saja, Aku bagi dua sama ibu, ya."

"Ibu beneran sudah kenyang, Nak. Kamu makan saja sendiri."

Kayya tiba-tiba keluar dan membawa piringnya masuk ke dalam kamar ibunya.

"Kalau begitu kita makan berdua, biar aku yang suapi ibu."

Kayya duduk di samping ibunya. Dia dengan cekatan mulai mengambil sedikit nasi, memotong telur dengan sendok dan menyodorkannya ke depan mulut Bu Rahayu.

"Kamu dulu saja," kata Bu Rahayu sambil menarik mundur kepalanya. Akan tetapi, tangan Kayya tetap lurus tidak goyang.

"Ibu dulu, baru aku."

Bu Rahayu membuka mulutnya dengan mata berair. "Maafin ibu, ya, Nak."

Kayya meletakkan piringnya di samping, ia lantas memeluk ibunya dengan lembut.

"Ibu minta maaf buat apa?"

"Maaf karena sampai sekarang ibu belum bisa membahagiakan kamu."

"Bu, ibu sekarang masih ada di dekatku aja udah menjadi hal yang membahagiakan buat aku. Kebahagiaanku jangan diukur dengan materi, Bu. Asal ibu selalu ada buat aku, aku bahagia. Kalau ada yang harus minta maaf, itu harusnya aku. Aku sampai sekarang belum bisa membuat ibu bangga."

Bu Rahayu menatap Kayya cukup lama, sebenarnya ada hal yang ingin dia katakan pada Kayya, hanya saja dia ragu.

Bu Rahayu menghapus air mata di wajah Kayya. Dia berdiri dan lalu mencari sesuatu di bawah kolong lemarinya. Setelah menemukan apa yang dia cari, Bu Rahayu duduk lagi di dekat putrinya.

Bu Rahayu menggenggam sapu tangan berwarna biru tua. Kayya memperhatikan apa yang hendak ditunjukkan oleh ibunya. Saat sapu tangan yang ditali simpul itu terbuka, mata Kayya seketika memantulkan sinar.

"I_ini emas siapa, Bu?" tanya Kayya tergagap. Seumur umur dia baru melihat emas begitu banyak di keluarganya. Karena sejak kecil dia tidak pernah melihat ibunya memakai emas emas tersebut.

"Ini dulunya mahar bapakmu. Dulu sekali sempat ibu mau jual, tetapi dilarang bapak kamu. Sekarang karena bapak kamu sudah ga ada, gimana kalau kita jual saja emasnya. Ini bisa jadi modal hidup kita kedepannya. Selagi kamu masih cari kerja."

Bu Rahayu menyodorkan sapu tangannya pada Kayya. "Bu, tapi ...."

"Ibu ga apa-apa, Nak."

Kayya menunduk, menatap sapu tangan di tangannya. Saat sapu tangan itu terbuka, ada sebuah kalung, dua gelang dan sebuah cincin. Semuanya terlihat berkilauan meski sudah lebih 20 tahun disimpan.

"Surat suratnya ada. Kamu bisa jual emas itu tanpa perlu khawatir apapun."

Rasa lapar Kayya seketika menguap. Pikirannya terus berkecamuk, tetapi dia tidak ingin menyia nyiakan makanan, jadi dia tetap menghabiskan makannya dan sesekali menyuapi ibunya.

"Bu, sebaiknya ibu simpan emas ini dulu saja, aku mau keluar sebentar, Bu. Ga aman kalau aku bawa emas ini kemana-mana."

Setelah mendapat ijin dari ibunya, Kayya keluar dengan tas selempang di pinggangnya. Dia dalam tas itu ada beberapa karung yang terlipat rapi. Biasanya kalau menjelang malam, Kayya akan keluar untuk mulung. Karena belum dapat kerja, hanya ini satu satunya hal yang bisa dia usahakan.

Keluar dari gang rumahnya, Kayya berjalan sambil sesekali melihat ke tong sampah. mengambil botol plastik dan memasukkannya di dalam karung. Kayya berjalan menuju taman. Biasanya di sana ada banyak sekali botol plastik.

Mungkin karena cuacanya agak mendung, jadi area taman tidak terlalu ramai bahkan cenderung sepi, tetapi hal itu tidak menyurutkan niat Kayya untuk mencari rongsokan.

Tak butuh waktu lama, dua karung terkumpul dan setumpuk kardus bekas juga sudah dilipat rapi oleh Kayya. Pengepul menimbang hasil pulungan Kayya.

