NovelToon NovelToon

Reinkarnasi Sang Dewi Semesta

Bab 1 – Kematian dan Kebangkitan di Dunia Asing

Hujan turun deras membasahi langit kota. Jalanan yang biasanya ramai kini sunyi, hanya suara air mengalir di parit yang menemani seorang gadis yang tengah berlari tanpa payung.

Nadra Elianora memegangi ponselnya yang sudah basah kuyup, wajahnya panik. “Aduh, kenapa juga aku lewat jalan taman?! Ini malah banjir... hah?”

Dari kejauhan, ia melihat sesuatu bergerak di permukaan danau yang meluap. Sosok kecil, seperti anak-anak yang terjatuh dan berusaha menggapai udara. Tanpa berpikir panjang, Nadra melempar tas dan melompat ke air.

“Tenang, dek! Kakak datang!” seru Nadra

Airnya dingin dan deras. Ia berenang sekuat tenaga, tangannya berhasil meraih lengan kecil anak itu dan mendorongnya ke tepian. Tapi arus balik menyeret tubuh Nadra kuat sekali.

“Haah....tunggu!” serunya, namun tubuhnya ditarik pusaran air. Dunia berputar, dadanya sesak, pandangannya kabur. Satu-satunya yang ia lihat terakhir kali hanyalah langit abu-abu dan bayangan seseorang memanggil namanya.

Gelap.

Sunyi.

Lalu…

Cahaya hangat menyentuh pipinya. Burung-burung bernyanyi. Aroma bunga liar mengisi udara.

“Ehmm?” Nadra membuka mata, menatap langit biru yang begitu jernih. Ia duduk perlahan, lalu membeku.

Di sekelilingnya ada pepohonan besar menjulang tinggi, air sungai berkilau jernih di sisi tubuhnya. Ia tidak sedang di rumah sakit. Tidak di kota. Tidak di dunia yang ia kenal.

“Aku… di mana ini?” gumamnya bingung.

Ia menatap tangannya ramping, pucat, dan berbeda dari biasanya. Lalu pandangannya jatuh pada bayangan di permukaan sungai. Wajah yang menatap balik bukan dirinya. Rambut hitam panjang terurai, kulit seputih salju, dan sepasang mata gelap yang lembut tapi tampak sedih.

“W-wait, ini bukan aku! Jangan-jangan… aku reinkarnasi kayak di novel-novel itu?” serunya kaget

Ia mencubit pipinya. “Aw! Aduh sakit! Jadi ini nyata?!”

Belum sempat berpikir lebih jauh, nyeri tajam menyerang kepalanya. Potongan kenangan asing membanjiri pikirannya, seorang gadis berpakaian sutra merah muda berlutut di tengah hujan, diseret pelayan keluar gerbang besar.

“Li Yuanxin, mulai hari ini kau bukan lagi tunangan Tuan Muda Mo! Kau menodai nama keluarga!”

“Tidak! Aku dijebak! Aku tidak melakukan apa pun!”

Namun tidak ada yang mendengarkan. Tubuh gadis itu dilempar ke sungai di belakang gunung.

Nadra memegangi kepala. “Oh Tuhan… jadi tubuh ini… tubuh gadis yang dibuang tunangannya?”

Ia menghela napas panjang. “Ceritanya klasik banget ya, tapi serius, nasibmu tragis banget, nona Li Yuanxin.”

Ia menatap aliran sungai yang tenang, lalu berdiri perlahan. “Kalau aku sudah dikasih tubuh ini, aku nggak akan biarkan hidupmu sia-sia. Kita balas dendam dengan elegan.”

Nada suaranya ringan, tapi sorot matanya tajam.

Hari pertama di dunia baru tidak mudah. Nadra berjalan menyusuri hutan, perutnya lapar, pakaian sutranya kotor penuh lumpur. Tapi semangatnya tak hilang.

“Setidaknya air sungainya jernih, bisa minum. Kalau lapar, tinggal cari buah liar. Hah, kayak camping, kan?” katanya sambil tertawa kecil.