"Nih, duitnya 22.000, ya. Kardusnya lumayan."

"Makasih, Bang Mamad," ucap Kayya tulus. Meski tidak seberapa, tetapi ini rejeki yang dia cari sendiri.

Kayya melipat uangnya dan memasukkannya ke dalam kantong. Dia kembali melewati taman yang sepi itu. Langit yang gelap semakin bergemuruh. Sepertinya malam ini hujan akan turun dengan deras.

"To_long."

Kayya menghentikan langkahnya. Alisnya berkerut dalam. Dia tidak takut pada hantu, tetapi suara tadi, dia tidak bisa mengabaikannya. Kayya terdiam, dia sekali lagi mendengar suara minta tolong. Kayya melihat ke samping, di mana ada sederet toilet di sana.

Kayya berjalan perlahan. Meski penasaran, tetapi dia tetap harus waspada. Dia takut ini hanya trik dari sindikat penculikan.

"Tolong." Suara itu semakin terdengar jelas meski lemah. Kayya bergegas mendekati salah satu bilik yang tertutup.

"Halo, ada orang di dalam?" Kayya mengetuk pintu dengan hati-hati.

Orang yang ada di dalam toilet merasa bersemangat.

"Mbak, tolong. Tolong saya, saya terkunci di sini."

"Ok, saya akan menolong. Tetapi kamu tolong jaga jarak dari pintu."

Kayya menendang pintu beberapa kali sampai akhirnya pintu terbuka.

"Ahh, syukurlah." Perempuan di dalam toilet itu langsung berseru senang. Dia sudah lemas di sana terkunci hampir tiga jam.

"Kamu adalah penyelamatku." Gadis itu memeluk Kayya dan bicara dengan nada lembut.

Kayya agak merasa risih, dia tidak pernah berdekatan intim dengan orang lain selain ibunya. Kayya pun akhirnya berkata, "Aku harus segera pulang. Sebentar lagi mungkin akan turun hujan. Kamu sebaiknya pulang."

Saat Kayya hendak pergi, gadis itu tiba-tiba menarik lengan Kayya. "Bo_boleh aku ikut denganmu? Aku takut di sini sendiri, rumahku jauh dari sini. Aku janji, aku ga akan nyusahin kamu."

Dengan segala perhitungan, Kayya akhirnya mengangguk. Dia tidak mungkin tega meninggalkan gadis ini di sini sendirian. Lalu Kayya dan perempuan tadi akhirnya berjalan bersama. Dalam perjalanannya, Kayya membelanjakan uang yang didapatnya dengan membeli dua mie instan dan setengah liter beras.

Melihat Kayya membeli sedikit beras, alis gadis yang sejak tadi mengikuti Kayya berkerut.

"Itu untuk makan ayam?" tanya gadis itu penasaran.

Kayya menatap kresek di tangannya dan tersenyum, "Bukan, ini untuk makan aku dan ibu."

Gadis itu langsung terdiam, ia tahu sudah sangat lancang sekali pada penolongnya. Kayya tidak mempermasalahkan pertanyaannya Dia melanjutkan berjalan menuju rumahnya. Di saat bersamaan hujan tiba-tiba turun. Kayya menarik gadis tadi untuk berlari.

Saat tiba di depan rumahnya, Kayya buru-buru mengetuk pintu. Bu Rahayu yang memang sengaja menunggu Kayya, langsung membuka pintu.

Gadis yang tadi ditolong Kayya tertegun melihat rumahnya.

"Ayo masuk."

Bab 2. Vira

Gadis tadi dengan hati-hati masuk ke dalam rumah Kayya. Secara reflek matanya menatap ruangan rumah itu, menelisik dengan wajah keheranan yang tidak bisa di sembunyikan.

Rumah semi kayu dan semen itu tampak sangat kecil, beberapa dinding yang bolong di tambal memakai kertas kalender. Pintunya bahkan terlalu tipis dan sepertinya bisa roboh kapan saja saat di sentuh.

Bu Rahayu menatap wanita asing ini dengan tatapan lembut. Meski ada sedikit keraguan saat melihat gadis di hadapannya, tetapi bu Rahayu tetap memperlakukannya seperti tamu yang layak untuk dihormati.

"Kalian berdua basah kuyup, bagaimana jika kamu pakai baju Kayya dulu? Saya akan mencuci bajumu dan meng-anginkannya biar besok kering."

Gadis itu mengangguk malu-malu. Dia tidak menyangka, meski kehidupan penyelamatnya miskin, tetapi mereka terlihat seperti orang yang sangat baik.

Kayya meninggalkan gadis itu bersama ibunya. Ia masuk ke dalam kamarnya dan mengambil satu stel pakaian yang bersih, lalu menyerahkannya pada gadis itu.

"Aku hanya punya baju seperti ini, semoga kamu tidak keberatan untuk memakainya. Aku juga akan memanaskan air. Kamu bisa mandi setelahku."

Kayya berjalan ke kamar mandi yang ada di sebelah dapur. Dia segera mandi dan berganti baju. Kayya menatap kamar mandinya untuk waktu yang agak lama. Dia ragu, apakah gadis yang ditolongnya itu mau memakai kamar mandinya. Dari penampilannya dia bukan gadis sembarangan.

Meski Kayya hidup dalam kemiskinan, tetapi intuisinya kuat. Mungkin itu karena latihan yang sering diajarkan oleh ayahnya.

"Aku sudah menyiapkan airnya. Kamu bisa segera mandi," kata Kayya.

Gadis itu mengangguk dan mengikuti Kayya menuju kamar mandi. Melihat penampakan kamar mandi Kayya, alis gadis itu berkerut. Dia agak ragu untuk masuk, apalagi kamar mandi itu agak gelap, karena lampu yang dipake untuk penerangan hanya berasal dari lampu dapur.

"Ada apa?" tanya Kayya, dia melihat gadis itu mematung di sana dan tidak bergerak.

"Ehm, a_aku agak takut gelap," kata gadis itu agak malu. Dia merasa benar-benar menyusahkan penyelamatnya.

"Oh." Kayya berjalan ke dalam kamar dan mengambil lampu darurat. Dia menyalakannya dan menggantungnya di atas kamar mandi.

"Begini apakah tidak apa-apa? Maaf hanya ada lampu ini saja."

Gadis tadi merasa bersalah dan tiba-tiba dia berseru, "Ah, ini bukan masalah. Aku sudah cukup lega ada lampu tambahan ini. Maafkan aku merepotkanmu. Ngomong-ngomong namaku Vira, Terima kasih sudah menolongku."

"Tidak masalah, aku rasa orang lain pasti juga akan melakukan hal yang sama seperti yang ku lakukan."

Vira menatap Kayya sejenak, tetapi dia tidak mengatakan apa-apa. Setelah Vira masuk ke kamar mandi, Bu Rahayu menarik Kayya ke kamar.

"Nak, sebenarnya siapa dia?"

"Namanya Vira, Bu. Aku tadi menolong dia di taman. Dia terkunci di kamar mandi, aku ga tega ninggalin dia sendirian di sana."

"Tapi kamu harus lihat kondisi keluarga kita. Kita tidak punya apa-apa untuk menjamu dia."

"Ibu tenang aja, tadi aku beli dua bungkus mie instan dan beras. Nanti aku masakin dia mie aja. Ibu tidak perlu cemas."

Bu Rahayu tidak banyak bertanya lagi. Ia percaya dengan Kayya sepenuhnya.

Tak lama Vira keluar dari kamar mandi dengan handuk usang yang melilit kepalanya, Sebenarnya dia agak tidak nyaman memakai barang orang lain, tetapi keadaan benar-benar mendesak.

Vira melihat Kayya berdiri di depan kompor. Ia menatap wajah Kayya dari samping, Meski miskin, Vira akui Kayya ini cantik dan menarik.

"Kamu masak apa? Baunya harum sekali."

"Aku masak mie. Kamu pasti lapar kan?"

Vira mengangguk. Dia berdiri di dekat Kayya. Menunggu mie instannya masak. "Nama kamu siapa?"

"Kayya. Namaku Kayyana putri."

"Panggilan kamu unik, ya." Vira terkekeh. Kayya hanya mengangguk dan tersenyum.

Setelah menaruh mienya ke dalam mangkuk, Kayya mengajak Vira ke ruang tengah. Ibunya sudah masuk ke dalam kamar, jadi tinggallah mereka berdua.

"Loh, mie nya cuma satu? Kamu ga makan?" Vira baru menyadari Kayya hanya membawa semangkuk mie.

Kayya tersenyum dan menggeleng, "Aku ga lapar. Kamu saja yang makan."

Vira sebenarnya agak canggung, tetapi dia benar-benar lapar. Lalu Vira akhirnya mengambil mangkuk itu dan mulai makan isinya.