Ia menemukan tempat datar dekat sungai dan mulai mengumpulkan ranting. Dengan pengetahuan modernnya, ia membuat api kecil menggunakan batu dan gesekan kayu.

“Terima kasih, Google, atas tutorial bertahan hidup yang dulu sering aku tonton!”

Setelah makan buah liar dan minum air, Nadra mulai memikirkan tempat tinggal. Ia mengambil batang bambu kering dan dedaunan lebar, lalu mulai membuat gubuk kecil sederhana.

Dua hari berlalu. Gubuk mungil itu akhirnya berdiri. Tak besar, tapi cukup untuk berlindung dari hujan. Ia menghias bagian depannya dengan bunga liar.

“Hmm, kalau ini dunia kuno, aku nggak tahu tahun berapa, tapi biarlah. Yang penting aku hidup.”Nadra yang sekarang sudah jadi Li Yuanxin

Sore itu, saat ia tengah mencuci di sungai, seekor kelinci putih muncul dengan kaki berdarah. Li Yuanxin langsung menghampiri.

“Kasihan kamu… sini, aku obati ya.”

Dengan hati-hati, ia mencuci luka itu, lalu menumbuk beberapa daun untuk dijadikan obat. Tangannya lincah seperti dokter sungguhan.

“Untung dulu aku suka baca buku herbal Cina, siapa tahu berguna… eh ternyata benar!” ujarnya sembari tersenyum

Kelinci itu menatapnya lama, lalu pergi setelah kakinya dibalut. Li Yuanxin tersenyum senang. Tapi malam harinya, suara gemuruh aneh terdengar dari hutan dalam.

Rasanya seperti raungan petir.

Ia keluar dari gubuk, menatap langit. “Petir? Tapi langitnya cerah…”

Tiba-tiba, kilatan cahaya putih menyambar di kejauhan. Tanah bergetar. Hewan-hewan berlarian menjauh.

Tanpa pikir panjang, Li Yuanxin mengambil tongkat dan berlari ke arah sumber cahaya.

Di tengah lembah, ia melihat sesuatu besar terbaring di antara pepohonan yang tumbang.

Seekor naga putih, bersisik berkilau dan bersayap besar, tubuhnya terluka parah. Darah peraknya mengalir ke tanah.

Li Yuanxin membeku. “Eeeeh… itu bukan… ular kan?”

Suara dalam yang berat menggema di kepalanya.

“Manusia kecil… beraninya kau mendekat?”

Nadra menatap naga itu, lalu bukannya takut malah mengangkat alis.

“Wah, kamu bisa bicara telepati juga? Mantap. Tapi hei, kamu berdarah parah tuh. Mau aku obatin?” tanya Li Yuanxin antusias

“Kau berani menawariku bantuan, padahal satu embus napasku bisa menghancurkanmu?”

Li Yuanxin menyilangkan tangan. “Ya terus mau gimana? Kamu mau mati di sini? Kalau kamu nggak mau aku bantu, ya udah, aku pergi. Tapi sayang banget, naga keren mati gara-gara gengsi.”

Naga itu diam. Tatapan matanya yang dingin berubah aneh. Tak ada manusia yang pernah berbicara seperti itu padanya.

“Kau… sungguh aneh.” ujar naga itu

“Terima kasih, aku sering dengar itu,” jawab Li Yuanxin santai. “Sekarang, diam dulu. Aku cari ramuan.”

Selama semalaman penuh, Li Yuanxin merawat luka naga itu tanpa takut. Ia mengganti perban dari daun, menumbuk herbal, bahkan memarahi naga karena bergerak terlalu banyak.

“Kalau kamu goyang lagi, jahitannya lepas, tau nggak?!”ujar Li Yuanxin

“Jahit? Apa itu?” tanya sang naga

“Ah sudah, kamu terlalu kuno. Pokoknya diam.” jawab Li Yuanxin

Meski terlihat konyol, perlakuan Nadra membuat naga itu terkesan. Esok paginya, ia menatap gadis itu yang tertidur di sampingnya setelah semalaman berjaga.