"Kenapa kamu bisa terkunci di sana, tadi?"

"Itu semua karena aku terlalu lemah." Vira menunduk, wajahnya menjadi muram dan tangannya berhenti menggerakkan sendok.

"Eh, kamu lanjutin dulu makannya, takutnya nanti mienya ga enak." Kayya segera menyadari ada sesuatu yang salah pada Vira. Dia akhirnya membujuknya untuk melanjutkan makannya. Dia akan bicara setelah nanti Vira selesai makan.

Setelah Vira selesai makan, dia melirik Kayya yang duduk tenang di sampingnya. "Kayya, kamu mau ga jadi temanku?"

Kayya menghela napas, dia menatap Vira dengan serius. "Sebelum aku menjawab pertanyaanmu, aku ingin tahu terlebih dulu, sebenarnya kenapa kamu bisa terkunci di toilet taman itu?"

Vira mendengus, matanya tiba-tiba saja memerah. Gadis itu menggigit bibirnya menahan tangis.

"Aku, aku ...." bibir Vira bergetar. Dia ingin bicara, tetapi suaranya tercekat di tenggorokan.

Kayya dengan sabar menunggu gadis itu menenangkan dirinya, Kayya menyodorkan segelas air putih ke depan Vira.

"Kalau ga bisa diceritakan, ya tidak usah cerita, tetapi maaf aku tidak bisa menampungmu lebih lama. Malam ini aku biarkan kamu tidur di rumahku, besok aku akan mengantarmu pulang. Kamu lihat sendiri kondisi keluargaku seperti ini. Aku rasa kamu juga pasti tidak nyaman tinggal di sini, kan?"

"Tidak apa-apa. Kamu sudah mengijinkan aku berteduh di sini saja aku sudah sangat berterima kasih."

Vira menarik napas panjang sebelum akhirnya memutuskan untuk menceritakan masalahnya. "Aku menyukai seorang teman di sekolahku. Kemarin malam aku mendapat pesan dari anak itu, dia mengajakku bertemu di taman. Aku kira dia mengajakku berkencan, tetapi ternyata dia tidak sendirian, dia menungguku bersama teman-temannya.

Aku tidak tahu jika sebenarnya dia dan teman-temannya sedang membuat taruhan dan aku adalah bahan taruhannya. Mereka dengan jahat mengurungku di toilet dan mengambil tasku. Ponselku ada di dalam tas. Aku tidak bisa menghubungi keluargaku."

Kayya menatap Vira dengan iba. Dia merasa Vira ini sepertinya gadis yang tumbuh dengan penuh perhatian dan kasih sayang. Jadi mungkin orang-orang memanfaatkan kepolosannya.

"Sayangnya aku tidak punya ponsel. Seandainya aku memilikinya, kamu bisa menghubungi keluargamu, setidaknya jika kamu menghubungi mereka sekarang, mereka tidak akan mencemaskanmu."

Kayya tiba-tiba menegakkan tubuhnya, "Bagaimana jika aku meminjam ponsel pada pemilik warung di depan. Kamu bisa menghubungi keluargamu."

Vira menggelengkan kepalanya. "Aku tidak bisa sembarangan menghubungi keluargaku. Sekarang mungkin orang-orang yang mengurungku sudah ditemukan oleh keluargaku, Asal kamu tahu, keluargaku sangat mengawasiku. Mereka pasti langsung menemukan petunjuk begitu aku menghilang."

"Tidak apa-apa. Besok aku akan mengantarmu pulang," kata Kayya menenangkan. Vira mengangguk.

Sementara itu di dalam sebuah mobil Van, suasana tidak lebih dingin dari pada cuaca di luar. Tiga laki-laki berusia 18 tahun berlutut di depan seorang pria. Tatapan mata pria itu tajam menusuk. Meski wajahnya tampan, tetapi aura yang dia keluarkan begitu menakutkan.

"Jadi dimana kalian menyembunyikan adikku?"

"I_itu, dia ada di toilet taman di sana," kata salah satu laki-laki yang merupakan anak yang disukai Vira.

"Sejak kapan kalian menguncinya di sana?" Aura pria itu semakin menakutkan. Ketiga laki-laki itu bergetar ketakutan.

Salah satu celana ketiga laki-laki itu tiba-tiba basah, bau busuk langsung tercium di dalam Van. Dengan marah pria yang duduk dengan angkuh itu menendang laki-laki yang mengompol itu hingga jatuh terjengkang.

"Dasar kecoa menjijikkan."

Bab 3. Jual Emas

Kayya 3

"Bos, kami sudah mencari ke setiap sudut tempat, tetapi kami tidak dapat menemukan nona Vira."

Dua orang dengan pakaian basah kuyup datang melapor. Pria yang dipanggil bos itu semakin memperlihatkan aura yang mengerikan. Pria itu menarik rambut pria yang disukai adiknya dengan kasar.

"Sekarang kau cari di mana adikku berada. Jika tidak ketemu, jangan harap aku akan melepaskanmu dan keluargamu. Beraninya kau mengusik adik kesayanganku." Setelah mengatakan itu kakak Vira menghempas kepala pria tadi.

Kedua bawahannya bahkan tidak berani mengangkat wajahnya. Siapa pun yang berani menganggu nona kecil di keluarga itu, mereka semua pasti akan mendapat balasan berkali-kali lipat.

Saat pagi menjelang, Vira masih tertidur nyenyak, meski semalaman sempat meragukan kasur milik Kayya. Nyatanya dia tetap tidur dengan nyenyak dan tidak bangun sampai sekarang.

Sejak pagi buta, Kayya sudah berkeliling di daerah sekitarnya untuk mencari rongsokan botol bekas dan kardus. Karena ada tamu di rumahnya, dia lebih bekerja keras lagi mengumpulkan botol dan kardus kardus itu.

Pukul tujuh pagi Kayya tiba di depan tempat pengepul barang. Melihat gadis itu muncul lagi, pemiliknya agak terkejut. Karena biasanya dia akan muncul pada malam hari saja.

"Loh, semalam kan udah ke sini, tumben pagi kesini lagi?"

"Lagi butuh duit, Bang." Kayya menjawab dengan apa adanya.

"Nih kardusnya lumayan banyak. Semuanya jadi 32.000."

Kayya mengangguk dan menerima uang dari bang Mamad. Saat Kayya pulang dia tiba-tiba ditarik bu Rahayu ke dalam kamar.

"Ada apa, Bu?" tanya Kayya bingung.

Bu Rahayu segera menyodorkan bungkusan plastik hitam, di dalamnya ada sapu tangan biru yang membungkus emas miliknya. "Kamu jangan lupa bawa emas emas ini nanti ke toko. Pokoknya kamu jual saja semuanya."

"Kenapa sampai harus jual emas, Bu? Ini kan simpanan ibu. Lagi pula ayah juga melarang ibu menjualnya. Kayya masih bisa kok cari uang buat kita, walau pun cuma cukup untuk makan."

"Sudah kamu jual saja, apa gunanya terus disimpan. Kita bisa gunakan uang itu untuk kebutuhan kita, syukur syukur buka usaha sendiri." Bu Rahayu menatap Kayya dengan lembut. Entah mengapa Kayya merasa hatinya sedikit menjadi berat.

"Bu, aku akan berusaha lebih keras lagi untuk cari kerja, supaya aku bisa bahagiain ibu."

Bu Rahayu menggeleng, "Ibu berharap kamu selalu bahagia, Kayya."

Kayya menggangguk dan menatap bungkusan plastik di tangannya ini, dia juga menatap bu Rahayu dengan perasaan berat. Tiba-tiba dia merasakan panas di hidung hingga membuat matanya berair.

Brak!!

Kayya buru-buru menyeka matanya dan keluar, ia melihat Vira melompat lompat sambil memegang kakinya.

"Vira kamu kenapa?" tanya Kayya.

"Ada tikus tadi. Aku ga sengaja nginjek tikusnya, terus kakiku kena lemari ini." Vira menunjuk lemari kayu di sebelahnya. Vira segera meraih lengan Kayya dan meringkuk di belakangnya. Kelihatan sekali jika Vira sangat takut dengan hewan satu itu. Tubuhnya masih sedikit gemetaran.

Kayya tersenyum, orang kaya pasti akan geli melihat tikus. Dia menepuk bahu Vira dengan lembut.

"Kamu sarapan dulu, aku beli nasi uduk." Kayya segera mengambil bungkusan nasi di atas meja.

"Kenapa cuma satu?" tanya Vira keheranan.

"Aku sudah makan di sana tadi."

Vira mengangguk dan langsung membuka bungkus nasi uduknya. Dia makan dengan lahap, karena kelaparan.