“Manusia ini… tidak seperti yang lain.”

Kilatan lembut muncul di matanya. Entah mengapa, di dada naga putih itu, sesuatu bergetar tanda awal dari kontrak spiritual yang belum ia sadari.

Dan dari kejauhan, langit tampak bergetar lembut, seolah semesta menyambut kembalinya sang jiwa yang dulu hilang.

Reinkarnasi Sang Dewi Semesta baru saja dimulai.

Bersambung

Bab 2 – Naga yang Tidak Mau Berterima Kasih

Cahaya matahari pagi menembus celah pepohonan, membentuk garis-garis keemasan yang menari di udara lembab hutan. Li Yuanxin menggeliat kecil di atas batu besar yang semalam menjadi alas tidurnya. Bahunya pegal, rambutnya kusut seperti sarang burung.

“Haaah… punggungku kayak papan dilindas kereta naga,” gerutunya sambil menguap lebar. Ia menatap ke arah makhluk besar di depannya naga putih dengan tubuh sepanjang puluhan meter yang masih terbaring lemah, tapi napasnya sudah stabil.

Sisik-sisik naga itu berkilau halus diterpa sinar matahari, memantulkan cahaya seperti mutiara hidup. Li Yuanxin menatapnya lama, terkagum. “Cantik banget sih kamu kalau nggak ngeluarin aura membunuh kayak tadi malam.”

Tanpa membuka mata, suara berat terdengar langsung di kepalanya.

“Manusia berisik.” ujar sang naga

Li Yuanxin menyipitkan mata. “Eh, ini ucapan terima kasih atau hinaan, ya?”

Naga itu menggerakkan ekornya malas-malasan, menimbulkan hembusan angin kuat yang hampir membuat Li Yuanxin jatuh. Ia menahan rok lusuhnya agar tidak terangkat.

“Hei! Aku baru nolongin kamu semalaman! Gimana sih, dasar naga tanpa tata krama!” kesal Li Yuanxin

“Aku tidak pernah meminta pertolonganmu.” jawab naga enteng

“Dan aku juga nggak minta kamu jadi sopan. Tapi ucapan terima kasih nggak akan bikin sisikmu rontok, tahu?” ujar Li Yuanxin lagi

Suasana hening sejenak. Hanya suara sungai dan burung yang terdengar. Li Yuanxin melipat tangan di dada, menatap makhluk besar itu dengan pandangan jengkel tapi lucu.

Akhirnya, naga itu membuka matanya pupilnya tajam seperti perak cair. “Siapa namamu?”

“Nadra. Nadra Elianora… eh, tapi sepertinya di dunia ini namaku Li Yuanxin.” Ia menatap ke langit, berpikir. “Dua-duanya boleh sih, tergantung siapa yang manggil.”

“Nama yang aneh. Aku Qiu Long.” jawab si naga

Li Yuanxin mengedip. “Qiu Long? Kedengarannya keren. Artinya Naga Musim Gugur, ya?”

“Kau terlalu banyak bicara.” ujar Qiu Long kesal

“Dan kamu terlalu kaku.”Li Yuanxin nyengir, lalu menatap luka di sisi tubuh naga itu. “Masih sakit?”

“Tubuhku bisa sembuh sendiri. Tak perlu manusia rapuh seperti—” ujar Qiu Long terpotong

“Diam.” Suara Li Yuanxin memotong dengan cepat, tegas tapi ringan. “Kalau kamu terus keras kepala, lukamu malah tambah parah. Mau tahu kenapa kamu berdarah semalaman? Karena kamu terus ngeluarin aura kebanggaanmu yang berlebihan. Energi itu bikin lukanya lambat pulih.”

Qiu Long menatapnya dengan ekspresi kalau bisa disebut begitu seperti naga yang bingung. Tidak ada manusia berani memotong bicaranya, apalagi menguliahi dirinya dengan nada seenaknya.