Tanpa sepengetahuan Vira, Kayya menelan ludah saat melihat Vira makan. Dia bahkan belum sarapan, Kayya berbohong soal makan di warung. Dia hanya punya 32.000 dan butuh 12.000 untuk membeli sebungkus nasi uduk dan dia membeli dua hanya untuk Vira dan ibunya.

"Vira dimana alamat rumahmu?" tanya Kayya.

"Itu agak jauh dari sini, nanti kita panggil taksi saja. Aku akan membayar tarif taksinya saat sampai di rumah."

"Jika begitu bagaimana jika kamu pulang sendiri saja. Aku tidak perlu mengantarmu, kan?"

"Tidak! Kamu tetap harus ikut aku. Kamu penyelamatku, mana bisa aku pergi begitu saja."

"Tapi .... "

"Kayya, kita ini berteman, kan?"

Melihat tatapan Vira yang imut dan menggemaskan, Kayya pun akhirnya mengalah. Palingan jika nanti Vira memaksanya menerima sesuatu, dia akan menolaknya dengan tegas.

Sekitar pukul setengah sepuluh, Vira dan Kayya berpamitan pada Bu Rahayu. Awalnya Vira ingin memberikan sepasang antingnya pada Bu Rahayu, tetapi wanita paruh baya itu menolaknya.

Keluar dari gang rumah Kayya, mereka berjalan agak jauh. Kayya bilang dia ingin mampir sebentar ke toko mas.

"Kamu mau jual emas? Kamu butuh uang, Kay?"

Kayya menggeleng, "Aku tidak butuh, tetapi ibu yang suruh. Aku tetap akan berusaha mencari kerja. Suatu saat aku akan mengganti emas ibu ini."

"Kamu lagi butuh kerjaan? Nanti aku akan bilang pada kakak-kakakku. Mereka semuanya punya banyak usaha. Biarkan kakak-kakakku mencarikanmu pekerjaan."

Kayya segera menunjukkan gerakan menolak. Dia tidak ingin merepotkan orang lain dan tidak mau dianggap memanfaatkan Vira. Bagaimana pun juga dia dan Vira baru saja kenal, jadi rasanya kurang sopan menerima kebaikan itu secara cuma-cuma.

"Mbak, saya mau jual emas." Kayya berdiri di depan konter toko mas. Tadi saat di rumah, Kayya sudah memilah emas mana yang akan dia jual. Sedangkan untuk yang lainnya, Kayya hanya perlu menyimpannya.

"Bisa saya lihat barangnya dulu."

Kayya menyerahkan sepasang gelang dan suratnya. Saat melihat penampilan surat jual emasnya, Pegawai toko itu memanggil atasannya.

"Pak, maaf ada yang mau jual emas lama."

"Oh, ya. Biar saya yang layani, kamu layani pelanggan itu."

Kayya menunggu pemilik toko mengecek emas milik ibunya. Hatinya berdebar tak karuan. Dia tidak tahu berapa harga emas sekarang. Akan tetapi dia tahu, emas ibunya saat ini pasti tidak murah.

"Harga emas sekarang satu juta tujuh ratus ribu. Ini emas bagus dan terawat, total dua gelang 10 gram. Uangnya 17 juta dipotong potongan per gram 50.000 jadi total uang yang kamu terima nanti 16 juta 500 ribu, ya."

Kayya tertegun. Dia agak terkejut mendengar total uang yang akan dia terima. Hanya dari sepasang gelang ini saja uangnya sebegini banyak, bagaimana jika dia menjual semua emas ibunya. Itu cukup mengejutkan Kayya yang tidak pernah melihat banyak uang.

Vira membantu Kayya menghitung uangnya. Setelah itu Kayya memasukkan uangnya ke dalam kantong plastik hitam dan memasukkan nya ke dalam tasnya.

"Ayo, kita naik taksi." Vira segera memberhentikan taksi. Dia masuk duluan dan lalu diikuti Kayya.

"Pak, antar ke Pasadena residen ya."

Baru kali ini Kayya naik taksi. Matanya terus melihat ke kiri dan ke kanan dengan takjub.

"Kalau bukan karena kamu, mungkin seumur hidup aku ga akan pernah merasakan naik mobil," kata Kayya pada Vira.

Vira tersenyum, tetapi sorot matanya terlihat jejak rasa iba untuk Kayya. Setelah bertemu Kayya, banyak hal yang membuat Vira kini lebih mensyukuri hidupnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!