“Kau berani mengajarkan aku tentang kekuatanku sendiri?” ujar Qiu Long

Li Yuanxin menatapnya balik tanpa takut. “Iya, karena kamu jelas nggak tahu cara istirahat yang benar. Mau aku bikin teh herbal penenang? Dijamin nggak pake racun.”

Naga Qiu Long itu mendengus, tapi diam. Li Yuanxin menepuk tangannya puas. “Nah, begitu. Dengerin perempuan, hidupmu lebih panjang.”

Ia berbalik menuju gubuk bambu mungilnya di tepi sungai, lalu membawa keranjang daun dan akar-akar kering. Qiu Long memperhatikannya diam-diam. Gerakannya cekatan, sama sekali tidak ragu meski berada di tengah hutan terlarang.

“Kau manusia, tapi tidak takut pada binatang buas?” tanya Qiu Long heran

“Takut? Oh, aku takut banget kalau disuruh bayar pajak. Tapi kalau cuma binatang, santai aja,” jawab Li Yuanxin tanpa menoleh.

Naga itu lagi-lagi terdiam. Ia tak tahu apakah harus marah atau kagum.

Beberapa jam kemudian, aroma ramuan herbal menguar di udara. Li Yuanxin duduk di samping naga itu dengan mangkuk besar berisi cairan hijau gelap.

“Nah, buka mulutmu.” pinta Li Yuanxin

“Apa?” tanya Qiu Long bingung

“Buka mulut. Kamu harus minum ini.” jawab Li Yuanxin

“Aku naga langit. Aku tidak menelan ramuan manusia—”

“Yaudah, mati aja kalau gitu.” ujar Li Yuanxin

Qiu Long menatapnya tak percaya. “Kau…”

“Apa?” Li Yuanxin mendekat, mengangkat alis menantang. “Aku udah repot-repot nyari daun giok putih yang cuma tumbuh di tebing, hampir jatuh juga. Kamu pikir aku rela kalau hasil jerih payahku mubazir cuma gara-gara naga sombong nggak mau minum obat?”

“Kau berani memerintahku?”

Li Yuanxin tersenyum lebar. “Iya. Karena kamu pasienku sekarang.”

Untuk pertama kalinya dalam hidupnya yang panjang, Qiu Long kehilangan kata. Ia menatap gadis kecil di depannya tubuh manusia yang tampak lemah, tapi sorot matanya… seolah menyimpan sesuatu yang jauh lebih besar dari dunia ini.

Akhirnya, dengan dengusan kesal, naga itu membuka sedikit mulutnya.“Cepatlah.”

Li Yuanxin bersorak pelan. “Nah, gitu dong, pasien patuh! Aaaa, buka mulut besar-besar~”

Suara tawa ringannya membuat Qiu Long sedikit menunduk bukan karena malu, tapi karena entah mengapa, auranya sedikit bergetar.

Setelah meminum ramuan itu (dengan ekspresi jijik yang amat kentara), Qiu Long memalingkan kepala.“Rasanya seperti lumpur.”

“Bagus. Artinya bekerja.” jawab Li Yuanxin

“Kau wanita aneh.”

“Dan kamu naga rewel.” Li Yuanxin berdiri, menepuk tangannya. “Oke, hari ini cukup. Kamu istirahat, jangan banyak gerak. Aku mau cari makan dulu.”

“Manusia, hutan ini penuh binatang buas. Kau bisa mati.”

“Tenang, aku jago bela diri.” Li Yuanxin tersenyum. “Lagipula, kalau aku mati, siapa yang obatin kamu?”

Ia berlari kecil ke arah barat sungai, meninggalkan naga putih yang diam memandanginya pergi.

Untuk sesaat, Qiu Long merasa ada sesuatu dalam dirinya yang bergetar bukan luka, tapi sesuatu yang lebih halus, seperti aliran energi aneh. Ia tidak menyadari bahwa sebagian kecil kekuatan spiritualnya mulai mengalir ke tubuh Li Yuanxin, menciptakan ikatan samar di antara mereka.

...----------------...

Di sisi lain hutan, Nadra atau Li Yuanxin menunduk memeriksa tanaman liar. Ia memetik buah ungu kecil dan menciumnya.

“Hmm, ini kayak beri tapi aromanya tajam. Jangan-jangan beracun.” Ia menggigit sedikit ujungnya, lalu meringis. “Iya, beracun. Catat: jangan dimakan.”

Tak jauh dari situ, seekor serigala abu-abu melompat keluar dari semak, menatap Li Yuanxin dengan taring terhunus.

“Ya ampun, aku ngomong beracun dikira doa ya?!” teriak Li Yuanxin refleks sambil mundur.

Serigala itu menyerang. Li Yuanxin berguling ke samping, mengambil tongkat bambu dan menangkis cakarnya. Gerakannya cepat, terlatih tubuh Li Yuanxin ternyata menyimpan refleks luar biasa.

“Wah, kayak latihan silat gratis nih!” serunya sambil menendang serigala itu ke arah pohon. Hewan itu meraung, lalu kabur dengan ekor di antara kaki.

Li Yuanxin berdiri, menepuk tanah di bajunya. “Nah, gitu dong, tahu diri.”

Ia tertawa kecil, tapi tak sadar dari balik awan, mata Qiu Long mengawasinya. Naga itu menatap gadis itu dengan tatapan sulit dijelaskan.

“Tubuh manusia, tapi bergerak seolah pernah menjadi pejuang surgawi… siapa sebenarnya dia?”

---

Sore tiba. Nadra kembali ke gubuk dengan sekumpulan umbi liar dan daun herbal di pelukannya. Ia meletakkannya di batu datar di dekat naga itu. “Nih, aku bawain camilan buat kamu.”

“Aku tidak makan makanan manusia.” ujar Qiu Long

“Bagus, lebih banyak buat aku.” Li Yuanxin duduk bersila dan mulai memanggang umbi di api kecil. Aroma hangus manis segera memenuhi udara.

Qiu Long menatapnya dengan ekor bergetar. “Kau benar-benar tidak tahu takut, manusia.”

Li Yuanxin mengunyah pelan, tersenyum. “Takut sih, tapi aku lebih takut lapar.”

Ia menatap naga itu yang mulai menatap ke langit, seolah melamun. Li Yuanxin mendekat sedikit. “Kamu nggak kesepian tinggal di hutan sendirian?”

“Aku tidak butuh teman.” jawab Qiu Long cepat

“Boong.” Li Yuanxin mencondongkan tubuh, menatap matanya. “Kalau nggak butuh teman, kenapa masih ngobrol sama aku?”

“Kau terlalu banyak bicara.” jawab Qiu Long cepat

“Karena kamu terlalu pendiam.” Li Yuanxin terkekeh, lalu mengelus sisik di dekat lukanya. “Tapi terima kasih udah nggak ngebakar aku pakai napas api. Itu kemajuan besar.”

“Aku tidak menggunakan api. Aku menguasai angin dan petir.” jawab Qiu Long

“Oh, wow. Berarti kamu naga cuaca! Bisa tolong bikin angin sepoi-sepoi pas aku lagi panas nanti?” ujar Li Yuanxin seenaknya

“Manusia bodoh.” ujar Qiu Long kesal

“Terima kasih!” jawab Li Yuanxin

Qiu Long mendengus, tapi matanya yang dingin sedikit melembut. Ia tak mengerti bagaimana gadis itu bisa membuatnya terus menahan tawa.

Bersambung

Bab 3 – Hutan, Ramuan, dan Rahasia Langit

Malam pun tiba. Api unggun menari di depan gubuk kecil. Li Yuanxin duduk bersandar, menatap bintang yang bertaburan di langit.

“Langit di sini cantik banget…” bisik Li Yuanxin pelan. “Dunia ini terasa nyata, tapi aku tetap nggak tahu kenapa aku di sini. Mungkin ada alasan besar di balik semua ini.”

“Manusia, apa kau tidak ingin kembali ke duniamu?” Pertanyaan itu datang tiba-tiba. Nadra atau Li Yuanxin menatap Qiu Long, lalu tersenyum lembut.

“Entah kenapa, rasanya… aku memang harus di sini. Ada sesuatu yang menungguku. Sesuatu yang belum selesai.”

Naga itu menatapnya diam. Dalam hatinya, muncul perasaan yang belum pernah ia rasakan selama ribuan tahun rasa ingin melindungi.

“Kau aneh, tapi matamu… membawa cahaya yang sama seperti seseorang yang dulu kukenal.” ujar Qiu Long

“Siapa?” tanya Li Yuanxin

“Ah, bukan urusanmu.” jawab Qiu Long cepat

“Dasar misterius banget sih kamu ini.” Li Yuanxin tertawa kecil. “Tapi kalau suatu saat aku tahu, jangan salahkan aku ya.”

Ia menatap langit lagi, sementara angin malam berembus lembut. Di antara nyala api, tubuh Li Yuanxin bersinar samar seolah bintang-bintang di langit menjawab keberadaannya.

Qiu Long menatapnya dalam diam. Cahaya itu… bukan cahaya manusia biasa. Ia mulai menyadari, ada sesuatu dalam jiwa gadis itu sesuatu purba dan agung.

Namun sebelum ia sempat bertanya, Nadra sudah tertidur bersandar pada batu besar, napasnya tenang.

Qiu Long mengalihkan pandangannya, menatap bintang. “Nadra Elianora… atau siapa pun kau sebenarnya, dunia ini mungkin akan berubah karenamu.”

Dari kejauhan, kabut putih tipis mulai berputar di atas hutan. Di balik kabut itu, sosok samar seperti wanita bersayap cahaya menatap ke arah mereka tersenyum lembut.

“Bagus…Syukurlah dia baik baik saja, sebagian jiwaku akhirnya terbangun kembali.” Suara itu lenyap seiring embusan angin malam.

Dan di bumi, di tengah hutan yang diterangi bulan, manusia ceria dan naga angkuh itu tak tahu bahwa pertemuan mereka baru saja memutar roda takdir dunia

...----------------...

BEBERAPA HARI BERLALU

Suara air sungai mengalun lembut, bercampur dengan kicauan burung pagi. Kabut tipis menari di antara pepohonan, menyelimuti hutan dengan suasana yang damai dan lembap.

Li Yuanxin menarik nafas panjang. Ia menatap gubuk kecil buatannya yang kini semakin rapi, penuh tanaman obat yang tumbuh di sekitar.

“Ha! Siapa bilang hidup di dunia kuno itu susah? Aku bahkan punya apotek pribadi sekarang,” ujarnya bangga.

Seekor naga putih kecil versi mini dari Qiu Long berbaring malas di atas batu datar, menatapnya dari kejauhan.

“Apotek pribadi? Itu kebun semak belukar dengan aroma aneh,” komentarnya datar.

“Diam, Longy. Itu ginseng liar sama akar bulan merah. Kalau manusia normal ngendus aja bisa pingsan, tapi aku ahli racikannya.” ujar Li Yuanxin bangga

Li Yuanxin menyeringai, lalu kembali mengaduk ramuan dalam panci tanah liat. Aroma tajam memenuhi udara.

Qiu Long mendengus, ekornya bergetar. “Kau benar-benar manusia paling berisik yang pernah kutemui. Bahkan suara burung pun kalah riuh.”

“Ya, karena aku hidup, bukan patung!” sahut Li Yuanxin ceria.

---

Hari-hari mereka memang berjalan seperti itu penuh cekcok kecil yang anehnya menenangkan. Qiu Long tetap dalam wujud kecil agar lebih mudah menyembuhkan luka-lukanya. Li Yuanxin merawatnya dengan ketulusan yang tak biasa. Dalam waktu seminggu, naga itu sudah jauh membaik.

Namun semakin lama bersama Li Yuanxin, Qiu Long justru sering dibuat bingung.

Suatu pagi, Li Yuanxin turun ke sungai untuk mencuci pakaian.“Hei Longy, sini bantu angkat ember air!”

Qiu Long menatap dengan mata malas. “Aku adalah penjaga langit barat, bukan pengangkut cucian.”

“Sekarang kau penjaga ember barat,” sahut Li Yuanxin enteng.

Qiu Long terdiam tiga detik sebelum akhirnya menyerah dan mengangkat ember itu menggunakan sihir angin. “Suatu hari aku akan menyesal bertemu denganmu.”

Li Yuanxin terkekeh. “Kamu ngomong gitu tiap hari, tapi tiap malam tetap minta di panggangi ikan!”

“Itu… karena ikanmu enak,” gumam naga itu pelan.

---

Waktu berjalan damai, hingga suatu malam, langit di atas hutan tiba-tiba berubah. Awan bergulung, petir berkilat di kejauhan. Qiu Long yang sedang tidur di depan api unggun mendadak bangkit.

“Energi ini… tidak wajar,” katanya serius.

Li Yuanxin menatap ke langit. “Petir? Tapi kan cuma hujan—”

Belum sempat ia menyelesaikan kalimat, cahaya perak jatuh dari langit, menghantam tanah beberapa ratus meter dari tempat mereka. Suara ledakan membuat tanah bergetar hebat.

Li Yuanxin spontan menjerit, “Astaga! Itu meteor?!”

Qiu Long menatapnya tajam. “Bukan meteor. Itu energi spiritual tingkat tinggi… kekuatan dari langit.”

Tanpa pikir panjang, Li Yuanxin mengambil obor. “Ayo lihat!”

Qiu Long mendesah panjang. “Kau benar-benar tidak tahu takut, ya?”

“Takut itu datang setelah penasaran selesai!” Li Yuanxin menjawab cepat sambil berlari ke arah cahaya.

Mereka tiba di sebuah lembah kecil yang tanahnya terbakar. Di tengahnya, sesuatu berkilau sebuah bola kristal biru, berdenyut lembut seperti jantung yang hidup.

Qiu Long langsung menegang. “Itu… Inti Bintang, serpihan kekuatan dari istana langit! Mustahil benda itu jatuh ke dunia fana.”

Li Yuanxin mendekat, matanya terpikat oleh sinarnya. “Cantik banget… kayak batu akik versi langit.”

“Li Yuanxin! Jangan sentuh—”

Terlambat.

Begitu jemarinya menyentuh bola itu, cahaya biru meledak. Angin berputar hebat, rambut Li Yuanxin terangkat, dan tubuhnya memancarkan cahaya putih keemasan. Qiu Long segera melingkupi Li Yuanxin dengan sayapnya untuk menahan ledakan energi.

Cahaya itu perlahan mereda, dan Li Yuanxin terjatuh. Di dahinya, muncul simbol kecil berbentuk lingkaran bintang, memancarkan cahaya lembut.

Qiu Long menatap tak percaya. “Simbol itu… hanya dimiliki oleh satu makhluk—”

Li Yuanxin membuka mata. “Uh… apa barusan aku nyetrum diri sendiri?”

“Tidak,” jawab Qiu Long pelan. “Kau baru saja membangkitkan sebagian kekuatanmu… kekuatan Sang Dewi Semesta.”

Li Yuanxin terdiam, mencoba mencerna. “Jadi aku beneran dewi?”

“Sebagian darinya, ya. Jiwa dewi itu tersegel dalam tubuhmu. Inti Bintang barusan membangkitkan satu pecahannya.”

Ia menatap tangannya sendiri di sana kini ada lingkaran cahaya samar. Saat ia menggerakkan jari, percikan kecil energi muncul, berputar seperti bintang mini.

“Whoa…” Li Yuanxin melongo. “Aku bisa nyalain lampu tanpa colokan!”

Qiu Long menepuk wajahnya dengan sayap. “Colokan itu apa lagi…” desahnya kesal

Bersambung

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!